PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 23 TAHUN 1996
TENTANG
PENINDAKAN DI BIDANG CUKAI
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang | : | a. |
|
||||||
|
|
||||||||
|
|
|
|
||||||
|
Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3613); | ||||||||
MEMUTUSKAN: |
|||||||||
Menetapkan | : | PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENINDAKAN DI BIDANG CUKAI. | |||||||
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 |
|||||||||
|
|||||||||
|
|
||||||||
|
|
||||||||
|
|
||||||||
|
|
||||||||
|
|
||||||||
|
|
||||||||
|
|
||||||||
|
|
||||||||
|
|
||||||||
|
|
||||||||
|
|
||||||||
|
|
||||||||
|
|
||||||||
|
|
||||||||
|
Pengangkut adalah orang yang menjalankan sarana pengangkut atau orang yang mengangkut Barang Kena Cukai. | ||||||||
Pasal 2 |
|||||||||
(1) |
|
||||||||
|
|
||||||||
|
|
||||||||
|
|
||||||||
|
|
||||||||
|
Penyegelan, pemguncian, dan/atau pelekatan tanda pengaman yang diperlukan. | ||||||||
BAB II PENGHENTIAN Pasal 3 |
|||||||||
Pejabat Bea dan Cukai
berwenang menghentikan sarana pengangkut secara selektif berdasarkan informasi
adanya Barang Kena Cukai yang diduga belum atau tidak memenuhi kewajiban
yang diatur dalam Undang-undang.
Pasal 4 |
|||||||||
(1) |
|
||||||||
(2) | Pejabat Bea dan Cukai yang melaksanakan tindakan penghentian wajib menunjukan surat perintah dan kartu identitas diri kepada pengangkut. | ||||||||
Pasal 5 Penghentian sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 3 segera diikuti dengan pemeriksaan sarana pengangkut dan barang yang berada di atasnya yang diduga merupakan Barang Kena Cukai yang belum atau tidak memenuhi kewajiban yang diatur dalam Undang-undang. BAB III PEMERIKSAAN Pasal 6 Pejabat Bea dan Cukai berwenang melakukan pemeriksaan terhadap: Pasal 7 Terhadap sarana pengangkut yang disegel oleh penegak hukum lain atau dinas pos, tidak dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a.
Pasal 9 Pemeriksaan bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b, meliputi pemeriksaan terhadap: Pasal 10 Pemeriksaan pembukuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b, segera diikuti dengan tindakan Pasal 11 Pasal 12 Pemeriksaan pembukuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf c, segera diikuti dengan tindakan: BAB IV PENEGAHAN Pasal 13 a. paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak dilakukan penetapan pengenaan cukai dan/atau sanksi administrasi, apabila berdasarkan hasil pemeriksaan mengakibatkan kewajiban pem-bayaran cukai dan/atau sanksi administrasi berupa denda; Pasal 14 Barang-barang yang ditegah dikuasai oleh negara dan berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Pasal 15 Apabila dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak dilakukan penetapan pengenaan cukai dan/atau sanksi administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (4) huruf a, yang bersangkutan tidak memenuhi kewajiban pembayaran cukai dan/atau sanksi administrasi tersebut, maka terhadap: BAB V Pasal 16 (1) Penyegelan dapat dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai terhadap: Pasal 18 BAB VI SURAT PERINTAH DAN SURAT BUKTI PENINDAKAN Pasal 19 Untuk melaksanakan penindakan berupa penghentian, pemeriksaan, penegahan, dan/atau penyegelan, Pejabat Bea dan Cukai harus dilengkapi dengan surat perintah dari Direktur Jenderal Bea dan Cukai. Pasal 20 Pasal 21 (1) Surat perintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 tidak diperlukan dalam hal: (2) Pejabat Bea dan Cukai yang melakukan tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b segera melaporkan kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai atau Pejabat yang ditunjuknya, dalam jangka waktu selambat-lambatnya 1 x 24 jam dengan membawa orang atau sarana pengangkut ke Kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai terdekat. Pasal 22 Atas setiap penindakan terhadap Barang Kena Cukai, dibuatkan surat bukti penindakan yang disampaikan kepada pihak yang terhadapnya dilakukan penindakan. Pasal 23 Bentuk surat perintah dan surat bukti penindakan ditetapkan oleh Menteri Keuangan. BAB VII PENUTUP Pasal 24 Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan bagi pelaksanaan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini diatur oleh Menteri Keuangan. Pasal 25 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. |
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 2 April 1996
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
SOEHARTO
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1996
TENTANG
PENINDAKAN DI BIDANG CUKAI
UMUM
Dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai dinyatakan kewenangan Pejabat Bea dan Cukai untuk mengambil tindakan yang diperlukan atas Barang Kena Cukai berupa penghentian, pemeriksaan, penegahan, dan penyegelan serta kewenangan menegah sarana pengangkut Barang Kena Cukai untuk dipenuhinya ketentuan yang ada di dalamnya. Tata cara penindakan tersebut diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Sesuai dengan penjelasan Undang-undang, kewenangan Pejabat Bea dan Cukai untuk mengambil tindakan tersebut adalah dalam rangka melaksanakan tugas administrasi di bidang cukai.
Atas dasar hal tersebut di atas, maka dalam Peraturan Pemerintah ini kewenangan Pejabat Bea dan Cukai untuk melaksanakan penindakan atas Barang Kena Cukai diatur tata caranya secara lebih jelas, agar dapat dijadikan pedoman sehingga dapat dicapai daya guna dan hasil guna yang optimal sesuai dengan tuntutan rasa keadilan, memberikan kepastian hukum, lebih menjamin kepentingan masyarakat dan menciptakan iklim usaha yang dapat lebih mendukung laju pembangunan nasional serta dapat menghindarkan tindakan sewenang-wenang dari Pejabat Bea dan Cukai.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 3
Mengingat tindakan penghentian dapat berakibat tertundanya pengangkutan Barang Kena Cukai serta menimbulkan kerugian bagi pihak yang terkait, maka kewenangan Pejabat Bea dan Cukai untuk melakukan penghentian dibatasi dan dilakukan secara selektif hanya terhadap Barang Kena Cukai yang berdasarkan informasi diduga belum memenuhi persyaratan administrasi yang diwajibkan oleh Undang-undang.
Pasal 4
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 5
Cukup jelas
Pasal 6
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Pembukuan yang dimaksud dalam Pasal ini adalah pembukuan yang diwajibkan oleh Undang-undang serta pembukuan perusahaan sesuai standar akuntansi keuangan yang berlaku.
Pasal 7
Yang dimaksud dengan penegak hukum lain adalah penegak hukum dari instansi di luar Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, seperti dari Kepolisian dan Kejaksaan.
Pasal 8
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Pasal 9
Pemeriksaan bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini termasuk pemeriksaan terhadap mesin, peralatan, dan Barang Kena Cukai yang berada di dalamnya.
Huruf a
Yang dimaksud dengan tempat-tempat lain dalam huruf ini adalah tempat atau ruangan yang dipergunakan oleh orang atau badan hukum yang mendapatkan fasilitas untuk menyimpan Barang Kena Cukai yang belum dilunasi cukainya.
Huruf b
Pada prinsipnya buku, catatan, dokumen, serta Barang Kena Cukai yang belum dilunasi cukainya harus berada di tempat-tempat yang memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Menteri, guna pengamanan cukainya.
Dalam hal buku, catatan, dokumen, dan/atau Barang Kena Cukai yang seharusnya disimpan di tempat-tempat sebagaimana dimaksud pada huruf a ternyata pada waktu pemeriksaan kedapatan disimpan atau ada dugaan disimpan di tempat-tempat yang berhubungan langsung atau tidak langsung dengannya, baik yang berupa bangunan atau rumah tinggal, maka Pejabat Bea dan Cukai berwenang memeriksanya sebagai kelanjutan dari proses pemeriksaan bangunan sebagaimana dimaksud dalam huruf a.
Huruf c
Ketentuan pada ayat ini dalam rangka kewenangan Pejabat Bea dan Cukai dalam lingkup administrasi.
Apabila ada informasi atau kecurigaan kuat adanya suatu tindak pidana pelanggaran ketentuan Undang-undang telah atau sedang berlangsung di suatu rumah tinggal, maka untuk melakukan pemeriksaan atas rumah tinggal bukan lagi wewenang Pejabat Bea dan Cukai, melainkan wewenang Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 Undang-undang.
Pasal 10
Cukup jelas
Pasal 11
Cukup jelas
Pasal 12
Cukup jelas
Pasal 13
Penegahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini tidak dilakukan kepada sarana pengangkut umum.
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Huruf a
Penetapan pengenaan cukai dan/atau sanksi administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud dalam huruf ini adalah penetapan yang dilakukan oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai atau pejabat yang ditunjuknya.
Huruf b
Penyerahan kepada Penyidik dimaksudkan agar kasus tersebut diproses lebih lanjut pembuktiannya untuk keperluan penuntutan ke Pengadilan. Penyidik adalah Penyidik Pegawai Negeri Sipil Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Pasal 14
Cukup jelas
Pasal 15
Huruf a
Mengingat Barang Kena Cukai merupakan barang yang perlu diawasi dan dibatasi konsumsinya, maka terhadap Barang Kena Cukai sebagaimana dimaksud dalam huruf ini perlu dimusnahkan.
Huruf b
Mengingat sasaran akhir penegahan adalah Barang Kena Cukai, maka sudah semestinya sarana pengangkut dikembalikan kepada yang bersangkutan.
Huruf c
Pungutan cukai dan denda administrasi yang terhutang merupakan piutang negara, oleh karena itu apabila atas piutang tersebut tidak dilunasi oleh yang bersangkutan, maka penyelesaiannya diteruskan kepada instansi yang berwenang untuk itu, dalam hal ini Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN).
Pasal 16
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Penyegelan yang dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai adalah merupakan suatu tindakan preventif untuk meng-amankan obyek penyegelan agar tetap dalam kondisi seperti semula sebelum penyegelan dilakukan. Dalam praktek pelaksanaannya disamping untuk pengamanan terhadap obyek tersebut sebagai kelanjutan dari pada proses penindakan berupa pemeriksaan dan penegahan karena adanya pelanggaran dari pada Undang-undang, tindakan penyegelan ini juga dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai dalam rangka melaksanakan tugas-tugas rutin dalam pengamanan/ pengawasan dibidang cukai, misalnya:
- penyegelan atas ruangan-ruangan/tempat-tempat penimbunan Barang Kena Cukai yang belum dilunasi cukainya.
- penyegelan atas Tempat Penyimpanan Barang Kena Cukai apabila tidak ada kegiatan dan tidak dimung-kinkan pegawai Bea dan Cukai secara terus menerus bertugas mengawasi tempat tersebut.
- penyegelan atas Barang Kena Cukai dan/atau sarana pengangkut yang membawa Barang Kena Cukai yang belum dilunasi cukainya dari pabrik ke Tempat Penimbunan sementara (TPS) dalam rangka ekspor, dari pabrik ke pabrik lainnya, dari pabrik ke Tempat Penyimpanan dan sebagainya.
Pasal 17
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
Cukup jelas
Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 21
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Ketentuan ini memberikan kewenangan kepada Pejabat Bea dan Cukai untuk melakukan tindakan atas suatu pelanggaran ketentuan dalam Undang-undang.
Tanpa adanya kewenangan yang diberikan, dikha-watirkan pelaku beserta barang bukti pelanggaran akan lari sebelum Pejabat Bea dan Cukai mendapat-kan surat perintah yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.
Ayat (1)
Cukup jelas
Pasal 22
Surat bukti penindakan dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum bagi pihak-pihak yang terkena penindakan maupun bagi Pejabat Bea dan Cukai.
Pasal 23
Cukup jelas
Pasal 24
Cukup jelas
Pasal 25
Cukup jelas