PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 8 TAHUN 2007

TENTANG

INVESTASI PEMERINTAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

 

Menimbang

:

bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 41 ayat (3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Investasi Pemerintah;

Mengingat

:

1.

Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

 

 

2.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);

MEMUTUSKAN :

Menetapkan

:

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG INVESTASI PEMERINTAH.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Bagian Kesatu

Pengertian

Pasal 1

 

 

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :

 

 

1.

Investasi Pemerintah adalah penempatan sejumlah dana dan/atau barang oleh pemerintah pusat dalam jangka panjang untuk investasi pembelian surat berharga dan investasi langsung, yang mampu mengembalikan nilai pokok ditambah dengan manfaat ekonomi, sosial, dan/atau manfaat lainnya dalam jangka waktu tertentu.

 

 

2.

Surat Berharga adalah saham dan/atau surat utang.

 

 

3.

Investasi Langsung adalah penyertaan pemerintah pusat berupa dana dan/atau barang untuk membiayai kegiatan usaha.

 

 

4.

Menteri Teknis/Pimpinan Lembaga adalah pimpinan kementerian/lembaga yang ruang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi sektor infrastruktur dan non infrastruktur yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini.

 

 

5.

Badan Usaha adalah badan usaha swasta berbentuk Perseroan Terbatas, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dan Koperasi.

 

 

6.

Badan Investasi Pemerintah adalah satuan kerja yang mempunyai tugas dan tanggung jawab di bidang pelaksanaan pengelolaan investasi pemerintah pusat berdasarkan kebijakan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

 

 

7.

Komite Investasi Pemerintah adalah pihak yang memberikan kajian, penetapan kriteria, dan evaluasi atas pelaksanaan investasi pemerintah pusat serta melakukan pengendalian atas pengelolaan risiko.

 

 

8.

Dewan Pengawas adalah organ di luar badan investasi pemerintah yang bertugas melakukan pengawasan dan memberikan pengarahan pelaksanaan investasi.

 

 

9.

Penasihat Investasi adalah tenaga profesional dan independen yang memberi nasihat mengenai penjualan atau pembelian surat berharga dengan memperoleh imbalan jasa kepada badan investasi pemerintah.

 

 

10.

Rekening Induk Dana Investasi adalah rekening pada badan investasi pemerintah yang ditentukan oleh Menteri Keuangan sebagai tempat penyimpanan, penyaluran, dan pengembalian investasi pemerintah.

 

 

11.

Pasar Modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek.

 

 

12.

Divestasi adalah penjualan surat berharga dan/atau kepemilikan pemerintah baik sebagian atau keseluruhan kepada pihak lain.

 

 

13.

Perjanjian Kerjasama adalah kesepakatan tertulis dalam rangka penyediaan infrastruktur dan non infrastruktur antara menteri teknis/pimpinan lembaga/kepala daerah dengan badan usaha yang ditetapkan melalui pelelangan umum.

 

 

14.

Perjanjian Investasi adalah kesepakatan tertulis dalam rangka penyediaan dana investasi antara badan investasi pemerintah dengan badan usaha atau badan investasi pemerintah dengan badan yang mengelola dana bergulir pada kementerian teknis sebagai pelaksanaan perjanjian kerjasama dalam rangka penyediaan infrastruktur dan non infrastruktur.

Bagian Kedua

Maksud dan Tujuan

Pasal 2

 

 

(1)

Investasi yang dilaksanakan oleh pemerintah dimaksudkan untuk memperoleh manfaat ekonomi, sosial, dan/atau manfaat lainnya.

 

 

(2)

Investasi pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dalam rangka memajukan kesejahteraan umum.

Bagian Ketiga

Bentuk

Pasal 3

 

 

(1)

Investasi pemerintah dilakukan dalam bentuk :  

 

 

 

a.

investasi surat berharga; dan/atau

 

 

 

b.

investasi langsung.

 

 

(2)

Investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi :

 

 

 

a.

investasi dengan cara pembelian saham; dan/atau

 

 

 

b.

investasi dengan cara pembelian surat utang.

 

 

(3)

Investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi :

 

 

 

a.

investasi langsung jangka panjang yang bersifat non permanen dengan cara pola kerja sama pemerintah dengan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur dan non infrastruktur; dan/atau

 

 

 

b.

investasi langsung jangka panjang yang bersifat permanen dengan cara penyertaan modal kepada BUMN/BUMD, dan perseroan terbatas lainnya.

 

 

(4)

Investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dilaksanakan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

BAB II

BIDANG INVESTASI PEMERINTAH

Pasal 4

(1)

Bidang investasi pemerintah yang dapat dibiayai dengan dana investasi meliputi:

a.

pengembangan jasa pelayanan umum;

b.

pengembangan akses pelayanan pembiayaan bagi kegiatan usaha masyarakat;

c.

pengembangan bidang usaha BUMN/BUMD; dan/atau

d.

pengembangan bidang usaha lainnya dalam rangka peningkatan manfaat ekonomi bagi pemerintah.

(2)

Bidang investasi pemerintah yang dapat dibiayai dengan dana investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus menghasilkan manfaat investasi yang terukur bagi pemerintah.

Pasal 5

(1)

Investasi pemerintah dalam rangka pengembangan jasa pelayanan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a, dimaksudkan untuk meningkatkan daya saing dan efisiensi kegiatan usaha masyarakat.

(2)

Investasi pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), antara lain meliputi :

a.

layanan transportasi;

b.

layanan jalan tol;

c.

layanan pengairan;

d.

layanan telekomunikasi;

e.

layanan energi;

f.

layanan air bersih;

g.

layanan limbah; dan

h.

layanan minyak dan gas bumi.

Pasal 6

(1)

Investasi pemerintah dalam rangka pengembangan akses pelayanan pembiayaan bagi kegiatan usaha masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b, dimaksudkan untuk meningkatkan pelayanan   lembaga pembiayaan bersangkutan bagi kegiatan usaha masyarakat.

(2)

Investasi pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi :

a.

investasi pada lembaga pembiayaan bank;

b.

investasi pada lembaga pembiayaan non bank; dan

c.

koperasi.

Pasal 7

Investasi pemerintah dalam rangka pengembangan bidang usaha BUMN/BUMD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf c, dimaksudkan untuk meningkatkan  kinerja  B U M N/ BUMD.

Pasal 8

Investasi pemerintah dalam rangka pengembangan bidang usaha lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf d, dilakukan untuk pembelian surat berharga yang bertujuan, untuk mendapatkan manfaat ekonomi.

BAB III

SUMBER DANA INVESTASI PEMERINTAH

Pasal 9

Sumber dana investasi dapat berasal dari :

a.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;

b.

keuntungan investasi terdahulu;

c.

dana/barang amanat pihak lain yang dikelola pemerintah; dan/atau

d.

sumber-sumber lainnya yang sah.

Pasal 10

(1)

Sumber dana investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, ditempatkan pada Rekening Induk Dana Investasi yang ditentukan oleh Menteri Keuangan.

(2)

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyediaan, pencairan, dan pengelolaan dana dalam Rekening Induk Dana Investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan.

BAB IV
PENGELOLAAN INVESTASI PEMERINTAH

Bagian Kesatu
Lingkup Pengelolaan

Pasal 11

Lingkup pengelolaan investasi pemerintah meliputi :

a.

perencanaan kebutuhan dan analisis risiko;

b.

pelaksanaan investasi;

c.

penatausahaan dan pertanggungjawaban investasi;

d.

pengawasan; dan

e.

divestasi.

Bagian Kedua

Kewenangan

Pasal 12

Kewenangan pengelolaan investasi pemerintah dilaksanakan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara.

Pasal 13

(1)

Kewenangan pengelolaan investasi pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 meliputi kewenangan regulasi, supervisi, dan operasional.

(2)

Dalam rangka pelaksanaan kewenangan regulasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri Keuangan selaku pengelola investasi pemerintah berwenang dan bertanggung jawab :

a.

merumuskan kebijakan, mengatur, dan menetapkan pedoman pengelolaan investasi pemerintah;

b.

menetapkan kriteria pemenuhan perjanjian dalam pelaksanaan investasi pemerintah; dan

c.

menetapkan tata cara pembayaran kewajiban yang timbul dari proyek penyediaan investasi pemerintah dalam hal terdapat penggantian atas hak kekayaan intelektual, pembayaran subsidi, dan kegagalan pemenuhan perjanjian kerjasama.

(3)

Dalam rangka pelaksanaan kewenangan  supervisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri Keuangan selaku pengelola investasi pemerintah berwenang dan bertanggung jawab :

a.

melakukan kajian kelayakan dan memberikan rekomendasi atas pelaksanaan investasi pemerintah;

b.

memonitor secara aktif pelaksanaan investasi pemerintah yang terkait dengan dukungan pemerintah;

c.

melakukan pengendalian atas pengelolaan risiko terhadap pelaksanaan investasi pemerintah;

d.

mengevaluasi secara berkesinambungan mengenai pembiayaan dan keuntungan atas pelaksanaan investasi pemerintah dalam jangka waktu tertentu; dan

e.

melakukan koordinasi dengan instansi terkait khususnya sehubungan dengan investasi langsung dalam penyediaan infrastruktur dan non infrastruktur termasuk apabila terjadi kegagalan pemenuhan kerjasama.

(4)

Dalam rangka pelaksanaan kewenangan operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri Keuangan selaku pengelola investasi pemerintah berwenang dan bertanggung jawab :

a.

mengelola Rekening Induk Dana Investasi;

b.

meneliti dan menyetujui atau menolak usulan permintaan dana investasi pemerintah dari badan yang mengelola dana bergulir pada kementerian teknis dan badan usaha;

c.

mengusulkan rencana kebutuhan dana investasi pemerintah yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan  Belanja Negara;

d.

menetapkan status dan kebijakan penempatan dana dan/atau barang dalam rangka investasi pemerintah;

e.

melakukan perjanjian investasi dengan badan usaha terkait dengan penempatan dana investasi;

f.

mengusulkan rekomendasi atas pelaksanaan investasi pemerintah;

g.

mewakili dan melaksanakan kewajiban serta menerima hak pemerintah yang diatur dalam perjanjian investasi;

h.

menyusun dan menandatangani perjanjian investasi;

i.

mengusulkan perubahan perjanjian investasi;

j.

melakukan tindakan untuk dan atas nama pemerintah apabila terjadi sengketa atau perselisihan dalampelaksanaan perjanjian investasi;

k.

melaksanakan investasi pemerintah dan divestasinya; dan

l.

apabila          diperlukan,        dapat       mengangkat        dan memberhentikan penasihat investasi.

Bagian Ketiga

 Kelembagaan

Pasal 14

(1)

Untuk menyelenggarakan kewenangan supervisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3) Menteri Keuangan dapat membentuk komite investasi pemerintah yang bersifat ad hoc.

(2)

Untuk         menyelenggarakan       kewenangan       operasional  sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (4) Menteri Keuangan membentuk badan investasi pemerintah.

Pasal 15

(1)

Badan investasi pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) dipimpin oleh seorang kepala badan yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.

(2)

Dalam rangka pengawasan atas pelaksanaan kewenangan operasional oleh badan investasi pemerintah, Menteri Keuangan dapat membentuk dewan pengawas. 

Bagian Keempat

Perencanaan Kebutuhan dan Analisis Risiko

Pasal 16

(1)

Perencanaan kebutuhan investasi pemerintah meliputi :

a.

perencanaan investasi langsung dalam bentuk penyediaan infrastruktur dan non infrastruktur yang dikerjasamakan dengan badan usaha; dan/atau

b.

perencanaan dalam pembelian surat berharga.

(2)

Perencanaan kebutuhan investasi pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan oleh Menteri Keuangan berdasarkan usulan badan investasi pemerintah atau menteri teknis/pimpinan lembaga sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3)

Perencanaan kebutuhan investasi pemerintah dalam penyediaan infrastruktur dan non infrastruktur yang akan dikerjasamakan dengan badan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, disusun oleh menteri teknis/pimpinan lembaga.

(4)

Perencanaan kebutuhan investasi pemerintah dalam pembelian surat  berharga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, disusun oleh badan investasi pemerintah dan ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

Pasal 17

(1)

Perencanaan kebutuhan investasi pemerintah dalam penyediaan infrastruktur dan non infrastruktur yang akan dikerjasamakan dengan badan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (3), paling sedikit harus mempertimbangkan :

a.

kesesuaian dengan rencana pembangunan jangka menengah nasional dan rencana strategis sektor terkait;

b.

kesesuaian lokasi proyek dengan rencana tata ruang wilayah;

c.

keterkaitan antar sektor dan antar wilayah; dan

d.

analisis biaya dan manfaat ekonomi, sosial, dan manfaat  lainnya.

(2)

Perencanaan kebutuhan investasi pemerintah dalam pembelian surat berharga yang diusulkan badan investasi pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (4), paling sedikit harus memuat :

a.

analisis risiko dan kelayakan rencana investasi pembelian surat berharga; dan

b.

hasil penilaian penasihat investasi atas kewajaran pembelian surat berharga.

Pasal 18

(1)

Analisis risiko dalam perencanaan kebutuhan investasi disusun berdasarkan prinsip kehati-hatian dan pembagian pengelolaan risiko dalam rangka menjamin efisiensi dan efektivitas pelaksanaan investasi pemerintah.

(2)

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan perencanaan kebutuhan investasi pemerintah dan analisis risiko diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

Bagian Kelima

Pelaksanaan Investasi

Paragraf 1

Investasi dengan cara Pembelian Surat Barharga

Pasal 19

(1)

Pelaksanaan investasi pemerintah melalui pembelian saham dapat dilaksanakan atas saham yang diterbitkan perusahaan.

(2)

Pelaksanaan investasi pemerintah melalui pembelian surat utang dapat dilaksanakan atas surat utang yang diterbitkan perusahaan, pemerintah, dan negara lain.

(3)

Investasi pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2), dilakukan dalam jangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan.

(4)

Dalam hal terjadi penurunan harga/nilai surat berharga secara  signifikan, badan investasi pemerintah dapat menghentikan investasi dengan menjual surat berharga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) kurang dari 12 (dua belas) bulan.

(5)

Pelaksanaan investasi pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2), didasarkan pada penilaian kewajaran harga surat berharga yang dapat dilakukan oleh penasihat investasi.

(6)

Pelaksanaan investasi berupa pembelian surat utang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan apabila penerbit surat utang memberikan opsi pembelian kembali surat utang.

Paragraf 2
Investasi Langsung dengan cara Pola Kerja Sama Pemerintah
Dalam Penyediaan Infrastruktur dan Non Infrastruktur

Pasal 20

(1)

Investasi langsung dalam bentuk penyediaan infrastruktur dan non infrastruktur dilaksanakan dengan cara :

a.

badan investasi pemerintah melakukan perjanjian investasi dengan badan usaha berdasarkan perjanjian kerjasama.

b.

badan investasi pemerintah melakukan perjanjian investasi dengan badan yang mengelola dana bergulir pada kementerian teknis berdasarkan perjanjian kerjasama.

(2)

Perjanjian kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan setelah menteri teknis/pimpinan lembaga melakukan identifikasi dan konsultasi publik atas proyek penyediaan infrastruktur.

(3)

Berdasarkan hasil identifikasi proyek dan konsultasi publik sebagaimana dimaksud pada ayat (2), menteri teknis/pimpinan lembaga menetapkan prioritas proyek yang akan dikerjasamakan dalam daftar prioritas.

(4)

Tata cara pelaksanaan konsultasi publik ditetapkan oleh menteri teknis/pimpinan lembaga.

Pasal 21

Untuk pelaksanaan investasi pemerintah dalam bentuk penyediaan  infrastruktur dan non infrastruktur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1), badan investasi pemerintah dapat membentuk perusahaan patungan dengan badan usaha sesuai peraturan perundang-undangan.

Pasal 22

(1)

Pelaksanaan investasi pemerintah dalam bentuk penyediaan infrastruktur dan non infrastruktur yang dikerjasamakan dengan badan usaha sebagaimana dimaksud Pasal 20 ayat (1) dapat dilakukan dengan mempertimbangkan :

a.

pembagian risiko antar pihak yang dituangkan dalam perjanjian kerjasama;

b.

sistem pendanaan yang menitikberatkan pada sumber dana komersial serta meminimalkan sumber dana pemerintah;

c.

kepemimpinan proyek dilakukan oleh sektor swasta;

d.

komitmen pemerintah sebatas kewajiban pada perjanjian kerjasama dan perjanjian investasi;

e.

masa konsesi atau batasan tertentu atas pengendalian dan kepemilikan fasilitas yang dikembalikan kepada pemerintah; dan

f.

nilai jual atas hasil pelaksanaan proyek penyediaan infrastruktur dan non infrastruktur yang dilakukan.

(2)

Perjanjian kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, paling sedikit memuat ketentuan mengenai :

a.

identitas para pihak;

b.

lingkup pekerjaan;

c.

jangka waktu;

d.

jaminan pelaksanaan;

e.

tarif dan mekanisme penyesuaiannya;

f.

hak dan kewajiban, termasuk alokasi risiko;

g.

standar kinerja pelayanan;

h.

larangan pengalihan perjanjian kerjasama atau penyertaan saham pada badan usaha pemegang perjanjian kerjasama sebelum penyediaan infrastruktur dan non infrastruktur beroperasi secara komersial;

i.

sanksi dalam hal para pihak tidak memenuhi ketentuan perjanjian;

j.

pemutusan atau pengakhiran perjanjian;

k.

laporan keuangan badan usaha dalam rangka pelaksanaan perjanjian, yang diperiksa secara tahunan oleh auditor independen, dan pengumumannya dalam media cetak yang berskala nasional;

l.

mekanisme penyelesaian sengketa yang diatur secara berjenjang, yaitu musyawarah mufakat, mediasi,  dan arbitrase/ pengadilan;

m.

mekanisme pengawasan kinerja badan usaha dalam pelaksanaan perjanjian;

n.

pengembalian infrastruktur dan non infrastruktur serta pengelolaannya kepada menteri/pimpinan lembaga;

o.

keadaan memaksa; dan

p.

hukum yang berlaku yaitu hukum Indonesia.

(3)

Perjanjian investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, paling sedikit memuat ketentuan mengenai :

a.

identitas para pihak;

b.

nilai investasi;

c.

jadwal pencairan yang ditetapkan berdasarkan tahapan pelaksanaan masing-masing bagian kegiatan yang memerlukan pembiayaan;

d.

jangka waktu pembayaran kembali;

e.

proyeksi nilai tambah dan prosentase bagi hasil keuntungan investasi;

f.

tujuan investasi;

g.

tata cara pencairan dana investasi;

h.

tata cara pelaporan dan pertanggungjawaban penggunaan dana investasi;

i.

hak dan kewajiban dari pemberi dan penerima dana investasi; dan

j.

sanksi bagi pihak yang gagal melaksanakan kewajibannya.

Pasal 23

(1)

Pemerintah dapat memberikan dukungan finansial dan/atau dukungan lainnya atas pelaksanaan investasi pemerintah dalam penyediaan infrastruktur dan non infrastruktur yang dikerjasamakan dengan badan usaha.

(2)

Pemberian dukungan pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui skema pembagian risiko yang harus ditanggung oleh pemerintah dan badan usaha.

(3)

Dukungan pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1),  dilakukan dengan mempertimbangkan :

a.

dampak penundaan/penghentian implementasi proyek;  

b.

terjadinya peningkatan biaya proyek; dan

c.

pemulihan/pengembalian investasi.

(4)

Dukungan pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2), dilakukan berdasarkan prinsip pengendalian dan pengelolaan risiko keuangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

(5)

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengendalian dan pengelolaan risiko keuangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang terkait dengan investasi pemerintah dalam bentuk penyediaan infrastruktur dan non infrastruktur diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

Bagian Keenam
Penatausahaan dan Pertanggungjawaban Investasi

Paragraf 1
Akuntansi Keuangan

Pasal 24

(1)

Badan investasi pemerintah, badan yang mengelola dana bergulir pada kementerian teknis dan badan usaha menyelenggarakan akuntansi atas pelaksanaan investasi pemerintah dengan mengacu kepada Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang diterbitkan oleh asosiasi profesi akuntansi Indonesia.

(2)

Penggabungan laporan keuangan badan investasi pemerintah dan badan yang mengelola dana bergulir pada kementerian teknis dengan laporan keuangan kementerian negara/lembaga mengacu kepada Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP).

(3)

Dalam hal tidak terdapat standar akuntansi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), badan investasi pemerintah dan badan yang mengelola dana bergulir pada kementerian teknis dapat menerapkan standar akuntansi yang spesifik setelah mendapat persetujuan Menteri Keuangan.

Paragraf 2
Penatausahaan Dokumen

Pasal 25

Menteri Keuangan, badan investasi pemerintah, badan yang mengelola dana bergulir pada kementerian teknis, dan badan usaha yang menguasai dokumen yang berkaitan dengan pelaksanaan investasi pemerintah wajib menatausahakan dan memelihara dokumen tersebut dengan baik sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Paragraf 3
Pertanggungjawaban Keuangan

Pasal 26

(1)

Kepala badan investasi pemerintah bertanggung jawab atas pengelolaan dana dan barang yang berada dalam kewenangannya kepada Menteri Keuangan.

(2)

Menteri teknis/pimpinan lembaga bertanggung jawab kepada Presiden atas pelaksanaan kebijakan investasi langsung dalam penyediaan infrastruktur dan non infrastruktur yang berada dalam penguasaannya.

(3)

Menteri Keuangan bertanggung jawab kepada Presiden dari segi hak dan kewenangan investasi serta ketaatan terhadap peraturan atas pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran yang berkaitan dengan investasi pemerintah.

Paragraf 4
Laporan Keuangan dan Kinerja Badan

Pasal 27

(1)

Badan investasi pemerintah wajib menyusun laporan keuangan dan kinerja badan.

(2)

Laporan keuangan dan kinerja badan sebagaimana, dimaksud pada ayat (1) disusun dan disajikan sebagai bagian yang tidak dipisahkan dari laporan keuangan dan kinerja  Kementerian Keuangan.

(3)

Laporan keuangan dan kinerja badan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Menteri Keuangan sebagai bahan penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat.

Pasal 28

(1)

Pendapatan dan belanja dalam rencana kerja dan anggaran tahunan badan investasi pemerintah wajib dikonsolidasikan dalam rencana kerja dan anggaran Kementerian Keuangan.

(2)

Pendapatan yang diperoleh badan investasi pemerintah sehubungan dengan jasa layanan yang diberikan merupakan pendapatan negara.

(3)

Pendapatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat digunakan langsung untuk membiayai belanja badan investasi pemerintah.

Pasal 29

(1)

Laporan keuangan badan investasi pemerintah yang belum diaudit disampaikan kepada Menteri Keuangan setiap tahun anggaran selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setelah anggaran berakhir.

(2)

Laporan keuangan badan investasi pemerintah yang telah diaudit disampaikan kepada Menteri Keuangan setiap tahun anggaran selambat-lambatnya 5 (lima) bulan setelah tahun anggaran berakhir, sebagai bahan penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat.

(3)

Laporan yang dibuat oleh badan investasi pemerintah harus disertai dengan lampiran berupa daftar jenis dan jumlah portofolio investasi yang dimiliki serta daftar proyek penyediaan infrastruktur dan non infrastruktur yang dikerjasamakan dengan suatu badan usaha.

Pasal 30

(1)

Badan investasi pemerintah dan badan usaha wajib menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan investasi kepada Menteri Keuangan selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah transaksi perubahan.

(2)

Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaporan atas pelaksanaan kegiatan investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan.

Bagian Ketujuh

Pengawasan

Pasal 31

(1)

Menteri Keuangan melakukan pengawasan dalam rangka pelaksanaan kewenangan supervisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3).

(2)

Menteri teknis/pimpinan lembaga melakukan pengawasan atas pelaksanaan perjanjian kerjasama sebagaimana dimaksud pada Pasal 22 ayat (2).

(3)

Kepala badan investasi pemerintah melakukan pengawasan atas pelaksanaan perjanjian investasi sebagaimana dimaksud pada Pasal 22 ayat (3).

(4)

Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) meliputi pemantauan/monitoring, evaluasi, dan pengendalian.

Bagian Kedelapan

Divestasi

Pasal 32

(1)

Kepala badan investasi pemerintah dapat melakukan divestasi terhadap surat berharga, dengan ketentuan :

a.

divestasi yang dilakukan sesuai dengan masa waktu yang telah ditentukan tidak memerlukan persetujuan Menteri Keuangan.

b.

divestasi yang dilakukan sebelum masa waktu yang telah ditentukan harus terlebih dahulu mendapat persetujuan Menteri Keuangan.

(2)

Kepala badan investasi pemerintah dapat melakukan divestasi terhadap kepemilikan investasi langsung dengan terlebih dahulu mendapat persetujuan Menteri Keuangan.

(3)

Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara divestasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

BAB VI

REMUNERASI

Pasal 33

(1)

Kepala badan investasi pemerintah, komite investasi pemerintah dan/atau dewan pengawas serta pegawai badan investasi pemerintah dapat diberikan remunerasi berdasarkan tingkat tanggung jawab dan tuntutan profesionalisme yang diperlukan.

(2)

Besaran remunerasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.

BAB VII

KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 34

Kepala dan pegawai badan investasi pemerintah dilarang terafiliasi dengan badan usaha yang menjadi penerima investasi pemerintah.

Pasal 35

(1)

Gubernur/bupati/walikota menunjuk satuan kerja perangkat daerah yang sesuai dengan bidang tugasnya untuk melaksanakan kewenangan operasional dalam pengelolaan investasi pemerintah daerah.

(2)

Penunjukan satuan kerja perangkat daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mempertimbangkan ketentuan mengenai organisasi perangkat daerah.

Pasal 36

(1)

Ketentuan Peraturan Pemerintah ini berlaku mutatis mutandis terhadap pengelolaan investasi pemerintah daerah.

(2)

Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan pengelolaan investasi pemerintah daerah diatur dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri setelah berkoordinasi dengan Menteri Keuangan.

BAB VIII

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 37

Dalam hal dewan pengawas pada badan investasi pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) belum dibentuk, wewenang dan tanggung jawab dewan pengawas tersebut dilaksanakan oleh komite investasi pemerintah.

Pasal 38

(1)

Investasi pemerintah yang telah dilaksanakan sebelum Peraturan Pemerintah ini berlaku, kecuali yang telah diatur berdasarkan ketentuan perundang-undangan tersendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4), wajib diadakan penyesuaian dengan ketentuan Peraturan Pemerintah ini dalam waktu paling lambat 12 (dua belas) bulan sejak Peraturan Pemerintah ini berlaku.

(2)

Dana investasi pemerintah yang ada sebelum Peraturan Pemerintah ini berlaku wajib dibukukan ke dalam Rekening Induk Dana Investasi dalam waktu paling lambat 6 (enam) bulan sejak Peraturan Pemerintah ini berlaku.

(3)

Biaya operasional badan investasi pemerintah menjadi beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dalam hal pendapatan dari hasil pelaksanaan perjanjian investasi belum dapat menutup biaya operasional badan investasi pemerintah.

BAB IX

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 39

Peraturan Menteri Keuangan sebagai pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah ini harus diselesaikan paling lambat 12 (dua belas) bulan terhitung sejak Peraturan Pemerintah ini diundangkan.

Pasal 40

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar        setiap       orang      mengetahuinya,        memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

 

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 10 Januari 2007

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

 

 

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 10 Januari 2007

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA,

 

 

HAMID AWALUDIN

 

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2007 NOMOR 24