MENTERI KEUANGAN

SALINAN

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR : 557/KMK.O1/1999
TENTANG

PETUNJUK PELAKSANAAN LELANG
 

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
 

Menimbang : a.

bahwa dalam upaya meningkatkan pelayanan lelang, dipandang perlu untuk melakukan penyempumaan ketentuan mengenai lelang yang selama ini diatur diberbagai ketentuan ke dalam satu ketentuan yang lebih sederhana dan disesuaikan dengan perkembangan keadaan, sehingga akan lebih mudah dalam memahami;

    b.

bahwa berdasarkan hal tersebut di atas, dan demi kepastian hukum dipandang perlu untuk mengatur dan menetapkan petunjuk pelaksanaan lelang dengan Keputusan Menteri Keuangan;

       
Mengingat : 1.

Vendu Reglement Staatsblad Tahun 1908 Nomor 189 tentang Peraturan Penjualan Di Muka Umum di Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Staatsblad Tahun 1940 Nomor 56;

    2.

Vendu Instructie Staatsblad Tahun 1908 Nomor 190 tentang Instruksi Lelang sebagaimana telah diubah dengan Staatsblad Tahun 1930 Nomor 85;

    3.

Undang-undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3687);

    4.

Peraturan Pemerintah Nomor 390 Tahun 1949 tentang Peraturan Pemungutan Bea Lelang Untuk Pelelangan dan Penjualan Umum;

    5.

Keputusan Presiden Nomor 355/M Tahun 1999;

    6.

Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 295/KMK.0l/1993 tentang Tatacara Pengumuman Lelang sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 345/KMK.0l/1996;

       
   

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI PELAKSANAAN LELANG.
       
   

BAB I

   

KETENTUAN UMUM

   

Pasal 1

     
   

Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan:

    1.

Lelang adalah Penjualan barang yang dilakukan dimuka umum dengan cara penawaran lisan dengan harga yang semakin meningkat atau dengan penawaran harga yang semakin menurun, dan atau dengan penawaran harga secara tertulis yang didahului dengan usaha mengumpulkan para peminat.

    2.

Kantor Lelang adalah Kantor Lelang Negara dalam lingkungan Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN) atau Kantor Pejabat Lelang Kelas II yang mempunyai tugas melayani dan menyelenggarakan lelang.

    3.

Pejabat Lelang adalah Pejabat/Pegawai yang melaksanakan pelelangan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

    4.

Penjual adalah orang atau badan yang mengajukan permohonan kepada Kantor Lelang agar barang yang dimiliki dan atau dikuasainya dijual secara lelang.

    5.

Pembeli adalah orang atau badan yang mengajukan penawaran dan ditunjuk sebagai pemenang lelang oleh Pejabat Lelang.

    6.

Risalah Lelang adalah berita acara tentang jalannya pelaksanaan lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang.

    7.

Grosse Risalah Lelang adalah salinan asli dari Risalah Lelang yang berkepala "Demi Keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa" .  

    8.

Nilai Limit adalah nilai minimal dari barang yang ditetapkan oleh Penjual untuk dicapai dalam suatu pelelangan sebagai dasar untuk menentukan pemenang lelang.

    9. Hasil Lelang adalah jumlah uang yang diperoleh dari Penjualan secara lelang.
    10.

Bea Lelang adalah pungutan negara atas pelaksanaan lelang berdasarkan Peraturan Pemerintah tentang Bea Lelang.

    11. Lelang yang ditahan adalah lelang yang penawarannya belum mencapai Nilai Limit.
    12. Superintenden adalah pengawas lelang sebagai atasan langsung dari Kantor Lelang.
    13.

Pemandu Lelang adalah pegawai dalam lingkungan Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN) yang bertugas untuk menawarkan barang- barang yang dilelang kepada penawar dibawah pengawasan Pejabat Lelang.

    14.

Dang Jaminan adalah uang yang harus disetor terlebih dahulu oleh penawar lelang, sebagai syarat sahnya menjadi peserta lelang, bagi lelang yang dipersyaratkan adanya uang jaminan.

    15.

Pengumuman Lelang adalah suatu pengumuman yang bertujuan untuk memberitahukan kepada khalayak ramai tentang akan diadakannya suatu Penjualan secara lelang, dan/atau sebagai persyaratan hukum sahnya suatu persyaratan lelang berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

         
   

BAB II

   

PEJABAT LELANG

   

Pasal 2

         
    (1) Pejabat Lelang diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Keuangan.
    (2)

Kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didelegasikan kepada Kepala BUPLN

      Pejabat Lelang dibedakan dalam doo tingkat yaitu:
      a. Pejabat Lelang Kelas I adalah Pejabat Lelang yang diangkat dari pegawai BUPLN;
      b.

Pejabat Lelang Kelas II adalah Pejabat Lelang yang diangkat dari pegawai diluar BUPLN atau orang-orang tertentu yang khusus diangkat untuk jabatan itu.

         
   

Pasal 3

         
    Pejabat Lelang dalam melaksanakan tugasnya mempunyai fungsi sebagai:
    a.

Peneliti dokumen obyek lelang, dalam pelaksanaan lelang Pejabat Lelang meneliti kebenaran formal dokumen lelang.

    b.

Pemberi informasi lelang, untuk mengoptimalkan pelaksanaan lelang, Pejabat Lelang memberikan informasi kepada pengguna jasa lelang.

    c.

Pemimpin Lelang, untuk menjalin ketertiban, keamanan dan kelancaran, serta mewujudkan pelaksanaan lelang yang berdaya guna, berhasil guna dan dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, Pejabat Lelang dalam memimpin lelang hams komunikatif, tegas clan berwibawa.

    d.

Juri, Pejabat Lelang sebagai seorang juri harus bertindak adil dan bijaksana untuk menyelesaikan persengketaan yang mungkin timbul dalam pelaksanaan lelang.

    e.

Pejabat Umum, Pejabat Lelan$ sebagai pejabat yang membuat akta autentik berdasarkan undang-undang di wilayah kerjanya.

    f.

Bendaharawan, dalam pelaksanaan lelang Pejabat Lelang menerima, menyetorkan dan mempertanggungjawabkan uang Hasil Lelang.

         
   

Pasal 4

         
    Pejabat Lelang dalam pelaksanaan lelang mempunyai tugas sebagai berikut :
    a. Meneliti kebenaran formal dokumen lelang dan subyek lelang.
    b.

Memberikan informasi yang berkaitan dengan persyaratan dan pelaksanaan lelang, termasuk informasi mengenai barang-barang yang akan dilelang.

    c.

Memimpin pelaksanaan lelang secara tertib, aman dan lancar sehingga pelaksanaan lelang dapat berdaya guna dan berhasil guna serta dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

    d.

Mengambil keputusan untuk menyelesaikan persengketaan dalam pelaksanaan lelang secara adil dan bijaksana.

    e.

Menyelesaikan kewajiban administrasi dan membuat Risalah Lelang sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

    f.

Menerima Hasil Lelang dari Pembeli dan menyetorkan kepada Bendaharawan PenerimaJrekening Kantor Lelang, termasuk melaporkan pelaksanaan lelang tersebut.

         
   

Pasal 5

         
    (1)

Sebelum melaksanakan tugas Pejabat Lelang terlebih dahulu harus mengucapkan sumpah, dan janji menurut agama atau kepercayaannya dan dilantik dihadapan dan oleh Kepala Kantor yang membawahi Pejabat Lelang yang bersangkutan;

    (2) Bunyi sumpah atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagai berikut : .
     

"Saya bersumpah/berjanji dengan sungguh-sungguh bahwa sara untuk memangku jabatan sara ini, langsung atau tidak langsung, dengan menggunakan nama atau cara apapun juga, tidak memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada.siapapunjuga". .

     

"Saya bersumpah/berjanji . bahwa saya, untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatan saya ini, tiada sekali-kali akan menerima langsung atau tidak langsung dari siapapun juga sesuatu janji atau pemberian" . .

     

"Saya bersumpah/berjanji bahwa sara senantiasa akan menjalankan jabatan sara ini dengan jujur, seksama dan dengan tidak membeda-bedakan orang dalam melaksanakan kewajiban saya dan akan berlaku sebaik-baiknya dan seadil-adilnya seperti layaknya bagi seorang Pejabat Lelang yang berbudi baik danjujur, menegakkan hukum clan keadilan".

         
   

Pasal 6

         
    (1) Untuk dapat diangkat menjadi Pejabat Lelang harns memenuhi syarat- syarat:
      a.

Berpendidikan serendah-rendahnya Sarjana (S 1) diutamakan Sarjana Hukum, Ekonomi Maajemen/ Akuntansi, Penilai;

      b. Telah mengikuti Diklat Pejabat Lelang;
      c. Memiliki kemampuan melaksanakan lelang;
      d.

Tidak pernah terkena sanksi administrasi, sanksi pidana dan memiliki integritas yang tinggi.

    (2) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tidak berlaku bagi Pejabat Lelang Kelas II.
    (3)

Pejabat Lelang yang melakukan pelanggaran dibebastugaskan dari jabatannya dengan Surat Keputusan Kepala BUPLN atas nama Menteri Keuangan.

         
   

Pasal 7

         
   

Pejabat Lelang dapat menjalankan tugas clan fungsinya selaku Pejabat Lelang, apabila Pejabat Lelang yang bersangkutan melaksanakan tugas di Kantor Lelang.

         
   

Pasal 8

         
   

Jika Pejabat Lelang Kelas II berhalangan sementara dalam melaksanakan tugasnya, atas persetujuan Kepala Kantor Lelang Negara, dapat memberikan kuasa kepada seseorang untuk melaksanakan lelang di wilayah kerjanya dengan tanggung jawab dan biaya yang timbul tetap berada pada Pejabat Lelang Kelas II yang memberikan kuasa. .

         
   

Pasal 9

         
    Syarat-syarat untuk seseorang ditunjuk sebagai kuasa Pejabat Lelang Kelas II diatur oleh Kepala BUPLN.
         
   

Pasal 10

         
   

Dalam hal terjadi kekosongan Pejabat Lelang Kelas 1I, sambil menunggu pengangkatan Pejabat Lelang Kelas II yang barn, pelayanan lelang untuk sementera dapat dilaksanakan oleh Kantor Lelang Negara setempat selaku Superintenden atau menunjuk Pejabat Lelang Kelas II yang terdekat.

         
   

Pasal 11

         
    Dalam melaksanakan tugasnya, Pejabat Lelang :
    a. Diawasi oleh Superintenden;
    b. Dapat dibantu oleh Pemandu Le1ang.
         
         
   

BAB III

   

PENGUMUMAN LELANG

   

Pasal 12

         
    (1)

Penjualan secara lelang didahului dengan Pengumuman Lelang melalui surat kabar harian, atau selebaran, tempelan yang mudah dibaca oleh umum dan atau melalui media elektronik dan media cetak lainnya.

    (2) Pengumuman Lelang dilakukan oleh Penjual sesuai ketentuan yang berlaku.
    (3) Kantor Lelang dapat menyebarluaskan Pengumuman Lelang kepada pihak lain yang berkepentingan.
         
   

BAB IV

   

PELAKSANAAN LELANG

   

Bagian Pertama

   

Persiapan Lelang

   

Pasal 13

         
    (1)

Setiap Penjual yang bermaksud melakukan Penjualan secara lelang, hams mengajukan permintaan lelang secara tertulis disertai dengan dokumen yang disyaratkan kepada Kepala Kantor Lelang.

    (2)

Kantor Lelang tidak boleh menolak permintaan lelang yang diajukan, sepanjang persyaratan lelang sudah dipenuhi.

    (3) Tata cara dan persyaratan permintaan lelang diatur lebih lanjut dengan Keputusan Kepala BUPLN.
         
   

Bagian Kedua

   

Tempat Lelang

   

Pasal 14

         
    (1)

 Lelang barang bergerak dilaksanakan di tempat barang berada, clan lelang barang tidak bergerak dilaksanakan di tempat yang diinginkan Penjual.

    (2)

Tempat lelang sebagaimana'dimaksud pada ayat (1) hams berada dalam wilayah kerja Kantor Lelang.

         
   

Pasal 15

         
   

Lelang dapat dilaksanakan di  luar wilayah kerja Kantor Lelang tempat barang berada, setelah mendapat persetujuan :

    a.

Kepala BUPLN untuk pelelangan barang-barang yang berada di luar wilayah Kantor Lelang dan tidak berada dalam satu Kantor Wilayah;

    b.

Kepaia Kantor Wilayah BUPLN setempat untuk peIeiangan barang-barang yang berada di Iuar Kantor Lelang tetapi masih dalam Kantor Wilayah BUPLN setempat. .

         
   

Bagian Ketiga

   

Ketentuan Pe1aksanaan Lelang

   

Pasal 16

         
   

Setiap lelang hanya boleh dilaksanakan dihadapan Pejabat Lelang, kecuali diatur lain oleh peraturan perundang-lmdangan yang berlaku.

         
   

Pasal 17

         
    (1) Kantor Lelang menentukan syarat-syarat umum yang diberlakukan dalam pelaksanaan lelang.
    (2) Penjual dapat menentukan syarat-syarat lelang yang bersifat khusus.
    (3)

Syarat-syarat lelang sebagaimana dimaksud pacta ayat (2), tidak boleh bertentangan dengan peraturan umum lelang clan peraturan perundang- undangan yang berlaku.

         
   

Pasal 18

         
    (1)

Lelang yang akan dilaksanakan hanya dapat ditunda atau dibatalkan, dengan penetapan lembaga peradilan atau permintaan Penjual.

    (2)

Pembatalan atau penundaan lelang yang diminta oleh Penjual harus diajukan secara tertulis kepada Kepala Kantor Lelang dalam jangka waktu selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja sebelum lelang dilaksanakan.

         
   

Pasal 19

         
    (1)

Penundaan atau pembatalan lelang dalam waktu kurang dari 5 (lima) hari sebelum tanggal lelang alas kehendak Penjual, dikenakan Bea Lelang Batal yang dibebankan kepada Penjual.

    (2)

Besarnya Bea Lelang Batal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditentukan sebesar Rp 50.000,00 (lima puluh ribu rupiah) dan disetorkan ke Kas Negara.

    (3)

Penundaan atau pembatalan pelaksanaan lelang atas permintaan instansi Pemerintah Pusat/Daerah terhadap lelang barang milik negara tidak  dikenakan Bea Lelang Batal.

         
   

Pasal 20

         
    Pelelangan yang telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku tidak dapat dibatalkan.
         
   

Pasal 21

         
    Pelaksanaan lelang yang dilakukan di luar jam kerja dan hari besar/libur harus seijin Superintenden.
         
   

Bagian Keempat

   

Uang Jaminan Penawaran

   

Pasal 22

         
   

Setiap peserta lelang harus menyetor Uang Jaminan penawaran lelang yang besarnya ditentukan oleh Penjual.

   

Pasal 23

    (1) Dalam hal peserta lelang tidak ditunjuk sebagai Pembeli, uang jaminan akan dikembalikan seluruhnya tanpa potongan.
    (2) Bagi Pembeli, uang jaminan akan diperhitungkan dengan pembayaran hasil lelang.

Apabila Pembeli tidak melunasi pembayaran hasil lelang sesuai ketentuan
(wanprestasi), uang jaminan lelang akan diperhitungkan sebagai bea lelang dan sisanya diserahkan kepada Penjual.

    (3)
         
    Bagian Kelima
    Nilai Limit
    Pasal 24
         
    (1) Setiap pelaksanaan lelang harus ada Nilai Limit barang yang ditentukan oleh Penjual.
    (2) Nilai Limit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diserahkan kepada Pejabat Lelang pada saat akan dimulainya pelaksanaan lelang.
         
   

Pasal 25

         
    (1) Nilai Limit merupakan pedoman bagi Pejabat Lelang untuk menunjuk Pembeli.
    (2) Penawaran tertinggi yang telah mencapai atau melarnpaui Nilai Limit, harns ditetapkan sebagai Pembeli.
         
    Bagian Keenam Cara Penawaran
 
   

Pasal 26

         
    (1) Cara penawaran lelang diusulkan oleh Penjual dan ditetapkan oleh Pejabat Lelang.
    (2)

Cara penawaran yang telah ditetapkan dapat diumumkan di media massa,
selebaran, tempelan, media elektronik atau didepan caton Pembeli sebelum
lelang dilaksanakan.

         
   

Pasal 27

         
    Penawaran yang telah diajukan oleh penawar dan telah dicatat oleh Pejabat Lelang tidak boleh dibatalkan.
 
         
   

Pasal 28

         
   

Dalarn hal terdapat beberapa penawar yang mengajukan penawaran tertinggi secara tertulis dengan nilai yang sarna, maka Pejabat Lelang berhak menentukan 1 (satu) Pembeli dengan melakukan lelang secara lisan naik-naik.

       
  Bagian Ketujuh Pembeli
 

Pasal 29

         
    (1) Pembeli ditunjuk oleh Pejabat Lelang.
    (2)

Pembeli sebagaimana dimaksud pacta ayat (l) harns sudah melunasi setiap kewajiban pembayaran selarnbat-larnbatnya 3 (tiga) hari kerja setelah ditunjuk sebagai pemenang leJang.

       
   

Pasal 30

         
    (1)

Dalarn hal Pembeli tidak dapat memenuhi kewajibannya sebagaimana dimaksud dalarn Pasal 29 ayat (2), maka Pejabat Lelang membatalkan penunjukannya sebagai Pembeli.

    (2) Pembeli yang tidak dapat memenuhi kewajibannya tidak dibenarkan mengikuti lelang di seluruh wilayah Indonesia dalam waktu 6 (enam) bulan setelah ditunjuk sebagai pemenang lelang.
         
    Pasal 31
    (1) Dalam hal Pembeli bertindak untuk orang lain atau badan harus disertai dengan surat kuasa.
    (2) Bank sebagai kreditor dapat membeli agunannya melalui lelang, dengan
menyatakan bahwa Pembelian tersebut dilakukan untuk pihak lain yang
akan ditunjuk kemudian.
    (3) Pembelian agunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus disertai dengan Akte Notaris.
         
    Pasal 32
    Pejabat Lelang, Penjual, Hakim, Jaksa, Panitera, Juru Sita, Pengacara/Advokat, Notaris, PPAT dan Penilai yang terkait dengan pelaksanaan lelang dilarang menjadi Pembeli.
         
    Bagian Kedelapan
    Pembayaran Uang Hasil Lelang
    Pasal 33
         
    (1) Pembayaran uang hasil lelang dilakukan secara tunai atau dengan cek/giro.
    (2) Pembayaran dengan cek/giro diatur lebih lanjut oleh Kepala BUPLN.
         
   

Pasal 34

    (1) Pembayaran uang hasil lelang oleh Pembeli kepada Pejabat lelang harus sudah dilunasi selambat-Iambatnya 3 (tiga) hari kerja setelah pelaksanaan lelang.
    (2)

Pembayaran uang hasil lelang oleh Pembeli diluar ketentuan sebagaimana dimaksud pacta ayat (1) hanya dapat dibenarkan setelah mendapat Ijin tertulis Kepala BUPLN atas nama Menteri Keuangan.

         
   

Pasal 35

    (1)

Penyetoran hasil bersih lelang kepada Penjual selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja setelah pembayaran diterima.

    (2) Bendaharawan Penerima wajib menyetorkan Bea Lelang dan Pajak
Penghasilan (PPh) ke Kas Negara, selambat-lambatnya dalam waktu 1
(satu) hari kerja setelah pembayaran diterima.
         
    BAB V
    RISALAH LELANG
      Pasal 36
         
    (1) Setiap pelaksanaan lelang harus dibuat Risalah Lelang oleh Pejabat Lelang.
    (2) Risalah Lelang terdiri dari :
      a. Bagian Kepala,
      b. Bagian Badan,
      c. Bagian Kaki.
    (3) Setiap Risalah Lelang diberi nomor urut tersendiri.
         
    Pasal 37
    Bagian Kepala Risalah Lelang harus memuat sekurang-kurangnya :
    (1) Hari, tanggal, dan jam lelang ditulis dengan huruf dan angka;
    (2) Nama lengkap, pekerjaan dan tempat tinggal/domisili dari Pejabat Lelang;
    (3) Nama lengkap, pekerjaan dan tempat tinggal/domisili Penjual;
    (4) Pendapat Pejabat Lelang yang bersangkutan mengenai legalitas subjek dan
objek lelang;
    (5) Nomor/tanggal surat permohonan lelang;
    (6) Tempat pelaksanaan lelang;
    (7)  Sifat barang yang dilelang dan alasan barang tersebut dilelang;
    (8) Dalam hal yang dilelang barang-barang tetap berupa tanah dan/atau
bangunan harus disebutkan:
      a. Status hak tanah atau surat-surat lain yang menjelaskan bukti kepemilikan;
      b.  Batas-batasnya;
      c. Surat Keterangan Tanah dari Kantor Pertanahan;
      d. Keterangan lain yang membebani tanah tersebut.
    (9) Cara bagaimana lelang tersebut telah diumumkan oleh Penjual;
    (10) Syarat-syarat umum lelang.
         
   

Pasal 38

         
    Bagian Badan Risalah Lelang harus memuat sekurang-kurangnya :
    (1) Banyaknya jumlah penawaran yang masuk dan sah;
    (2) Nama barang yang dilelang;
    (3) Nama, pekerjaan dan alamat Pembeli, sebagai Pembeli atas nama sendiri
atau sebagai kuasa atas nama orang lain;
    (4) Bank Kreditor sebagai Pembeli untuk orang atau Badan Hukum atau Badan Usaha yang akan ditunjuk namanya;
    (5) Nilai Penjualan dengan angka dan huruf;
    (6) Daftar barang yang laku terjual/ditahan memuat nilai, nama, alamat Pembeli.
         
   

Pasal 39

         
    Bagian Kaki Risalah Lelang harus memuat sekurang-kurangnya :
    (1) Banyaknya barang yang ditawarkan/dilelang dengan angka dan huruf;
    (2) Jumlah Nilai barang-barang yang telah terjual dengan angka dan huruf;
    (3) Banyaknya surat-surat yang dilampirkan pada Risalah Lelang dengan
angka dan huruf;
    (4) Jumlah Nilai barang-barang yang ditahan dengan angka dan huruf;
    (5) Jumlah perubahan yang dilakukan (catatan, tambahan, coretan dengan penggantinya) maupun tidak adanya perubahan ditulis dengan angka dan huruf;
    (6) Tanda tangan Pejabat Lelang, Penjual/kuasa Penjualan dalam hal lelang barang tetap, Pembeli/kuasa Pembeli dapat turut menandatangani Risalah Lelang.
 
         
       

Pasal 40

         
    (1) Pembetulan kesalahan pembuatan Risalah Lelang berupa pencoretan, penggantian, dilakukan sebagai berikut:
      a.

Pencoretan kesalahan kata, huruf atau angka dalam Risalah Lelang harus dilakukan dengan garis lurus tipis, sehingga yang dicoretldigaris dapat dibaca;

       

Penambahan/Perubahan kala atau kalimat Risalah Lelang ditulis disebelah pinggir kiri dari lembar Risalah Lelang, apabila tidak mencukupi ditulis pada bagian bawah dari bagian kaki Risalah Lelang dengan menunjuk lembar dan garis yang berhubungan dengan perubahan itu.

    (2) Jumlah kata, huruf atau angka yang dicoret atau yang ditambahkan harus diterangkan pada sebelah pinggir lembar Risalah Lelang, demikian pula pula banyaknya kata/angka yangg ditambahkan.
    (3) Perubahan sesudah Risalah Lelang ditutup dan ditandatangani tidak boleh dilakukan.
         
       

Pasal 41

         
    (1) Penandatangan Risalah Lelang dilakukan oleh :
      a.  Pejabat Lelang setiap lembar di sebelah kanan atas dari Risalah
Lelang, kecuali lembar yang terakhir;
      b.

Pejabat lelang, Penjual, dan Pembeli khusus untuk barang tetap pada
lembar terakhir dan setiap perubahan Risalah Lelang;

    (2)

Apabila Penjual tidak menghendaki menandatangani Risalah Lelang atau tidak hadir setelah Risalah Lelang ditutup, hal ini dinyatakan oleh Pejabat Lelang sebagai tanda tangan.

         

Pasal 42

    Catatan setelah Risalah Lelang ditutup, dilakukan, sebagai berikut:
    (1)  Jika terdapat hal prinsipil yang diketahui setelah penutupan Risalah Lelang, Kepala Kantor Lelang rnencatat hal tersebut pada bagian bawah setelah tanda tangan;
    (2) Setiap catatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Kantor Lelang membubuhi tanggal dan tanda tangan.
         
   

Pasal 43

         
    (1) Pihak yang berkepentingan dapat memperoleh salinan/petikan yang autentik dari minut Risalah Lelang dengan dibebani Bea Materai. '
    (2) Pihak-pihak yang berkepentingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :
      a. Pembeli;
      b.  Penjual;
      c. Instansi pemerintah untuk kepentingan dinas.
    (3) Salinan/Petikan yang autentik dari Minut Risalah Lelang ditandatangani
oleh Kepala Kantor.
         
   

Pasal 44

   

Grosse Risalah Lelang yang berkepala " DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA", dapat diberikan atas permintaan Pembeli atau kuasanya.

         
        BAB VI
        PEMBUKUAN DAN LAPORAN LELANG
        Pasal 45
         
    (1)

Setiap Kantor Lelang wajib menyelenggarakan pembukuan dan laporan yang berkaitan dengan pelaksanaan lelang.

    (2)

Penyelenggaraan pembukuan dan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh Kepala BUPLN.

         
   

Pasal 46

         
    (1) Bendaharawan penerirna Kantor Lelang wajib rnelakukan:
      a.

Pencatatan sernua penerirnaan clan pengeluaran uang basil
pelaksanaan lelang;

      b.

Pernbuatan laporan/pertanggungjawaban sernua penerirnaan clan
pengeluaran uang basil pelaksanaan lelang;

    (2)

 Penyelenggaraan pernbukuan dan laporansebagairnana dirnaksud pada ayat (1) diatur oleh Kepala BUPLN.

         
    BAB VII
    KETENTUAN PENUTUP
    Pasal 47
         
    (1)

Dengan berlakunya Keputusan ini, Keputusan Menteri Keuangan dan peraturan pelaksanaannya yang telah ada sebelurn ditetapkannya Keputusan ini sepanjang rnengatur hal yang sama dinyatakan tidak berlaku.

    (2)

Sepanjang Keputusan Kepala BUPLN sebagairnana dirnaksud dalarn rasa! 9, Pasal13 ayat (3), Pasal 33 ayat (2), Pasal 45 ayat (2), clan Pasal 46 ayat (2) belum ditetapkan, rnaka rnasih berlaku ketentuan lama.

   

Pasal 48

        Keputusan ini rnulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
       

Agar setiap orang rnengetahuinya, rnernerintahkan pengurnurnan Keputusan ini dengan penernpatannya dalarn Berita Negara Republik Indonesia.

                                                        Ditetapkan di Jakarta,
                                                pada tanggal 6 Desember 1999
                                                MENTERI KEUANGAN,

                                                ttd


 
                                               BAMBANG SUDIBYO