PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 42 TAHUN 2002
TENTANG
BADAN PELAKSANA KEGIATAN USAHA HULU
MINYAK DAN GAS BUMI
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang |
: |
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 4 ayat (3), Pasal 41 ayat (2), Pasal 43, Pasal 44, dan Pasal 49 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, dipandang perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi; |
|||||
Mengingat |
: |
1. |
Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana telah diubah dengan Perubahan ketiga Undang-Undang Dasar 1945; |
||||
|
|
2. |
Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 136, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4152); |
||||
|
|
MEMUTUSKAN : |
|||||
Menetapkan |
: |
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG BADAN PELAKSANA KEGIATAN USAHA HULU MINYAK DAN GAS BUMI. |
|||||
|
|
BAB I |
|||||
|
|
Pasal 1 |
|||||
|
|
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan : |
|||||
|
|
1. |
Minyak Bumi, Gas Bumi, Minyak dan Gas Bumi, Kegiatan Usaha Hulu, Eksplorasi, Eksploitasi, Wilayah Kerja, Badan Usaha, Bentuk Usaha Tetap, Kontrak Kerja Sama, Badan Pelaksana, Menteri adalah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. |
||||
|
|
2. |
Departemen adalah departemen yang mempunyai tugas membantu Presiden dalam menyelenggarakan sebagian tugas Pemerintah di bidang energi dan sumber daya mineral. |
||||
|
|
3. |
Pertamina adalah Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara yang dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1971 tentang Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara Juncto Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. |
||||
|
|
BAB II |
|||||
|
|
Pasal 2 |
|||||
|
|
(1) |
Dengan Peraturan Pemerintah ini, dibentuk Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi yang selanjutnya disebut Badan Pelaksana. |
||||
|
|
(2) |
Badan Pelaksana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berstatus badan hukum milik negara. |
||||
|
|
Pasal 3 |
|||||
|
|
Badan Pelaksana berkedudukan dan berkantor-pusat di Jakarta |
|||||
|
|
Pasal 4 |
|||||
|
|
Badan Pelaksana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 bersifat tidak mencari keuntungan. |
|||||
|
|
BAB III |
|||||
|
|
Pasal 5 |
|||||
|
|
(1) |
Kekayaan Badan Pelaksana merupakan kekayaan negara yang dipisahkan. |
||||
|
|
(2) |
Nilai kekayaan awal Badan Pelaksana ditetapkan oleh Menteri Keuangan berdasarkan perhitungan bersama oleh Departemen, Departemen Keuangan, dan Pertamina. |
||||
|
|
(3) |
Pengalihan kepemilikan dan penghapusan kekayaan Badan Pelaksana dapat dilakukan setelah terlebih dahulu mendapat persetujuan dari Menteri Keuangan. |
||||
|
|
(4) |
Badan Pelaksana wajib melakukan penatausahaan semua kekayaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). |
||||
|
|
Pasal 6 |
|||||
|
|
(1) |
Badan Pelaksana memperoleh penerimaan berupa imbalan atas pelaksanaan fungsi dan tugasnya. |
||||
|
|
(2) |
Besarnya penerimaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Menteri Keuangan sebagai suatu persentase dari penerimaan negara dari setiap Kegiatan Usaha Hulu. |
||||
|
|
(3) |
Badan Pelaksana wajib menyusun dan menyampaikan rencana anggaran pendapatan dan belanja serta rencana kerja tahunan Badan Pelaksana kepada Menteri Keuangan setiap tahun anggaran Badan Pelaksana. |
||||
|
|
(4) |
Anggaran pendapatan dan belanja serta rencana kerja tahunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) ditetapkan dan disahkan oleh Menteri Keuangan setelah mendapatkan pertimbangan dari Menteri. |
||||
|
|
Pasal 7 |
|||||
|
|
(1) |
Badan Pelaksana mengelola dana pembiayaan kegiatan dan dana cadangan pembiayaan operasional. |
||||
|
|
(2) |
Besar dana cadangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan bersamaan dengan penetapan dan pengesahan anggaran pendapatan dan belanja serta rencana kerja tahunan Badan Pelaksana oleh Menteri Keuangan. |
||||
|
|
(3) |
Surplus dana sebagai selisih penerimaan Badan Pelaksana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2) dengan dana pembiayaan kegiatan dan dana cadangan pembiayaan operasional sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dan penerimaan dari pengalihan kekayaan Badan Pelaksana merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak. |
||||
|
|
Pasal 8 |
|||||
|
|
Pedoman mengenai pengelolaan kekayaan, tata cara penyusunan anggaran pendapatan dan belanja serta rencana kerja tahunan Badan Pelaksana ditetapkan oleh Menteri Keuangan. |
|||||
|
|
Pasal 9 |
|||||
|
|
(1) |
Badan Pelaksana mengelola keuangan sesuai dengan standar akuntansi keuangan. |
||||
|
|
(2) |
Pengelolaan keuangan Badan Pelaksana dilaksanakan dengan prinsip efisien, efektif, transparan, dan akuntabel. |
||||
|
|
BAB IV |
|||||
|
|
Pasal 10 |
|||||
|
|
Badan Pelaksana mempunyai fungsi melakukan pengawasan terhadap Kegiatan Usaha Hulu agar pengambilan sumber daya alam Minyak dan Gas Bumi milik negara dapat memberikan manfaat dan penerimaan yang maksimal bagi negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. |
|||||
|
|
Pasal 11 |
|||||
|
|
Untuk melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Badan Pelaksana mempunyai tugas : |
|||||
|
|
a. |
memberikan pertimbangan kepada Menteri atas kebijaksanaannya dalam hal penyiapan dan penawaran Wilayah Kerja serta Kontrak Kerja Sama; |
||||
|
|
b. |
melaksanakan penandatanganan Kontrak Kerja Sama; |
||||
|
|
c. |
mengkaji dan menyampaikan rencana pengembangan lapangan yang pertama kali akan diproduksikan dalam suatu Wilayah Kerja kepada Menteri untuk mendapatkan persetujuan; |
||||
|
|
d. |
memberikan persetujuan rencana pengembangan lapangan selain sebagaimana dimaksud dalam huruf c; |
||||
|
|
e. |
memberikan persetujuan rencana kerja dan anggaran; |
||||
|
|
f. |
melaksanakan monitoring dan melaporkan kepada Menteri mengenai pelaksanaan Kontrak Kerja Sama; |
||||
|
|
g. |
menunjuk penjual Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi bagian negara yang dapat memberikan keuntungan sebesar-besarnya bagi negara. |
||||
|
|
Pasal 12 |
|||||
|
|
Dalam menjalankan tugas, Badan Pelaksana memiliki wewenang : |
|||||
|
|
a. |
membina kerja sama dalam rangka terwujudnya integrasi dan sinkronisasi kegiatan operasional kontraktor Kontrak Kerja Sama; |
||||
|
|
b. |
merumuskan kebijakan atas anggaran dan program kerja kontraktor Kontrak Kerja Sama; |
||||
|
|
c. |
mengawasi kegiatan utama operasional kontraktor Kontrak Kerja Sama; |
||||
|
|
d. |
membina seluruh aset kontraktor Kontrak Kerja Sama yang menjadi milik negara; |
||||
|
|
e. |
melakukan koordinasi dengan pihak dan/atau instansi terkait yang diperlukan dalam pelaksanaan Kegiatan Usaha Hulu. |
||||
|
|
Pasal 13 |
|||||
|
|
(1) |
Badan Pelaksana terdiri atas unsur pimpinan, tenaga ahli, tenaga teknis, dan tenaga administrasi. |
||||
(2) |
Unsur pimpinan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdiri atas Kepala Badan Pelaksana, Wakil Kepala Badan Pelaksana, dan Deputi-deputi. |
||||||
(3) |
Deputi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) berjumlah paling banyak 5 (lima) orang. |
||||||
(4) |
Tenaga Ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berjumlah paling banyak 5 (lima) orang. |
||||||
Pasal 14 |
|||||||
(1) |
Dalam melaksanakan pengawasan internal pada Badan Pelaksana dibentuk Unit Pengawasan. |
||||||
|
|
(2) |
Unit Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dipimpin oleh seorang Kepala Unit Pengawasan yang bertanggung jawab kepada Kepala Badan Pelaksana. |
||||
|
|
Pasal 15 |
|||||
|
|
Tugas dan wewenang Kepala Badan Pelaksana adalah : |
|||||
|
|
a. |
memimpin dan mengelola Badan Pelaksana sesuai dengan fungsi dan tugas Badan Pelaksana; |
||||
|
|
b. |
menandatangani Kontrak Kerja Sama; |
||||
|
|
c. |
menyiapkan rencana kerja, dan anggaran pendapatan dan belanja tahunan Badan Pelaksana; |
||||
|
|
d. |
melaksanakan kebijaksanaan Pemerintah di bidang Kegiatan Usaha Hulu; |
||||
|
|
e. |
membuat laporan pelaksanaan tugas dan laporan keuangan Badan Pelaksana secara berkala kepada Presiden. |
||||
|
|
f. |
mewakili Badan Pelaksana di dalam dan di luar Pengadilan; |
||||
|
|
g. |
mengangkat dan memberhentikan personalia Badan Pelaksana. |
||||
|
|
Pasal 16 |
|||||
|
|
(1) |
Wakil Kepala bertugas membantu kelancaran pelaksanaan tugas Kepala Badan Pelaksana. |
||||
|
|
(2) |
Dalam hal Kepala Badan Pelaksana berhalangan tetap, Wakil Kepala menjalankan fungsi, tugas, dan wewenang Kepala Badan Pelaksana sampai dengan diangkat pejabat yang definitif. |
||||
|
|
Pasal 17 |
|||||
|
|
Deputi bertugas membantu Kepala Badan Pelaksana dalam melaksanakan tugas Kepala Badan Pelaksana sesuai dengan bidang tugas masing-masing. |
|||||
|
|
BAB V |
|||||
|
|
Pasal 18 |
|||||
|
|
(1) |
Kepala Badan Pelaksana diangkat dan diberhentikan oleh Presiden setelah berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. |
||||
|
|
(2) |
Konsultasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah untuk melakukan uji kemampuan dan kelayakan bagi calon Kepala Badan Pelaksana oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dalam hal ini Komisi yang membidangi Minyak dan Gas Bumi. |
||||
|
|
(3) |
Kepala Badan Pelaksana dalam melaksanakan tugasnya bertanggung jawab kepada Presiden. |
||||
|
|
Pasal 19 |
|||||
|
|
Syarat untuk dapat diangkat menjadi Kepala Badan Pelaksana adalah paling kurang : |
|||||
|
|
a. |
warga negara Indonesia; |
||||
|
|
b. |
mempunyai integritas dan dedikasi yang tinggi; |
||||
|
|
c. |
memiliki pengetahuan dan kemampuan manajerial dalam bidang minyak dan gas bumi; |
||||
|
|
d. |
tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana kejahatan: |
||||
|
|
e. |
tidak sedang dinyatakan pailit. |
||||
|
|
Pasal 20 |
|||||
|
|
Wakil Kepala Badan Pelaksana dan Deputi diangkat dan diberhentikan oleh Menteri atas usul Kepala Badan Pelaksana. |
|||||
|
|
Pasal 21 |
|||||
|
|
(1) |
Pimpinan Badan Pelaksana tidak boleh mempunyai kepentingan pribadi baik langsung maupun tidak langsung dalam suatu perkumpulan atau perusahaan yang bertujuan mencari keuntungan. |
||||
|
|
(2) |
Pimpinan Badan Pelaksana tidak dibenarkan memangku jabatan rangkap sebagaimana tersebut di bawah ini : |
||||
|
|
|
a. |
Direksi atau Pimpinan pada Badan Usaha Milik Negara atau Badan Hukum Milik Negara lainnya, atau Badan Usaha dan Bentuk Usaha Tetap yang ada hubungannya dengan fungsi dan tugas Badan Pelaksana; |
|||
|
|
|
b. |
Komisaris pada Badan Usaha dan Bentuk Usaha Tetap yang ada hubungannya dengan fungsi dan tugas Badan Pelaksana; |
|||
|
|
|
c. |
Jabatan struktural dalam instansi atau lembaga pemerintah pusat atau daerah; |
|||
|
|
|
d. |
Jabatan-jabatan lainnya, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. |
|||
|
|
Pasal 22 |
|||||
|
|
(1) |
Batas usia pensiun unsur Pimpinan Badan Pelaksana dan Tenaga Ahli adalah 60 (enam puluh) tahun. |
||||
|
|
(2) |
Batas usia pensiun personalia selain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah 56 (lima puluh enam) tahun. |
||||
|
|
(3) |
Dalam hal tertentu dan sangat diperlukan, Presiden dapat memperpanjang masa jabatan Kepala Badan Pelaksana tiap tahun dan paling banyak 3 (tiga) kali. |
||||
|
|
Pasal 23 |
|||||
|
|
(1) |
Presiden dapat memberhentikan Kepala Badan Pelaksana, dalam hal : |
||||
|
|
|
a. |
mengundurkan diri; |
|||
|
|
|
b. |
dianggap tidak cakap dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya; |
|||
|
|
|
c. |
melakukan perbuatan atau sikap yang merugikan Badan Pelaksana; |
|||
|
|
|
d. |
melakukan tindakan atau sikap yang bertentangan dengan kepentingan negara; |
|||
|
|
|
e. |
cacat fisik atau mental yang mengakibatkan tidak dapat melaksanakan tugas melebihi 3 (tiga) bulan; |
|||
|
|
|
f. |
dipidana penjara karena melakukan kejahatan. |
|||
|
|
(2) |
Selain ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dalam upaya peningkatan pelaksanaan fungsi dan tugas Badan Pelaksana, Presiden dapat memberhentikan Kepala Badan Pelaksana. |
||||
|
|
BAB VI |
|||||
|
|
Pasal 24 |
|||||
|
|
(1) |
Kepala Badan Pelaksana dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum tahun buku mulai berlaku, menyampaikan rencana anggaran pendapatan dan belanja serta rencana kerja tahunan Badan Pelaksana kepada Menteri Keuangan untuk memperoleh pengesahan setelah mendapatkan pertimbangan dari Menteri. |
||||
|
|
(2) |
Pengesahan oleh Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) paling lambat pada awal tahun buku baru. |
||||
|
|
(3) |
Apabila Menteri Keuangan secara tertulis mengemukakan keberatannya atau menolak kegiatan yang dimuat dalam rencana anggaran pendapatan dan belanja serta rencana kerja tahunan Badan Pelaksana sebelum menginjak tahun buku baru, maka Badan Pelaksana menjalankan anggaran pendapatan dan belanja tahun yang lalu. |
||||
|
|
(4) |
Rencana kerja dan/atau anggaran tambahan atau perubahannya yang tertera dalam buku harus diajukan terlebih dahulu kepada Menteri Keuangan, menurut tatacara dan waktu yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, untuk memperoleh pengesahannya. |
||||
|
|
(5) |
Apabila dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sesudah diajukan permintaan persetujuan, Menteri Keuangan tidak memberikan keberatan secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), maka perubahan rencana kerja dan anggaran dianggap telah disahkan. |
||||
|
|
Pasal 25 |
|||||
|
|
Tahun buku Badan Pelaksana adalah tahun fiskal. |
|||||
|
|
BAB VII |
|||||
|
|
Pasal 26 |
|||||
|
|
Pada saat Peraturan Pemerintah ini berlaku : |
|||||
|
|
a. |
Pertamina dalam jangka waktu paling lambat 6 (enam) bulan menyerahkan kepada Badan Pelaksana semua dokumen yang berkaitan dengan pembinaan dan pengawasan kontraktor Kontrak Bagi Hasil dan kontrak lain yang berkaitan; |
||||
|
|
b. |
Kepala Badan Pelaksana dan Direktur Utama Pertamina dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun menyelesaikan masalah administratif yang berkaitan dengan kontrak sebagaimana dimaksud dalam huruf a; |
||||
|
|
c. |
semua pekerja Pertamina yang sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini menangani pembinaan dan pengawasan kontraktor Kontrak Bagi Hasil, dipekerjakan pada Badan Pelaksana dengan ketentuan dalam jangka waktu paling lambat 1 (satu) tahun dapat memilih status tetap sebagai pekerja Pertamina atau personil Badan Pelaksana; |
||||
|
|
d. |
Kepala Badan Pelaksana dan Direktur Utama Pertamina mengatur penyelesaian administrasi pengalihan pekerja Pertamina sebagaimana dimaksud dalam huruf c; |
||||
|
|
e. |
gaji dan penghasilan lain personil Badan Pelaksana yang berasal dari pertamina sebagaimana dimaksud dalam huruf c pada saat menjadi personil Badan Pelaksana, paling kurang sama dengan gaji dan penghasilannya pada saat terakhir bekerja di Pertamina; |
||||
|
|
f. |
sistem penggolongan gaji dan penghasilan lain dari personalia Badan pelaksana sama dengan sistem yang diberlakukan di Pertamina sampai ditetapkan lain oleh Kepala Badan Pelaksana; |
||||
|
|
g. |
seluruh aset negara yang dikelola oleh Pertamina, yang selama ini digunakan untuk melaksanakan fungsi dan tugas pembinaan dan pengawasan kontraktor Bagi Hasil, beralih pengelolaan dan penggunaannya kepada Badan Pelaksana setelah mendapat persetujuan dari Menteri Keuangan; |
||||
|
|
h. |
seluruh aset negara yang dikelola oleh Pertamina dan sebelum Peraturan Pemerintah ini ditetapkan digunakan oleh kontraktor Kontrak Bagi Hasil beralih pengelolaannya kepada Badan Pelaksana setelah mendapat persetujuan dari Menteri Keuangan; |
||||
|
|
i. |
seluruh hak dan kewajiban Pertamina yang berkaitan dengan pelaksanaan fungsi dan tugas pembinaan dan pengawasan kontraktor Kontrak Bagi Hasil beralih kepada Badan Pelaksana. |
||||
|
|
Pasal 27 |
|||||
|
|
Pada saat Peraturan Pemerintah ini berlaku : |
|||||
|
|
a. |
sampai dengan akhir tahun anggaran 2002, biaya operasional Badan Pelaksana dibebankan kepada anggaran Pertamina; |
||||
|
|
b. |
atas pembebanan biaya operasional Badan Pelaksana sebagaimana dimaksud dalam huruf a, Pertamina masih diberikan kompensasi berupa imbalan atas pembinaan dan pengawasan kontraktor Kontrak Bagi Hasil untuk jangka waktu yang sama. |
||||
|
|
BAB VIII |
|||||
|
|
Pasal 28 |
|||||
Rincian fungsi, tugas, susunan organisasi, tata kerja, dan aturan personalia, ditetapkan oleh Kepala Badan Pelaksana, setelah mendapat persetujuan tertulis dari Menteri. |
|||||||
Pasal 29 |
|||||||
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. |
|||||||
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini, dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. |
|||||||
Ditetapkan di Jakarta |
|||||||
pada tanggal 16 Juli 2002 |
|||||||
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, |
|||||||
ttd. |
|||||||
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI |
|||||||
Diundangkan di Jakarta |
|||||||
pada tanggal 16 Juli 2002 |
|||||||
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, |
|||||||
ttd. |
|||||||
BAMBANG KESOWO |
|||||||
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2002 NOMOR 81 |