UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 4 TAHUN 1997


TENTANG


PENYANDANG CACAT


DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

 

Menimbang

:

a.

bahwa dalam pelaksanaan pembangunan nasional yang bertujuan mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, penyandang cacat merupakan bagian masyarakat Indonesia yang juga memiliki kedudukan, hak, kewajiban, dan peran yang sama;

   

b.

bahwa penyandang cacat secara kuantitas cenderung meningkat dan, oleh karena itu, perlu semakin diupayakan peningkatan kesejahteraan sosial bagi penyandang cacat;

   

c.

bahwa dalam rangka terwujudnya kesamaan kedudukan, hak, kewajiban, dan peran sebagaimana tersebut di atas, dipandang perlu memberikan landasan hukum bagi upaya peningkatan kesejahteraan sosial penyandang cacat di segala aspek kehidupan dan penghidupan dalam suatu Undang-undang;

Mengingat

:

Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945;

   

Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

   

MEMUTUSKAN :

Menetapkan

:

UNDANG-UNDANG TENTANG PENYANDANG CACAT.

 

BAB I
KETENTUAN UMUM


Pasal 1

   

Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :

   

1.

Penyandang cacat adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan/atau mental, yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan secara selayaknya, yang terdiri dari :

     

a.

penyandang cacat fisik;

     

b.

penyandang cacat mental;

     

c.

penyandang cacat fisik dan mental.

   

2.

Derajat kecacatan adalah tingkat berat ringannya keadaan cacat yang disandang seseorang.

   

3.

Kesamaan kesempatan adalah keadaan yang memberikan peluang kepada penyandang cacat untuk mendapatkan kesempatan yang sama dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan.

   

4.

Aksesibilitas adalah kemudahan yang disediakan bagi penyandang cacat guna mewujudkan kesamaan kesempatan dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan.

   

5.

Rehabilitasi adalah proses refungsionalisasi dan pengembangan untuk memungkinkan penyandang cacat mampu melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dalam kehidupan masyarakat.

   

6.

Bantuan sosial adalah upaya pemberian bantuan kepada penyandang cacat yang tidak mampu yang bersifat tidak tetap, agar mereka dapat meningkatkan taraf kesejahteraan sosialnya.

   

7.

Pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial adalah upaya perlindungan dan pelayanan yang bersifat terus menerus, agar penyandang cacat dapat mewujudkan taraf hidup yang wajar.

 

BAB II
LANDASAN, ASAS, DAN TUJUAN


Pasal 2

   

Upaya peningkatan kesejahteraan sosial penyandang cacat berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

 

Pasal 3

   

Upaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 berasaskan keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, manfaat, kekeluargaan, adil dan merata, keseimbangan, keserasian dan keselarasan dalam perikehidupan, hukum, kemandirian, dan ilmu pengetahuan dan teknologi.

 

Pasal 4

   

Upaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 yang diselenggarakan melalui pemberdayaan penyandang cacat bertujuan terwujudnya kemandirian dan kesejahteraan.

 

BAB III
HAK DAN KEWAJIBAN


Pasal 5

   

Setiap penyandang cacat mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan.

 

Pasal 6

   

Setiap penyandang cacat berhak memperoleh :

   

1.

pendidikan pada semua satuan, jalur, jenis, dan jenjang pendidikan;

   

2.

pekerjaan dan penghidupan yang layak sesuai dengan jenis dan derajat kecacatan, pendidikan, dan kemampuannya;

   

3.

perlakuan yang sama untuk berperan dalam pembangunan dan menikmati hasil-hasilnya;

   

4.

aksesibilitas dalam rangka kemandiriannya;

   

5.

rehabilitasi, bantuan sosial, dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial; dan

   

6.

hak yang sama untuk menumbuhkembangkan bakat, kemampuan, dan kehidupan sosialnya, terutama bagi penyandang cacat anak dalam lingkungan keluarga dan masyarakat.

 

Pasal 7

   

(1)

Setiap penyandang cacat mempunyai kewajiban yang sama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

   

(2)

Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pelaksanaannya disesuaikan dengan jenis dan derajat kecacatan, pendidikan, dan kemampuannya.

 

Pasal 8

   

Pemerintah dan/atau masyarakat berkewajiban mengupayakan terwujudnya hak-hak penyandang cacat.

 

BAB IV
KESAMAAN KESEMPATAN


Pasal 9

   

Setiap penyandang cacat mempunyai kesamaan kesempatan dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan.

 

Pasal 10

   

(1)

Kesamaan kesempatan bagi penyandang cacat dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan dilaksanakan melalui penyediaan aksesibilitas.

   

(2)

Penyediaan aksesibilitas dimaksudkan untuk menciptakan keadaan dan lingkungan yang lebih menunjang penyandang cacat dapat sepenuhnya hidup bermasyarakat.

   

(3)

Penyediaan aksesibilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau masyarakat dan dilakukan secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan.

 

Pasal 11

   

Setiap penyandang cacat mempunyai kesamaan kesempatan untuk mendapatkan pendidikan pada satuan, jalur, jenis, dan jenjang pendidikan sesuai dengan jenis dan derajat kecacatannya.

 

Pasal 12

   

Setiap lembaga pendidikan memberikan kesempatan dan perlakuan yang sama kepada penyandang cacat sebagai peserta didik pada satuan, jalur, jenis, dan jenjang pendidikan sesuai dengan jenis dan derajat kecacatan serta kemampuannya.

 

Pasal 13

   

Setiap penyandang cacat mempunyai kesamaan kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan sesuai dengan jenis dan derajat kecacatannya.

 

Pasal 14

   

Perusahaan negara dan swasta memberikan kesempatan dan perlakuan yang sama kepada penyandang cacat dengan mempekerjakan penyandang cacat di perusahaannya sesuai dengan jenis dan derajat kecacatan, pendidikan, dan kemampuannya, yang jumlahnya disesuaikan dengan jumlah karyawan dan/atau kualifikasi perusahaan.

 

Pasal 15

   

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Pasal 12, dan Pasal 14 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

 

BAB V
UPAYA


Pasal 16

   

Pemerintah dan/atau masyarakat menyelenggarakan upaya :

   

1.

rehabilitasi;

   

2.

bantuan sosial;

   

3.

pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial.

 

Pasal 17

   

Rehabilitasi diarahkan untuk memfungsikan kembali dan mengembangkan kemampuan fisik, mental, dan sosial penyandang cacat agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar sesuai dengan bakat, kemampuan, pendidikan, dan pengalaman.

 

Pasal 18

   

(1)

Rehabilitasi dilaksanakan pada fasilitas yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau masyarakat.

   

(2)

Rehabilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi rehabilitasi medik, pendidikan, pelatihan, dan sosial.

   

(3)

Ketentuan mengenai penyelenggaraan rehabilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

 

Pasal 19

   

Bantuan sosial diarahkan untuk membantu penyandang cacat agar dapat berusaha meningkatkan taraf kesejahteraan sosialnya.

 

Pasal 20

   

(1)

Bantuan sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 diberikan kepada :

     

a.

penyandang cacat yang tidak mampu, sudah direhabilitasi, dan belum bekerja;

     

b.

penyandang cacat yang tidak mampu, belum direhabilitasi, memiliki keterampilan, dan belum bekerja.

   

(2)

Ketentuan mengenai bentuk, jumlah, tata cara, dan pelaksanaan pemberian bantuan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

 

Pasal 21

   

Pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial diarahkan pada pemberian perlindungan dan pelayanan agar penyandang cacat dapat memelihara taraf hidup yang wajar.

 

Pasal 22

   

(1)

Pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 diberikan kepada penyandang cacat yang derajat kecacatannya tidak dapat direhabilitasi dan kehidupannya bergantung pada bantuan orang lain.

   

(2)

Ketentuan mengenai bentuk, tata cara, dan syarat-syarat pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

 

BAB VI
PEMBINAAN DAN PERAN MASYARAKAT


Pasal 23

   

(1)

Pemerintah dan masyarakat melakukan pembinaan terhadap upaya peningkatan kesejahteraan sosial penyandang cacat.

   

(2)

Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup segala aspek kehidupan dan penghidupan.

 

Pasal 24

   

Pemerintah melakukan pembinaan terhadap upaya peningkatan kesejahteraan sosial penyandang cacat melalui penetapan kebijakan, koordinasi, penyuluhan, bimbingan, bantuan, perijinan, dan pengawasan.

 

Pasal 25

   

(1)

Masyarakat melakukan pembinaan melalui berbagai kegiatan dalam upaya peningkatan kesejahteraan sosial penyandang cacat.

   

(2)

Masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk berperan dalam upaya peningkatan kesejahteraan sosial penyandang cacat.

 

Pasal 26

   

Ketentuan mengenai pembinaan dan peran masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 dan Pasal 25 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

 

Pasal 27

   

(1)

Pemerintah memberikan penghargaan kepada perusahaan yang mempekerjakan penyandang cacat.

   

(2)

Penghargaan diberikan juga kepada lembaga, masyarakat, dan/atau perseorangan yang berjasa dalam upaya peningkatan kesejahteraan sosial penyandang cacat.

   

(3)

Ketentuan mengenai pemberian penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

 

BAB VII
KETENTUAN PIDANA


Pasal 28

   

(1)

Barang siapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 14 diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan dan/atau pidana denda setinggi-tingginya Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

   

(2)

Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran.

 

BAB VIII
SANKSI ADMINISTRASI


Pasal 29

   

(1)

Barang siapa tidak menyediakan aksesibilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 atau tidak memberikan kesempatan dan perlakuan yang sama bagi penyandang cacat sebagai peserta didik pada satuan, jalur, jenis, dan jenjang pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dikenakan sanksi administrasi.

   

(2)

Bentuk, jenis, dan tata cara pengenaan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

 

BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN


Pasal 30

   

Dengan berlakunya Undang-undang ini, semua peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan penyandang cacat yang telah ada, masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum diganti atau diubah berdasarkan Undang-undang ini.

 

BAB X
KETENTUAN PENUTUP


Pasal 31

   

Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

   

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

           
         

Disahkan di Jakarta

         

pada tanggal 28 Pebruari 1997

         

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

         

ttd.

         

SOEHARTO

           

Diundangkan di Jakarta

 

pada tanggal 28 Pebruari 1997

 

MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA

 

REPUBLIK INDONESIA

 

ttd.

 

MOERDIONO

 
   
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1997 NOMOR 9  

 

 

PENJELASAN
ATAS
UDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 4 TAHUN 1997
TENTANG
PENYANDANG CACAT

 

UMUM

Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata materiel dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, berdaulat, bersatu, dan berkedaulatan rakyat dalam suasana perikehidupan bangsa yang aman, tenteram, tertib, dan dinamis dalam lingkungan pergaulan dunia yang merdeka, bersahabat, tertib, dan damai.

Pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila yang mencakup seluruh aspek kehidupan bangsa diselenggarakan bersama oleh masyarakat dan Pemerintah. Masyarakat adalah pelaku utama pembangunan dan Pemerintah berkewajiban mengarahkan, membimbing, melindungi serta menumbuhkan suasana yang menunjang. Kegiatan masyarakat dan kegiatan Pemerintah saling menunjang, saling mengisi dan saling melengkapi dalam satu kesatuan langkah menuju tercapainya tujuan pembangunan nasional.

Sebagai warga negara Indonesia, kedudukan, hak, kewajiban, dan peran penyandang cacat adalah sama dengan warganegara lainnya. Oleh karena itu, peningkatan peran para penyandang cacat dalam pembangunan nasional sangat penting untuk mendapat perhatian dan didayagunakan sebagaimana mestinya.

Hingga saat ini sarana dan upaya untuk memberikan perlindungan hukum terhadap kedudukan, hak, kewajiban, dan peran para penyandang cacat telah dilakukan melalui berbagai peraturan perundang-undangan, yaitu yang mengatur masalah ketenagakerjaan, pendidikan nasional, kesehatan, kesejahteraan sosial, lalu lintas dan angkutan jalan, perkeretaapian, pelayaran, penerbangan, dan kepabeanan.

Namun demikian, upaya perlindungan saja belumlah memadai; dengan pertimbangan bahwa jumlah penyandang cacat akan meningkat pada masa yang akan datang, masih diperlukan lagi sarana dan upaya lain terutama dengan penyediaan sarana untuk memperoleh kesamaan kesempatan bagi penyandang cacat dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan, khususnya dalam memperoleh pendidikan dan pekerjaan dalam rangka mewujudkan kesejahteraan sosialnya. Yang dimaksud dengan kesejahteraan sosial dalam Undang-undang ini adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial materiel maupun spiritual yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan, dan ketenteraman lahir batin yang memungkinkan bagi setiap warga negara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan-kebutuhan jasmaniah, rohaniah, dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga, serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak dan kewajiban warga negara sesuai dengan Pancasila. Oleh karena itu, sesuai dengan ketentuan mengenai kedudukan, hak, dan kewajiban warga negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar 1945 perlu dilakukan upaya-upaya yang lebih memadai, terpadu, dan berkesinambungan guna mewujudkan kemandirian dan kesejahteraan penyandang cacat.

Kesempatan untuk mendapatkan kesamaan kedudukan, hak, dan kewajiban bagi penyandang cacat hanya dapat diwujudkan jika tersedia aksesibilitas, yaitu suatu kemudahan bagi penyandang cacat untuk mencapai kesamaan kesempatan dalam memperoleh kesamaan kedudukan, hak, dan kewajiban sehingga perlu diadakan upaya penyediaan aksesibilitas bagi penyandang cacat. Dengan upaya dimaksud, diharapkan penyandang cacat dapat berintegrasi secara total dalam mewujudkan tujuan pembangunan nasional pada umumnya serta meningkatkan kesejahteraan sosial penyandang cacat pada khususnya.

Penyelenggaraan upaya peningkatan kesejahteraan sosial yang antara lain dilaksanakan melalui kesamaan kesempatan bagi penyandang cacat pada hakikatnya menjadi tanggung jawab bersama Pemerintah, masyarakat, keluarga, dan penyandang cacat sendiri. Oleh karena itu diharapkan semua unsur tersebut berperan aktif untuk mewujudkannya. Dengan kesamaan kesempatan tersebut diharapkan para penyandang cacat dapat melaksanakan fungsi sosialnya dalam arti mampu berintegrasi melalui komunikasi dan interaksi secara wajar dalam hidup bermasyarakat.

Kesamaan kesempatan dilaksanakan melalui penyediaan aksesibilitas baik oleh Pemerintah maupun masyarakat, yang dalam pelaksanaannya disertai dengan upaya peningkatan kesadaran dan tanggung jawab masyarakat terhadap keberadaan penyandang cacat, yang merupakan unsur penting dalam rangka pemberdayaan penyandang cacat.

Berdasarkan hal tersebut, Undang-undang ini disusun dengan meletakkan masalah penyelenggaraan upaya peningkatan kesejahteraan sosial dan kesamaan kesempatan sebagai materi pokok.

PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

 

Angka 1

   

Cukup jelas

 

Angka 2

   

Cukup jelas

 

Angka 3

   

Cukup jelas

 

Angka 4

   

Cukup jelas

 

Angka 5

   

Cukup jelas

 

Angka 6

   

Cukup jelas

 

Angka 7

   

Cukup jelas

Pasal 2

 

Cukup jelas

Pasal 3

 

Cukup jelas

Pasal 4

 

Cukup jelas

Pasal 5

 

Yang dimaksud dengan penyandang cacat adalah sebagaimana dimaksud dalam Pasal I angka 1 yang terdiri dari :

 

a.

cacat fisik adalah kecacatan yang mengakibatkan gangguan pada fungsi tubuh, antara lain gerak tubuh, penglihatan, pendengaran, dan kemampuan bicara;

 

b.

cacat mental adalah kelainan mental dan/atau tingkah laku, baik cacat bawaan maupun akibat dari penyakit;

 

c.

cacat fisik dan mental adalah keadaan seseorang yang menyandang dua jenis kecacatan sekaligus.

 

Yang dimaksud dengan aspek kehidupan dan penghidupan dalam Pasal ini meliputi antara lain aspek agama, kesehatan, pendidikan, sosial, ketenagakerjaan, ekonomi, pelayanan umum, hukum, budaya, politik, pertahanan keamanan, olah raga, rekreasi, dan informasi.

Pasal 6

 

Angka 1

   

Cukup jelas

 

Angka 2

   

Cukup jelas

 

Angka 3

   

Cukup jelas

 

Angka 4

   

Cukup jelas

 

Angka 5

   

Cukup jelas

 

Angka 6

   

Ketentuan ini dimaksudkan agar penyandang cacat anak memperoleh:

   

a.

hak untuk hidup dan menjalani sepenuhnya kehidupan kanak-kanak, dalam suatu keadaan yang memungkinkan dirinya meningkatkan martabat dan kepercayaan diri, serta mampu berperan aktif dalam masyarakat;

   

b.

hak untuk mendapatkan perlakuan dan pelayanan secara wajar baik dalam lingkungan keluarga maupun masyarakat;

   

c.

hak untuk sedini mungkin mendapatkan akses pendidikan, latihan, keterampilan, perawatan kesehatan, rehabilitasi, dan rekreasi sehingga mampu mandiri dan menyatu dalam masyarakat.

Pasal 7

 

Ayat (1)

   

Cukup jelas

 

Ayat (2)

   

Cukup jelas

Pasal 8

 

Cukup jelas

Pasal 9

 

Cukup jelas

Pasal 10

 

Ayat (1)

   

Penyediaan aksesibilitas bagi penyandang cacat diupayakan berdasarkan kebutuhan penyandang cacat sesuai dengan jenis dan derajat kecacatan serta standar yang ditentukan.

   

Standardisasi yang berkenaan dengan aksesibilitas ditetapkan oleh instansi yang berwenang.

   

Penyediaan aksesibilitas dapat berupa fisik dan non fisik, antara lain sarana dan prasarana umum serta informasi yang diperlukan bagi penyandang cacat untuk memperoleh kesamaan kesempatan.

 

Ayat (2)

   

Ketentuan ini dimaksudkan agar penyandang cacat dapat memperoleh dan memanfaatkan kesamaan kesempatan seperti anggota masyarakat lainnya dalam berbagai aspek kehidupan dan penghidupan sehingga dapat menunjang mobilitas dan kemandirian penyandang cacat.

 

Ayat (3)

   

Cukup jelas

Pasal 11

 

Ketentuan ini mempertegas hak dan kesempatan yang sama bagi penyandang cacat, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan Pasal 6 Undang-undang ini yang berkaitan dengan bidang pendidikan.

Pasal 12

 

Perlakuan yang sama dimaksudkan agar penyandang cacat sebagai peserta didik mendapatkan kesamaan perlakuan sebagaimana peserta didik lainnya, termasuk di dalamnya kesamaan perlakuan untuk mendapatkan sarana dan prasarana pendidikan. Sedangkan yang dimaksud satuan, jalur, jenis, dan jenjang pendidikan adalah sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Pasal 13

 

Ketentuan ini mempertegas hak dan kesempatan yang sama bagi penyandang cacat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan Pasal 6 Undang-undang ini yang berkaitan dengan bidang ketenagakerjaan.

Pasal 14

 

Perusahaan negara meliputi badan usaha milik negara (BUMN) dan badan usaha milik daerah (BUMD), sedangkan perusahaan swasta termasuk di dalamnya koperasi.

 

Perusahaan harus mempekerjakan sekurang-kurangnya 1 (satu) orang penyandang cacat yang memenuhi persyaratan dan kualifikasi pekerjaan yang bersangkutan, untuk setiap 100 (seratus) orang karyawan.

 

Perusahaan yang menggunakan teknologi tinggi harus mempekerjakan sekurang-kurangnya 1 (satu) Orang penyandang cacat yang memenuhi persyaratan dan kualifikasi pekerjaan yang bersangkutan walaupun jumlah karyawannya kurang dari 100 (seratus) orang.

 

Perlakuan yang sama diartikan sebagai perlakuan yang tidak diskriminatif termasuk di dalamnya kesamaan pengupahan untuk pekerjaan dan jabatan yang sama.

Pasal 15

 

Peraturan Pemerintah yang dimaksud dalam Pasal ini diupayakan dalam waktu tidak terlalu lama sudah dapat diundangkan.

 

Mengenai penyediaan aksesibilitas khususnya sarana dan prasarana umum yang sebelum diundangkannya Undang-undang ini dan peraturan pelaksanaannya belum ada, diberikan kesempatan mengadakan penyesuaian dengan ketentuan Undang-undang ini dan peraturan pelaksanaannya selambat-lambatnya 5 (lima) tahun sejak Peraturan Pemerintah diundangkan.

Pasal 16

 

Cukup jelas

Pasal 17

 

Yang dimaksud dengan fungsi sosial adalah kemampuan dan peran seseorang untuk berintegrasi melalui komunikasi dan interaksi dalam hidup bermasyarakat secara wajar.

Pasal 18

 

Ayat (1)

   

Yang dimaksud dengan fasilitas dalam ayat ini adalah sarana dan prasarana pelayanan rehabilitasi, misalnya panti sosial, balai latihan kerja, rumah sakit, dan unit rehabilitasi sosial keliling.

 

Ayat (2)

   

Rehabilitasi medik adalah kegiatan pelayanan kesehatan secara utuh dan terpadu melalui tindakan medik agar dapat mencapai kemampuan fungsional semaksimal mungkin.

   

Rehabilitasi pendidikan adalah kegiatan pelayanan pendidikan secara utuh dan terpadu melalui proses belajar mengajar agar dapat mengikuti pendidikan secara optimal sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya.

   

Rehabilitasi pelatihan adalah kegiatan pelayanan pelatihan secara utuh dan terpadu agar penyandang cacat dapat memiliki keterampilan kerja sesuai dengan bakat dan kemampuannya.

   

Rehabilitasi sosial adalah kegiatan pelayanan sosial secara utuh dan terpadu melalui pendekatan fisik, mental, dan sosial agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara optimal dalam hidup bermasyarakat.

 

Ayat (3)

   

Cukup jelas

Pasal 19

 

Bantuan sosial dapat berbentuk materiel, finansial, fasilitas pelayanan, dan informasi yang bersifat mendidik dan mendorong tumbuhnya kesadaran dan tanggung jawab sosial penyandang cacat. Bantuan sosial ini diberikan sewaktu-waktu sesuai dengan maksud dan tujuannya.

Pasal 20

 

Ayat (1)

   

Cukup jelas

 

Ayat (2)

   

Cukup jelas

Pasal 21

 

Perlindungan dan pelayanan sosial dalam Pasal ini dapat dilaksanakan melalui keluarganya, keluarga pengganti, panti sosial, dan organisasi sosial yang merawat penyandang cacat tersebut.

Pasal 22

 

Ayat (1)

   

Cukup jelas

 

Ayat (2)

   

Cukup jelas

Pasal 23

 

Ayat (1)

   

Pembinaan adalah kegiatan untuk mengarahkan agar upaya peningkatan kesejahteraan sosial penyandang cacat dapat dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan kebijakan Pemerintah.

 

Ayat (2)

   

Pembinaan pada segala aspek kehidupan dan penghidupan dilaksanakan agar penyandang cacat dapat hidup mandiri dan sejahtera. Khusus pada aspek agama diarahkan pada peningkatan penghayatan dan pengamalan nilai-nilai spiritual.

Pasal 24

 

Pembinaan melalui perijinan dan pengawasan dalam Pasal ini mencakup pula evaluasi dan pengendalian terhadap kegiatan yang dilaksanakan oleh organisasi sosial yang menerima bantuan, baik dari dalam maupun luar negeri, sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 25

 

Ayat (1)

   

Pembinaan oleh masyarakat dilaksanakan sesuai dengan lingkup kegiatan yang dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan dan kebijakan Pemerintah.

 

Ayat (2)

   

Peran masyarakat dapat berbentuk sumbangan pemikiran, tenaga, sarana dan prasarana, dana, dan lain-lain.

Pasal 26

 

Cukup jelas

Pasal 27

 

Ayat (1)

   

Cukup jelas

 

Ayat (2)

   

Yang dimaksud dengan lembaga pada ayat ini adalah lembaga Pemerintah dan lembaga masyarakat.

 

Ayat (3)

   

Cukup jelas

Pasal 28

 

Ayat (1)

   

Cukup jelas

 

Ayat (2)

   

Cukup jelas

Pasal 29

 

Ayat (1)

   

Cukup jelas

 

Ayat (2)

   

Bentuk sanksi administrasi dapat berupa teguran, baik lisan maupun tertulis, dan denda administrasi, yang pelaksanaannya dilakukan oleh instansi yang berwenang.

Pasal 30

 

Cukup jelas

Pasal 31

 

Cukup jelas

         
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3670