DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 48 TAHUN 1994
TENTANG
PEMBAYARAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN
DARI PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang | : | a. | bahwa berdasarkan Pasal 4 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994, penghasilan dari pengalihan tanah dan/atau bangunan merupakan Objek Pajak Penghasilan; | ||||||||
b. | bahwa orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari pengalihan tanah dan/atau bangunan wajib melunasi Pajak Penghasilan atas penghasilan tersebut; | ||||||||||
c. | bahwa untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban Pajak Penghasilan atas penghasilan tersebut dan sesuai dengan Pasal 4 ayat (2) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994, dipandang perlu mengatur pembayaran Pajak Penghasilan atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dengan Peraturan Pemerintah; | ||||||||||
Mengingat | : | 1. | Pasal 5 ayat (2) Undang-undang Dasar 1945; | ||||||||
2. | Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2043); | ||||||||||
3. | Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 49 Tambahan Lembaran Negara Nomor 3262), sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1994 (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3566); | ||||||||||
4. | Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3263), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994 (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3567); | ||||||||||
5. | Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3312), sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1994 (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3569); | ||||||||||
6. | Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah (Lembaran Negara Tahun 1961 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2171); | ||||||||||
MEMUTUSKAN : |
|||||||||||
Menetapkan | : | PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMBAYARAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN. | |||||||||
Pasal 1 |
|||||||||||
(1) | Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan wajib dibayar Pajak Penghasilan. | ||||||||||
(2) | Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud
dalam ayat(1) adalah :
|
||||||||||
Pasal 2 |
|||||||||||
(1) | Orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) huruf a, wajib membayar sendiri Pajak Penghasilan yang terutang ke bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro sebelum akta, keputusan, perjanjian, kesepakatan atau risalah lelang atau pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan ditandatangani oleh pejabat yang berwenang. | ||||||||||
(2) | Pejabat yang berwenang hanya menandatangani akta, keputusan, perjanjian,
kesepakatan atau risalah lelang atas pengalihan hak atas tanah dan/atau
bangunan apabila kepadanya dibuktikan oleh orang pribadi atau badan dimaksud
bahwa kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) telah dipenuhi dengan
menyerahkan fotokopi Surat Setoran Pajak yang bersangkutan dengan menunjukkan
aslinya. |
||||||||||
(3) | Pejabat yang berwenang menandatangani akta, keputusan, perjanjian, kesepakatan atau risalah lelang wajib menyampaikan laporan bulanan mengenai penerbitan akta, keputusan, perjanjian, kesepakatan atau risalah lelang atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) kepada Direktur Jenderal Pajak. | ||||||||||
(4) | Yang dimaksud dengan pejabat yang berwenang adalah Notaris, Pejabat
Pembuat Akta Tanah, Camat, Pejabat Lelang, atau pejabat lain yang diberi
wewenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. |
||||||||||
Pasal 3 |
|||||||||||
(1) | Orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) huruf b dipungut Pajak Penghasilan oleh bendaharawan atau pejabat yang melakukan pembayaran atau pejabat yang menyetujui tukar-menukar. | ||||||||||
(2) | Bendaharawan atau pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib
menyetor Pajak Penghasilan yang telah dipungut ke bank persepsi atau Kantor
Pos dan Giro sebelum melakukan pembayaran kepada orang pribadi atau badan yang berhak menerimanya atau sebelum tukar-menukar dilaksanakan. |
||||||||||
(3) | Penyetoran pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak atas nama orang pribadi atau badan yang menerima pembayaran atau yang melakukan tukar-menukar. | ||||||||||
(4) | Bendaharawan atau pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib
menyampaikan laporan mengenai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) kepada Direktur Jenderal Pajak.
|
||||||||||
Pasal 4 |
|||||||||||
(1) | Besarnya Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 ayat (1) adalah sebesar 5% (lima persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan. | ||||||||||
(2) | Nilai pengalihan hak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah
nilai yang tertinggi antara nilai berdasarkan akta pengalihan hak dengan
Nilai Jual Objek Pajak tanah dan/atau bangunan yang bersangkutan sebagaimana
dimaksud dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan
Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1994,
kecuali :
|
||||||||||
(3) | Nilai Jual Objek Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) adalah
Nilai Jual Objek Pajak menurut Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak
Bumi dan Bangunan tahun yang bersangkutan, atau dalam hal Surat Pemberitahuan Pajak Terutang dimaksud belum terbit, adalah Nilai Jual Objek Pajak menurut Surat Pemberitahuan Pajak Terutang tahun pajak sebelumnya. |
||||||||||
(4) | Apabila tanah dan/atau bangunan tersebut belum terdaftar pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan, maka Nilai Jual Obyek Pajak yang dipakai adalah Nilai Jual Obyek Pajak menurut surat keterangan yang diterbitkan Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan yang wilayah wewenangnya meliputi tanah dan/atau bangunan yang bersangkutan . | ||||||||||
Pasal 5 Dikecualikan dari kewajiban pembayaran atau pemungutan Pajak Penghasilan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 ayat (1) adalah
:
|
|||||||||||
Pasal 6
|
|||||||||||
Pasal 7 Badan Pertanahan Nasional hanya mengeluarkan surat keputusan pemberian
hak, pengakuan hak dan peralihan hak atas tanah, apabila permohonannya
dilengkapi dengan Surat Setoran Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal
2 ayat (2) dan Pasal |
|||||||||||
Pasal 8
|
|||||||||||
Pasal 9
|
|||||||||||
Pasal 10
|
|||||||||||
Pasal 11
|
|||||||||||
Pasal 12
|
|||||||||||
Pasal 13
|
|||||||||||
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
S O E H A R T O |
P E N J E L A S A N
A T A S
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 48 TAHUN 1994
TENTANG
PEMBAYARAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN
DARI PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN
UMUM
Berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun
1983, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994, penghasilan yang diterima atau diperoleh dari penjualan atau pengalihan harta merupakan Objek Pajak Penghasilan. Apabila orang pribadi atau badan menerima atau memperoleh penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, maka penghasilan tersebut termasuk dalam pengertian penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf d Undang-undang tersebut. Dalam rangka meningkatkan kepatuhan orang pribadi atau badan dalam
memenuhi kewajiban perpajakannya, dan sesuai dengan Pasal 4 ayat (2) Undang-undang
Nomor 7 Tahun 1983, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang
Nomor 10 Tahun 1994, maka dengan Peraturan Pemerintah perlu diatur cara
yang lebih berdaya guna yaitu dengan mengaitkan pemenuhan kewajiban pembayaran
Pajak Penghasilan atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau
bangunan dimaksud dengan penandatanganan akta, keputusan, perjanjian, kesepakatan
atau Dalam Peraturan Pemerintah ini diatur bahwa Notaris, Pejabat Pembuat
Akta Tanah, Camat, Pejabat Lelang, atau pejabat lain yang diberi wewenang
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku hanya boleh menandatangani
akta, keputusan, perjanjian, kesepakatan atau risalah |
||||||||||||||||
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1 Ayat (1) Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, baik dalam kegiatan usahanya maupun diluar usahanya, wajib dibayar atau dipungut Pajak Penghasilannya pada saat terjadinya transaksi tersebut.
Pengalihan hak dalam ayat ini adalah semua pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang dapat dilakukan dengan cara :
Pembayaran Pajak Penghasilan atas penghasilan yang diterima atau
diperoleh orang pribadi atau badan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau
bangunan yang dilakukan kepada pihak lain selain pemerintah, wajib dilakukan
sendiri oleh orang pribadi atau badan yang bersangkutan sebelum akta, keputusan,
perjanjian, kesepakatan, ditandatangani oleh pejabat yang berwenang. Sedangkan
dalam hal penjualan lelang, Pajak Penghasilan yang terutang disetorkan
oleh Pejabat Lelang atas nama orang pribadi atau badan yang hartanya dilelang. Ayat (2) Untuk meningkatkan kepatuhan orang pribadi atau badan dalam memenuhi
kewajiban pajaknya, maka pejabat yang berwenang hanya diperbolehkan untuk
menandatangani akta, keputusan, perjanjian, kesepakatan, atau risalah lelang
atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan tersebut apabila kepadanya
dibuktikan bahwa Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Pasal 3 Ayat (1) Pemenuhan kewajiban Pajak Penghasilan atas penghasilan yang diterima
atau diperoleh orang pribadi atau badan dari pengalihan hak atas tanah
dan/atau bangunan kepada pemerintah, dilakukan melalui pemungutan Pajak
Penghasilan oleh bendaharawan atau pejabat yang melakukan pembayaran atau
yang menyetujui tukar-menukar. Pemenuhan kewajiban Pajak Penghasilan tersebut
dilakukan dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
5. Ayat (2) dan Ayat (3) Pemungutan Pajak Penghasilan tersebut bukan merupakan pemungutan
Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 Undang-undang Nomor
7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, sebagaimana telah diubah terakhir
dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994. Penyetoran Pajak Penghasilan
yang telah dipungut dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak atas
nama orang pribadi atau badan yang menerima pembayaran atau yang melakukan
tukar-menukar, dan bukan atas nama bendaharawan atau pejabat pemungut. Ayat (4) Cukup jelas Pasal 4 Ayat (1) Besarnya Pajak Penghasilan yang wajib dibayar sendiri oleh orang
pribadi atau badan dan Pajak Penghasilan yang wajib dipungut oleh bendaharawan
atau pejabat yang berwenang sehubungan dengan pengalihan hak atas tanah
dan/atau bangunan Ayat (2) Besarnya nilai pengalihan sebagai dasar perhitungan besarnya Pajak
Penghasilan yang wajib dibayar sendiri oleh orang pribadi atau badan, atau
dipungut oleh bendaharawan atau pejabat yang berwenang, adalah nilai yang
tertinggi antara nilai menurut akta dengan nilai menurut Nilai Jual Objek
Pajak untuk Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Apabila tanah dan/atau bangunan tersebut belum terdaftar, maka untuk
memperoleh besarnya Nilai Jual Objek Pajak, orang pribadi atau badan yang
melakukan pengalihan wajib meminta surat keterangan mengenai besarnya Nilai
Jual Objek Pajak atas tanah dan/atau bangunan untuk tahun pajak yang bersangkutan
kepada Pasal 5 Pada dasarnya semua pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dikenakan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), namun untuk keadilan diberikan pengecualian dari pembayaran atau pemungutan Pajak Penghasilan.
Pajak Penghasilan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh
orang pribadi dari pengalihan kepada pihak lain atau kepada pemerintah
guna pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang tidak memerlukan
persyaratan khusus, sepanjang jumlah pembayaran brutonya kurang dari Rp
60.000.000,00 (enam puluh
Orang pribadi yang menerima atau memperoleh penghasilan dari pengalihan
hak atas tanah dan/atau bangunan kepada pemerintah dengan pembayaran ganti
rugi yang akan digunakan untuk kepentingan umum yang memerlukan persyaratan
khusus, yaitu jalan umum, saluran pembuangan air, waduk, bendungan, saluran
irigasi, pelabuhan laut, bandar udara dan fasilitas keselamatan umum seperti
tanggul penanggulangan bahaya banjir, lahar dan bencana lainnya, serta
fasilitas Angkatan Bersenjata Republik Indonesia. huruf c Apabila orang pribadi atau badan melakukan pengalihan hak atas tanah
dan/atau bangunan sehubungan dengan laba yang diberikan kepada keluarga
sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan kepada badan keagamaan
atau badan pendidikan atau badan sosial termasuk yayasan atau organisasi
sejenis lainnya, huruf d Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sehubungan dengan warisan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf b Undang-undang Nomor
7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir
dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994, bukan merupakan Objek Pajak; Pasal 6 Bagi Wajib Pajak badan yang usaha pokoknya melakukan penjualan atau
pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, pembayaran Pajak Penghasilannya
adalah sebagai berikut :
Cukup jelas. Pasal 8 Bagi orang pribadi, pembayaran Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (1) bersifat final, dan tidak digabungkan dengan penghasilan
lainnya dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan. Bagi Wajib
Pajak badan, penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan
digabungkan dengan penghasilan lainnya dan dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan
Tahunan Pajak Penghasilan. Pembayaran Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (1) atau Pasal 6 diperlakukan sebagai pembayaran angsuran
Pajak Penghasilan Pasal 25 yang dapat diperhitungkan dengan Pajak Penghasilan
yang terutang untuk tahun pajak yang bersangkutan. Pasal 9 Cukup jelas. Pasal 10 Cukup jelas. Pasal 11 Dalam hal pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan terjadi sebelum
tanggal 1 Januari 1995, namun akta penjualan atau pengalihannya baru dibuat
oleh pejabat yang berwenang pada atau setelah 1 Januari 1995, maka atas
transaksi demikian diatur sebagai berikut :
Pasal 12 Cukup jelas. Pasal 13 Cukup jelas. |
||||||||||||||||
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3580 |