TENTANG
PERUSAHAAN FASILITAS PEMBIAYAAN SEKUNDER PERUMAHAN
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang | : | a. | bahwa dalam rangka mendukung kegiatan pembangunan di bidang perumahan, maka pengerahan dan pengelolaan sumber pembiayaan pembangunan perlu lebih diarahkan agar dapat menunjang penyediaan pembiayaan pemilikan perumahan secara lebih efektif dan efisien; | |||||
b. | bahwa perusahaan fasilitas pembiayaan sekunder perumahan sebagai salah satu bentuk usaha di bidang lembaga keuangan mempunyai peranan penting dalam melakukan pengerahan dan pengelolaan sumber pembiayaan pemilikan perumahan; | |||||||
c. | bahwa berhubung dengan itu, perlu ditetapkan peraturan tentang perusahaan fasilitas pembiayaan sekunder perumahan dalam suatu Keputusan Menteri Keuangan; | |||||||
Mengingat | : | 1. | Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Staatsblad 1847 Nomor 23); | |||||
2. | Undang-undang Nomor 13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral (Lembaran Negara Tahun 1968 Nomor 63, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2865) | |||||||
3. | Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3318); | |||||||
4. | Undang-undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3469); | |||||||
5. | Undang-undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3472); | |||||||
6. | Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3608); | |||||||
7. | Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda yang Berkaitan Dengan Tanah (Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3632); | |||||||
8. | Keputusan Presiden Nomor 44 tahun 1974 tentang Pokok-pokok Organisasi Departemen; | |||||||
9. | Keputusan Presiden Nomor 15 Tahun 1984 tentang Susunan Organisasi Departemen sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 2 Tahun 1995; | |||||||
10. | Keputusan Presiden Nomor 96/M Tahun 1993 sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 291/M Tahun 1997; | |||||||
M E M U T U S K A N : |
||||||||
Menetapkan | : | KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
TENTANG PERUSAHAAN FASILITAS PEMBIAYAAN SEKUNDER PERUMAHAN
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Yang dimaksud dalam Keputusan ini dengan : |
||||||
1. | Menteri adalah Menteri Keuangan; | |||||||
2. | Perusahaan Fasilitas Pembiayaan Sekunder Perumahan (Secondary Mortgage facilities) adalah lembaga keuangan yang melakukan kegiatan usaha di bidang pembiayaan sekunder perumahan; | |||||||
3. | Fasilitas Pembiayaan Sekunder Perumahan adalah pinjaman jangka menengah atau panjang kepada bank yang memberikan kredit pemilikan rumah dengan jaminan berupa tagihan atas kredit pemilikan rumah dan hak tanggungan atas rumah dan atau tanah yang bersangktan; | |||||||
4. | Kredit Pemilikan Rumah (KPR) adalah pinjaman dari bank untuk pembelian atau pendirian rumah tinggal; | |||||||
5. | Bank adalah bank umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992tentang Perbankan; | |||||||
6. | Izin Usaha adalah izin usaha melakukan kegiatan usaha di bidang pembiayaan sekunder perumahan. | |||||||
BAB II BIDANG USAHA Pasal 2 |
||||||||
(1) | Bidang Usaha Perusahaan Fasilitas Pembiayaan Sekunder Perumahan meliputi : | |||||||
a. | melakukan kegiatan usaha pembiayaan dalam bentuk Fasilitas Pembiayaan Sekunder Perumahan pada Bank yang memberikan kredit pemilikan rumah; | |||||||
b. | menghimpun dana masyarakat untuk membiayai kegiatan pembiayaan sekunder perumahan dengan menerbitkan surat berharga jangka panjang dan atau jangka pendek; | |||||||
(2) | Transaksi Fasilitas Pembiayaan Sekunder Perumahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dijamin dengan tagian atas kredit pemilikan rumah dan hak tanggungan atas rumah dan atau tanah yang bersangkutan. | |||||||
(3) | Apabila kualitas dan atau jumlah tagihan kredit pemilikan rumah dan hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dinilai tidak mencukupi, maka Bank yang memberikan kredit pemilikan rumah dapat menggunakan harta lain yang terdiri dari harta tetap dan atau harta bergerak serta surat berharga yang diperdagangkan di bursa efek di Indonesia sebagai tambahan jaminan. | |||||||
(4) | Jumlah harta lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) yang dapat dijaminkan ditetapkan setinggi-tingginya sebesar 30% (tiga puluh per seratus) dari jumlah total jaminan yang diperlukan. | |||||||
Pasal 3 Fasilitas Pembiayaan Sekunder Perumahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a hanya dapat digunakan untuk membiayai kredit pemilikan rumah kepada warga negara Indonesia guna memenuhi kebutuhan rumah tinggal, dan dilarang digunakan untuk membiayai kredit pembangunan/ konstruksi rumah kepada perusahaan pengembang. Pasal 4 Untuk memperoleh Fasilitas Pembiayaan Sekunder Perumahan, Bank pemberi kredit pemilikan rumah wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut : |
||||||||
a. | kualitas aktiva kredit pemilikan rumah yang dijaminkan tergolong lancar; | |||||||
b. | telah menjadi pemegang saham Perumahan Fasilitas Pembiayaan Sekunder Perumahan; | |||||||
c. | perkembangan kegiatan usaha selama 12 (dua belas) bulan terakhir tergolong sehat. | |||||||
Pasal 5 |
||||||||
(1) | Bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 yang memperoleh Fasilitas Pembiayaan Sekunder Perumahan, wajib menyerahkan kepada Perusahaan Fasilitas Pembiayaan Sekunder Perumahan : | |||||||
a. | daftar kredit pemilikan rumah dan hak tanggungan atas rumah dan atau tanah yang dijaminkan; | |||||||
b. | daftar harta lain yang dijaminkan. | |||||||
(2) | Penyerahan daftyar jaminan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib disertai dengan pernyataan atas kebenaran dan keabsahan jaminan yang diserahkan. | |||||||
(3) | Penyerahan jaminan dan pernyataan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan (2) harus dilakukan dengan akta notaris. | |||||||
BAB III TATA CARA PENDIRIAN DAN PERIZINAN Pasal 6 |
||||||||
(1) | Perusahaan Fasilitas Pembiayaan Sekunder Perumahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) berbentuk Perseroan Terbatas. | |||||||
(2) | Perusahaan Fasilitas Pembiayaan Sekunder Perumahan wajib secara jelas mencantumkan dalam anggaran dasarnya mengenai kegiatan usaha pembiayaan yang dijalankannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1). | |||||||
Pasal 7 |
||||||||
(1) | Saham Perusahaan Fasilitas Pembiayaan sekunder Perumahan hanya dapat dimiliki oleh : | |||||||
a. | Bank Indonesia; | |||||||
b. | Bank; | |||||||
c. | Dana Pensiun; | |||||||
d. | Perusahaan asuransi; | |||||||
e. | Lembaga Keuangan Internasional; | |||||||
(2) | Pemilikan saham oleh setiap pemegang saham ditetapkan setinggi- tingginya sebesar 10% (sepuluh per seratus) dari jumlah modal disetor Perusahaan Fasilitas Pembiayaan Sekunder Perumahan. | |||||||
(3) | Pemilikan saham oleh pihak selain yang dimaksud dalam ayat (1), hanya dapat dilakukan setelah Perusahaan Fasilitas Pembiayaan Sekunder Perumahan menjual sahamnya di bursa efek. | |||||||
Pasal 8 Jumlah modal disetor Perusahaan Fasilitas Pembiayaan Sekunder Perumahan ditetapkan sekurang-kurangnya sebesar Rp. 150.000.000.000 (seratus lima puluh milyar rupiah) Pasal 9 |
||||||||
(1) | Untuk | |||||||