DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
LEMBARAN - NEGARA
REPUBLIK - INDONESIA
-----------------------------------------------------------------------------------------------------
No. 1.1967. | MODAL ASING PENANAMAN Undang - undang No.1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (Penjelasan daam Tambahan Lembaran Negara No.2818). |
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang : | a. | bahwa kekuatan ekonomi potensil yang dengan kurnia Tuhan Yang Maha
Esa terdapat banyak diseluruh Wilayah tanah air yang belum diolah untuk dijadikan kekuatan ekonomi riil, juga antara lain disebabkan oleh karena ketiadaan modal pengalaman dan teknologi; |
b. | bahwa Pancasila adalah landasan idiil dalam dalam membina sistim ekonomi Indonesia dan juga senantiasa harus terjamin dalam setiap kebijaksanaan ekonomi; | |
c. | bahwa pembangunan ekonomi berarti pengolahan kekuatan ekonomi potensil menjadi kekuatan ekonomi riil melalui penanaman modal, penggunaan teknologi, penambahan pengtahuan, peningkatan ketrrampilan, penambahan kemampuan berorganisasi dan management; | |
d. | bahwa penanggulangan kemorosotan ekonomi serta pembangunan lebih lanjut dari potensi ekonomi harus didasarkan kepada kemampuan serta kesanggupan rakyat Indonesia sendiri; | |
e. | bahwa dalam pada itu azas untuk mendasasrkan kemampan serta kesanggupan sendiri tidak boleh menimbulkan keseganan untuk memanfaatkan potensi-potensimodal teknologi dan skiil yang tersedia dari luar negeri, selama segala sesuatubenar - benar diabdikan kepada kepentingan ekonomi Rakyat tanpa mengakibatkan ketergantungan terhadap luar negeri; | |
f. | bahwa penggunaan modal asing perlu dimanfaatkan secara maksimal untuk mempercepat pembangunan ekonomi indonesia serta digunakan dalam bidang-bidang dan sektor-sektor yang dalam waktu dekat belum dan atau tidak dapat dilaksanakan oleh modal Indonesia sendiri; |
|
g. | bahwa perlu diadakan ketentuan-ketentuan yang jelas untuk memenuhi kebutuhanakan modal guna pembangunan nasional, disamping menghindarkan keragu-raguan dari pihak modal asing; |
Mengingat: | 1. | Pasal 5 ayat (1), pasal 20 ayat (1), pasal 27 ayat (2) dan pasal 33
Undang-undang Dasar; |
2. | Ketetapan Majelis Permusarawatan Rayat Sementara Republik Indonesia No.XXIII/MPRS/1966 tentang Pembaharuan Kebijaksananan Landasan Ekonomi , Keuangan dan Pembangunan; | |
3. | Nota I MPRS/1966 tentang Politik Luar Negeri berdasarkan Pancasila; | |
4. | Undang-undang No.5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria; | |
5. |
Undang-undang No.5 tahun 1960 tentang Pertambangan dan Undang-undang
No.44 Prp tahun 1960 tentang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi; |
|
6. | Undang-undang No.32 tahun 1964 tentang Peraturan Lalu Lintas Devisa ; |
|
M e m u t u s k a n :
Menetapkan : | Undang-undang tentang Penanaman Modal Asing. |
BAB I.
PENGERTIAN PENANAMAN MODAL ASING.
Pasal 1.
|
a. | alat pembayaran luar negeri yang jelas tidak merupakan bagian dari kekayaan devisa Indonesia, yang dengan persetujuan Pemerintah digunakan untuk pembiayaan perusahaan di indonesia. |
b. | alat-alat untuk perusahaan, termasuk penemuan-penemuan baru milik orang asing dan bahan-bahan, yang dimasukkan dari luar kedalam wilayah indonesia, selama alat-alat tersebut tidak dibiayai dari kekayaan devisi Indonesia. |
c. | bagian dari hasil perusahaan yang berdasarkan Undang-undang ini diperkenankan ditransfer, tetapi dipergunakan untuk membiayai perusahaan di Indonesia. |
|
atau bagian terbesar di Indonesia sebagai kesatuan perusahaan tersendiri. |
|
|
Pemerintah menyusun rencana-rencana pembangunan jangka menengah dan jangka panjang dengan memperhatikan perkembangan ekonomi serta teknologi. |
pengusahaan penuh ialah bidang - bidang yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak sebagai berikut : |
a. pelabuhan - pelabuhan; b. produksi, transmisi dan distribusi tenaga listrik untuk umum; c. telekomunikasi; d. pelayaran; e. penerbangan; f. air minum; g. kereta api umum; h. pembangkitan tenaga atom; i. mass media. |
bagi modal asing. |
|
|
|
perusahaan - perusahaan dimanan modalnya ditanam. |
kerjanya dengan Warganegara Indonesia kecuali dalam hal - hal tersebut pada pasal 11. |
|
|
9, 10, 11, dan 12. |
dengan hak guna bangunan, hak guna usaha dan hak pakai menurut peraturan perundangan yang berlaku. |
|
a. Pembebasan dari :
1. | Pajak perseroan atas keuntungan untuk jangka waktu tertentu yang tidak melebihi jangka waktu 5 ( lima) tahun terhitung dari saat usaha tersebut mulai berproduksi; |
2. | Pajak devisa atas bagian laba yang dibayarkan kepada pemegang saham,
sejauh laba tersebut diperoleh dalam jangka waktu yang tidak melebihi waktu 5 (lima) tahun dari saat usaha tersebut dimulai berproduksi; |
3. | Pajak perseroan atas keuntungan termaksud dalam Pasal 10 sub a. yang ditanam kembali dalam perusahaan bersangkutan di Indonesia, untuk jangka waktu tertentu yang tidak melebihi jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung dari saat penanaman kembali; |
4. | Bea masuk pada waktu perusahaan barang - barang perlengkapan tetap
kedalam Wilayah Indonesia seperti mesin - mesin, alat-alat kerja pesawat pesawat yang diperlukan yang diperlukan untuk menjalankan perusahaan itu; |
5. | Bea Materai Modal atau penempatan modal yang berasal dari penanaman modal asing. |
b. Keringanan :
1. | Alat pengenaan pajak perseroan sengan suatu tarip yang proporsionil
setinggi-tingginya lima puluh perseratur untuk jangka waktu yang tidak melebihi 5 (lima) tahun sesudah jangka waktu pembebasan sebaai yang dimaksud dalam ad. a angka 1 tersebut diatas; |
2. | dengan cara memperhitungkan kerugian yang diderita selama jangka waktu perusahaan yang dimaksud pada huruf a, angka 1 dengan keuntungan yang harus dikenakan pajak setelah jangka waktu tersebut diatas; |
3. | denan mengizinkan penyusunan yang dipercepat atas alat-alat perlengkapan tetap. |
|
tersebut dalam ayat (1) pasal ini maka dengan Peraturan Pemerintah dapat diberikan tambahan kelonggaran-kelonggaran itu kepada sesuatu perusahaan modal asing yang sangat diperlukan bagi pertumbuhan ekonomi. |
Pemerintah. |
|
|
|
a. | keuntungan yang diperoleh modal sesudah dikurangi pajak-pajak dan kewajiban-kewajiban pembayaran lain di Indonesia; |
b. | biaya-biaya yang berhubungan dengan tenaga asing yang dipekerjakan di Indonesia; |
c. | biaya-biaya lain yang ditentukan lebih lanjut; |
d. | penyusunan atas alat - alat perlengkapan tetap; |
e. | kompensasi dalam hal nasionalisasi. |
oleh Pemerintah. |
pasal 15 masih berlaku Pelaksanaan lebih lanjut diatur oleh Pemerintah. |
|
|
jumlah dan cara pembayaran kompensasi tersebut maka akan diadakan arbitrase yang putusan mengikat kedua belah pihak. |
|
|
|
antara modal asing dan modal nasional tersebut pada pasal 23 setelah dikurangi pajak-pajak serta kewajiban-kewajiban lain yang harus dibayar di Indonesia, diizinkan untuk ditransfer dalam valuta asli dari modal asing yang bersangkutan seimbang dengan bagian modal asing yang ditanam. |
jaminan terhadap nasionalisasi maupun pemberian kompnesasi berlaku pula untuk odal asing tersebut dalam pasal 23. |
perusahaannya sesuai dengan azas-azs ekonomi perusahaan dengan tidak merugikan kepentingan Negara. |
|
|
koordinasi antara badan-badan Pemerintah yang bersangkutan untuk menjamin keserasian daripada kebijaksanaan Pemerintah terhadap modal asing. |
lanjut oleh Pemerintah. |
yang dilakukan setelah berlakunya Undang-undang ini baik dalam perusahaan-perusahaan baru maupun dalam perusahaan-perusahaan yang telah ada untuk menyelenggarakan pengluasan dan atau pembaharuan. |
lebih lanjut oleh Pemerintah. |
Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Landasan Negara Republik Indonesia. |
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 10 Januari 1967
Presiden Republik Indonesia,
SOEKARNO
Diundang di Djakarta MOHD. ICHSAN. |
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
TAMBAHAN
LEMBARAN-NEGARA R.I
-----------------------------------------------------------------------------------------------------
NO. 2818. | MOODAL ASING PENANAMAN. Penjelasan atas Undang Undang-undang no.1 tahun 1967, tentang Penana- man Modal asing. |
||||||||||||
PENJELASAN
A T A S
UNDANG - UNDANG NO.1 1967
t e n t a n g
PENANAMAN MODAL ASING
PENJELASAN UMUM
|
|
|
yang adil dari barang dan jasa hasil produksi. |
|
|
diatas maka ditetapkan Undang-undang tentang Penanaman Modal Asing. |
modal asing diberikan pembebasan/kelonggaran perpajakan dan fasilitas-fasilitas lain. |
bagi modal asing. |
|
negara dan bangsa Indonesia djuga dapat diperhitungkan sebagai modal jang berharga. |
|
bidang-bidang usaha mana jang hanja dapat diusahakan dalam bentuk kerdja-sama dengan modal nasional (pasal 5 ajat 1). |
PENDJELASAN PASAL DEMI PASAL.
Pasal 1.
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Mungkin bentuk kerdjasama ini berudjud kontrak karya, joint venture
atau bentuk lainnja. |
|
|
|
|
1. | Ketentuan pasal ini jang memungkinkan diberikannja tanah kepada perusahaan-perusahaan jang bermodal asing bukan sadja dengan hak pakai, tetapi djuga dengan hak guna bangunan dan hak guna usaha, merupakan penegasan dari apa jang ditentu-kan didalam pasal 55 ajat 2 Undang-undang Pokok Agraria, berhubung dengan pasal 10, 62 dan 64 Ketetapan M.P.R.S. No.XXII/MPRS/1966. |
2. | Sesuai dengan ketentuan Undang-undang Pokok Agraria pasal 35, pasal 29 dan pasal 41, maka hak guna bangunan tersebut dapat diberikan dengan djangka waktu paling lama 30 tahun, jang mengingat keadaan perusahaan dan bangunannja dapat diperpandjang dengan waktu paling lama 20 tahun. |
|
|
|
a. Pembebasan :
1. | Karena usaha sesuatu perusahaan itu beraneka ragam dan dengan demikian
djuga kemungkingan berproduksinja maka djangka waktu pembebasan padjak
dapat diatur sesuai dengan itu. Djangka waktu maksimal 15 tahun dianggap tjukup untuk memberi kompensasi terhadap pengeluaran jang dilakukan sebelum usaha bersangkutan berproduksi.Menurut pengertian internasional saat permulaan berproduksi adalah saat sesuatu usaha baru mulai berproduksi dalam djumlah jang dapat disalurkan dipasaran. |
2. | Pembagian laba jang diperoleh selama waktu pembebasan padjak wadjar dibebaskan djuga dari pengenaan padjak deviden. |
3. | Keuntungan jang ditanam kembali, diperlukan sebagai penanaman modal asing baru. |
4. | Tjukup djelas. |
5. | Dalam asing maka tidak diadakan pungutan sub a No.5, karena tergolong biaja sebelum sesuatu usaha baru berproduksi. |
b. Keringanan :
1. | Dengan menjimpang dari tarip padjak perseroan marginal sebesar enam puluh perseratus dari djumlah laba bersih, sebagaimana ditentukan dalam Ordonasi Padjak Perseroan 1925 maka untuk djangka waktu pembebasan diberikan suatu penurunan tarip padjak dengan memperhatikan bidang-bidang usaha menurut urutan prioritas jang dimaksud dalam pasal 5 ajat (1).Djumlah padjak dalam djangka waktu tersebut akan berupa suatu tarip proporsionil setinggi tingginja lima puluh perseratus dari laba tahunan bersih. |
2. | Pasal 7 Ordonansi Padjak Perseroan 1925 menentukan bahwa kerugian jang diderita dalam sesuatu tahun hanja dapat diperhitungkan dengan laba dalam 2 tahun berikutnja. Menurut ketentuan dalam angka 2 sub b ini maka kerugian jang diderita selama djangka waktu pembebasan tersebut sub a angka 1, dapat diperhitungkan dengan laba jang diperoleh setelah djangka waktu sehingga kerugian tersebut dapat diperhitungkan penuh. |
3. | Menteri Keuangan akan mengatur sesuatu tabel penjusutan untuk barang perlengkapan tetap perusahaan baru modal asing dengan memperhatikan bidang-bidang usaha menurut urutan prioritas jang disebut dalam pasal 5 ajat (1). |
1. | Besarnja kelonggaran-kelonggaran perpadjakan dan pungutan-pungutan lain tersebut dalam pasal 15 ditentukan sesuai dengan prioritas mengenai bidang-bidang usaha sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 5 dan sesuai pula dengan berat ringannja usaha. |
2. | Ada kemungkindan sesuatu perusahaan modal asing jang sangat diperlukan bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat membuktikan bahwa kelonggaran-kelonggaran perpadjakan dan pungutan-pungutan lain seperti tersebut dalam ajat (1) masih belum tjukup untuk berusaha setjara effisien dan effektif. Hal jang demikian itu dapat terdjadi apabila perusahaan tersebut memerlukan modal jang sangat besar untuk investasi atau untuk biaja "overhead". Dalam keadaan jang demikian Pemerintah dapat memberikan kelonggaran-kelonggaran itu kepada setiap perusahaan jang dianggap pantas untuk diberikannja. Tiap-tiap keputusan Pemerintah itu harus dituangkan dalam suatu Peraturan Pemerintah. Apabila Pemerintah membuat Peraturan Pemerintah jang dimaksud dalam pasal 16 ajat (2) maka Pemerintah akan menghubungkan Dewan Perwakilan Rakjat.Ketentuan-ketentuan mengenai kelonggaran-kelonggaran perpadjakan dan pungutan-pungutan lain jang dimaksud dalam Bab VI Undang-undang ini akan dilakukan djuga bagi modal nasional dan bagi domestic asing dalam bidang-bidang usaha jang sama. |
|
|
1. | Perusahaan modal asing harus mengadakan pembukuan tersendiri dari modal asingnja. |
2. | Untuk menetapkan besarnja modal asing maka djumlahnja harus dikurangi dengan djumlah-djumlah jang dengan djalan repatriasi telah ditransfer. |
3. | Tiap tahun perusahaan diwadjibkan menjampaikan kepada Pemerintah suatu ichtisar dari modal asingnja. |
|
|
|
|
|
|
|
|
---------------------