UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 18 TAHUN 2006
TENTANG
ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA
TAHUN ANGGARAN 2007
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang |
: |
a. |
bahwa dalam rangka melaksanakan amanat Pasal 23 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Rancangan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara diajukan oleh Presiden setiap tahun untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah; |
||||
|
|
b. |
bahwa APBN Tahun Anggaran 2007 disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan negara dan kemampuan dalam menghimpun pendapatan negara dalam rangka mendukung terwujudnya perekonomian nasional berdasarkan atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional; |
||||
|
|
c. |
bahwa penyusunan APBN Tahun Anggaran 2007 berpedoman pada Rencana Kerja Pemerintah tahun 2007 dalam rangka mewujudkan Indonesia yang aman dan damai, adil dan demokratis. dan meningkatkan kesejahteraan rakyat; |
||||
|
|
d. |
bahwa pembahasan Rancangan
Undang-Undang APBN Tahun Anggaran 2007 antara Dewan Perwakilan Rakyat
bersama Pemerintah telah memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan |
||||
|
|
e. |
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, c, dan d perlu membentuk Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2007; |
||||
Mengingat |
: |
1. |
Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (2) dan ayat (4), Pasal 23 ayat (1) dan (2), Pasal 31 ayat (4), dan Pasal 33 ayat (1), (2), (3) dan (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; |
||||
|
|
2. |
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3985); |
||||
|
|
3. |
Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3843) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4357); |
||||
|
|
4. |
Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 135, Tahun 2001 Nomor 135, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4151); |
||||
|
|
5. |
Undang-undang Nomor 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 110, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4236); |
||||
|
|
6. |
Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286); |
||||
|
|
7. |
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4297); |
||||
|
|
8. |
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301); |
||||
|
|
9. |
Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); |
||||
|
|
10. |
Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389); |
||||
|
|
11. |
Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400); |
||||
|
|
12. |
Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421); |
||||
|
|
13. |
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437); |
||||
|
|
14. |
Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438). |
||||
|
|
15. |
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4633); |
||||
|
|
Dengan Persetujuan Bersama
dan
|
|||||
|
|
MEMUTUSKAN : |
|||||
Menetapkan |
: |
UNDANG-UNDANG TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2007. |
|||||
|
|
Pasal 1 |
|||||
|
|
Dalam Undang-undang ini, yang dimaksud dengan : |
|||||
|
|
1. |
Pendapatan negara dan hibah adalah semua penerimaan negara yang berasal dari penerimaan perpajakan, penerimaan negara bukan pajak, serta penerimaan hibah dari dalam negeri dan dari luar negeri. |
||||
|
|
2. |
Penerimaan perpajakan adalah semua penerimaan yang terdiri dari pajak dalam negeri dan pajak perdagangan internasional. |
||||
|
|
3. |
Pajak dalam negeri adalah semua penerimaan negara yang berasal dari pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah, pajak bumi dan bangunan, bea perolehan hak atas tanah dan bangunan, cukai, dan pajak lainnya. |
||||
|
|
4. |
Pajak perdagangan internasional adalah semua penerimaan negara yang berasal dari bea masuk dan pajak/pungutan ekspor. |
||||
|
|
5. |
Penerimaan negara bukan pajak adalah semua penerimaan yang diterima negara dalam bentuk penerimaan dari sumber daya alam, bagian pemerintah atas laba badan usaha milik negara serta penerimaan negara bukan pajak lainnya. |
||||
|
|
6. |
Penerimaan hibah adalah semua penerimaan negara yang berasal dari sumbangan swasta dalam negeri serta sumbangan lembaga swasta dan pemerintah luar negeri. |
||||
|
|
7. |
Belanja negara adalah semua pengeluaran negara yang digunakan untuk membiayai belanja pemerintah pusat dan belanja daerah. |
||||
|
|
8. |
Belanja pemerintah pusat menurut organisasi adalah semua pengeluaran negara yang dialokasikan kepada kementerian/lembaga, sesuai dengan program-program yang akan dijalankan. |
||||
|
|
9. |
Belanja pemerintah pusat menurut fungsi adalah semua pengeluaran negara yang digunakan untuk menjalankan fungsi pelayanan umum, fungsi pertahanan, fungsi ketertiban dan keamanan, fungsi ekonomi, fungsi lingkungan hidup, fungsi perumahan dan fasilitas umum, fungsi kesehatan, fungsi pariwisata dan budaya, fungsi agama, fungsi pendidikan, dan fungsi perlindungan sosial. |
||||
|
|
10. |
Belanja pemerintah pusat menurut jenis adalah semua pengeluaran negara yang digunakan untuk membiayai belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, pembayaran bunga utang, subsidi, belanja hibah, bantuan sosial, dan belanja lain-lain. |
||||
|
|
11. |
Belanja pegawai adalah semua pengeluaran negara yang digunakan untuk membiayai kompensasi dalam bentuk uang atau barang yang diberikan kepada pegawai pemerintah pusat, pensiunan, anggota Tentara Nasional Indonesia/Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan pejabat negara, baik yang bertugas di dalam negeri maupun di luar negeri, sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah dilaksanakan, kecuali pekerjaan yang berkaitan dengan pembentukan modal. |
||||
|
|
12. |
Belanja barang adalah semua pengeluaran negara yang digunakan untuk membiayai pembelian barang dan jasa yang habis pakai untuk memproduksi barang dan jasa, baik yang dipasarkan maupun yang tidak dipasarkan. |
||||
|
|
13. |
Belanja modal adalah semua pengeluaran negara yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal dalam bentuk tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jaringan, serta dalam bentuk fisik lainnya. |
||||
|
|
14. |
Pembayaran bunga utang adalah semua pengeluaran negara yang digunakan untuk pembayaran atas kewajiban penggunaan pokok utang (principal outstanding) baik utang dalam negeri maupun utang luar negeri, yang dihitung berdasarkan posisi pinjaman. |
||||
|
|
15. |
Subsidi adalah alokasi anggaran yang diberikan kepada perusahaan/lembaga yang memproduksi, menjual, mengekspor, atau mengimpor barang dan jasa, yang memenuhi hajat hidup orang banyak sedemikian rupa, sehingga harga jualnya dapat dijangkau oleh masyarakat. |
||||
|
|
16. |
Belanja hibah adalah semua pengeluaran negara dalam bentuk trasfer uang/ barang yang sifatnya tidak wajib kepada negara lain atau kepada organisasi internasional. |
||||
|
|
17. |
Bantuan sosial adalah semua pengeluaran negara dalam bentuk transfer uang/barang yang diberikan kepada masyarakat melalui kementerian/ lembaga, guna melindungi dari terjadinya berbagai risiko sosial. |
||||
|
|
18. |
Belanja lain-lain adalah semua pengeluaran atau belanja pemerintah pusat yang tidak dapat diklasifikasikan ke dalam jenis-jenis belanja sebagaimana dimaksud dalam angka 11 sampai dengan angka 17, dan dana cadangan umum. |
||||
|
|
19. |
Belanja ke daerah adalah semua pengeluaran negara untuk membiayai dana perimbangan serta dana otonomi khusus dan penyesuaian. |
||||
|
|
20. |
Dana perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi, yang terdiri atas dana bagi hasil, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus, sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. |
||||
|
|
21. |
Dana bagi hasil, selanjutnya disingkat DBH adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi, sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. |
||||
|
|
22. |
Dana alokasi umum, selanjutnya disebut DAU adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi, sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. |
||||
|
|
23. |
Dana alokasi khusus, selanjutnya disebut DAK adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional, sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. |
||||
|
|
24. |
Dana otonomi khusus dan penyesuaian adalah dana yang dialokasikan untuk membiayai pelaksanaan otonomi khusus suatu daerah, sebagaimana ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua, dan penyesuaian untuk beberapa daerah tertentu yang menerima DAU lebih kecil dari tahun anggaran sebelumnya. |
||||
|
|
25. |
Sisa kredit anggaran adalah sisa kewajiban pembiayaan program-program pembangunan pada akhir tahun anggaran. |
||||
|
|
26. |
Sisa lebih pembiayaan anggaran adalah selisih lebih antara realisasi pembiayaan dengan realisasi defisit anggaran yang terjadi. |
||||
|
|
27. |
Pembiayaan defisit anggaran adalah semua jenis pembiayaan yang digunakan untuk menutup defisit anggaran negara dalam APBN. |
||||
|
|
28. |
Pembiayaan dalam negeri adalah semua pembiayaan yang berasal dari perbankan dan nonperbankan dalam negeri yang meliputi hasil privatisasi, penjualan aset perbankan dalam rangka program restrukturisasi, surat utang negara dan dukungan infrastruktur. |
||||
|
|
29. |
Surat utang negara adalah surat berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam mata uang rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia sesuai dengan masa berlakunya, sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara. |
||||
|
|
30. |
Dukungan infrastruktur adalah dukungan Pemerintah dalam bentuk kompensasi finansial dan/atau kompensasi dalam bentuk lain yang diberikan oleh Pemerintah kepada Badan Usaha melalui skema pembagian risiko dalam pelaksanaan proyek kerjasama penyediaan infrastruktur. |
||||
|
|
31. |
Pembiayaan luar negeri bersih adalah semua pembiayaan yang berasal dari penarikan utang/pinjaman luar negeri yang terdiri dari pinjaman program dan pinjaman proyek, dikurangi dengan pembayaran cicilan pokok utang pinjaman luar negeri. |
||||
|
|
32. |
Pinjaman program adalah nilai lawan rupiah dari pinjaman luar negeri dalam bentuk valuta asing yang dapat dirupiahkan. |
||||
|
|
33. |
Pinjaman proyek adalah pinjaman luar negeri yang digunakan untuk membiayai kegiatan pembangunan tertentu. |
||||
|
|
34. |
Tahun Anggaran 2007 meliputi masa 1 (satu) tahun terhitung mulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember 2007. |
||||
|
|
Pasal 2 |
|||||
|
|
(1) |
Anggaran Pendapatan Negara dan Hibah Tahun Anggaran 2007 diperoleh dari sumber-sumber : |
||||
|
|
|
a. |
Penerimaan perpajakan; |
|||
|
|
|
b. |
Penerimaan negara bukan pajak; dan |
|||
|
|
|
c. |
Penerimaan hibah. |
|||
|
|
(2) |
Penerimaan perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a direncanakan sebesar Rp509.462.000.000.000,00 (lima ratus sembilan triliun empat ratus enam puluh dua miliar rupiah). |
||||
|
|
(3) |
Penerimaan negara bukan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b direncanakan sebesar Rp210.926.957.783.000,00 (dua ratus sepuluh triliun sembilan ratus dua puluh enam miliar sembilan ratus lima puluh tujuh juta tujuh ratus delapan puluh tiga ribu rupiah). |
||||
|
|
(4) |
Penerimaan hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c direncanakan sebesar Rp2.668.965.000.000,00 (dua triliun enam ratus enam puluh delapan miliar sembilan ratus enam puluh lima juta rupiah). |
||||
|
|
(5) |
Jumlah anggaran pendapatan negara dan hibah Tahun Anggaran 2007 sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) direncanakan sebesar Rp723.057.922.783.000,00 (tujuh ratus dua puluh tiga triliun lima puluh tujuh miliar sembilan ratus dua puluh dua juta tujuh ratus delapan puluh tiga ribu rupiah). |
||||
|
|
Pasal 3 |
|||||
|
|
(1) |
Penerimaan perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) terdiri dari : |
||||
|
|
|
a. |
Pajak dalam negeri; dan |
|||
|
|
|
b. |
Pajak perdagangan internasional. |
|||
|
|
(2) |
Penerimaan pajak dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a direncanakan sebesar Rp494.591.600.000.000,00 (empat ratus sembilan puluh empat triliun lima ratus sembilan puluh satu miliar enam ratus juta rupiah). |
||||
|
|
(3) |
Penerimaan pajak perdagangan internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b direncanakan sebesar Rp 14.870.400.000.000,00 (empat belas triliun delapan ratus tujuh puluh miliar empat ratus juta rupiah). |
||||
|
|
(4) |
Rincian penerimaan perpajakan Tahun Anggaran 2007 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) adalah sebagaimana tercantum dalam penjelasan ayat ini. |
||||
|
|
Pasal 4 |
|||||
|
|
(1) |
Penerimaan negara bukan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) terdiri dari : |
||||
|
|
|
a. |
Penerimaan sumber daya alam; |
|||
|
|
|
b. |
Bagian pemerintah atas laba badan usaha milik negara; dan |
|||
|
|
|
c. |
Penerimaan negara bukan pajak lainnya. |
|||
|
|
(2) |
Penerimaan sumber daya alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a direncanakan sebesar Rp146.256.914.000.000,00 (seratus empat puluh enam triliun dua ratus lima puluh enam miliar sembilan ratus empat belas juta rupiah). |
||||
|
|
(3) |
Bagian pemerintah atas laba badan usaha milik negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b direncanakan sebesar Rp19.100.000.000.000,00 (sembilan belas triliun seratus miliar rupiah). |
||||
|
|
(4) |
Penerimaan negara bukan pajak lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c direncanakan sebesar Rp45.570.043.783.000,00 (empat puluh lima triliun lima ratus tujuh puluh miliar empat puluh tiga juta tujuh ratus delapan puluh tiga ribu rupiah). |
||||
|
|
(5) |
Rincian penerimaan negara bukan pajak Tahun Anggaran 2007 sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) adalah sebagaimana tercantum dalam penjelasan ayat ini. |
||||
|
|
Pasal 5 |
|||||
|
|
(1) |
Anggaran Belanja Negara Tahun Anggaran 2007 terdiri dari : |
||||
|
|
|
a. |
Anggaran belanja pemerintah pusat; dan |
|||
|
|
|
b. |
Anggaran belanja ke daerah. |
|||
|
|
(2) |
Anggaran belanja pemerintah pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a direncanakan sebesar Rp504.776.199.968.000,00 (lima ratus empat triliun tujuh ratus tujuh puluh enam miliar seratus sembilan puluh sembilan juta sembilan ratus enam puluh delapan ribu rupiah). |
||||
|
|
(3) |
Anggaran belanja ke daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b direncanakan sebesar Rp258.794.599.050.000,00 (dua ratus lima puluh delapan triliun tujuh ratus sembilan puluh empat miliar lima ratus sembilan puluh sembilan juta lima puluh ribu rupiah). |
||||
|
|
(4) |
Jumlah anggaran belanja negara Tahun Anggaran 2007 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) direncanakan sebesar Rp763.570.799.018.000.00 (tujuh ratus enam puluh tiga triliun lima ratus tujuh puluh miliar tujuh ratus sembilan puluh sembilan juta delapan belas ribu rupiah). |
||||
|
|
Pasal 6 |
|||||
|
|
(1) |
Anggaran belanja pemerintah pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a dikelompokkan atas : |
||||
|
|
|
a. |
Belanja pemerintah pusat menurut organisasi; |
|||
|
|
|
b. |
Belanja pemerintah pusat menurut fungsi; dan |
|||
|
|
|
c. |
Belanja pemerintah pusat menurut jenis belanja. |
|||
|
|
(2) |
Belanja pemerintah pusat menurut organisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a direncanakan sebesar Rp504.776.199.968.000,00 (lima ratus empat triliun tujuh ratus tujuh puluh enam miliar seratus sembilan puluh sembilan juta sembilan ratus enam puluh delapan ribu rupiah). |
||||
|
|
(3) |
Belanja pemerintah pusat menurut fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b direncanakan sebesar Rp504.776.199.968.000,00 (lima ratus empat triliun tujuh ratus tujuh puluh enam miliar seratus sembilan puluh sembilan juta sembilan ratus enam puluh delapan ribu rupiah). |
||||
|
|
(4) |
Belanja pemerintah pusat menurut jenis belanja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c direncanakan sebesar Rp504.776.199.968.000,00 (lima ratus empat triliun tujuh ratus tujuh puluh enam miliar seratus sembilan puluh sembilan juta sembilan ratus enam puluh delapan ribu rupiah). |
||||
|
|
(5) |
Rincian lebih lanjut dari anggaran belanja pemerintah pusat menurut unit organisasi/bagian anggaran dan menurut program/kegiatan dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan Pemerintah. |
||||
|
|
Pasal 7 |
|||||
|
|
(1) |
Anggaran belanja pemerintah pusat menurut jenis belanja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c terdiri dari: |
||||
|
|
|
a. |
Belanja pegawai; |
|||
|
|
|
b. |
Belanja barang; |
|||
|
|
|
c. |
Belanja modal; |
|||
|
|
|
d. |
Pembayaran bunga utang; |
|||
|
|
|
e. |
Subsidi; |
|||
|
|
|
f. |
Belanja hibah; |
|||
|
|
|
g. |
Bantuan sosial; dan |
|||
|
|
|
h. |
Belanja lain-lain. |
|||
|
|
(2) |
Rincian anggaran belanja pemerintah pusat Tahun Anggaran 2007 menurut organisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2), menurut fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3), dan menurut jenis belanja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4), diatur lebih lanjut dalam Peraturan Presiden yang menjadi lampiran yang tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini yang ditetapkan paling lambat tanggal 30 November 2006. |
||||
|
|
Pasal 8 |
|||||
|
|
(1) |
Perubahan rincian lebih lanjut dari anggaran belanja pemerintah pusat berupa: |
||||
|
|
|
a. |
pergeseran anggaran belanja : |
|||
|
|
|
|
(i) |
antar unit organisasi dalam satu bagian anggaran; |
||
|
|
|
|
(ii) |
antar kegiatan dalam satu program sepanjang pergeseran tersebut merupakan hasil optimalisasi; dan/atau |
||
|
|
|
|
(iii) |
antar jenis belanja dalam satu kegiatan. |
||
|
|
|
b. |
perubahan anggaran belanja yang bersumber dari peningkatan penerimaan negara bukan pajak (PNBP); dan |
|||
|
|
|
c. |
perubahan pagu pinjaman dan hibah luar negeri (PHLN) sebagai akibat dari luncuran PHLN; |
|||
|
|
|
ditetapkan oleh Pemerintah. |
||||
|
|
(2) |
Perubahan rincian belanja pemerintah pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan sepanjang masih dalam satu provinsi/kabupaten/kota untuk kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka tugas pembantuan, atau dalam satu propinsi untuk kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka dekonsentrasi. |
||||
|
|
(3) |
Perubahan rincian belanja pemerintah pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan antar propinsi/kabupaten/kota untuk kegiatan operasional yang dilaksanakan oleh unit organisasi di tingkat pusat maupun oleh instansi vertikal di daerah. |
||||
|
|
(4) |
Perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), (2), dan (3) dilaporkan Pemerintah kepada DPR sebelum dilaksanakan dan dilaporkan pelaksanaannya dalam APBN Perubahan dan/atau Laporan Keuangan Pemerintah Pusat. |
||||
|
|
Pasal 9 |
|||||
|
|
(1) |
Anggaran belanja ke daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b terdiri dari : |
||||
|
|
|
a. |
Dana perimbangan; dan |
|||
|
|
|
b. |
Dana otonomi khusus dan penyesuaian. |
|||
|
|
(2) |
Dana perimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a direncanakan sebesar Rp250.342.751.050.000,00 (dua ratus lima puluh triliun tiga ratus empat puluh dua miliar tujuh ratus lima puluh satu juta lima puluh ribu rupiah). |
||||
|
|
(3) |
Dana otonomi khusus dan penyesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b direncanakan sebesar Rp 8.451.848.000.000,00 (delapan triliun empat ratus lima puluh satu miliar delapan ratus empat puluh delapan juta rupiah). |
||||
|
|
Pasal 10 |
|||||
|
|
(1) |
Dana perimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a terdiri dari : |
||||
|
|
|
a. |
Dana bagi hasil; |
|||
|
|
|
b. |
Dana alokasi umum; dan |
|||
|
|
|
c. |
Dana alokasi khusus. |
|||
|
|
(2) |
Dana bagi hasil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a direncanakan sebesar Rp68.461.251.050.000,00 (enam puluh delapan triliun empat ratus enam puluh satu miliar dua ratus lima puluh satu juta lima puluh ribu rupiah). |
||||
|
|
(3) |
Dana alokasi umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b direncanakan sebesar Rp164.787.400.000.000,00 (seratus enam puluh empat triliun tujuh ratus delapan puluh tujuh miliar empat ratus juta rupiah). |
||||
|
|
(4) |
Dana alokasi khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c direncanakan sebesar Rp 17.094.100.000.000,00 (tujuh belas triliun sembilan puluh empat miliar seratus juta rupiah). |
||||
|
|
(5) |
Pembagian lebih lanjut dana perimbangan dilakukan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. |
||||
|
|
(6) |
Rincian dana perimbangan Tahun Anggaran 2007 sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) adalah sebagaimana tercantum dalam penjelasan ayat ini. |
||||
|
|
Pasal 11 |
|||||
|
|
(1) |
Dana otonomi khusus dan penyesuaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf b terdiri dari : |
||||
|
|
|
a. |
Dana otonomi khusus; dan |
|||
|
|
|
b. |
Dana penyesuaian. |
|||
|
|
(2) |
Dana otonomi khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a direncanakan sebesar Rp4.045.748.000.000,00 (empat triliun empat puluh lima miliar tujuh ratus empat puluh delapan juta rupiah). |
||||
|
|
(3) |
Dana penyesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b direncanakan sebesar Rp4.406.100.000.000,00 (empat triliun empat ratus enam miliar seratus juta rupiah). |
||||
|
|
Pasal 12 |
|||||
|
|
(1) |
Jumlah Anggaran Pendapatan Negara dan Hibah Tahun Anggaran 2007 sebesar Rp723,057,922.783.000,00 (tujuh ratus dua puluh tiga triliun lima puluh tujuh miliar sembilan ratus dua puluh dua juta tujuh ratus delapan puluh tiga ribu rupiah), sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5), lebih kecil dari jumlah anggaran belanja negara sebesar Rp763.570.799.018.000,00 (tujuh ratus enam puluh tiga triliun lima ratus tujuh puluh miliar tujuh ratus sembilan puluh sembilan juta delapan belas ribu rupiah), sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4), sehingga dalam Tahun Anggaran 2007 terdapat Defisit Anggaran sebesar Rp40.512.876.235.000,00 (empat puluh triliun lima ratus dua belas miliar delapan ratus tujuh puluh enam juta dua ratus tiga puluh lima ribu rupiah), yang akan dibiayai dari Pembiayaan Defisit Anggaran. |
||||
|
|
(2) |
Pembiayaan Defisit Anggaran Tahun Anggaran 2007 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh dari sumber-sumber : |
||||
|
|
|
a. |
Pembiayaan dalam negeri sebesar Rp55.068.296.235.000,00 (lima puluh lima triliun enam puluh delapan miliar dua ratus sembilan puluh enam juta dua ratus tiga puluh lima ribu rupiah); |
|||
|
|
|
b. |
Pembiayaan luar negeri bersih sebesar negatif Rp14.555.420.000.000,00 (empat belas triliun lima ratus lima puluh lima miliar empat ratus dua puluh juta rupiah). |
|||
|
|
(3) |
Rincian Pembiayaan Defisit Anggaran Tahun Anggaran 2007 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah sebagaimana tercantum dalam penjelasan ayat ini. |
||||
|
|
Pasal 13 |
|||||
|
|
(1) |
Pada pertengahan Tahun Anggaran 2007, Pemerintah menyusun Laporan tentang Realisasi Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2007 Semester Pertama mengenai : |
||||
|
|
|
a. |
Realisasi pendapatan negara dan hibah; |
|||
|
|
|
b. |
Realisasi belanja negara; dan |
|||
|
|
|
c. |
Realisasi pembiayaan defisit anggaran. |
|||
|
|
(2) |
Dalam laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pemerintah menyertakan prognosa untuk 6 (enam) bulan berikutnya. |
||||
|
|
(3) |
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat paling lambat pada akhir bulan Juli 2007, untuk dibahas bersama antara Dewan Perwakilan Rakyat dengan Pemerintah. |
||||
|
|
Pasal 14 |
|||||
|
|
Dalam keadaan darurat, Pemerintah dapat melakukan pengeluaran yang belum tersedia anggarannya, yang selanjutnya diusulkan dalam Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2007 dan/atau disampaikan dalam Laporan Realisasi Anggaran Tahun Anggaran 2007. |
|||||
|
|
Pasal 15 |
|||||
|
|
Dalam hal terdapat sisa lebih pembiayaan anggaran Tahun Anggaran 2007, akan ditampung pada pembiayaan perbankan dalam negeri dan dapat digunakan sebagai dana talangan pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara tahun-tahun anggaran berikutnya. |
|||||
|
|
Pasal 16 |
|||||
|
|
(1) |
Penyesuaian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2007 dengan perkembangan dan/atau perubahan keadaan dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan Pemerintah dalam rangka penyusunan perkiraan Perubahan atas Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2007, apabila terjadi : |
||||
|
|
|
a. |
Perkembangan ekonomi makro yang tidak sesuai dengan asumsi yang digunakan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2007; |
|||
|
|
|
b. |
Perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal; |
|||
|
|
|
c. |
Keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antarunit organisasi, antarprogram, dan antarjenis belanja; |
|||
|
|
|
d. |
Keadaan yang menyebabkan saldo anggaran lebih tahun-tahun anggaran sebelumnya harus digunakan untuk pembiayaan anggaran Tahun Anggaran 2007. |
|||
|
|
(2) |
Pemerintah mengajukan Rancangan Undang-undang tentang Perubahan atas Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2007 berdasarkan perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk mendapatkan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat sebelum Tahun Anggaran 2006 berakhir. |
||||
|
|
Pasal 17 |
|||||
|
|
(1) |
Setelah Tahun Anggaran 2007 berakhir, Pemerintah menyusun Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2007 berupa Laporan Keuangan Pemerintah Pusat. |
||||
|
|
(2) |
Laporan Keuangan Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan. |
||||
|
|
(3) |
Pemerintah mengajukan Rancangan Undang-undang tentang Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2007, setelah Laporan Keuangan Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan, paling lambat 6 (enam) bulan setelah Tahun Anggaran 2007 berakhir untuk mendapatkan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. |
||||
|
|
Pasal 18 |
|||||
|
|
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2007. |
|||||
|
|
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. |
|||||
|
|
|
|
|
|||
|
|
|
|
|
|
|
Disahkan di Jakarta |
|
|
|
|
|
|
|
pada tanggal, 15 Nopember 2006 |
|
|
|
|
|
|
|
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO |
|
|
Diundangkan di Jakarta |
|
||||
|
|
pada tanggal, 15 Nopember 2006 |
|
||||
|
|
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, |
|
||||
|
|
|
|
||||
|
|
|
|
||||
|
|
HAMID AWALUDDIN |
|
||||
|
|
|
|
||||
|
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2006 NOMOR 94 |