KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : 579 / KMK.04 / 1996
T E N T A N G
PENUNJUKAN DIREKTORAT JENDERAL ANGGARAN SEBAGAI PEMUNGUT PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS PENYERAHAN PUPUK DAN PESTISIDA BERSUBSIDI
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang | : | a. |
|
|||
b. | bahwa oleh karena itu perubahan atas Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 812/KMK.04/1985 tentang Tata Cara Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai Pupuk dan Pastisida Bersubsidi perlu ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia. | |||||
Mengingat | : | 1. |
|
|||
2. |
|
|||||
3. |
|
|||||
4. |
|
|||||
5. | Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 1288/KMK.04/1988 tentang Tata Cara Pemungutan dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Oleh Kantor Perbendaharaan Negara Sebagai Pemungut Pajak. | |||||
M E M U T U S K A N |
||||||
Menetapkan | : | KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENUNJUKAN
DIREKTORAT JENDERAL ANGGARAN SEBAGAI PEMUNGUT PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS
PENYERAHAN PUPUK DAN PESTISIDA BERSUBSIDI.
Pasal 1 Atas penyerahan pupuk atau pestisida bersubsidi produksi dalam negeri atau yang berasal dari impor kepada Pemerintah Republik Indonesia, terutang Pajak Pertambahan Nilai 10% (sepuluh persen). Pasal 2 |
||||
(1) | Dasar Pengenaan Pajak atas penyerahan pupuk atau pestisida bersubsidi adalah Harga Jual yang tercantum dalam Faktur Pajak. (2). Harga Jual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah harga yang ditetapkan oleh Pemerintah. | |||||
Pasal 3 Faktur Pajak harus dibuat oleh Pabrikan, Importir, atau Pengusahan Kena Pajak lainnya yang menyerahkan pupuk atau pestisida bersubsidi kepada Pemerintah paling lambat pada saat pencairan subsidi. Pasal 4 Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum dalam Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 merupakan Pajak Keluaran bagi Pabrikan, Importir, atau Pengusaha Kena Pajak Lainnya yang membuat Faktur Pajak tersebut. Pasal 5 |
||||||
(1) |
|
|||||
(2) | Pemungutan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan bersamaan dengan pembayaran subsidi dengan cara pemotongan secara langsung dari tagiah Pengusaha Kena Pajak (penjual), pada Surat Perintah Membayar (SPM) yang berkenaan. | |||||
Pasal 6 |
||||||
(1) |
|
|||||
(2) | Dengan telah dipotongnya secara langsung Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan pupuk atau pastisida bersubsidi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, maka Pajak Masukan yang dibayar Oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan pupuk atau pestisida bersubsidi tersebut merupakan Pajak Masukan yang lebih dibayar dan dapat diajukan permohonan pengembaliannya pada setiap Masa Pajak terjadinya pemotongan Pajak Pertambahan Nilai tersebut sesuai dengan ketentua yang berlaku. | |||||
Pasal 7 PT. Pupuk Sriwijaya (Unit Pemasaran) sebagai pengemban tugas dari Pemerintah untuk mendistribusikan pupuk bersubsidi dan PT. Pertani sebagai pengemban tugas dari Pemerintah untuk mendistribusikan pestisida adalah bukan Pengusaha Kena Pajak. Pasal 8 Atas pupuk atau pestisida yang tidak bersubsidi dikenakan Pajak Pertambahan Nilai sesuai dengan ketentuan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1994 dan peraturan-peraturan pelaksanaannya. Pasal 9 Keputusan ini berlaku untuk pencairan subsidi pupuk atau pestisida yang terjadi pada atau setelah tanggal 1 Oktober 1996. Pasal 10 Pelaksanaan keputusan ini ditetapkan lebih lanjut oleh Direktur Jenderal Pajak dan Direktur Jenderal Anggaran sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing. Pasal 11 Dengan berlakunya keputusan ini, maka Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 812/KMK.04/1985 tanggal 27 September 1985 dinyatakan tidak berlaku lagi. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman keputusan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
MENTERI KEUANGAN, MAR'IE MUHAMMAD |