PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

 

NOMOR 89 TAHUN 2014


TENTANG

SUKU BUNGA PINJAMAN ATAU IMBAL HASIL PEMBIAYAAN DAN LUAS

CAKUPAN WILAYAH USAHA LEMBAGA KEUANGAN MIKRO

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

 

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

 

Menimbang

:

bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 11 ayat (2) dan Pasal 16 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Suku Bunga Pinjaman atau Imbal Hasil Pembiayaan dan Luas Cakupan Wilayah Usaha Lembaga Keuangan Mikro;

       

Mengingat

:

1.

Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

   

2.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5394);

 

MEMUTUSKAN:

     

Menetapkan

:

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SUKU BUNGA PINJAMAN ATAU IMBAL HASIL PEMBIAYAAN DAN LUAS CAKUPAN WILAYAH USAHA LEMBAGA KEUANGAN MIKRO.

 

BAB I


KETENTUAN UMUM

Pasal 1

   

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

   

1.

Lembaga Keuangan Mikro, yang selanjutnya disingkat LKM, adalah lembaga keuangan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Lembaga Keuangan Mikro.

   

2.

Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat OJK, adalah Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Otoritas Jasa Keuangan.

   

3.

Pinjaman adalah penyediaan dana oleh LKM kepada masyarakat yang harus dikembalikan sesuai dengan yang diperjanjikan.

   

4.

Pembiayaan adalah penyediaan dana oleh LKM kepada masyarakat yang harus dikembalikan sesuai dengan yang diperjanjikan dengan prinsip syariah.

 

BAB II

SUKU BUNGA PINJAMAN

ATAU IMBAL HASIL PEMBIAYAAN

Pasal 2

   

(1)

Dalam menyalurkan Pinjaman atau Pembiayaan, LKM menetapkan suku bunga Pinjaman atau imbal hasil Pembiayaan.

   

(2)

LKM wajib melaporkan suku bunga maksimum Pinjaman atau imbal hasil maksimum Pembiayaan kepada OJK setiap 4 (empat) bulan sesuai dengan tata cara pelaporan yang ditetapkan oleh OJK.

   

(3)

Dalam hal LKM menaikkan suku bunga maksimum Pinjaman atau imbal hasil maksimum Pembiayaan dari yang terakhir dilaporkan kepada OJK, LKM wajib terlebih dahulu melaporkan kepada OJK.

   

(4)

LKM wajib memublikasikan suku bunga maksimum Pinjaman atau imbal hasil maksimum Pembiayaan yang dilaporkannya kepada OJK sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), sesuai dengan tata cara pengungkapan dan publikasi suku bunga Pinjaman atau imbal hasil Pembiayaan yang diatur oleh OJK.

 

Pasal 3

   

Dalam menyalurkan Pinjaman atau Pembiayaan, LKM dilarang membebankan suku bunga Pinjaman atau imbal hasil Pembiayaan melebihi suku bunga maksimum Pinjaman atau imbal hasil maksimum Pembiayaan yang terakhir dilaporkan kepada OJK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dan ayat (3).

 

BAB III


LUAS CAKUPAN WILAYAH USAHA

 

 Pasal 4

   

(1)

Luas cakupan wilayah usaha LKM berada dalam satu wilayah desa/kelurahan, kecamatan, atau kabupaten/kota sesuai dengan skala usaha masing- masing LKM.

   

(2)

Skala usaha LKM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan distribusi nasabah peminjam atau Pembiayaan sebagai berikut:

     

a.

LKM memiliki skala usaha desa/kelurahan apabila memberikan Pinjaman atau Pembiayaan kepada penduduk di 1 (satu) desa/kelurahan;

     

b.

LKM memiliki skala usaha kecamatan apabila memberikan Pinjaman atau Pembiayaan kepada penduduk di 2 (dua) desa/kelurahan atau lebih dalam 1 (satu) wilayah kecamatan yang sama;

     

c.

LKM memiliki skala usaha kabupaten/kota apabila memberikan Pinjaman atau Pembiayaan kepada penduduk di 2 (dua) kecamatan atau lebih dalam 1 (satu) wilayah kabupaten/kota yang sama.

   

(3)

LKM wajib memiliki izin usaha sesuai cakupan wilayah usaha sebagaimana ditetapkan oleh OJK.

   

(4)

LKM yang bermaksud mengembangkan cakupan wilayah usahanya wajib menyesuaikan izin usaha sesuai dengan cakupan wilayah usaha yang baru.

 

BAB IV

SANKSI ADMINISTRATIF

Pasal 5

   

(1)

LKM yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), Pasal 3, serta Pasal 4 ayat (4) dikenai sanksi administratif oleh OJK.

   

(2)

Pengenaan dan penerapan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh OJK.

 

BAB V

 

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 6

   

Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku:

   

1.

LKM wajib melaporkan kepada OJK mengenai ada atau tidaknya nasabah peminjam atau pembiayaan yang berasal dari luar wilayah usahanya.

   

2.

LKM yang memiliki nasabah peminjam atau pembiayaan yang berasal dari luar wilayah usahanya sebagaimana dimaksud dalam angka 1, Pinjaman atau Pembiayaan tersebut dapat dilanjutkan sampai dengan jangka waktu Pinjaman atau Pembiayaan berakhir.

 

BAB VI

 

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 7

   

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal 8 Januari 2015.

   

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

         
           

Ditetapkan di Jakarta

           

pada tanggal 17 Oktober 2014

           

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

             
           

                         ttd.

             
           

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 17 Oktober 2014

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

              REPUBLIK INDONESIA,

 

                           ttd.

 

               AMIR SYAMSUDIN

 

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2014 NOMOR 321

Penjelasan...............................