PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 68 TAHUN 2011
TENTANG
PERUBAHAN KETIGA ATAS
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 14 TAHUN 2007
TENTANG BADAN PENANGGULANGAN LUMPUR SIDOARJO
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang |
: |
bahwa dalam rangka mengefektifkan upaya penyelesaian penanganan masalah sosial kemasyarakatan di wilayah luapan lumpur Sidoarjo, perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2007 tentang Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo; |
||||
Mengingat |
: |
1. |
Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; |
|||
2. |
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725); |
|||||
3. |
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2010 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2011 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5167), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2011 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 81, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5233); |
|||||
4. |
Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2007 tentang Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2009; |
|||||
MEMUTUSKAN : |
||||||
Menetapkan |
: |
PERATURAN PRESIDEN TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG BADAN PENANGGULANGAN LUMPUR SIDOARJO. |
||||
Pasal I |
||||||
Beberapa ketentuan dalam Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2007 tentang Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo, sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2009, diubah sebagai berikut: |
||||||
1. |
Ketentuan Pasal 15 B ayat (1a), ayat (2), ayat (3), ayat (5), dan ayat (7) diubah, dan ditambah 4 (empat) ayat baru yakni ayat (1b), ayat (5a), ayat (6a), dan ayat (9a), sehingga keseluruhan Pasal 15B berbunyi sebagai berikut: |
|||||
"Pasal 15 B |
||||||
(1) |
Wilayah penanganan luapan lumpur di luar Peta Area Terdampak tanggal 22 Maret 2007 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 A adalah di Desa Besuki, Desa Pejarakan, dan Desa Kedungcangkring, Kecamatan Jabon, Kabupaten Sidoarjo, dengan batas-batas sebagai berikut: |
|||||
a. |
Sebelah utara : tanggul batas Peta Area Terdampak; |
|||||
b. |
Sebelah timur : jalan tol ruas Porong-Gempol; |
|||||
c. |
Sebelah selatan : Kali Porong; |
|||||
d. |
Sebelah barat : batas Desa Pejarakan dengan Desa Mindi. |
|||||
(1a) |
Termasuk wilayah penanganan luapan lumpur di luar Peta Area Terdampak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), beberapa Rukun Tetangga (RT) di Desa Siring Barat, Desa Jatirejo, dan Desa Mindi yang terdiri dari RT 1, RT 2, RT 3, dan RT 12 di lingkup wilayah Rukun Warga (RW) 12 Desa Siring Barat; RT 1 dan RT 2 di lingkup wilayah RW 1 Desa Jatirejo; RT 10, RT 13, dan RT 15 di lingkup wilayah RW 2 Desa Mindi yang terkena dampak semburan lumpur berupa amblesan, retakan, maupun semburan gas berbahaya sehingga menjadi tidak layak huni. |
|||||
(1b) |
Wilayah penanganan luapan lumpur di luar wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (1a) yang terkena dampak semburan lumpur berupa amblesan, retakan, maupun semburan gas berbahaya ditetapkan dengan Peraturan Presiden berdasarkan hasil kajian Tim Terpadu yang dibentuk oleh Dewan Pengarah. |
|||||
(2) |
Peta wilayah penanganan luapan lumpur di luar Peta Area Terdampak tanggal 22 Maret 2007 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (1a) adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran A Peraturan Presiden ini. |
|||||
(3) |
Dalam rangka penanganan masalah sosial kemasyarakatan di wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (1a), dilakukan pembelian tanah dan bangunan di wilayah tersebut dengan akta jual beli bukti kepemilikan tanah yang mencantumkan luas tanah dan lokasi yang disahkan oleh Pemerintah. |
|||||
(4) |
Jual beli sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bersifat khusus sehingga tidak berlaku ketentuan dasar perhitungan sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006. |
|||||
(5) |
Pembayaran penanganan masalah sosial kemasyarakatan di wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara bertahap dengan skema: |
|||||
a. |
Sebesar 20% (dua puluh per seratus) pada Tahun Anggaran 2008; |
|||||
b. |
Sebesar 30% (tiga puluh per seratus) pada Tahun Anggaran 2009; |
|||||
c. |
Sebesar 20% (dua puluh per seratus) pada Tahun Anggaran 2010; |
|||||
d. |
Sisanya dibayarkan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. |
|||||
(5a) |
Pembayaran penanganan masalah sosial kemasyarakatan di wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1a] dilakukan secara bertahap dengan skema: |
|||||
a. |
Sebesar 20% (dua puluh per seratus) pada Tahun Anggaran 2011; |
|||||
b. |
Sisanya dibayarkan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. |
|||||
(6) |
Dana penanganan masalah sosial kemasyarakatan yang berupa bantuan sosial dan pembelian tanah dan bangunan diterimakan kepada masyarakat di 3 (tiga) desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), besarannya dimusyawarahkan dengan mempertimbangkan rasa keadilan oleh Badan Pelaksana BPLS dengan mengacu pada besaran yang dibayarkan oleh PT Lapindo Brantas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15. |
|||||
(6a) |
Dana penanganan masalah sosial kemasyarakatan yang berupa bantuan sosial dan pembelian tanah dan bangunan, diterimakan kepada masyarakat di wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1a), dengan besaran mengacu pada besaran yang dibayarkan kepada masyarakat di 3 (tiga) desa sebagaimana dimaksud pada ayat (6). |
|||||
(7) |
Tata laksana pembayaran penanganan masalah sosial kemasyarakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), ayat (5a), ayat (6), dan ayat (6a) diatur lebih lanjut oleh Kepala Badan Pelaksana BPLS. |
|||||
(8) |
Dalam rangka penanganan masalah sosial kemasyarakatan di wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat 1(a), wilayah tersebut dikosongkan demi keselamatan masyarakat untuk paling lama 2 (dua) tahun. |
|||||
(9) |
Bagi warga yang tinggal di wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (8) pada saat proses wilayah tersebut dikosongkan, diberikan bantuan sosial berupa: |
|||||
a. |
bantuan kontrak rumah selama 2 (dua) tahun; |
|||||
b. |
bantuan tunjangan hidup selama 6 (enam) bulan; dan |
|||||
c. |
biaya evakuasi. |
|||||
(9a) |
Setelah masa pengosongan paling lama 2 (dua) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (8), selanjutnya dilakukan pembelian tanah dan bangunan di wilayah tersebut dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (4), ayat (5a), dan ayat (6a), serta diberikan bantuan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (9)." |
|||||
2. |
Ketentuan Pasal 16 ayat (2) diubah, sehingga keseluruhan Pasal 16 berbunyi sebagai berikut : |
|||||
"Pasal16 |
||||||
(1) |
Kepala, Wakil Kepala, Sekretaris, Deputi dan kelompok kerja di lingkungan Badan Pelaksana dapat berasal dari unsur Pegawai Negeri Sipil (PNS), tenaga profesional, dan tenaga ahli. |
|||||
(2) |
PNS yang ditempatkan pada Badan Pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berstatus dipekerjakan. |
|||||
(3) |
PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberhentikan dari jabatan organik di instansi induknya tanpa kehilangan status sebagai PNS. |
|||||
(4) |
Proses kepangkatan PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh instansi induk yang bersangkutan, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
|||||
(5) |
PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dinaikkan pangkatnya setiap kali setingkat lebih tinggi tanpa terikat jenjang pangkat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
|||||
(6) |
PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang berhenti atau telah berakhir masa baktinya, kembali kepada instansi induknya apabila belum mencapai batas usia pensiun. |
|||||
(7) |
PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberhentikan dengan : hormat sebagai PNS apabila telah mencapai batas usia pensiun dan diberi hak-hak kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan." |
|||||
3. |
Ketentuan Pasal 17 ayat (2) diubah dan ditambah 1 (satu) ayat baru yakni ayat (3), sehingga keseluruhan Pasal 17 berbunyi sebagai berikut: |
|||||
"Pasal17 |
||||||
(1) |
Kepala, Wakil Kepala, Sekretaris, dan Deputi di lingkungan Badan Pelaksana diangkat dan diberhentiian oleh Presiden. |
|||||
(2) |
Kepala, Wakil Kepala, Sekretaris, dan Deputi di lingkungan Badan Pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberhentikan dari jabatannya oleh Presiden sebelum masa jabatan berakhir apabila: |
|||||
a. |
berhalangan tetap; |
|||||
b. |
berdasarkan penilaian kinerja tidak mampu menjalankan tugas dengan baik; |
|||||
c. |
terbukti secara hukum melakukan tindak pidana korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta tindak pidana lainnya; atau |
|||||
d. |
mengundurkan diri. |
|||||
(3) |
Masa jabatan Kepala, Wakil Kepala, Sekretaris, dan Deputi di lingkungan Badan Pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang paling lama 1 (satu) kali masajabatan." |
|||||
Pasal II |
||||||
Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. |
||||||
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Presiden ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. |
||||||
Ditetapkan di Jakarta |
||||||
pada tanggal 27 September 2011 |
||||||
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, |
||||||
ttd. | ||||||
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO | ||||||
Diundangkan di Jakarta |
||||||
pada tanggal 27 September 2011 |
||||||
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA |
||||||
REPUBLIK INDONESIA, | ||||||
ttd. | ||||||
PATRIALIS AKBAR | ||||||
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR 92 |