MENTERI KEUANGAN
SALINAN
KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : 46/KMK. 04/1999
TENTANG
PERLAKUAN PERPAJAKAN DAN
KEPABEANAN UNTUK
KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI
TERPADU BIMA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK
INDONESIA,
Menimbang |
: |
bahwa dengan telah ditetapkannya
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 11 tahun 1998 tentang Penetapan
Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu Bima, dipandang perlu untuk mengatur
perlakuan perpajakan dan kepabeanan untuk Kawasan Pengembangan Ekonomi
Terpadu Bima dengan Keputusan Menteri; |
Mengingat |
: |
-
Undang-undang Nomor 6 Tahun
1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara 1983
Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3262) sebagaimana telah diubah
dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1994 (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor
59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3566);
-
Undang-undang Nomor 7 Tahun
1983tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3262) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang
Nomor 10 tahun 1994 (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 60, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3567);
-
Undang-undang Nomor 8 Tahun
1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan
atas Barang Mewah (Lembaran Negara tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3264) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor
11 tahun 1994 (Lembaran Negara tahun 1994 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3568);
-
Undang-undang Nomor 10 Tahun
1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3612);
-
Peraturan Pemerintah Nomor 34
tahun 1994 tentang Fasilitas Perpajakan atas Penanaman Modal di Bidang-bidang
Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu (Lembaran Negara Tahun
1994 Nomor 63, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3574);
-
Peraturan Pemerintah Nomor 50
Tahun 1994 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang
Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1994
(Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 79, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3581)
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 14
tahun 1998 (Lembaran Negara tahun 1998 Nomor 24, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3733);
-
Peraturan Pemerintah Nomor 33
Tahun 1996 tentang Tempat Penimbunan Berikat (Lembaran Negara Tahun 1996
Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3638) sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1997 (Lembaran Negara Tahun
1997 Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3717);
-
Keputusan Presiden Nomor 120
Tahun 1993 tentang Dewan Pengembangan Kawasan Timur Indonesia sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 75
Tahun 1998;
-
Keputusan Presiden Nomor 89
Tahun 1996 tentang Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu sebagaimana telah
diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 9 Tahun 1998;
-
Keputusan Presiden Nomor 11
Tahun 1998 tentang Penetapan Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu Bima;
-
Keputusan Presiden Nomor 122/M
Tahun 1998;
-
Keputusan Menteri Keuangan Nomor
: 291/KMK. 05/1997 tentang Kawasan Berikat sebagaimana telah diubah dan
ditambah terakhir dengan Keputusan menteri Keuangan Nomor 292/KMK. 01/1998;
|
|
|
|
M E M U T U S K A N :
Menetapkan |
: |
KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERLAKUAN PERPAJAKAN DAN KEPABEANAN UNTUK KAWASAN
PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU BIMA. |
Pasal 1
Pengusaha yang melakukan
kegiatan usaha di Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) Bima yang
telah mendapatkan ijin dari Badan Pengelola KAPET Bima diberikan fasilitas
Pajak Penghasilan berupa :
-
Pembebasan Pajak Penghasilan
Pasal 22 atas impor barang modal, bahan baku, dan peralatan lain, yang
berhubungan langsung dengan kegiatan produksi;
-
Pilihan untuk menerapkan penyusutan
dan/atau amortisasi yang dipercepat di bidang Pajak Penghasilan, sebagai
berikut :
Kelompok Harta
|
Masa
Manfaat
Menjadi
|
Tarif penyusutan dan
amortisasi berdasarkan metode
|
|
|
Garis lurus
|
Saldo menurun
|
Bukan
Bangunan atau harta tak berwujud
Kelompok I
Kelompok II
Kelompok III
Kelompok IV
Bangunan Permanen
Tidak Permanen |
2 th
4 th
8 th
10 th
10 th
5 th |
50 %
25 %
12,5 %
10 %
10 %
20 % |
100 %
50 %
25 %
20 %
-
- |
-
Kompensasi kerugian di bidang
Pajak Penghasilan, mulai tahun pajak berikutnya berturut-turut sampai paling
lama 10 (sepuluh) tahun;
-
Pengurangan Pajak Penghasilan
Pasal 26 atas Dividen sebesar 50 % dari jumlah yang seharusnya dibayar;
-
Pengurangan sebagai biaya produksi;
-
Kenikmatan berupa natura yang
diperoleh karyawan, dan tidak diperhitungkan sebagai penghasilan bagi karyawan;
-
Biaya pembangunan dan pengembangan
daerah setempat, yang mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha
yang fungsinya dapat dinikmati oleh umum.
Pasal 2
Pengusaha yang melakukan kegitan
usaha didalam KAPET Bima yang telah mendapatkan ijin dari Badan Pengelola
KAPET Bima diberikan fasilitas PPN dan/atau PPnBM tidak dipungut atas :
-
Pembelian dalam negeri dan/atau
impor barang modal dan peralatan lain oleh pengusaha di KAPET Bima, yang
berhubungan langsung dengan kegiatan produksi;
-
Impor Barang Kena Pajak oleh
pengusaha di KAPET Bima untuk diolah lebih lanjut;
-
Peyerahan Barang Kena Pajak
oleh pengusaha diluar KAPET Bima kepada Pengusaha di KAPET Bima untuk diolah
lebih lanjut;
-
Penyarahan Barang Kena Pajak
untuk diolah lebih lanjut, antar pengusaha di KAPET Bima atau oleh pengusaha
di KAPET lain kepada pengusaha di KAPET Bima;
-
Penyerahan Barang Kena Pajak
untuk diolah lebih lanjut, oleh pengusaha di KAPET Bima kepada Pengusaha
di Kawasan Berikat atau oleh Pengusaha di KAPET Bima kepada pengusaha di
Daerah Pabean lainnya, dan hasil pekerjaan tersebut diserahkan kembali
di KAPET Bima;
-
Penyerahan Jasa Kena Pajak oleh
pengusaha di luar KAPET Bima kepada atau antar pengusaha di KAPET Bima,
sepanjang Jasa Kena Pajak tersebut mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan
usaha yang dilakukan di KAPET Bima;
-
Pemanfaatan Barang Kena Pajak
tidak berwujud dari luar Daerah Pabean maupun dari dalam Daerah Pabean
oleh pengusaha di KAET Bima, sepanjang Barang Kena Pajak tidak berwujud
tersebut mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha yang dilakukan
di KAPET Bima;
-
Pemanfaatan Jasa Kena Pajak
dari luar Daerah Pabean oleh pengusaha di KAPET Bima, sepanjang Jasa Kena
Pajak tersebut mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha yang dilakukan
di KAPET Bima.
Pasal 3
-
Pengusaha yang melakukan kegiatan
usaha sebagai penyelenggara Kawasan Berikat (PKB)/PKB merangkap Pengusaha
di Kawasan Berikat (PDKB) di dalam wilayah KAPET Bima diberikan fasilitas
kepabeanan berupa penangguhan Bea Masuk atas impor :
-
barang modal atau peralatan
dan peralatan perkantoran yang semataa-mata dipakai oleh PKB/PKB merangkap
sebagai PDKB;
-
barang modal dan peralatan pabrik
yang berhubungan langsung dengan kegiatan produksi PDKB yang semata-mata
dipakai di PDKB; serta
-
barang dan/atau bahan untuk
diolah di PDKB
-
Pengusaha yang melakukan kegiatan
usaha di dalam wilayah KAPET tetapi berada di luar Kawasan Berikat diberikan
kebebasan Bea Masuk atas impor mesin, meliputi :
-
Mesin yang terkait langsung
dengan kegitan industri/industri jasa;
-
Suku cadang dan komponen dari
mesin sebagaimana yang dimaksud dalam huruf a dalam jumlah yang tidak melebihi
10 % (sepuluh persen) dari harga mesin;
-
terhadap pengusaha sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) yang telah mendapat pembebasan Bea Masuk atas impor
mesin dapat diberikan pembebasan Bea masuk atas impor barang dan bahan
untuk keperluan 4 (empat) tahun sesuai kapasitas terpasang, dengan jangka
waktu pengimporan selama 4 (empat) tahun terhitung sejak tanggal keputusan
pembebasan Bea Masuk.
-
Permohonan untuk memperoleh
penangguhan dan/atau pembebasan Bea Masuk sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), (2) dan (3) disampaikan kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai dengan
disertai :
-
Surat penunjukan pelaksana proyek
dari Badan Pengelola KAPET;
-
Daftar Barang Impor yang telah
diketahui oleh Badan Pengelola KAPET.
-
Dalam hal permohonan sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) telah memenuhi persyaratan, Direktur Jenderal Bea
dan Cukai atas nama Menteri Keuangan memberikan Keputusan penangguhan dan/atau
pembebasan Bea Masuk dengan dilampiri daftar mesin dan/atau barang dan
bahan, serta penunjukan pelabuhan bongkar.
Pasal 4
-
Permohonan fasilitas sebagaimana
dimaksud Pasal 1 dan Pasal 2 diajukan perusahaan yang bersangkutan kepada
Direktur Jenderal Pajak dengan disertai :
-
Surat penunjukan pelaksana proyek
dari Badan Pengelola KAPET Bima;
-
Daftar Barang dan Jasa yang
dibeli/diperoleh yang telah diketahui oleh Badan Pengelola KAPET Bima.
-
Atas permohonan tersebut Direktur
Jenderal Pajak menerbitkan surat Keputusan.
-
Surat Keterangan PPN dan PPnBM
tidak dipungut dan Surat Keterangan pembebasan PPh Pasal 22 Impor disampikan
kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai untuk dilaksanakan.
-
Setelah menerima Surat Keterangan
PPN dan PPnBM tidak dipungut dari Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud
ayat (3). Direktur Jenderal Bea dan Cukai membubuhkan "cap PPN dan PPnBM
tidak dipungut eks Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 11 Tahun
1998" dengan mencantumkan tanggal dan nomor Surat Keterangan Direktrut
Jenderal Pajak tentang PPN dan PPnBM tidak dipungut pada dokumen Pemberitahuan
Impor Barang (PIB) dan formulir Bukti Pungutan Pajak dan Impor.
-
Tindasan Surat Keputusan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) disampaikan pada Badan Pengelola KAPET Bima, instansi
lain yang terkait, dan Menteri Negara Investasi/Ketua Badan Koordinasi
Penanaman Modal dalam hal pemohon adalah perusahaan dalam rangka PMA/PMDN.
Pasal 5
Dalam hal terjadi penyalahgunaan
peruntukan barang-barang yang telah diberikan fasilitas perpajakan dan
Kepabeanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, Pasal 2 dan Pasal 3, fasilitas
yang diberikan tersebut dinyatakan batal, dan terhadap perusahaan yang
bersangkutan diwajibkan untuk membayar kembali pajak penghasilan Pasal
22. Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan Bea
Masuk beserta sanksi administrasi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
yang berlaku.
Pasal 6
Direktur Jenderal Pajak dan
Direktur Jenderal Bea dan Cukai melakakukan pengawasan fungsional dan melakukan
post audit atas pemberian fasilitas berdasarkan keputusan ini, sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 7
Ketentuan teknis yang diperlakukan
dalam rangka pelaksanaan keputusan ini diatur lebih lanjut oleh Direktur
Jenderal Pajak dan Direktur Bea dan Cukai, baik secara bersama-sama maupun
terpisah sesuai dengan bidang tugas masing-masing.
Pasal 8
Keputusan ini mulai berlaku
pada tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya,
memerintahkan pengumuman keputusan ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 1 Februari 1999
Menteri Keuangan
Bambang Subianto