MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA |
||||||||
NOMOR : 47/KMK.01/1996 |
||||||||
TENTANG |
||||||||
BALAI LELANG |
||||||||
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, |
||||||||
Menimbang |
: |
a. |
bahwa dalam rangka meningkatkan pendayagunaan lelang sebagai salah satu sarana perekonomian yang bersifat terbuka dan obyektif sehingga diharapkan dapat mewujudkan harga yang wajar, perlu diberikan kesempatan lebih luas kepada masyarakat khususnya dunia usaha untuk menyelenggarakan kegiatan usaha di bidang penjualan barang secara lelang melalui pendirian Balai Lelang; |
|||||
|
|
b. |
bahwa sehubungan dengan itu dipandang perlu menetapkan ketentuan tentang Balai Lelang dengan Keputusan Menteri Keuangan; |
|||||
Mengingat |
: |
1. |
Vendu Reglement Stb. 1908 No. 189 tentang Peraturan Penjualan Di Muka Umum di Indonesia sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Stb. tahun 1940 Nomor 56; |
|||||
|
|
2. |
Vendu Instructie Stb. 1908 No. 190 tentang Instruksi Lelang sebagaimana telah diubah dan ditambah; |
|||||
|
|
3. |
Kitab Undang-undang Hukum Dagang (Staatsblad Tahun 1947 Nomor 23) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-undang nomor 4 tahun 1971 (Lembaran Negara tahun 1971 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2959); |
|||||
|
|
4. |
Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3502); |
|||||
|
|
5. |
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan terbatas (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3587); |
|||||
|
|
6. |
Peraturan Pemerintah tanggal 15 Desember 1949/Stb. 1949 Nomor 390 tentang Pemungutan Bea Lelang Untuk Pelelangan dan penjualan Umum; |
|||||
|
|
7. |
Keputusan Presiden Nomor 21 Tahun 1991 tentang Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara; |
|||||
|
|
8. |
Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 1970 tentang Penjualan dan atau Pemindahtanganan Barang-barang yang Dimiliki/Dikuasai Negara; |
|||||
MEMUTUSKAN: |
||||||||
Menetapkan |
: |
KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG BALAI LELANG. |
||||||
BAB I |
||||||||
KETENTUAN UMUM |
||||||||
Pasal 1 |
||||||||
Dalam keputusan ini yang dimaksud dengan: |
||||||||
a. | Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN) adalah badan yang berada dibawah Departemen Keuangan dan bertanggungjawab kepada Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Presiden Nomor 21 Tahun 1991. | |||||||
b. | Pejabat Lelang adalah Pejabat dari Kantor Lelang Negara atau pegawai lain yang ditunjuk dan diangkat oleh Menteri Keuangan untuk melaksanakan pelelangan berdasarkan perundang-undangan yang berlaku. | |||||||
c. | Kantor Lelang adalah Kantor Lelang Negara atau Kantor Pejabat Lelang Kelas Dua. | |||||||
d. | Lelang adalah penjualan barang yang diadakan di muka umum dengan penawaran harga secara lisan atau dengan penawaran harga secara tertulis, yang didahului dengan pengumuman lelang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. | |||||||
e. | Balai lelang adalah badan usaha yang menyelenggarakan jasa penjualan barang atas permintaan pemilik barang yang pelaksanaannya dilakukan secara lelang. | |||||||
f. | Pemilik barang adalah orang pribadi atau badan usaha yang memiliki barang atau kuasanya atau yang mempunyai wewenang untuk menjual berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku | |||||||
g. | Lelang yang ditahan adalah penjualan barang secara lelang yang tidak ada penunjukan pemenang lelangnya karena harga penawaran tertinggi tidak mencapai harga limit. | |||||||
h. | harga Limit adalah harga paling rendah yang diinginkan oleh penjual. | |||||||
i. |
Barang yang dimiliki/dikuasai Negara untuk kepentingan penjualan secara lelang adalah barang yang pengadaannya bersumber dari dana yang berasal dari APBN, APBD, BUMN, BUMD atau barang yang nyata-nyata dimiliki negara atau barang yang dikuasai negara berdasarkan putusan/ketetapan instansi/lembaga Pemerintah Tingkat Pusat maupun Daerah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. |
|||||||
BAB II |
||||||||
PENGUSAHAAN DAN PERIJINAN |
||||||||
Pasal 2 |
||||||||
Penyelenggaraan jasa penjualan secara lelang dapat dilakukan oleh Balai Lelang dalam bentuk Perseroan Terbatas (PT) atau Koperasi yang khusus didirikan untuk usaha Balai lelang. | ||||||||
Pasal 3 |
||||||||
Perijinan untuk mendirikan Balai Lelang ditetapkan oleh Kepala BUPLN. |
||||||||
BAB III |
||||||||
KEGIATAN USAHA |
||||||||
Pasal 4 |
||||||||
(1) | Balai Lelang menyelenggarakan penjualan barang secara lelang atas permintaan pemilik barang. | |||||||
(2) | Untuk menyelenggarakan penjualan barang secara lelang, Balai lelang dapat melakukan kegiatan: | |||||||
a. | Menerima dan menghimpun barang dari pemilik barang; | |||||||
b. | Melakukan pencatatan, penggolongan, peningkatan kualitas, penyimpanan, penaksiran/penilaian, dan pemasaran barang yang telah diterima dari pemilik barang. | |||||||
(3) |
Penyelenggaraan penjualan barang secara lelang dilakukan dihadapan Pejabat Lelang sesuai ketentuan yang berlaku. |
|||||||
BAB IV |
||||||||
PERIKATAN DAN TANGGUNG JAWAB |
||||||||
Pasal 5 |
||||||||
(1) | Balai Lelang mengadakan perikatan dengan pemilik barang untuk menjual barang tersebut secara lelang dengan syarat-syarat dan imbalan jasa sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak. | |||||||
(2) | Balai Lelang dan Pemenang Lelang membuat perikatan tentang transaksi jual beli secara lelang disaksikan oleh Pejabat Lelang. | |||||||
(3) | Untuk setiap pelaksanaan lelang yang diselenggarakan oleh Balai Lelang dibuatkan Risalah Lelang oleh Pejabat Lelang. | |||||||
Pasal 6 |
||||||||
Balai Lelang bertanggung jawab atas: | ||||||||
a. | Pembayaran harga lelang kepada Pemilik Barang; | |||||||
b. | Penyerahan barang yang dilelang dan dokumen terkait kepada Pemenang Lelang; | |||||||
c. |
Kerugian dan tuntutan atau gugatan yang timbul akibat kesalahan dan kelalaiannya dalam penyelenggaraan lelang dan atau akibat perikatan yang dibuat baik dengan Pemenang lelang maupun Pemilik Barang. |
|||||||
BAB V |
||||||||
PENERIMAAN NEGARA |
||||||||
Pasal 7 |
||||||||
(1) | Dalam pelaksanaan lelang sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 ayat (2), Balai Lelang dikenakan Bea Lelang dan Uang Miskin sebagai penerimaan negara yang diatur sebagai berikut: | |||||||
a. | Bea Lelang untuk barang bergerak sebesar 0,75% dan untuk barang tidak bergerak sebesar 1,75%; | |||||||
b. | Uang miskin untuk lelang barang bergerak sebesar 0,7% dan untuk lelang barang tidak bergerak sebesar 0,4%; | |||||||
c. | terhadap lelang yang ditahan: | |||||||
c.1. | Dikenakan Bea Lelang sebesar 0,6% untuk barang bergerak dan 0,375% untuk barang tidak bergerak; | |||||||
c.2. | Tidak dikenakan uang miskin. | |||||||
(2) | Bea Lelang dan Uang Miskin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan pada penawaran tertinggi. | |||||||
(3) | Dalam pelaksanaan lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pemenang Lelang dibebaskan dari Bea Lelang dan Uang Miskin, | |||||||
(4) |
Bea Lelang dan Uang Miskin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), oleh Balai Lelang harus disetorkan ke Kas Negara selambat-lambatnya 1 (satu) hari setelah pelaksanaan lelang. |
|||||||
BAB VI |
||||||||
KEWAJIBAN, LARANGAN DAN SANKSI |
||||||||
Pasal 8 |
||||||||
Balai Lelang wajib: | ||||||||
a. | Melakukan pencatatan mengenai barang yang diterima dari pemilik dan barang yang telah dilelang; | |||||||
b. | Menyampaikan laporan kegiatan lelang kepada Kepala BUPLN. | |||||||
Pasal 9 |
||||||||
Balai Lelang dilarang: | ||||||||
a. | menjual selain dengan tata cara lelang; | |||||||
b. | Membeli sendiri barang yang diserahkan kepadanya untuk dijual secara lelang. | |||||||
Pasal 10 |
||||||||
(1) | Apabila Bea Lelang dan uang Miskin tidak atau tidak sepenuhnya dibayar pada waktunya sebagaimana dimaksud pada Pasal 7 ayat (4), Balai Lelang dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) 1 (satu bulan dari jumlah yang terlambat dibayar, dihitung dari saat seharusnya pembayaran Bea Lelang dan Uang Miskin dilakukan sampai dengan hari pembayaran. | |||||||
(2) | Bea Lelang dan Uang Miskin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), oleh Balai Lelang harus disetorkan ke Kas Negara selambat-lambatnya 1 (satu) hari setelah pelaksanaan lelang. | |||||||
Pasal 11 |
||||||||
(1) | Pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan yang diatur dalam keputusan ini mengakibatkan pencabutan izin Usaha Balai Lelang dimaksud. | |||||||
(2) | Pencabutan izin Balai Lelang didahului dengan peringatan secara tertulis. | |||||||
(3) |
Dalam hal pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kerugian pada negara, Balai lelang wajib membayar kerugian negara tersebut ditambah sanksi administrasi berupa denda sebesar 100% dari kerugian negara dimaksud. |
|||||||
BAB VII |
||||||||
KETENTUAN LAIN |
||||||||
Pasal 12 |
||||||||
Lelang barang-barang yang dimiliki atau dikuasai negara diselenggarakan oleh Kantor Lelang. |
||||||||
BAB VIII |
||||||||
KETENTUAN PENUTUP |
||||||||
Pasal 13 |
||||||||
Pelaksanaan teknis keputusan ini diatur lebih lanjut oleh Kepala BUPLN. | ||||||||
Pasal 14 |
||||||||
Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. | ||||||||
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Keputusan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. | ||||||||
Ditetapkan di | : | Jakarta | ||||||
Pada tanggal | : | 25 Januari 1996 | ||||||
MENTERI KEUANGAN, | ||||||||
MAR'IE MUHAMMAD |