MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
SALINAN
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 25/PMK.02/2013
TENTANG
TATA CARA PERHITUNGAN, PENGAKUAN, DAN PEMBAYARAN
UNFUNDED PAST SERVICE LIABILITY PROGRAM TABUNGAN HARI TUA
PEGAWAI NEGERI SIPIL YANG DILAKSANAKAN OLEH
PT TASPEN (PERSERO)
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang |
: |
a. |
bahwa penyelenggaraan program tabungan hari tua pegawai negeri sipil yang dilaksanakan oleh PT Taspen (Persero) dapat dan telah menimbulkan unfunded past service liability; |
|||
|
|
b. |
bahwa unfunded past service liability sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu dihitung dan dapat diakui sebagai kewajiban oleh Pemerintah; |
|||
|
|
c. |
bahwa unfunded past service liability yang diakui oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam huruf b, perlu dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara untuk pembayarannya; |
|||
|
|
d. |
bahwa dalam rangka perhitungan, pengakuan, dan pembayaran unfunded past service liability sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal, sesuai Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara mempunyai kewenangan untuk mengatur mengenai tata cara perhitungan, pengakuan, dan pembayaran unfunded past service liability; |
|||
|
|
e. |
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Perhitungan, Pengakuan, dan Pembayaran Unfunded Past Service Liability Program Tabungan Hari Tua Pegawai Negeri Sipil Yang Dilaksanakan oleh PT Taspen (Persero); |
|||
Mengingat |
: |
1. |
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286); |
|||
|
|
2. |
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); |
|||
|
|
3. |
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400); |
|||
|
|
4. |
Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1981 tentang Asuransi Sosial Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3200); |
|||
|
|
5. |
Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1981 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri Menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 38); |
|||
|
|
6. |
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79/PMK.010/2011 tentang Kesehatan Keuangan Badan Penyelenggara Program Tabungan Hari Tua Pegawai Negeri Sipil; |
|||
|
|
7. |
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 234/PMK.05/2011 tentang Sistem Akuntansi Transaksi Khusus; |
|||
|
|
MEMUTUSKAN: |
||||
Menetapkan |
: |
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PERHITUNGAN, PENGAKUAN, DAN. PEMBAYARAN UNFUNDED PAST SERVICE LIABILITY PROGRAM TABUNGAN HARI TUA PEGAWAI NEGERI SIPIL YANG DILAKSANAKAN OLEH PT TASPEN (PERSERO). |
||||
|
|
Pasal 1 |
||||
|
|
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: |
||||
|
|
1. |
Program Tabungan Hari Tua Pegawai Negeri Sipil adalah program tabungan hari tua bagi pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1981 tentang Asuransi Sosial Pegawai Negeri Sipil. |
|||
|
|
2. |
Unfunded Past Service Liability Program Tabungan Hari Tua Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disebut Unfunded PSL adalah kewajiban masa lalu untuk Program Tabungan Hari Tua Pegawai Negeri Sipil yang belum terpenuhi. |
|||
|
|
3. |
Aktuaris Independen adalah perusahaan konsultan aktuaria yang memberikan jasa konsultasi aktuaria kepada perusahaan asuransi dan/atau dana pensiun dalam rangka pembentukan dan pengelolaan suatu program asuransi dan/atau program pensiun yang telah terdaftar atau memiliki izin dari Menteri Keuangan. |
|||
|
|
Pasal 2 |
||||
|
|
Unfunded PSL yang diakui dalam Peraturan Menteri ini adalah Unfunded PSL yang terjadi akibat kondisi sebagai berikut: |
||||
|
|
a. |
perubahan formula manfaat Program Tabungan Hari Tua Pegawai Negeri Sipil; |
|||
|
|
b. |
kenaikan tabel gaji pokok Pegawai Negeri Sipil yang menjadi dasar pembayaran manfaat Program Tabungan Hari Tua Pegawai Negeri Sipil; dan/ atau |
|||
|
|
c. |
penambahan peserta baru yang tanggal penempatan berbeda dengan tanggal pengangkatan. |
|||
|
|
Pasal 3 |
||||
|
|
(1) |
Jika terjadi Unfunded PSL akibat kondisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, aktuaris PT Taspen (Persero) menghitung Unfunded PSL. |
|||
|
|
(2) |
Dalam hal diperlukan, Menteri Keuangan dapat meminta PT Taspen (Persero) menunjuk Aktuaris Independen untuk menghitung Unfunded PSL. |
|||
|
|
(3) |
Penunjukan Aktuaris Independen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus mendapatkan pertimbangan Menteri Keuangan. |
|||
|
|
(4) |
Dalam rangka perhitungan Unfunded PSL oleh aktuaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), PT Taspen (Persero) harus terlebih dahulu meminta persetujuan kepada Menteri Keuangan mengenai metode, asumsi, dan data peserta yang digunakan untuk menghitung Unfunded PSL. |
|||
|
|
Pasal 4 |
||||
|
|
(1) |
PT Taspen (Persero) menyampaikan hasil perhitungan Unfunded PSL kepada Menteri Keuangan. |
|||
|
|
(2) |
Berdasarkan hasil perhitungan Unfunded PSL sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri Keuangan menetapkan jumlah dana Unfunded PSL. |
|||
|
|
(3) |
Penetapan jumlah dana Unfunded PSL oleh Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjadi dasar pengakuan Unfunded PSL sebagai kewajiban oleh Pemerintah. |
|||
|
|
(4) |
Unfunded PSL yang telah diakui sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dibayarkan secara sekaligus atau secara bertahap dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan negara dan tingkat solvabilitas PT Taspen (Persero). |
|||
|
|
(5) |
Cara pembayaran Unfunded PSL yang telah diakui sebagaimana dimaksud pada ayat (4), ditetapkan oleh Menteri Keuangan. |
|||
|
|
Pasal 5 |
||||
|
|
Dalam rangka pembayaran Unfunded PSL, Menteri Keuangan selaku Pengguna Anggaran menetapkan Direktur Jenderal Perbendaharaan selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA). |
||||
|
|
Pasal 6 |
||||
|
|
Dalam rangka pembayaran Unfunded PSL, KPA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 menunjuk: |
||||
|
|
a. |
pejabat yang diberi wewenang untuk melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja atau penanggung jawab kegiatan atau pembuat komitmen, yang selanjutnya disebut Pejabat Pembuat Komitmen (PPK); dan |
|||
|
|
b. |
pejabat yang diberi wewenang untuk menguji tagihan kepada negara dan menandatangani Surat Perintah Membayar (SPM), yang selanjutnya disebut Pejabat Penandatangan SPM. |
|||
|
|
Pasal 7 |
||||
|
|
(1) |
Berdasarkan penetapan jumlah dana Unfunded PSL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) dan pengakuan Unfunded PSL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3), PT Taspen (Persero) mengajukan pembayaran Unfunded PSL kepada KPA sesuai cara pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (5). |
|||
|
|
(2) |
Berdasarkan pengajuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KPA mengajukan usulan pembayaran Unfunded PSL kepada Menteri Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Anggaran. |
|||
|
|
(3) |
Berdasarkan usulan pembayaran Unfunded PSL sebagaimana dimaksud ayat (2), Direktorat Jenderal Anggaran, KPA, dan PT Taspen (Persero) melakukan pembahasan atas usulan pembayaran Unfunded PSL. |
|||
|
|
(4) |
Hasil pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dituangkan dalam berita acara yang ditandatangani oleh perwakilan yang ditunjuk dari unsur Direktorat Jenderal Anggaran, KPA, dan PT Taspen (Persero). |
|||
|
|
(5) |
Berdasarkan berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Direktorat Jenderal Anggaran mengalokasikan dana pembayaran Unfunded PSL dalam rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). |
|||
|
|
Pasal 8 |
||||
|
|
(1) |
Alokasi dana Unfunded PSL ditetapkan dalam APBN tahun berkenaan. |
|||
|
|
(2) |
Berdasarkan alokasi dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktorat Jenderal Anggaran memberitahukan alokasi anggaran Unfunded PSL kepada KPA. |
|||
|
|
Pasal 9 |
||||
|
|
(1) |
Berdasarkan pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2), KPA mengajukan permintaan penyediaan dana pembayaran Unfunded PSL kepada Direktur Jenderal Anggaran. |
|||
|
|
(2) |
Berdasarkan permintaan penyediaan dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktorat Jenderal Anggaran bersama dengan KPA melaksanakan penelaahan atas rencana penggunaan alokasi dana pembayaran Unfunded PSL. |
|||
|
|
(3) |
Berdasarkan hasil penelaahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktur Jenderal Anggaran menerbitkan Surat Penetapan Rencana Kerja dan Anggaran Bendahara Umum Negara untuk keperluan dana pembayaran Unfunded PSL. |
|||
|
|
(4) |
Berdasarkan Surat Penetapan Rencana Kerja dan Anggaran Bendahara Umum Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (3), KPA menyusun Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) guna memperoleh pengesahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
|||
|
|
(5) |
DIPA yang telah mendapat pengesahan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan dasar pelaksanaan pembayaran Unfunded PSL. |
|||
|
|
Pasal 10 |
||||
|
|
(1) |
PT Taspen (Persero) menyampaikan surat tagihan pembayaran Unfunded PSL kepada KPA dengan dilampiri kuitansi atau tanda terima senilai jumlah bruto. |
|||
|
|
(2) |
Berdasarkan surat tagihan pembayaran Unfunded PSL sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PPK menerbitkan dan menyampaikan Surat Permintaan Pembayaran Langsung (SPP-LS) kepada Pejabat Penandatangan SPM dengan dilampiri: |
|||
|
|
|
a. |
Surat Pernyataan Tanggungjawab Belanja dari PPK; dan |
||
|
|
|
b. |
Kuitansi atau tanda terima yang telah disetujui oleh PPK. |
||
|
|
(3) |
Dalam hal PPK berhalangan, KPA dapat melaksanakan tugas PPK sepanjang tidak merangkap sebagai Pejabat Penandatangan SPM |
|||
|
|
Pasal 11 |
||||
|
|
(1) |
Berdasarkan SPP-LS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Pejabat Penandatangan SPM menerbitkan dan menyampaikan SPM-LS kepada Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara dengan dilampiri Surat Pernyataan Tanggung Jawab Belanja. |
|||
|
|
(2) |
Berdasarkan SPM-LS sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana untuk untung PT Taspen (Persero) pada rekening bank yang ditunjuk. |
|||
|
|
Pasal 12 |
||||
|
|
KPA menyelenggarakan akuntansi dan pelaporan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
||||
|
|
Pasal 13 |
||||
|
|
(1) |
Unfunded PSL tahun 2007 sampai dengan tahun 2011 ditetapkan sekaligus berdasarkan hasil due diligence atas Unfunded PSL per tanggal 31 Desember 2011 oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. |
|||
|
|
(2) |
Tata cara pembayaran atas Unfunded PSL tahun 2007 sampai dengan tahun 2011 mengikuti ketentuan dalam Pasal 4 ayat (4) dan Pasal 5 sampai dengan Pasal 12 dalam Peraturan Menteri ini. |
|||
|
|
Pasal 14 |
||||
|
|
Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. |
||||
|
|
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. |
||||
|
|
|
|
|
||
|
|
|
|
|
|
Ditetapkan di Jakarta |
|
|
|
|
|
|
pada tanggal 16 Januari 2013 |
|
|
|
|
|
|
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
ttd. |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
AGUS D.W. MARTOWARDOJO |
Diundangkan di Jakarta |
||||||
pada tanggal 16 Januari 2013 |
||||||
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, |
||||||
|
||||||
ttd. |
||||||
|
||||||
AMIR SYAMSUDIN |
||||||
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2013 NOMOR 91 |