KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 548/KMK.04/2000

TENTANG

TATA CARA PEMUNGUTAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH
OLEH BENDAHARAWAN PEMERINTAH SEBAGAI PEMUNGUT
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 16A ayat (2) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000, perlu menetapkan Keputusan Menteri Keuangan Tentang Tata Cara Pemungutan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Oleh Bendaharawan Pemerintah Sebagai Pemungut Pajak Pertambahan Nilai;
Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3261) sebagaimaha telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3984);
2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3986);
3. Keputusan Presiden Nomor 234/M Tahun 2000;
4. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 547/KMK.04/2000 tentang Penunjukan Bendaharawan Pemerintah, Badan-badan Tertentu, dan Instansi Pemerintah Tertentu IUntuk Memungut, Menyetor, dan Melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah;

MEMUTUSKAN

Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PEMUNGUTAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH OLEH BENDAHARAWAN PEMERINTAH SEBAGAI PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI;

Pasal 1

Dalam Keputusan Menteri Keuangan ini, yang dimaksud dengan Bendaharawan Pemerintah adalah Bendaharawan atau Pejabat yang melakukan pembayaran yang dananya berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Daerah.

Pasal 2

Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang terutang atas Penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak rekanan Pemerintah yang pembayarannya melalui Bendaharawan Pemerintah, dipungut, disetor dan dilaporkan oleh Bendaharawan Pemerintah atas nama Pengusaha Kena Pajak rekanan Pemerintah.

Pasal 3

(1) Dalam jumlah pembayaran yang dilakukan oleh Bendaharawan Pemerintah, termasuk jumlah Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang terutang.
(2) Jumlah Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang harus dipungut oleh Bendaharawan Pemerintah adalah dihitung sesuai dengan contoh sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran Keputusan Menteri Keuangan ini.

Pasal 4

(1) Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah tidak dipungut oleh Bendaharawan Pemerintah dalam hal:
a. Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah;
b. Pembayaran untuk pembebasan tanah;
c. Pembayaran atas penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak yang menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku, mendapat fasilitas Pajak Pertambahan Nilai tidak dipungut dan atau dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai;
d. Pembayaran atas penyerahan Bahan Bakar Minyak dan Bukan Bahan Bakar Minyak oleh PERTAMINA;
e. Pembayaran atas rekening telepon;
f. Pembayaran atas Jasa angkutan udara yang diserahkan oleh perusahaan penerbangan.
g. Pembayaran lainnya untuk penyerahan barang atau jasa yang menurut ketentuan Perundang-undangan yang berlaku tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.

Pasal 5

(1) Pengutan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) dilakukan pada saat pembayaran dengan cara pemotongan secara langsung dari tagihan Pengusaha Kena Pajak rekanan Pemerintah.
(2) Penyetoran Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang terutang, dilakukan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah bulan terjadinya pembayaran tagihan.
(3) Dalam hal hari ketujuh jatuh pada hari libur, maka saat penyetoran dilakukan pada hari kerja berikutnya.

Pasal 6

(1) Bendaharawan Pemerintah wajib melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang dipungut dan disetor ke Kantor Pelayanan Pajak dan Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara setempat, paling lambat 14 (empat belas) hari setelah bulan dilakukan pembayaran atas tagihan.
(2) Pelaporan pemungutan dan penyetoran Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa Bagi Pemungut Pajak Pertambahan Nilai.

Pasal 7

Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara wajib menolak permintaan pembayaran berikutnya yang diajukan Bendaharawan Pemerintah apabila Bendaharawan Pemerintah tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 5 dan Pasal 6.

Pasal 8

Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara diwajibkan menyampaikan daftar Bendaharawan Pemerintah dan perubahannya yang berada dalam wilayah kerjanya kepada Kantor Pelayanan Pajak yang ditunjuk Direktur Jenderal Pajak.

Pasal 9

Tata cara pemungutan, penyetoran, dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah oleh Bendaharawan Pemerintah dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran Keputusan Menteri Keuangan ini.

Pasal 10

Ketentuan yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan Keputusan Menteri Keuangan ini diatur dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak dan Keputusan Direktur Jenderal Anggaran baik secara sendiri maupun secara bersama-sama sesuai dengan bidang tugas masing-masing.

Pasal 11

Pada saat Keputusan Menteri Keuangan ini mulai berlaku, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1287/KMK.04/1988 tentang Tata Cara Pemungutan, dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai dan Pelaporan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah oleh Bendaharawan Sebagai Pemungut Pajak dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 12

Keputusan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2001.
Agar supaya setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Keputusan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

                                                              Ditetapkan di Jakarta

                                                              pada tanggal 22 Desember 2000

                                                              MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

                                                              PRIJADI PRAPTOSUHARDJO


TATACARA PEMUNGUTAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN

I. UMUM                     
1. SINGKATAN :
    a. BKP : Barang Kena Pajak
    b. JKP : Jasa Kena Pjak
    c. KPKN : Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara
    d. PKP : Pengusaha Kena Pajak
    e.  PPN : Pajak Pertambahan Nilai
    f.  PPn BM : Pajak Penjualan Atas Barang Mewah
    g.  SSP : Suarat Setoran Pajak
2. RUANG LINGKUP PEMUNGUTAN:

Semua pembayaran yang dilakukan oleh Bendaharawan Pemerintah atas penyerahan BKP dan atau JKP yang dilakukan oleh PKP rekanan Pemerintah dipungut PPN atau PPN dan PPnBM.

Bendaharawan Pemerintah tidak memungut PPN dan PPN dan PPnBM sepanjang PKP rekanan Pemerintah menyerahkan barang dan atau jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 1 sampai dengan angka 7 Keputusan ini..

3. SAAT PEMUNGUTAN:

Pemungutan PPN dan PPnBM dilakukan pada saat pembayaran oleh Bendaharawan Pemerintah kepada PKP rekanan Pemerintah.

4. SAAT PENYETORAN:

PPN dan PPnBM yang dipungut, disetorkan ke Bank Persepsi atau Kantor Pos paling lambat 7 (tujuh) hari setelah bulan dilakukannya pembayaran atas taguhan.

II. TATA CARA PEMUNGUTAN
1. DASAR PEMUNGUTAN:

    Dasar pemungutan PPN dan PPNBM adalah jumlah pembayaran yang dilakukan     oleh Bendaharawan Pemerintah.

2. JUMLAH PPN ATAU PPnBM YANG DIPUNGUT:

    a. Dalam hal penyerahan BKP hanya terutang PPN, maka jumlah PPN yang dipungut         adalah 10/110 bagian bagian dari jumlah pembayaran.

    Contoh:

    Jumlah pembayaran                                                             Rp 11.000.000,00

    Jumlah PPN : 10/110 x Rp 11.000.000,00                          Rp   1.000.000,00

    Sisa yang dibayarkan kepada PKP rekanan

    (Rp 11.000.000,00 - Rp 1.000.000,00                               Rp 10.000.000,00

    b. Dalam hal penyerahan BKP yang tergolong mewah dari pengusaha yang         menghasilkan BKP yang tergolong mewah tersebut, di samping terutang PPN juga         terutang PPnBM, maka jumlah PPN dan PPnBM yang dipungut adalah sebagai         berikut:

        Dalam hal terutang PPnBM sebesar 20%, maka jumlah PPN yang dipungut         sebesar 10/130 bagian dari jumlah pembayaran sedangkan jumlah PPnBM yang         dipungut sebesar 20/130 bagian dari jumlah pembayaran.

    Contoh:      PPnBM dengan tarif 20%

    Jumlah pembyaran:                                                          Rp13.000.000,000

    Jumlah pembayaran:

    (10/130xRp13.000.000,00)                                            Rp1.000.000,00

    Jumlah PPnBM yang dipungut:

    (20/130xRp13.000.000,00)                                            Rp2.000.000,00

    Sisa yang dibayarkan kepada PKP rekanan:

    Rp13.000.000,00-(Rp1.000.000,00+Rp2.000.000,00=Rp10.000.000,00

3. TATA CARA PEMUNGUTAN DAN PENYETORAN:

    a. PKP rekanan Pemerintah membuat Faktur Pajak dan SSP pada saat         menyampaikan tagihan kepada Bendaharawan Pemerintah baik untuk sebagian         maupun seluruh pembayaran.

    b. Dalam hal penyerahan BKP tersebut terutang PPnBM maka PKP rekanan         Pemerintah mencantumkan jumlah PPnBM yang terutang pada Faktur Pajak.
    c. Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam huruf a dibuat dalam rangkap 3 (tiga):

        - lembar ke-1 untuk Bendaharawan Pemerintah.

        - lembar ke-2 untuk arsip PKP rekanan Pemerintah.

        - lembar ke-3 untuk Kantor Pelayanan Pajak melalui Bendaharawan Pemerintah.

    d. SSP sebagaimana dimaksud dalam huruf a dibuat dlam rangkap 5 (lima) setelah         PPN atau PPN dan PPnBM disetor di Bank Persepsi atau Kantor Pos,         lembar-lemabr SSP tersebut diperuntukan sebagai berikut:

        - lembar ke-1 untuk PKP rekanan Pemerintah.

        - lembar ke-2 untuk Kantor Pelayanan Pajak melalui KPKN.

        - lembar ke-3 untuk PKP rekanan Pemerintah dilampirikan pada SPT Masa PPN.

        - lembar ke-4 untuk Bank Persepsi atau Kantor Pos.

        - lembar ke-5 untuk pertinggal Pemungut PPN.

     e. Pada setiap lembar Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam huruf c oleh          Bendaharawan Pemerintah yang melakukan pemungutan wajib dibubuhi cap "          Disetor tanggal         .........................." dan ditandatangani oleh Bendaharawan          Pemerintah.
    f. Faktur Pajak dan SSP merupakan bukti pemungutan dan penyetoran PPN atau        PPN dan PPnBM.
III. TATA CARA PELAPORAN

Bendaharawan Pemerintah yang melakukan pemungutan dan penyetoran PPN dan PPnBM diwajibkan melaporkan PPN dan PPnBM yang telah dipungut dan disetor, setiap bulan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Bendaharawan Pemerintah terdaftar dengan menggunakan formulir "Surat Pemberitahuan Masa Bagi Pemungut Pajak Pertambahan Nilai" yang dibuat dalam rangkap 3 (tiga) paling lambat 14 (empat belas) hari setelah bulan dilakukan pembayaran atas tagihan, yang masing-masing diperuntukan sebagai berikut:

- lembar ke-1, dilampiri Faktur Pajak lembar ke-3 untuk KPP.

- lembar ke-2, untuk KPKN.

- lembar ke-3, untuk arsip Bendaharawan Pemerintah,

IV. TATA CARA PENGAWASAN TERHADAP BENDAHARAWAN PEMERINTAH

Pengawasan terhadap dipatuhinya ketentuan yang diatur dalam Keputusan ini dilakukan oleh Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara dan Kantor Pelayanan Pajak yang bersangkutan.

                                                                  MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

                                                                 PRIJADI PRAPTOSUHARDJO