MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
SALINAN
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 259/PMK.05/2014
TENTANG
SISTEM AKUNTANSI DAN PELAPORAN KEUANGAN
PENGELOLAAN PENERUSAN PINJAMAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang |
: |
a. |
bahwa dalam rangka pengaturan mengenai sistem akuntansi dan pelaporan penerusan pinjaman, telah diterbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 28/PMK.05/2010 tentang Sistem Akuntansi Dan Pelaporan Penerusan Pinjaman sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 232/PMK.05/2012; |
||||
|
|
b. |
bahwa untuk menerapkan sistem akuntansi berbasis akrual sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Pasal 70 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, serta Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, Menteri Keuangan telah menetapkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 213/PMK.05/2013 tentang Sistem Akuntansi Dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat; |
||||
|
|
c. |
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 12 ayat (6) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 213/PMK.05/2013 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat, dipandang perlu mengatur kembali ketentuan mengenai sistem akuntasi dan pelaporan keuangan pengelolaan penerusan pinjaman yang menggunakan akuntansi dan pelaporan berbasis akrual; |
||||
|
|
d. |
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Sistem Akuntansi Dan Pelaporan Keuangan Pengelolaan Penerusan Pinjaman; |
||||
Mengingat |
: |
1. |
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286); |
||||
|
|
2. |
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); |
||||
|
|
3. |
Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4614); |
||||
|
|
4. |
Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5165); |
||||
|
|
5. |
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 238/PMK.05/2011 tentang Pedoman Umum Sistem Akuntansi Pemerintahan; |
||||
|
|
6. |
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 213/PMK.05/2013 tentang Sistem Akuntansi Dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat; |
||||
|
|
7. |
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 214/PMK.05/2013 tentang Bagan Akun Standar; |
||||
|
|
8. |
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 215/PMK.05/2013 tentang Jurnal Akuntansi Pemerintah Pada Pemerintah Pusat; |
||||
|
|
9. |
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 219/PMK.05/2013 tentang Kebijakan Akuntansi Pemerintah Pusat; |
||||
|
|
10. |
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 177/PMK.02/2014 tentang Tata Cara Perencanaan, Penelaahan, Dan Penetapan Alokasi Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara; |
||||
|
|||||||
MEMUTUSKAN: |
|||||||
|
|
|
|||||
Menetapkan |
: |
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG SISTEM AKUNTANSI DAN PELAPORAN KEUANGAN PENGELOLAAN PENERUSAN PINJAMAN. |
|||||
|
|
|
|||||
BAB I KETENTUAN UMUM
|
|||||||
|
|
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: |
|||||
|
|
1. |
Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pengelolaan Penerusan Pinjaman yang selanjutnya disebut SAPPP adalah serangkaian prosedur manual maupun yang terkomputerisasi mulai dari pengumpulan data, pengakuan, pencatatan, pengikhtisaran, serta pelaporan penerusan pinjaman Pemerintah. |
||||
|
|
2. |
Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat BUN adalah pejabat yang diberi tugas untuk melaksanakan fungsi bendahara umum negara. |
||||
|
|
3. |
Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat BA BUN adalah bagian anggaran yang tidak dikelompokkan dalam bagian anggaran kementerian negara/lembaga. |
||||
|
|
4. |
Unit Akuntansi Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat UABUN adalah unit akuntansi pada Kementerian Keuangan yang melakukan koordinasi dan pembinaan atas kegiatan akuntansi dan pelaporan keuangan tingkat unit akuntansi dan pelaporan keuangan pembantu BUN dan sekaligus melakukan penggabungan laporan keuangan seluruh unit akuntansi dan pelaporan keuangan pembantu BUN. |
||||
|
|
5. |
Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pembantu BUN Akuntansi dan Pelaporan yang selanjutnya disebut UAPBUN AP adalah unit akuntansi pada unit eselon I Kementerian Keuangan yang melakukan penggabungan laporan keuangan unit akuntansi dan pelaporan keuangan kuasa BUN tingkat Pusat dan unit akuntansi dan pelaporan keuangan koordinator kuasa BUN tingkat kantor wilayah. |
||||
|
|
6. |
Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pembantu Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disebut UAPBUN adalah unit akuntansi pada eselon I Kementerian Keuangan yang melakukan penggabungan laporan keuangan seluruh unit akuntansi kuasa pengguna anggaran BUN. |
||||
|
|
7. |
Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat UAKPA BUN adalah unit akuntansi yang melakukan kegiatan akuntansi dan pelaporan keuangan tingkat satuan kerja di lingkup BUN. |
||||
|
|
8. |
Laporan Keuangan adalah bentuk pertanggungjawaban Pemerintah atas pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) berupa Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Operasional, Laporan Perubahan Ekuitas, Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih, dan Catatan atas Laporan Keuangan. |
||||
|
|
9. |
Laporan Realisasi Anggaran yang selanjutnya disingkat LRA adalah laporan yang menyajikan informasi realisasi pendapatan, belanja, transfer surplus/defisit dan pembiayaan, sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran yang masing-masing diperbandingkan dengan anggarannya dalam satu periode. |
||||
|
|
10. |
Neraca adalah laporan yang menyajikan informasi posisi keuangan suatu entitas pelaporan mengenai aset, utang, dan ekuitas dana pada tanggal tertentu. |
||||
|
|
11. |
Laporan Operasional yang selanjutnya disingkat LO adalah laporan yang menyajikan ikhtisar sumber daya ekonomi yang menambah ekuitas dan penggunaannya yang dikelola oleh Pemerintah Pusat untuk kegiatan penyelenggaraan Pemerintah dalam satu periode pelaporan. |
||||
|
|
12. |
Laporan Perubahan Ekuitas yang selanjutnya disingkat LPE adalah laporan yang menyajikan informasi kenaikan atau penurunan ekuitas tahun pelaporan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. |
||||
|
|
13. |
Catatan atas Laporan Keuangan yang selanjutnya disebut CaLK adalah laporan yang menyajikan informasi tentang penjelasan atau daftar terinci atau analisis atas nilai suatu pos yang disajikan dalam LRA, LO, LPE, dan Neraca. |
||||
|
|
14. |
Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat SPM adalah dokumen yang diterbitkan/digunakan oleh pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran/pejabat penandatangan SPM untuk mencairkan alokasi dana yang sumber dananya dari Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) atau dokumen lain yang dipersamakan. |
||||
|
|
15. |
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat KPPN adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang memperoleh kuasa dari BUN untuk melaksanakan sebagian fungsi kuasa BUN. |
||||
|
|
16. |
Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disingkat SP2D adalah surat perintah yang diterbitkan oleh KPPN selaku kuasa BUN untuk pelaksanaan pengeluaran atas beban APBN berdasarkan SPM. |
||||
|
|
17. |
Surat Perintah Pembukuan/Pengesahan yang selanjutnya disingkat SP3 adalah surat perintah yang diterbitkan oleh KPPN Khusus Pinjaman dan Hibah selaku kuasa BUN, yang fungsinya dipersamakan sebagai SPM atau SP2D, kepada Bank Indonesia dan satuan kerja untuk dibukukan/disahkan sebagai penerimaan dan pengeluaran dalam APBN atas realisasi penarikan pinjaman dan/atau hibah luar negeri melalui tata cara pembayaran langsung, pembiayaan pendahuluan dan/atau letter of credit. |
||||
|
|
18. |
Notice of Disbursement yang selanjutnya disingkat NoD adalah dokumen yang menunjukkan bahwa pemberi pinjaman dan/atau hibah luar negeri telah melakukan pencairan pinjaman dan/atau hibah luar negeri yang antara lain memuat informasi pinjaman dan/atau hibah luar negeri, nama proyek, jumlah uang yang telah ditarik (disbursed), cara penarikan, dan tanggal transaksi penarikan yang digunakan sebagai dokumen sumber pencatatan penerimaan pembiayaan dan/atau pendapatan hibah atau dokumen yang dipersamakan. |
||||
|
|
19. |
Reviu adalah prosedur penelusuran angka-angka dalam Laporan Keuangan, permintaan keterangan, dan analitik yang harus menjadi dasar memadai bagi aparat pengawasan internal untuk memberi keyakinan terbatas bahwa tidak ada modifikasi material yang harus dilakukan atas Laporan Keuangan agar Laporan Keuangan tersebut sesuai dengan standar akuntansi Pemerintahan. |
||||
|
|
20. |
Rekonsiliasi adalah proses pencocokan data transaksi keuangan yang diproses dengan beberapa sistem/subsistem yang berbeda berdasarkan dokumen sumber yang sama. |
||||
|
|
21. |
Penghapusbukuan adalah proses penghapusan nilai buku piutang dari catatan akuntansi. |
||||
|
|
22. |
Penghapustagihan adalah proses penghapusan hak tagih atau upaya tagih secara perdata atas suatu piutang. |
||||
|
|
|
|
||||
BAB II UNIT AKUNTANSI DAN PELAPORAN KEUANGAN PENGELOLAAN PENERUSAN PINJAMAN
|
|||||||
|
|
(1) |
SAPPP merupakan subsistem dari Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan BUN. |
||||
|
|
(2) |
Dalam rangka pelaksanaan SAPPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dibentuk Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan yang terdiri dari: |
||||
|
|
|
a. |
UAKPA BUN; dan |
|||
|
|
|
b. |
UAPBUN. |
|||
|
|
(3) |
Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan oleh: |
||||
|
|
|
a. |
Direktorat Sistem Manajemen Investasi Direktorat Jenderal Perbendaharaan bertindak sebagai UAKPA BUN; dan |
|||
|
|
|
b. |
Direktorat Jenderal Perbendaharaan bertindak sebagai UAPBUN. |
|||
|
|
(4) |
SAPPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dalam rangka penyusunan dan penyampaian Laporan Keuangan BA BUN pengelolaan penerusan pinjaman dengan menggunakan sistem aplikasi terintegrasi. |
||||
|
|
(5) |
Sistem aplikasi terintegrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan sistem aplikasi terintegrasi seluruh proses yang terkait dengan pengelolaan APBN dimulai dari proses penganggaran, pelaksanaan, dan pelaporan pada BUN dan kementerian negara/lembaga. |
||||
|
|
(6) |
Laporan Keuangan BA BUN pengelolaan penerusan pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (4) terdiri dari: |
||||
|
|
|
a. |
LRA; |
|||
|
|
|
b. |
LO; |
|||
|
|
|
c. |
LPE; |
|||
|
|
|
d. |
Neraca; dan |
|||
|
|
|
e. |
CaLK. |
|||
|
|
|
|
|
|||
BAB III AKUNTANSI DAN PELAPORAN KEUANGAN
Pelaksanaan Akuntansi dan Pelaporan KeuanganPada UAKPA BUN
|
|||||||
|
|
UAKPA BUN memproses dokumen sumber transaksi keuangan dan melakukan proses akuntansi dengan mengidentifikasi dan mengumpulkan informasi terkait pengakuan, pengukuran, penyajian dan pengungkapan kejadian transaksi penerusan pinjaman yang terdiri dari: |
|||||
|
|
a. |
piutang penerusan pinjaman; |
||||
|
|
b. |
selisih kurs atas penerusan pinjaman yang menggunakan mata uang asing; |
||||
|
|
c. |
beban dan penyisihan piutang tidak tertagih; |
||||
|
|
d. |
realisasi pembiayaan dari kegiatan penerusan pinjaman; dan |
||||
|
|
e. |
pendapatan dan piutang pendapatan negara bukan pajak lainnya dari kegiatan penerusan pinjaman. |
||||
|
|
|
|
|
|
||
Pasal 4 |
|||||||
|
|
(1) |
Transaksi penerusan pinjaman diakui sebagai piutang penerusan pinjaman pada saat terjadi penarikan penerusan pinjaman. |
||||
|
|
(2) |
Penarikan penerusan pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui tata cara: |
||||
|
|
|
a. |
pembayaran langsung; |
|||
|
|
|
b. |
letter of credit (L/C); |
|||
|
|
|
c. |
pembiayaan pendahuluan; atau |
|||
|
|
|
d. |
rekening khusus. |
|||
|
|
(3) |
Piutang penerusan pinjaman melalui tata cara pembayaran langsung, L/C, dan pembiayaan pendahuluan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, huruf b, dan huruf c diukur sebesar nilai nominal sesuai dengan NoD. |
||||
|
|
(4) |
Piutang penerusan pinjaman melalui tata cara rekening khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d diukur sebesar nilai nominal sesuai dengan SP2D. |
||||
|
|
(5) |
Pencatatan piutang penerusan pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) disajikan pada Neraca. |
||||
|
|
(6) |
Piutang penerusan pinjaman dan/atau bagian piutang penerusan pinjaman yang diselesaikan dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan, disajikan pada Neraca sebagai pos bagian lancar piutang penerusan pinjaman pada kelompok aset lancar. |
||||
|
|
(7) |
Piutang penerusan pinjaman dan/atau bagian piutang penerusan pinjaman yang diselesaikan dalam jangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan, disajikan pada Neraca sebagai pos piutang jangka panjang penerusan pinjaman pada kelompok aset lainnya. |
||||
|
|
|
|
||||
Pasal 5 |
|||||||
|
|
Piutang penerusan pinjaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) dan ayat (4) yang penarikannya dalam bentuk mata uang asing dijabarkan dalam mata uang rupiah dan dicatat sebagai berikut: |
|||||
|
|
a. |
penarikan dalam bentuk mata uang asing yang langsung digunakan untuk membayar transaksi dalam bentuk mata uang asing yang sama dibukukan dalam rupiah dengan menggunakan kurs tengah Bank Indonesia pada tanggal transaksi; |
||||
|
|
b. |
penarikan dalam bentuk mata uang asing yang sesuai dengan komitmennya dalam bentuk mata uang asing yang diterima dalam rekening milik BUN dibukukan dalam rupiah dengan menggunakan kurs tengah Bank Indonesia pada tanggal transaksi; dan |
||||
|
|
c. |
penarikan dalam bentuk mata uang asing yang tidak sesuai dengan komitmennya yang diterima dalam rekening milik BUN dibukukan dalam rupiah dengan kurs transaksi dari Bank Indonesia pada tanggal transaksi. |
||||
|
|
|
|
||||
Pasal 6 |
|||||||
|
|
(1) |
Pada akhir periode pelaporan, penyajian pada Neraca untuk saldo (outstanding) piutang penerusan pinjaman yang menggunakan mata uang asing dijabarkan dalam mata uang rupiah dengan menggunakan kurs tengah Bank Indonesia pada tanggal pelaporan Neraca. |
||||
|
|
(2) |
Penyajian piutang penerusan pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengakibatkan selisih kurs belum terealisasi atas penjabaran ke mata uang rupiah yang diidentifikasi tiap Penerusan Pinjaman yang menggunakan mata uang asing dan dihitung dengan cara mengurangkan antara nilai buku piutang penerusan pinjaman dalam mata uang rupiah dengan nilai rupiah hasil penjabaran saldo (outstanding) piutang penerusan pinjaman yang menggunakan kurs tengah Bank Indonesia pada tanggal pelaporan. |
||||
|
|
(3) |
Nilai buku piutang penerusan pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan saldo hasil penjabaran mata uang asing ke dalam mata uang rupiah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 atas transaksi penarikan dan pelunasan penerusan pinjaman. |
||||
|
|
(4) |
Hasil perhitungan selisih kurs sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dicatat sebagai pendapatan atau beban selisih kurs yang belum terealisasi dan mempengaruhi nilai saldo buku piutang penerusan pinjaman dalam mata uang rupiah. |
||||
|
|
(5) |
Pendapatan atau beban selisih kurs yang belum terealisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disajikan pada LO. |
||||
|
|
|
|
||||
Pasal 7 |
|||||||
|
|
(1) |
Pada akhir periode pelaporan, nilai saldo (outstanding) piutang penerusan pinjaman dilakukan analisis kualitas piutang untuk menentukan nilai penyisihan piutang tidak tertagih dan beban penyisihan piutang tidak tertagih dengan memperhatikan ketentuan mengenai kualitas dan pembentukan penyisihan piutang tidak tertagih. |
||||
|
|
(2) |
Ketentuan mengenai penentuan kualitas dan pembentukan penyisihan piutang tidak tertagih penerusan pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan. |
||||
|
|
(3) |
Penyisihan piutang tidak tertagih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kontra akun dari piutang penerusan pinjaman yang disajikan pada Neraca. |
||||
|
|
(4) |
Beban penyisihan piutang tidak tertagih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disajikan pada LO. |
||||
|
|
|
|
|
|||
Pasal 8 |
|||||||
|
|
(1) |
Realisasi atas kegiatan penerusan pinjaman diakui sebagai pengeluaran pembiayaan penerusan pinjaman pada saat: |
||||
|
|
|
a. |
diterbitkan SP3 oleh KPPN Khusus Pinjaman dan Hibah atas penerusan pinjaman yang penarikannya melalui pembayaran langsung, L/C, dan pembiayaan pendahuluan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a, huruf b, dan huruf c; atau |
|||
|
|
|
b. |
diterbitkan SP2D oleh KPPN Khusus Pinjaman dan Hibah atas penerusan pinjaman yang penarikannya melalui rekening khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf d. |
|||
|
|
(2) |
Pengeluaran pembiayaan penerusan pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diukur sebesar nilai nominal sesuai dengan SP3 yang diterbitkan KPPN Khusus Pinjaman dan Hibah. |
||||
|
|
(3) |
Pengeluaran pembiayaan penerusan pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diukur sebesar nilai nominal sesuai dengan SP2D yang diterbitkan KPPN Khusus Pinjaman dan Hibah. |
||||
|
|
(4) |
Pengeluaran pembiayaan penerusan pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) disajikan pada LRA. |
||||
|
|||||||
Pasal 9 |
|||||||
|
|
(1) |
Pelunasan cicilan piutang penerusan pinjaman secara tunai diakui pada saat kas telah diterima di rekening kas negara. |
||||
|
|
(2) |
Pelunasan cicilan piutang penerusan pinjaman secara tunai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diukur sebesar nilai nominal sesuai dengan dokumen sumber setoran yang telah tervalidasi dan/atau memperhatikan verifikasi dan rekonsiliasi atas rekening koran dari Bank Indonesia. |
||||
|
|
(3) |
Pelunasan piutang penerusan pinjaman secara non tunai diakui pada saat tanggal efektif. |
||||
|
|
(4) |
Pelunasan piutang penerusan pinjaman secara non tunai sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diukur sebesar nilai nominal sesuai dengan dokumen atau perjanjian yang sah sebagai dasar pembayaran atau pelunasan piutang penerusan pinjaman. |
||||
|
|
(5) |
Pelunasan cicilan piutang penerusan pinjaman secara tunai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengurangi nilai saldo (outstanding) piutang penerusan pinjaman pada Neraca dan disajikan sebagai penerimaan pembiayaan penerusan pinjaman pada LRA. |
||||
|
|
(6) |
Pelunasan piutang penerusan pinjaman secara non tunai sebagaimana dimaksud pada ayat (4) mengurangi nilai saldo (outstanding) piutang penerusan pinjaman dan menambah aset non kas pada Neraca. |
||||
|
|
(7) |
Dalam hal jumlahpembayaran yang diterima untuk pelunasan atau penyelesaian piutang penerusan pinjaman tidak sama dengan nilai tercatat (carrying value), selain penyesuaian nilai piutang penerusan pinjaman yang terlunasi dan akun yang mempengaruhinya, jumlah perbedaan yang ada juga diungkapkan pada CaLK. |
||||
|
|
|
|
||||
Pasal 10 |
|||||||
|
|
(1) |
Pelunasan piutang penerusan pinjaman secara tunai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) yang menggunakan mata uang asing sesuai dengan komitmen dalam perjanjian penerusan pinjaman dijabarkan dalam rupiah dengan menggunakan kurs tengah Bank Indonesia pada tanggal transaksi. |
||||
|
|
(2) |
Pelunasan piutang penerusan pinjaman secara tunai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) yang menggunakan mata uang asing yang tidak sesuai dengan komitmen dalam perjanjian penerusan pinjaman dijabarkan dalam rupiah dengan menggunakan kurs transaksi dari Bank Indonesia pada tanggal transaksi. |
||||
|
|||||||
Pasal 11 |
|||||||
|
|
CaLK untuk pos piutang penerusan pinjaman paling kurang mengungkapkan informasi antara lain: |
|||||
|
|
a. |
jumlah saldo piutang penerusan pinjaman dan realisasi penerusan pinjaman yang diklasifikasikan berdasarkan sumber dana; |
||||
|
|
b. |
rincian jumlah saldo berdasarkan kualitas umur piutang; |
||||
|
|
c. |
kebijakan kualitas piutang yang dipergunakan dalam penyisihan piutang penerusan pinjaman tidak tertagih; |
||||
|
|
d. |
selisih kurs atas piutang penerusan pinjaman yang menggunakan mata uang asing |
||||
|
|
e. |
penjelasan mengenai penyelesaian piutang dan/atau restrukturisasi piutang; dan |
||||
|
|
f. |
jumlah tunggakan piutang berdasarkan debitur. |
||||
|
|
|
|
||||
Pasal 12 |
|||||||
|
|
(1) |
Kegiatan transaksi penerusan pinjaman dapat menimbulkan pengakuan hak atas pendapatan dan piutang lainnya berupa bunga, denda, dan/atau biaya lain-lain penerusan pinjaman sesuai dengan yang diperjanjikan dan diatur dalam perjanjian penerusan pinjaman. |
||||
|
|
(2) |
Pendapatan dan piutang lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakui pada saat tanggal jatuh tempo. |
||||
|
|
(3) |
Pendapatan dan piutang lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diukur sebesar nilai nominal sesuai dengan dokumen sumber surat tagihan atau dokumen pengakuan yang dipersamakan. |
||||
|
|
(4) |
Nilai pendapatan dan piutang lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disajikan sebagai pendapatan bunga/denda/biaya lain-lain penerusan pinjaman pada LO dan disajikan sebagai piutang lainnya penerusan pinjaman pada Neraca. |
||||
|
|
(5) |
Pelunasan atau pembayaran oleh penerima penerusan pinjaman atas bunga, denda, dan/atau biaya lain-lain penerusan pinjaman diakui pada saat kas telah diterima di rekening kas negara. |
||||
|
|
(6) |
Pelunasan atau pembayaran oleh penerima penerusan pinjaman atas bunga, denda, dan/atau biaya lain-lain penerusan pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diukur sebesar nilai nominal sesuai dengan dokumen sumber setoran ke rekening kas negara yang telah tervalidasi dan/atau memperhatikan verifikasi dan rekonsiliasi atas rekening koran Bank Indonesia. |
||||
|
|
(7) |
Pelunasan bunga, denda, dan/atau biaya lain-lain penerusan pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (6) disajikan sebagai pendapatan bunga/denda/biaya lain-lain penerusan pinjaman pada LRA. |
||||
|
|
(8) |
Pelunasan bunga, denda, dan/atau biaya lain-lain penerusan pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (6) disajikan mengurangi nilai saldo (outstanding) piutang lainnya penerusan pinjaman pada Neraca. |
||||
|
|
(9) |
Dalam hal piutang lainnya penerusan pinjaman terselesaikan secara non kas atau konversi bentuk piutangnya, pelunasan piutang lainnya tersebut diakui pada saat tanggal efektif dokumen atau perjanjian yang sah. |
||||
|
|
(10) |
Dalam hal piutang lainnya penerusan pinjaman terselesaikan secara non kas atau konversi bentuk piutangnya sebagaimana dimaksud pada ayat (9), pelunasan piutang lainnya tersebut diukur sebesar nilai nominal sesuai dengan dokumen atau perjanjian yang sah. |
||||
|
|
(11) |
Pelunasan piutang lainnya penerusan pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (9) dilakukan reklasifikasi dengan mengurangi nilai saldo (outstanding) piutangnya dan menambah nilai akun non kas yang mempengaruhinya pada Neraca. |
||||
|
|
|
|||||
Pasal 13 |
|||||||
|
|
(1) |
Bunga, denda, dan/atau biaya lain-lain penerusan pinjaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) dalam bentuk mata uang asing yang belum dilunasi diakui sebagai piutang lainnya penerusan pinjaman pada saat tanggal jatuh tempo. |
||||
|
|
(2) |
Piutang lainnya penerusan pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diukur sebesar nilai nominal sesuai dengan dokumen sumber surat tagihan atau dokumen pengakuan yang dipersamakan. |
||||
|
|
(3) |
Pada akhir periode pelaporan, penyajian pada Neraca untuk saldo (outstanding) piutang lainnya penerusan pinjaman dalam bentuk mata uang asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan penjabaran ke dalam mata uang rupiah dengan menggunakan kurs tengah Bank Indonesia pada tanggal pelaporan Neraca. |
||||
|
|
(4) |
Penyajian piutang lainnya penerusan pinjaman terkait dengan bunga penerusan pinjaman yang menggunakan mata uang asing dapat mengakibatkan adanya selisih kurs belum terealisasi atas penjabaran ke mata uang rupiah yang diidentifikasi untuk tiap bunga Penerusan Pinjaman dan dihitung dengan cara mengurangkan antara nilai buku piutang bunga penerusan pinjaman dalam mata uang rupiah dengan nilai rupiah hasil penjabaran saldo (outstanding) piutang bunga penerusan pinjaman yang menggunakan kurs tengah Bank Indonesia pada tanggal pelaporan. |
||||
|
|
(5) |
Nilai buku piutang bunga penerusan pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan saldo hasil penjabaran mata uang asing ke dalam mata uang rupiah atas transaksi pengakuan dan pengukuran piutang bunga penerusan pinjaman. |
||||
|
|
(6) |
Hasil perhitungan selisih kurs sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disajikan sebagai pendapatan atau beban selisih kurs yang belum terealisasi dan mempengaruhi nilai saldo (outstanding) piutang bunga penerusan pinjaman dalam mata uang rupiah. |
||||
|
|
(7) |
Pendapatan atau beban selisih kurs yang belum terealisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) disajikan pada LO. |
||||
|
|||||||
Pasal 14 |
|||||||
|
|
(1) |
Pada akhir periode pelaporan, piutang lainnya penerusan pinjaman dilakukan analisis kualitas piutang untuk menentukan nilai penyisihan piutang tidak tertagih dan beban penyisihan piutang tidak tertagih dengan memperhatikan ketentuan mengenai kualitas dan pembentukan penyisihan piutang tidak tertagih. |
||||
|
|
(2) |
Ketentuan mengenai penentuan kualitas dan pembentukan penyisihan piutang lainnya penerusan pinjaman tidak tertagih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan. |
||||
|
|
(3) |
Penyisihan piutang tidak tertagih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kontra akun dari piutang lainnya penerusan pinjaman yang disajikan pada Neraca. |
||||
|
|
(4) |
Beban penyisihan piutang tidak tertagih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disajikan pada LO. |
||||
|
|
|
|
||||
Pasal 15 |
|||||||
|
|
(1) |
Penghapusbukuan dan Penghapustagihan piutang penerusan pinjaman dan piutang lainnya penerusan pinjaman yang mempunyai kualitas macet dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai piutang negara. |
||||
|
|
(2) |
Penghapusbukuan dan Penghapustagihan piutang penerusan pinjaman dan piutang lainnya penerusan pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakui pada saat terbitnya berita acara atau keputusan penghapusbukuan dan/atau penghapustagihan piutang sesuai ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai piutang negara. |
||||
|
|
(3) |
Penghapusbukuan dan Penghapustagihan piutang penerusan pinjaman dan piutang lainnya penerusan pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diukur sebesar nilai nominal sesuai dengan berita acara atau keputusan penghapusbukuan dan/atau penghapustagihan piutang sesuai ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai piutang negara. |
||||
|
|
(4) |
Penerima penerusan pinjaman dapat melakukan pembayaran piutang yang telah dihapusbukukan dan/atau dihapustagihkan. |
||||
|
|
(5) |
Penerimaan secara tunai atas piutang penerusan pinjaman yang telah dihapustagihkan disajikan sebagai penerimaan pembiayaan pada LRA. |
||||
|
|
(6) |
Penerimaan secara tunai atas piutang lainnya penerusan pinjaman yang telah dihapustagihkan disajikan sebagai pendapatan bunga, denda, dan/atau biaya lain-lain penerusan pinjaman pada LRA dan LO. |
||||
|
|
|
|
|
|||
Pasal 16 |
|||||||
|
|
(1) |
Dalam rangka penyusunan Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (6), UAKPA BUN melakukan rekonsiliasi data transaksi realisasi pembiayaan dan realisasi lainnya terkait Penerusan Pinjaman dengan: |
||||
|
|
|
a. |
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Khusus Pinjaman dan Hibah setiap bulan; dan |
|||
|
|
|
b. |
Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko setiap triwulan. |
|||
|
|
(2) |
Hasil rekonsiliasi data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam berita acara rekonsiliasi. |
||||
|
|
(3) |
UAKPA BUN menyampaikan Laporan Keuangan kepada UAPBUN setelah dilakukan proses rekonsiliasi data, yang terdiri dari: |
||||
|
|
|
a. |
LRA dan Neraca yang disampaikan setiap bulan; |
|||
|
|
|
b. |
LRA, LO, LPE, Neraca, dan CaLK yang disampaikan secara semesteran dan tahunan. |
|||
|
|
(4) |
Penyampaian Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan jadwal penyampaian Laporan Keuangan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai tata cara penyusunan Laporan Keuangan konsolidasian BUN. |
||||
|
|
|
|
|
|||
Bagian Kedua Pelaksanaan Akuntansi dan Pelaporan Keuangan pada UAPBUN
|
|||||||
|
|
(1) |
UAPBUN melakukan proses penggabungan Laporan Keuangan tingkat UAKPA BUN. |
||||
|
|
(2) |
UAPBUN menyusun Laporan Keuangan tingkat UAPBUN berdasarkan hasil penggabungan Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
||||
|
|
(3) |
UAPBUN melakukan rekonsiliasi data transaksi keuangan realisasi pembiayaan penerusan pinjaman dengan Direktorat Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan selaku UAPBUN AP secara semesteran dan tahunan. |
||||
|
|
(4) |
Hasil rekonsiliasi data transaksi keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dituangkan dalam berita acara rekonsiliasi. |
||||
|
|
(5) |
UAPBUN menyampaikan Laporan Keuangan tingkat UAPBUN yang terdiri dari LRA, LO, LPE, Neraca dan CaLK kepada Direktorat Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan selaku UABUN secara semesteran dan tahunan setelah dilakukan proses rekonsiliasi data. |
||||
|
|
(6) |
Penyampaian Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilaksanakan sesuai dengan jadwal penyampaian Laporan Keuangan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai tata cara penyusunan Laporan Keuangan konsolidasian BUN. |
||||
|
|
|
|
||||
BAB IV MODUL SAPPP
|
|||||||
|
|
SAPPP dilaksanakan sesuai dengan Modul SAPPP sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
|||||
|
|
|
|||||
BAB V PERNYATAAN TANGGUNG JAWAB DAN PERNYATAAN TELAH DIREVIU
|
|||||||
|
|
(1) |
Setiap unit akuntansi dan pelaporan keuangan pengelolaan penerusan pinjaman membuat pernyataan tanggung jawab atas Laporan Keuangan dan dilampirkan pada Laporan Keuangan semesteran dan tahunan. |
||||
|
|
(2) |
Pernyataan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh: |
||||
|
|
|
a. |
Direktur Sistem Manajemen Investasi selaku UAKPA BUN Direktorat Jenderal Perbendaharaan; |
|||
|
|
|
b. |
Direktur Jenderal Perbendaharaan selaku UAPBUN. |
|||
|
|
(3) |
Pernyataan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat pernyataan bahwa pengelolaan APBN telah diselenggarakan berdasarkan sistem pengendalian internal yang memadai dan akuntansi keuangan telah diselenggarakan sesuai dengan standar akuntansi Pemerintahan. |
||||
|
|
(4) |
Pernyataan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diberikan paragraf penjelasan atas suatu kejadian yang belum termuat dalam Laporan Keuangan. |
||||
|
|
(5) |
Bentuk dan isi pernyataan tanggung jawab dibuat sesuai format sebagaimana tercantum dalam Modul SAPPP. |
||||
|
|
|
|
|
|
||
Pasal 20 |
|||||||
|
|
(1) |
Dalam rangka meyakinkan keandalan informasi yang disajikan dalam Laporan Keuangan, dilakukan Reviu atas Laporan Keuangan tingkat UAKPA BUN dan UAPBUN. |
||||
|
|
(2) |
Reviu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh aparat pengawasan intern Pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan selaku BUN sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai pengawasan atas pelaksanaan anggaran BA BUN. |
||||
|
|
(3) |
Hasil Reviu atas Laporan Keuangan tingkat UAPBUN dituangkan ke dalam pernyataan telah direviu. |
||||
|
|
(4) |
Pernyataaan telah direviu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilampirkan pada Laporan Keuangan tingkat UAPBUN semesteran dan tahunan. |
||||
|
|
(5) |
Reviu atas Laporan Keuangan dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai reviu atas Laporan Keuangan. |
||||
|
|
|
|
|
|
||
BAB VI KETENTUAN LAIN-LAIN
|
|||||||
|
|
SAPPP yang diatur dalam Peraturan Menteri ini dapat digunakan oleh unit akuntansi dan pelaporan untuk menghasilkan laporan manajerial di bidang keuangan. |
|||||
|
|
|
|||||
BAB VII KETENTUAN PERALIHAN
|
|||||||
|
|
Penyusunan Laporan Keuangan penerusan pinjaman tahun anggaran 2014 dilaksanakan sesuai ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 28/PMK.05/2010 tentang Sistem Akuntansi Dan Pelaporan Penerusan Pinjaman sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 232/PMK.05/2012. |
|||||
|
|
|
|||||
Pasal 23 |
|||||||
|
|
Dalam hal UAKPA BUN dan UAPBUN menggunakan sistem pencatatan yang telah terintegrasi, kegiatan rekonsiliasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) dan Pasal 17 ayat (3) diganti menjadi kegiatan konfirmasi data sesuai dengan proses bisnis sistem terintegrasi. |
|||||
|
|
|
|||||
BAB VIII KETENTUAN PENUTUP
|
|||||||
|
|
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku: |
|||||
|
|
1. |
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 28/PMK.05/2010 tentang Sistem Akuntansi Dan Pelaporan Penerusan Pinjaman sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 232/PMK.05/2012 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. |
||||
|
|
2. |
Semua peraturan pelaksanaan dari Peraturan Menteri Keuangan Nomor 28/PMK.05/2010 tentang Sistem Akuntansi Dan Pelaporan Penerusan Pinjaman sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 232/PMK.05/2012 dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti dengan peraturan pelaksanaan yang baru berdasarkan Peraturan Menteri ini. |
||||
|
|
|
|
||||
Pasal 25 |
|||||||
|
|
SAPPP sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini mulai dilaksanakan dalam rangka penyusunan dan penyampaian Laporan Keuangan BA BUN Pengelolaan Penerusan Pinjaman Tahun 2015. |
|||||
|
|
|
|||||
Pasal 26 |
|||||||
|
|
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. |
|||||
|
|
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. |
|||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Ditetapkan di Jakarta |
|
|
|
|
|
|
|
pada tanggal 31 Desember 2014 |
|
|
|
|
|
|
|
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
ttd. |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
BAMBANG P.S. BRODJONEGORO |
|
Diundangkan di Jakarta |
|||||||
pada tanggal 31 Desember 2014 |
|||||||
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA |
|||||||
|
|||||||
ttd. |
|||||||
|
|||||||
YASONNA H. LAOLY |
|||||||
|
|||||||
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2014 NOMOR 2043 |
Lampiran...............................