MENTERI KEUANGAN

REPUBLIK INDONESIA

SALINAN

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 491 / KMK.06/2004

 

TENTANG

 

PENYELENGGARAAN PROGRAM DAN PENGELOLAAN KEKAYAAN

TABUNGAN HARI TUA OLEH PT TASPEN (PERSERO)

 

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

 

Menimbang

:

a.

bahwa dalam rangka memberikan perlindungan dan peningkatan kesejahteraan peserta Program Tabungan Hari Tua dan untuk menjamin pemenuhan hak-hak peserta, kekayaan Tabungan Hari Tua yang berasal dari iuran perlu dikekola secara terarah dan hati-hati untuk mencapai hasil yang optimal;    

 

 

b.

bahwa dalam rangka menjamin pengelolaan kekayaan Tabungan Hari Tua dilaksanakan secara terarah dan hati-hati, perlu adanya ketentuan yang mengatur mengenai penyelenggaraan program dan pengelolaan kekayaan Tabungan Hari Tua dengan dengan Keputusan Menteri Keuangan;

 

 

c.

Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaiman dimaksud dalam  huruf a dan b perlu menetapkan Keputusan Menteri Keuangan tentang Penyelenggaraan Program Dan Pengelolaan Kekayaan Tabungan Hari Tua Oleh PT Taspen (Persero);  

Mengingat

:

1.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3041) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang perubahan Atas Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian  (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3890); 

 

 

2.

Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1981 tentang Asuransi Sosial Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3200); 

 

 

3.

Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 1981 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 38);

 

 

 

 

4.

Keputusan Menteri Keuangan Nomor 302/KMK.01/2004 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Keuangan;

 

 

 

MEMUTUSKAN :

 

Menetapkan

:

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM DAN PENGELOLAAN KEKAYAAN TABUNGAN HARI TUA OLEH PT TASPEN (PERSERO). 

 

 

BAB I

 

 

KETENTUAN UMUM

 

 

Pasal 1

Dalam Keputusan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan :

1.      Badan Penyelenggara adalah PT Taspen (Persero) sebagaiman dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1981 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum Dana Tabungan Asuransi Pegawai Negeri Menjadi Perusahaan Perseroan (Persero).

2.      Bank adalah Bank Umum sebagaiman dimaksud dalam Undang-Undang Perbankan.

3.      Tabungan Hari Tua adalah Tabungan Hari Tua Pegawai Negeri Sipil dan Tabungan Hari Tua Bukan Pegawai Negeri Sipil.

4.     Tabungan Hari Tua Pegawai Negeri Sipil adalah Tabungan Hari Tua Pegawai Negeri Sipil sebagaiman dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1981 tentang Asuransi Sosial Pegawai Negeri Sipil.

5.     Tabungan Hari Tua Bukan Pegawai Negeri Sipil adalah Tabungan Hari Tua bagi pegawai Badan Usaha Milik Negara (BUMN), pegawai Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dan pegawai Badan Hukum Milik Negara (BHMN)

6.      Peserta adalah :

a.      Pegawai Negeri Sipil; dan

b.      Pegawai Badan Usaha Milik Negara (BUMN), pegawai Badan Usaha Milik Daaerah (BUMD) dan pegawai Badan Hukum Milik Negara (BHMN) yang mengikuti program Tabungan Hari Tua.

7.     Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.

 

 

 

Pasal 2

(1)   Badan Penyelenggara menyelenggarakan program Tabungan Hari Tua Pegawai Negeri Sipil.

(2)   Selain menyelenggarakan program Tabungan Hari Tua Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Badan Penyelenggara Program Tabungan Hari Tua Bukan Pegawai Negeri Sipil.

 

 

 

Pasal 3

(1)  Badan Penyelenggara wajib mengelola kekayaan Tabungan Hari Tua untuk kepentingan Peserta.

(2)   Pengelola kekayaan sebagaiman dimaksud dalam ayat (1) wajib mempertimbangkan tingkat keamanan, tingkat hasil, dan tingkat likuiditas sesuai dengan kewajiban yang harus dipenuhi, serta sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

       

 

 

BAB II

 

 

KESEHATAN KEUANGAN

 

 

Bagian Pertama

Tingkat Solvabilitas

 

 

Pasal 4

(1)   Badan Penyelenggara setiap saat wajib memenuhi tingkat solvibilatas.

(2)   Tingkat Solvibilitas sebagaiman dimaksud dalam ayat (1) adalah selisih antara kekayaan dan kewajiban.

 

 

 

Pasal 5

Tingkat solvabilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) paling sedikit sebesar 1% (satu persen) dari jumlah kewajiban manfaat polis masa depan.

 

 

 

Pasal 6

(1)   Kekayaan yang diperhitungkan dalam perhitungan tingkat solvabilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) adalah kekayaan yang memenuhi ketentuan tentang jenis, penilaian, dan batasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13, Pasal 14, Pasal 16, Pasal 18 huruf a sampai dengan huruf g, Pasal 19, dan Pasal 20.

(2)  Kewajiban yang diperhitungkan dalam perhitungan tingkat solvabilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) adalah kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Psal 21.

 

 

 

Bagian Kedua

Rasio Keuangan Selain Tingkat Solvabilitas

 

 

 

Pasal 7

Badan Penyelenggara harus memiliki kekayaan dalam bentuk investasi yang memenuhi ketentuan mengenai jenis, penilaian, dan pembatasan kekayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13, Pasal 14, dan Pasal 16 paling sedikit sebesar jumlah kewajiban manfaat polis masa depan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf a.  

 

 

BAB III

 

 

KEKAYAAN

 

 

Pasal 8

(1)    Kekayaan Badan Penyelenggara bersumber dari :

a.      Penyertaan modal dari pemerintah;

b.      Iuran Tabungan Hari Tua Pegawai Negeri Sipil;

c.       Iuran Tabungan Hari Tua Bukan Pegawai Negeri Sipil;

d.     Hasil Pengembangan dari akumulasi iuran;

e.      Lin-lain yang berkaitan dengan pelaksanaan program yang dijalankan.

(2)    Jenis kekayaan Badan Penyelenggara terdiri atas :

a.      Kekayaan dalam bentuk Investasi; dan

b.      Kekayaan dalam bentuk Bukan Investasi.

 

 

 

Bagian Pertama

Kekayaan Dalam Bentuk Investasi

 

 

Pasal 9

Badan Penyelenggara hanya dapat menempatkan kekayaan dalam bentuk investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf a dalam jenis :

a.      Deposito berjangka atau sertifikat deposito pada Bank, termasuk deposito on call dan deposito yang berjangka waktu kurang dari atau sama dengan 1 (satu) bulan;

b.      Saham yang tercatat di bursa efek;

c.       Obligasi dan Medium Term Notes (MTN), dengan peringkat paling rendah A – (Aminus) atau yang setara pada saat penempatan;

d.      Surat utang yang diterbitkan oleh Pemerintah atau Bank Indonesia;

e.       Unit penyertaan reksadana;

f.        Penyertaan langsung;

g.       Bangunan dengan hak strata (strata title) atau tanah dengan bangunan.

 

 

Pasal 10

(1)   Peringkat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf c adalah peringkat yang dikeluarkan oleh lembaga pemeringkat yang terdaftar pada instansi yang berwenang.

(2)   Dalam hal peringkat sebagaiman dimaksud dalam ayat (1) diterbitkan oleh lebih dari satu lembaga pemeringkat, maka peringkat yang digunakan adalah peringkat yang paling rendah.

 

 

Pasal 11

Penilaian atas kekayaan dalam bentuk investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 adalah sebagai berikut :

a.      deposito berjangka, termasuk deposito on call dan deposito yang berjangka waktu kurang dari atau sama dengan 1 (satu) bulan, berdasarkan nilai nominal;

b.      sertifikat deposito, berdasarkan nilai tunai;

c.      saham yang tercatat di bursa efek, berdasarkan nilai pasar;

d.    obligasi dan Medium Term Notes (MTN), berdasarkan nilai pasar atau nilai tunai dalam hal nilai pasar tidak tersedia;

e.      surat utang yang diterbitkan oleh Pemerintah atau Bank Indonesia, berdasarkan nilai pasar atau nilai tunai dalam hal nilai pasar tidak tersedia;

f.       unit penyertaan reksadana, berdasarkan nilai aktiva bersih;

g.     penyertaan langsung, berdasarkan nilai yang ditetapkan oleh lembaga penilai yang terdaftar pada instansi yang berwenang atau nilai ekuitas dalam hal tidak dilakukan penilaian oleh lembaga penilai;

h.      bangunan dengan hak strata (strata title) atau tanah dengan bangunan, berdasarkan nilai yang ditetapkan oleh lembaga penilai yang terdaftar pada instansi yang berwenang atau Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) dalam hal tidak dilakukan penilaian oleh lembaga penilai.

 

 

Pasal 12

Penempatan kekayaan dalam bentuk investarsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 harus memenuhi ketentuan batasan sebagai berikut :

a.  deposito berjangka dan sertifikat deposito, termasuk deposito on call dan deposito yang berjangka waktu kurang dari atau sama dengan 1 (satu) bulan pada setiap Bank, tidak melebihi 20% (dua puluh perseratus) dari jumlah investasi;

b.   saham terdaftar di bursa efek untuk setiap emiten tidak melebihi 2% (dua perseratus) dari jumlah investasi dan untuk keseluruhan tidak melebihi 50% (lima puluh perseratus) dari jumlah investasi;

c.   obligasi dan Medium Term Notes (MTN) untuk setiap penerbit tidak melebihi 5% (lima perseratus) dari jumlah investasi dan untuk keseluruhan tidak melebihi 50%(lima puluh perseratus) dari jumlah investasi;

d. unit penyertaan reksadana untuk setiap penerbit tidak melebihi 2% (dua perseratus) dari jumlah investasi dan untuk keseluruhan tidak melebihi 20% (dua puluh perseratus) dari jumlah investasi;

e.  penyertaan langsung untuk setiap pihak tidak melebihi 2% (dua perseratus) dari jumlah investasi dan untuk keseluruhan tidak melebihi 5% (lima perseratus) dari jumlah investasi;

f.    bangunan dengan hak strata (strata title) atau tanah dengan bangunan seluruhnnya tidak melebihi 20% (dua puluh perseratus) dari jumlah investasi.

 

 

Pasal 13

(1)   Penempatan kekayaan dalam bentuk investasi pada satu piha tidak dapat melebihi 25% (dua puluh lima perseratus) dari jumlah investasi.

(2)   Pihak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah satu perusahaan atau sekelompok perusahaan yang memiliki hubungan kepemilikan langsung yang bersifat mayoritas.

 

 

Pasal 14

Batasan kekayaan dalam bentuk investasi sebagaiman dimaksud dalam Pasal 12 dan Pasal 13 dikecualikan untuk penempatan investasi dalam jenis surat utang yang diterbitkan oleh Pemeintah atau Bank Indonesia.

 

 

Pasal 15

Jumlah investasi yang digunakan sebagai dasar perhitungan batasan sebagaiman dimaksud dalam Pasal 12 dan Pasal 13 adalah nilai seluruh jenis investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 per tanggal pelaporan yang penilaiannya didasarkan peda  ketentuan  sebagaimana  dimaksud dalam Pasal 11.

 

 

Pasal 16

(1)   Dalam hal terjadi penggabungan 2 (dua) atau lebih badan hukum tempat Badan Penyelenggara melakukan investasi dan nilai investasi pada badan hukum hasil penggabungan menjadi lebih besar dari batasan investasi sebagaiman dimaksud dalam Pasal 12 dan Pasal 13, maka kelebihan nilai investasi tersebut dapat diperhitungkan dalam perhitungan tingkat solvabilitas untuk jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun sejak tanggal penggabungan.

(2)   Dalam hal Badan Penyelenggara menempatkan tambahan investasi pada badan hukum hasil penggabungan selama masa penyesuaian maka ketentuan sebagaiman dimaksud dalam ayat 1 (satu) menjadi tidak berlaku dan ketentuan batasan investasi mengacu pada Pasal 12 dan Pasal 13.   

 

 

Pasal 17

(1)   Badan Penyelenggara dapat menunjuk satu atau lebih pihak lain yang tidak terafiliasi untuk melakukan pengelolaan kekayaan dalam bentuk investasi.

(2)   Pihak lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus memiliki keahlian dan pengalaman di bidang pengelolaan investasi, serta memiliki ijin usaha sebagaiman dimaksud dalam Undang-undang yang mengatur mengenai pasar modal

(3)   Pengelolaan kekayaan dalam bentuk investasi oleh pihak lain sebagaiman dimaksud dalam ayat (1) harus sesuai dengan ketentuan dalam Keputusan Menteri Keuangan ini.

(4)  Badan Penyelenggara tetap bertanggung jawab terhadap pengelolaan kekayaan dalam bentuk investasi yang dilakukan oleh pihak lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).    

 

 

Bagian Kedua

Kekayaan Dalam Bentuk Bukan Investasi

 

 

Pasal 18

Jenis kekayaan dalam bentuk bukan investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf b terdiri dari :

a.   kas dan bank;

b.   piutang iuran;

c.    piutang investasi;

d.  piutang hasil investasi;

e.   piutang iuran atas masa kerja lalu (past service liability);

f.     tanah, bangunan dengan hak strata (strata title) atau tanah dengan bangunan, yang dipakai sendiri;

g.   perangkat keras computer;

h.   aktiva lainnya.

 

 

Pasal 19

Penilaian atas kekayaan dalam bentuk bukan investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 adalah sebagai berikut :

a.   kas dan bank, berdasarkan nilai nominal;

b.   piutang iuran, berdasarkan nilai sisa tagihan;

c.    piutang investasi, berdasarkan nilai sisa tagihan;

d.   piutang hasil investasi, berdasarkan nilai sisa tagihan;

e.   piutang iuran atas masa kerja lalu (past service liability), berdasarkan nilai sisa tagihan yang jatuh tempo dalam 1 (satu) tahun;

f.     tanah, bangunan dengan hak strata (strata title) dan tanah dengan bangunan yang dipakai sendiri, berdasarkan nilai yang ditetapkan oleh lembaga penilai yang terdaftar pada instansiyang berwenang, atau Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) dalam hal tidak dilakukan penilaian oleh lembaga penilai;

g.  perangkat keras komputer, berdasarkan nilai buku.

 

 

Pasal 20

Pembatasan dalam rangka penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 atas kekayaan dalam bentuk bukan investasi adalah sebagai berikut :

a.   piutang investasi, umurnya tidak lebih dari 3 (tiga) bulan dihitung sejak tanggal transaksi divestasi.

b.   piutang iuran, umurnya tidak lebih dari 6 (enam) bulan dihitung sejak tanggal jatuh tempo pembayaran.

c.    piutang hasil investasi, umurnya tidak lebih dari 6 (enam) bulan dihitung sejak tanggal hasil investasi menjadi hak Badan Penyelenggara.

d.  tanah, bangunan dengan hak strata (strata title) dan tanah dengan bangunan yang dipakai sendiri, seluruhnya tidak melebihi 30% (tiga puluh perseratus) dari Modal Sendiri (ekuitas) periode berjalan.

e.  Perangkat keras komputer seluruhnya tidak melebihi 10% (sepuluh perseratus) dari Modal Sendiri (ekuitas) periode berjalan.

 

 

BAB IV

 

 

KEWAJIBAN

 

 

Pasal 21

Kewajiban Badan Penyelenggara terdiri dari :

a.      kewajiban manfaat polis masa depan;

b.      utang klaim;

c.       utang lainnya.

 

 

Pasal 22

Badan penyelenggara wajib membentuk kewajiban manfaat polis masa depan sebagaimana senbagaiman dimaksud dalam Pasal 21 huruf a untuk program Tabungan Hari Tua Pegawai Negeri Sipil dan program Tabungan Hari Tua Bukan Pegawai Negeri Sipil dengan ketentuan sebagai berikut :

a.  untuk program Tabungan Hari Tua Pegawai Negeri Sipil dihitung dengan menggunakan Aggregate Accrued Benefit Cost Method (ABMC) dengan tingkat bunga aktuaria yang ditetapkan tidak melebihi 10,57% (sepulub koma lima puluh tujuh per seratus) per tahun;

b.  untuk program Tabungan Hari Tua Bukan Pegawai Negeri Sipil dihitung secara prospektif dengan tingkat bunga aktuaria yang diterapkan tidak melebihi 10,57% (sepuluh koma lima puluh tujuh per seratus) per tahun, dengan ketentuan besarnya kewajiban manfaat polis masa depan dimaksud tidak kurang dari besarnya kewajiban manfaat polis masa depan yang dihitung dengan metode prospektif premi neto dengan biaya tahun pertama diamortisasi 30 %  (tiga puluh per seribu) dari uang pertanggungan.    

 

 

BAB V

 

 

PELAPORAN DAN PENGUMUMAN

 

 

Pasal 23

Badan Penyelenggara wajib melakukan pemisahan pencatatan dan pengelolaan kekayaan dan kewajiban yang bersumber dari program Tabungan Hari Tua Pegawai Negeri Sipil dan Tabungan Hari Tua Bukan Pegawai Negeri Sipil.

 

 

Pasal 24

(1)   Badan Penyelenggara wajib menyusun laporan keuangan non-konsolidasi berdasarkan standar akuntansi keuangan yang berlaku di Indonesia.

(2)   Laporan keuangan non-konsolidasi sebagaiman dimaksud dalam ayat (1) harus dapat menunjukan posisi keuangan gabungan program Tabungan Hari Tua Pegawai Negeri Sipil dan Tabungan Hari Tua Bukan Pegawai Negeri Sipil.

(3)   Laporan keuangan non-konsolidasi sebagaiman dimaksud dalam ayat (1) harus dapat menunjukan posisi keuangan untuk masing-masing program Tabungan Hari Tua Pegawai Negeri Sipil dan Tabungan Hari Tua Bukan Pegawai Negeri Sipil.

(4)   Laporan keuangan non-konsolidasi sebagaiman dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) digunakan untuk menghitung tingkat solvabilitas.

 

 

 

Pasal 25

Badan Penyelenggara wajib menyampaikan kepada Menteri :

a.   laporan keuangan triwulanan per 31 Maret, 30 Juni, 30 September, dan 31 Desember, paling lambat 1 (satu) bulan setelah berakhirnya triwulanan yang bersangkutan;

b.  laporan keuangan tahunan 31 Desember yang dilampiri dengan laporan auditor independen, paling lambat tanggal 30 April tahun berikutnya;

c.   laporan operasional triwulanan per 31 Maret, 30 Juni, 30 September, dan 31 Desember, paling lambat 1 (satu) bulan setelah berakhirnya triwulanan yang bersangkutan;

d.  laporan operasional tahunan 31 Desember, paling lambat 30 April tahun berikutnya.

 

 

Pasal 26

(1)  Badan Penyelenggara wajib mengumumkan neraca, perhitungan rugi laba, tingkat solvabilitas, rasio keuangan selain tingkat solvabilitas, dan informasi lainnya, untuk periode yang berakhir per 31 Desember pada 2 (dua) surat kabar harian di Indonesia yang memiliki peredaran nasional paling lambat tanggal 31 Mei tahun berikutnya.

(2)  Neraca dan perhitungan rugi laba sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan bagian dari laporan keuangan yang telah diaudit oleh auditor independent.

(3)   Bukti pengumuman sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan kepada Menteri dan Pemegang Saham palang lambat 2 (dua) minggu setelah dilakukannya pengumuman dimaksud.

(4)  Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk serta susunan laporan keuangan dan laporan operasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, dan bentuk pengumuman sebagaiman dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Lembaga Keuangan. 

 

 

BAB VI

 

 

LARANGAN

 

 

Pasal 27

 

 

(1)   Badan Penyelenggara dilarang memiliki dan atau menempatkan kekayaan pada :

a.     jenis investasi selain kekayaan dalam bentuk investasi sebagaimana dimaksuddalam Pasal 9;

b.     instrument turunan surat berharga, kecuali instrument turunan surat berharga yang diperoleh sebagai bagian yang melekat pada suatu surat berharga;

c.      instrument perdagangan berjangka, baik untuk perdagangan komoditi maupun perdagangan valuta asing;

d.     kekayaan di luar negeri;

e.     perusahaan milik Direksi, Komisaris, atau Pembina/Menteri/Pejabat yang ditunjuk selaku pribadi; dan

f.       perusahaan milik keluarga sampai derajat kedua menurut garis lurus maupun garis ke samping, termasuk menantu, ipar dari pihak sebagaimana dimaksud dalam huruf e.

(2)  Badan Penyelenggara dilarang menempatkan kekayaan dalam bentuk investasi yang menyebabkan jumlah investasi melebihi batasan sebagaimana  dimaksud dalam Pasal 12  dan   Pasal 13.

(3)   Badan Penyelenggara dilarang melakukan subsidi silang antara program Tabungan Hari Tua Pegawai Negeri Sipil dan program Tabungan Hari Tua Bukan Pegawai Negeri Sipil.   

 

 

Pasal 28

(1)   Direksi dan Komisaris Badan Penyelenggara, atau setiap orang yang mempunyai kewenangan dalam pengelolaan kekayaan Badan Penyelenggara dilarang melakukan tindakan yang mengakibatkan Badan Penyelenggara menjual, memindahtangankan, menyewakan, memberikan pinjaman, menyediakan jasa, fasilitas, atau barang, mengalihkan, atau mengijinkan penggunaan kekayaan Badan Penyelenggara selain untuk kepentingan Badan Penyelenggara, dengan atau kepada :

a.     Direksi, Komisaris, atau setiap orang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), untuk kepentingan pribadi;

b.     Pihak yang menyediakan jasa pengelolaan investasi kepada Badan Penyelenggara;

c.       Pihak yang memeiliki sekurang-kurangnya 50% (lima puluh per seratus) saham yang memiliki hak suara dari perusahaan yang mempekerjakan Peserta;

d.     Keluarga, sampai derajat kedua menurut garis lurus maupun garis kesamping dari direksi, komisaris, atau setiap orang yang sebagaiman dimaksud dalam huruf a, dan pihak lain sebagaimana dimaksud dalam huruf b dan huruf c;

e.     Direksi, Komisaris, atau pemegang saham mayoritas dari pihak sebagaiman dimaksud dalam huruf b dan huruf c;

f.       Pihak lain yang dikendalikan oleh pihak sebagaimana dimaksud dalam huruf b dan huruf c.

 

 

BAB VII

 

 

PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

 

 

Pasal 29

(1)    Pembinaan dan pengawasan terhadap Badan Penyelenggara dilakukan oleh Menteri.

(2)    Dalam melakukan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Menteri dapat melakukan pemeriksaan langsung.

(3)    Dalam melakukan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Menteri mendelegasikan kepada Direktur Jenderal Lembaga Keuangan.

(4)    Dalam melaksanakan pemeriksaan langsung sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diberlakukan ketentuan mengenai pemeriksaan langsung sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 423/KMK.06/2003 tentang Pemeriksaan Perusahaan Perasuransian.

 

 

Pasal 31

(1)    Badan Penyelenggara wajib mengangkat sekurang-kurangnya 1 (satu) orang aktuaris dan 1 (satu) orang tenaga ahli manajemen asuransi jiwa.

(2)   Aktuaris dan tenaga ahli manajemen asuransi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 426/KMK.06/2003 tentang Perizinan  Usaha Dan Kelembagaan Perusahaan Asuransi Dan Perusahaan Reasuransi.

 

 

Pasal 32

Badan Penyelenggara wajib menganggarkan dana untuk pelaksanaan pendidikan dan pelatihan paling sedikit 5% (lima per seratus) dari jumlah biaya pegawai, Direksi dan Komisaris, untuk meningkatkan ketrampilan, pengetahuan, dan keahlian bagi karyawannya yang berkaitan dengan kegiatan usaha Badan Penyelenggara.

 

 

Pasal 33

Badan Penyelenggara wajib menunjuk Perusahaan Konsultan Aktuaria untuk melakukan evaluasi kewajiban Badan Penyelenggara sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) tahun.

 

 

BAB VIII

 

 

SANKSI

 

 

Pasal 34

(1)      Pelanggaran oleh Badan Penyelenggara terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Keungan ini, dikenakan sanksi administratif.

(2)     Sanksi administratif sebagaiman dimaksud dalam ayat (1) berupa sanksi peringatan pertama, peringatan kedua, dan peringatan ketiga.

(3)     Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) masing-masing diberikan untuk jangka waktu paling lama (3) bulan.

(4)     Pencabutan sanksi administratif dilakukan apabila Badan Penyelenggara telah mengatasi penyebab dikenakannya sanksi administratif dimaksud.

(5)     Pengenaan sanksi administratif dan pencabutan sanksi administratif yang dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (4) ditetapkan dengan surat Direktur Jenderal Lembaga Keuangan.

(6)      Dalam hal Badan Penyelenggara telah dikenakan sanksi peringatan

 

 

 

BAB IX

 

 

KETENTUAN PERALIHAN

 

 

Pasal 35

Program THT Multiguna dan THT Ekaguna yang telah diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara sebelum ditetapkannya Keputusan Menteri Keuangan ini, dapat dilanjutkan sampai dengan berakhirnya masa kontrak program dimaksud.

 

 

Pasal 36

Penempatan kekayaan dalam bentuk investasi oleh Badan Penyelenggara yang telah dilakukan sebelum ditetapkannya Keputusan Menteri Keuangan ini, wajib disesuaikan paling lambat 3 (tiga) tahun sejak tanggal ditetapkannya Keputusan Menteri Keuangan ini, kecuali obligasi dan penyertaan langsung.

 

 

Pasal 37

Badan Penyelenggara wajib menyampaikan kepada Menteri rencana penyesuaian sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 36 paling lambat 3 (tiga) bulan sejak ditetapkannya Keputusan Menteri Keuangan ini.

 

 

BAB X

 

 

KETENTUAN PENUTUP

 

 

Pasal 38

Keputusan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

 

 

Agar setiap orang mengetahuinya memerintahkan pengumuman Keputusan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

 

 

Ditetapkan di Jakarta

Pada tanggal   18  Oktober  2004

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

 

  

BOEDIONO