MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
SALINAN
PERATURAN MENTERI KEUANGAN
NOMOR 155/PMK.06/2009
TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN
NOMOR 122/PMK.06/2007 TENTANG KEANGGOTAAN DAN
TATA KERJA PANITIA URUSAN PIUTANG NEGARA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN,
Menimbang |
: |
a. |
bahwa dalam rangka optimalisasi pengurusan Piutang Negara dan efektivitas pelaksanaan tugas Panitia Urusan Piutang Negara, dipandang perlu untuk melakukan penyempurnaan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 122/PMK.06/2007 tentang Keanggotaan dan Tata Kerja Panitia Urusan Piutang Negara; |
||||
|
|
b. |
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 122/PMK.06/2007 tentang Keanggotaan dan Tata Kerja Panitia Urusan Piutang Negara; |
||||
Mengingat |
: |
1. |
Undang-Undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 156, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2104); |
||||
|
|
2. |
Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4488) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4652); |
||||
|
|
3. |
Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 50 Tahun 2008; |
||||
|
|
4. |
Peraturan Presiden Nomor 89 Tahun 2006 tentang Panitia Urusan Piutang Negara; |
||||
|
|
5. |
Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal di Lingkungan Departemen Keuangan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2007; |
||||
|
|
6. |
|||||
|
|
7. |
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 31/PMK.07/2005 tentang Tata Cara Pengajuan Usul, Penelitian, dan Penetapan Penghapusan Piutang Perusahaan Negara/Daerah dan Piutang Negara/Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 112/PMK.07/2005; |
||||
|
|
8. |
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 100/PMK.01/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Keuangan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 73/PMK.01/2009; |
||||
|
|
9. |
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 102/PMK.01/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Kekayaan Negara; |
||||
|
|
MEMUTUSKAN : |
|||||
Menetapkan |
: |
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 122/PMK.06/2007 TENTANG KEANGGOTAAN DAN TATA KERJA PANITIA URUSAN PIUTANG NEGARA. |
|||||
|
Pasal I |
||||||
|
|
Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 122/PMK.06/2007 tentang Keanggotaan dan Tata Kerja Panitia Urusan Piutang Negara, diubah sebagai berikut: |
|||||
|
|
1. |
Ketentuan Pasal 2 diubah, sehingga Pasal 2 berbunyi sebagai berikut: |
||||
|
Pasal 2 |
||||||
|
|
|
(1) |
Panitia mempunyai tugas melaksanakan pengurusan Piutang Negara yang telah diserahkan pengurusannya oleh instansi pemerintah atau badan usaha yang secara langsung atau tidak langsung dikuasai negara berdasarkan suatu peraturan, perjanjian atau sebab apapun. |
|||
|
|
|
(2) |
Piutang badan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: |
|||
|
|
|
|
a. |
piutang yang pengurusannya telah diserahkan sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah; dan |
||
|
|
|
|
b. |
piutang yang pengurusannya telah diserahkan setelah berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah, namun terbatas pada: |
||
|
|
|
|
|
1. |
piutang Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah (BUMN/BUMD) sektor perbankan dan nonperbankan atau badan usaha yang sebagian besar modalnya dimiliki oleh BUMN/BUMD, yang dananya bersumber dari pemerintah dengan pola channeling atau risk sharing; dan |
|
|
|
|
|
|
2. |
piutang BUMN/BUMD nonperbankan. |
|
|
|
2. |
Ketentuan Pasal 3 diubah, sehingga Pasal 3 berbunyi sebagai berikut: |
||||
|
Pasal 3 |
||||||
|
|
|
(1) |
Dalam melaksanakan tugasnya, Panitia berwenang: |
|||
|
|
|
|
a. |
menerbitkan Surat Penerimaan Pengurusan Piutang Negara (SP3N), Surat Penolakan Pengurusan Piutang Negara, dan Surat Pengembalian Pengurusan Piutang Negara; |
||
|
|
|
|
b. |
membuat Pernyataan Bersama (PB) dan Surat Pemberitahuan Perubahan Besaran Piutang Negara; |
||
|
|
|
|
c. |
menerbitkan Surat Keputusan Penetapan Jumlah Piutang Negara (PJPN) dan Surat Pemberitahuan Koreksi/Perubahan Besaran Piutang Negara; |
||
|
|
|
|
d. |
menerbitkan Surat Paksa (SP); |
||
|
|
|
|
e. |
menerbitkan Surat Perintah Penyitaan (SPP); |
||
|
|
|
|
f. |
meminta Sita Persamaan; |
||
|
|
|
|
g. |
menerbitkan Surat Perintah Pengangkatan Penyitaan (SPPP); |
||
|
|
|
|
h. |
menerbitkan Surat Perintah Penjualan Barang Sitaan (SPPBS); |
||
|
|
|
|
i. |
menyetujui/ menolak Penjualan tanpa melalui lelang dan Penebusan; |
||
|
|
|
|
j. |
menetapkan Nilai Limit Lelang, nilai Penjualan tanpa melalui lelang, nilai Penebusan dengan nilai di bawah hak tanggungan, dan nilai Penebusan jaminan yang tidak diikat dengan sempurna atau tidak ada pengikatan; |
||
|
|
|
|
k. |
menerbitkan Surat Pernyataan Pengurusan Piutang Negara Lunas (SPPNL) dan Surat Pernyataan Pengurusan Piutang Negara Selesai (SPPNS); |
||
|
|
|
|
l. |
menerbitkan Surat Penetapan Piutang Negara Untuk Sementara Belum Dapat Ditagih (PSBDT); |
||
|
|
|
|
m. |
menyetujui/menolak penarikan pengurusan Piutang Negara; |
||
|
|
|
|
n. |
menyetujui/menolak rencana Paksa Badan, meminta izin Paksa Badan kepada Kepala Kejaksaan Tinggi, menerbitkan Surat Perintah Paksa Badan, menerbitkan Surat Perintah Perpanjangan Paksa Badan, menerbitkan Surat Izin Keluar dari Tempat Paksa Badan, dan menerbitkan Surat Perintah Pembebasan Paksa Badan; |
||
|
|
|
|
o. |
dihapus; |
||
|
|
|
|
p. |
menetapkan kembali PSBDT menjadi piutang aktif; |
||
|
|
|
|
q. |
menetapkan Piutang Negara Telah Dihapuskan secara Mutlak (PTDM); dan |
||
|
|
|
|
r. |
meminta izin kepada Gubernur Bank Indonesia untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan nasabah. |
||
|
|
|
(2) |
Kewenangan menerima pengurusan piutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi piutang Instansi Pemerintah, piutang BUMN/BUMD yang dananya bersumber dari pemerintah dengan pola channeling atau risk sharing, dan piutang BUMN/BUMD nonperbankan. |
|||
|
|
|
(3) |
Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur kerja dan bentuk surat untuk melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Ketua Panitia Pusat. |
|||
|
|
3. |
Ketentuan Pasal 7 ayat (1) huruf b dan ayat (3) huruf c diubah, sehingga Pasal 7 berbunyi sebagai berikut: |
||||
|
Pasal 7 |
||||||
|
|
|
(1) |
Dalam hal Ketua Panitia Cabang dijabat oleh Kepala Kantor Wilayah, Anggota Panitia Cabang yang mewakili unsur: |
|||
|
|
|
|
a. |
Departemen Keuangan adalah Kepala Kantor Pelayanan yang berada dalam wilayah kerja Kantor Wilayah. |
||
|
|
|
|
b. |
Kepolisian adalah Direktur Reserse dan Kriminal atau pejabat lain yang setingkat pada Kepolisian Daerah setempat. |
||
|
|
|
|
c. |
Kejaksaan adalah Asisten Perdata dan Tata Usaha Negara atau pejabat lain yang setingkat pada Kejaksaan Tinggi setempat. |
||
|
|
|
|
d. |
Pemerintah Daerah adalah pejabat dari Badan Pengawasan Daerah atau pejabat lain yang setingkat pada Pemerintah Provinsi setempat. |
||
|
|
|
(2) |
Dalam hal Ketua Panitia Cabang dijabat oleh Kepala Kantor Pelayanan dan berada di Ibukota Provinsi, Anggota Panitia Cabang yang mewakili unsur: |
|||
|
|
|
|
a. |
Departemen Keuangan adalah Kepala Kantor Pelayanan yang berada dalam satu wilayah Provinsi. |
||
|
|
|
|
b. |
Kepolisian adalah Kepala Bagian/Kepala Satuan Reserse dan Kriminal atau pejabat lain yang setingkat pada Kepolisian Daerah setempat. |
||
|
|
|
|
c. |
Kejaksaan adalah Asisten Perdata dan Tata Usaha Negara atau pejabat lain yang setingkat pada Kejaksaan Tinggi setempat. |
||
|
|
|
|
d. |
Pemerintah Daerah adalah pejabat dari Badan Pengawasan Daerah atau pejabat lain yang setingkat pada Pemerintah Provinsi setempat. |
||
|
|
|
(3) |
Dalam hal Ketua Panitia Cabang dijabat oleh Kepala Kantor Pelayanan dan tidak berada di Ibukota Provinsi, Anggota Panitia Cabang yang mewakili unsur: |
|||
|
|
|
|
a. |
Departemen Keuangan adalah Kepala Kantor Pelayanan yang berada dalam satu wilayah Provinsi. |
||
|
|
|
|
b. |
Kepolisian adalah Kepala Bagian/Kepala Satuan Reserse dan Kriminal atau pejabat lain yang setingkat pada Kepolisian Wilayah/Kepolisian Resort setempat. |
||
|
|
|
|
c. |
Kejaksaan adalah Kepala Kejaksaan Negeri setempat atau pejabat setingkat di bawahnya yang ditunjuk. |
||
|
|
|
|
d. |
Pemerintah Daerah adalah pejabat dari Badan Pengawasan Daerah atau pejabat lain yang setingkat pada Pemerintah Kabupaten/Kota setempat. |
||
|
|
4. |
Ketentuan Pasal 8 diubah, sehingga Pasal 8 berbunyi sebagai berikut: |
||||
|
Pasal 8 |
||||||
|
|
|
(1) |
Kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dilaksanakan oleh Panitia Cabang kecuali kewenangan menyetujui/menolak rencana Paksa Badan dan meminta izin kepada Gubernur Bank Indonesia untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan nasabah dilaksanakan oleh Panitia Pusat. |
|||
|
|
|
(2) |
Penyelenggaraan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Kantor Pelayanan. |
|||
|
|
|
(3) |
Tugas Panitia Cabang sehari-hari dilaksanakan oleh Ketua/Anggota Panitia Cabang yang menjabat Kepala Kantor Pelayanan sesuai wilayah kerja Kantor Pelayanan masing-masing. |
|||
|
|
|
(4) |
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dalam hal Ketua Panitia Cabang dijabat oleh Kepala Kantor Wilayah, hal-hal tertentu terkaitdengan tugas Panitia Cabang tetap dilaksanakan oleh atau dimintakan persetujuan dari Ketua Panitia Cabang. |
|||
|
|
5. |
Ketentuan Pasal 9 diubah, sehingga Pasal 9 berbunyi sebagai berikut: |
||||
|
Pasal 9 |
||||||
|
|
|
(1) |
Hal-hal tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4), yang tetap dilaksanakan oleh Ketua Panitia Cabang adalah penandatanganan Pernyataan Bersama dan Surat Paksa. |
|||
|
|
|
(2) |
Hal-hal tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4), harus dimintakan persetujuan dari Ketua Panitia Cabang adalah: |
|||
|
|
|
|
a. |
penetapan Nilai Limit Lelang dengan Nilai Pasar barang yang dilelang lebih dari Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah); |
||
|
|
|
|
b. |
nilai Penjualan tanpa melalui lelang/Penebusan di bawah nilai pengikatan dengan Nilai Pasar barang lebih dari Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah); dan |
||
|
|
|
|
c. |
nilai Penjualan tanpa melalui lelang/Penebusan Barang Jaminan yang tidak diikat sempurna atau tidak ada pengikatan, dengan Nilai Pasar barang lebih dari Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). |
||
|
|
|
(3) |
Atas permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Ketua Panitia Cabang dapat menyetujui atau tidak menyetujui keputusan besarnya penetapan Nilai Limit Lelang, nilai Penjualan tanpa melalui lelang/Penebusan dengan nilai di bawah nilai pengikatan, dan nilai Penjualan tanpa melalui lelang/Penebusan Barang }aminan yang tidak diikat sempurna atau tidak ada pengikatan. |
|||
|
|
|
(4) |
Dalam hal Ketua Panitia Cabang tidak menyetujui nilai yang diajukan, Ketua Panitia Cabang dapat menetapkan sendiri Nilai Limit, nilai Penebusan, dan nilai Penjualan tanpa melalui lelang. |
|||
|
|
|
(5) |
Dihapus. |
|||
|
|
6. |
Mengubah Lampiran Peraturan Menteri Keuangan Nomor 122/PMK.06/2007 tentang Keanggotaan dan Tata Kerja Panitia Urusan Piutang Negara, sehingga menjadi sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran Peraturan Menteri Keuangan yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri Keuangan ini. |
||||
|
|
7. |
Judul BAB IV yang terletak di antara Pasal 12 dan Pasal 13 diubah, sehingga judul BAB IV dimaksud berbunyi sebagai berikut: |
||||
|
BAB V PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN KETUA/ANGGOTA PANITIA CABANG |
||||||
|
|
8. |
Ketentuan Pasal 14 ayat (1) ditambah 1 (satu) huruf yakni huruf c, dan ditambah 2 (dua) ayat yakni ayat (3) dan ayat (4), sehingga Pasal 14 berbunyi sebagai berikut: |
||||
|
Pasal 14 |
||||||
|
|
|
(1) |
Pengangkatan Anggota Panitia Cabang harus memenuhi persyaratan: |
|||
|
|
|
|
a. |
calon anggota yang diusulkan adalah pejabat yang berdinas aktif pada instansinya masing-masing; dan |
||
|
|
|
|
b. |
menduduki jabatan sekurang-kurangnya eselon III; atau |
||
|
|
|
|
c. |
menduduki jabatan sekurang-kurangnya eselon IV, dalam hal Ketua Panitia Cabang dijabat oleh Kepala Kantor Pelayanan dan tidak berada di Ibukota Provinsi. |
||
|
|
|
(2) |
Sebelum menjalankan tugasnya Ketua/Anggota Panitia Cabang terlebih dahulu mengangkat sumpah jabatan menurut agamanya. |
|||
|
|
|
(3) |
Pejabat yang melantik/mengambil sumpah jabatan Ketua/Anggota Panitia Cabang adalah Ketua Panitia Pusat. |
|||
|
|
|
(4) |
Ketua Panitia Pusat dapat mendelegasikan tugas pelantikan/pengambilan sumpah jabatan kepada: |
|||
|
|
|
|
a. |
Sekretaris Panitia Pusat, dalam hal yang dilantik/mengangkat sumpah jabatan adalah Ketua dan/atau Anggota Panitia Cabang; atau |
||
|
|
|
|
b. |
Ketua Panitia Cabang, dalam hal yang dilantik/mengangkat sumpah jabatan adalah Anggota Panitia Cabang.. |
||
|
|
9. |
Ketentuan Pasal 15 diubah dan ditambah 1 (satu) ayat yakni ayat (2), sehingga Pasal 15 berbunyi sebagai berikut: |
||||
|
Pasal 15 |
||||||
|
|
|
(1) |
Keanggotaan dalam Panitia Cabang berakhir karena: |
|||
|
|
|
|
a. |
meninggal dunia; |
||
|
|
|
|
b. |
pensiun; |
||
|
|
|
|
c. |
mutasi jabatan pada instansi asalnya; |
||
|
|
|
|
d. |
permohonan instansi yang mengusulkan; atau |
||
|
|
|
|
e. |
sebab-sebab lain yang mengakibatkan tidak dapat lagi menjalankan tugasnya. |
||
|
|
|
(2) |
Ketua Panitia Pusat atas nama Menteri Keuangan memberhentikan Ketua/Anggota Panitia Cabang karena alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, huruf d, dan huruf e. |
|||
|
|
10. |
Ketentuan Pasal 18 ditambah 1 (satu) ayat yakni ayat (2), sehingga Pasal 18 berbunyi sebagai berikut: |
||||
|
Pasal 18 |
||||||
|
|
|
(1) |
Sekretariat Panitia Pusat beranggotakan paling banyak 10 (sepuluh) orang. |
|||
|
|
|
(2) |
Anggota Sekretariat Panitia Pusat diangkat dan diberhentikan oleh Sekretaris Panitia Pusat atas nama Ketua Panitia Pusat. |
|||
|
|
11. |
Ketentuan Pasal 23 ditambah 1 (satu) ayat yakni ayat (4), sehingga Pasal 23 berbunyi sebagai berikut: |
||||
|
Pasal 23 |
||||||
|
|
|
(1) |
Dalam hal Ketua Panitia Cabang dijabat oleh Kepala Kantor Wilayah, Sekretariat Panitia Cabang beranggotakan: |
|||
|
|
|
|
a. |
paling banyak 2 (dua) orang pada Kantor Wilayah; |
||
|
|
|
|
b. |
paling banyak 3 (tiga) orang pada kantor tempat kedudukan Sekretaris Panitia Cabang; dan |
||
|
|
|
|
c. |
satu orang pada kantor tempat kedudukan masing-masing Anggota Panitia Cabang yang berasal dari unsur Departemen Keuangan. |
||
|
|
|
(2) |
Dalam hal Ketua Panitia Cabang dijabat oleh Kepala Kantor Pelayanan, Sekretariat Panitia Cabang beranggotakan: |
|||
|
|
|
|
a. |
paling banyak 3 (tiga) orang pada Kantor Pelayanan tempat kedudukan Ketua Panitia Cabang; dan |
||
|
|
|
|
b. |
paling banyak 2 (dua) orang pada tempat kedudukan Anggota Panitia Cabang yang berasal dari unsur Departemen Keuangan. |
||
|
|
|
(3) |
Dalam hal Ketua Panitia Cabang dijabat oleh Kepala Kantor Pelayanan dan tidak terdapat Kepala Kantor Pelayanan lain yang menjadi Anggota Panitia Cabang, Sekretariat Panitia Cabang beranggotakan paling banyak 4 (empat) orang. |
|||
|
|
|
(4) |
Koordinator Sekretariat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2) dan Anggota Sekretariat Panitia Cabang diangkat dan diberhentikan oleh Ketua Panitia Cabang. |
|||
|
|
12. |
Judul BAB VII diubah, sehingga Judul BAB VII berbunyi sebagai berikut: |
||||
|
BAB VII PEJABAT PENGGANTI |
||||||
|
|
13. |
Ketentuan Pasal 26 diubah, sehingga Pasal 26 berbunyi sebagai berikut: |
||||
|
Pasal 26 |
||||||
|
|
|
Dalam hal Ketua Panitia, Sekretaris Panitia, atau Anggota Panitia Cabang berhalangan sementara/tetap ditunjuk pejabat pengganti. |
||||
|
|
14. |
Ketentuan Pasal 27 diubah, sehingga Pasal 27 berbunyi sebagai berikut: |
||||
|
Pasal 27 |
||||||
|
|
|
(1) |
Dalam hal Ketua Panitia Pusat berhalangan sementara/tetap, Pejabat Pengganti Sementara Direktur Jenderal Kekayaan Negara karena jabatan menjadi Pejabat Pengganti Sementara Ketua Panitia Pusat. |
|||
|
|
|
(2) |
Dalam hal Sekretaris Panitia Pusat berhalangan sementara/tetap, Pejabat Pengganti Sementara Direktur Piutang Negara karena jabatan menjadi Pejabat Pengganti Sementara Sekretaris Panitia Pusat. |
|||
|
|
15. |
Ketentuan Pasal 28 ayat (1) dan ayat (2) diubah, dan ditambah 1 (satu) ayat yakni ayat (3), sehingga Pasal 28 berbunyi sebagai berikut: |
||||
|
Pasal 28 |
||||||
|
|
|
(1) |
Dalam hal Ketua Panitia Cabang berhalangan sementara/tetap, ditunjuk pejabat pengganti dari salah satu Anggota Panitia Cabang yang bersangkutan, dengan ketentuan: |
|||
|
|
|
|
a. |
wakil dari unsur Departemen Keuangan yang berkedudukan di kota yang sama dengan tempat kedudukan Ketua Panitia Cabang; |
||
|
|
|
|
b. |
wakil dari unsur selain Departemen Keuangan dalam hal tidak ada wakil dari unsur Departemen Keuangan di kota tempat kedudukan Ketua Panitia Cabang; atau |
||
|
|
|
|
c. |
wakil dari unsur Departemen Keuangan dari kota lain, dalam hal huruf a dan huruf b tidak terpenuhi. |
||
|
|
|
(2) |
Dalam hal Ketua Panitia Cabang berhalangan tetap, Pejabat Pengganti Sementara ditunjuk oleh Ketua Panitia Pusat. |
|||
|
|
|
(3) |
Dalam hal Ketua Panitia Cabang berhalangan sementara, Pejabat Pengganti Sementara ditunjuk oleh Ketua Panitia Cabang yang bersangkutan. |
|||
|
|
16. |
Di antara Pasal 28 dan Pasal 29 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 28A sehingga berbunyi sebagai berikut: |
||||
|
Pasal 28A |
||||||
|
|
|
Dalam hal Anggota Panitia Cabang yang melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) berhalangan sementara/tetap, Ketua Panitia Cabang melaksanakan tugas Panitia Cabang di wilayah kerja Anggota Panitia yang bersangkutan. |
||||
|
|
17. |
Ketentuan Pasal 36 diubah, sehingga Pasal 36 berbunyi sebagai berikut: |
||||
|
Pasal 36 |
||||||
|
|
|
(1) |
Pengambilan keputusan tertentu yang tidak dapat dilaksanakan oleh Panitia Cabang diajukan kepada Panitia Pusat. |
|||
|
|
|
(2) |
Pengambilan keputusan tertentu yang tidak dapat dilaksanakan oleh Panitia Pusat diajukan kepada Menteri Keuangan. |
|||
|
|
18. |
Di antara BAB VIII dan BAB IX disisipkan 1 (satu) judul bab, yakni BAB VIIIA yang berbunyi sebagai berikut: |
||||
|
BAB VIIIA LAPORAN |
||||||
|
|
19. |
Ketentuan Pasal 37 ayat (1) dan ayat (2) diubah, dan ditambah 1 (satu) ayat yakni ayat (3), sehingga Pasal 37 berbunyi sebagai berikut: |
||||
|
Pasal 37 |
||||||
|
|
|
(1) |
Panitia Cabang menyampaikan rencana kerja tahunan dan laporan pelaksanaan tugasnya kepada Panitia Pusat. |
|||
|
|
|
(2) |
Laporan pelaksanaan tugas Panitia Cabang paling kurang terdiri dari: |
|||
|
|
|
|
a. |
laporan produk hukum yang diterbitkan Panitia Cabang; |
||
|
|
|
|
b. |
laporan hasil pengurusan Piutang Negara; dan |
||
|
|
|
|
c. |
laporan evaluasi pengurusan Piutang Negara. |
||
|
|
|
(3) |
Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: |
|||
|
|
|
|
a. |
laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b disampaikan setiap bulan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya; |
||
|
|
|
|
b. |
laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c disampaikan setiap 6 (enam) bulan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya. |
||
|
|
20. |
Ketentuan Pasal 38 diubah, sehingga Pasal 38 berbunyi sebagai berikut: |
||||
|
Pasal 38 |
||||||
|
|
|
Panitia Pusat setiap 6 (enam) bulan menyampaikan laporan pelaksanaan tugas pengurusan Piutang Negara kepada Menteri Keuangan. |
||||
|
|
21. |
Ketentuan Pasal 41 diubah, sehingga Pasal 41 berbunyi sebagai berikut: |
||||
|
Pasal 41 |
||||||
|
|
|
Selama Kantor Pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II Peraturan Menteri Keuangan Nomor 102/PMK.01/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Kekayaan Negara belum dibentuk: |
||||
|
|
|
a. |
pengurusan Piutang Negara dilaksanakan oleh Panitia Cabang di provinsi yang bersangkutan, yang penyelenggaraannya dilaksanakan oleh Kantor Pelayanan yang lama; |
|||
|
|
|
b. |
pengurusan Piutang Negara di wilayah provinsi Sulawesi Barat dilaksanakan oleh Panitia Cabang Sulawesi Selatan yang penyelenggaraannya dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pare-pare; dan |
|||
|
|
|
c. |
pengurusan Piutang Negara di wilayah Kantor Pelayanan Magelang dilaksanakan oleh Panitia Cabang Jawa Tengah yang penyelenggaraannya dilaksanakan oleh: |
|||
|
|
|
|
1. |
Kantor Pelayanan Semarang untuk wilayah Kota Magelang, Kabupaten Magelang, Kabupaten Temanggung, dan Kota Salatiga; dan |
||
|
|
|
|
2. |
Kantor Pelayanan Purwokerto untuk wilayah Kabupaten Purworejo dan Kabupaten Wonosobo. |
||
|
Pasal II |
||||||
|
|
Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. |
|||||
|
|
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. |
|||||
|
|
|
|
|
|
|
Ditetapkan di Jakarta |
|
|
|
|
|
|
|
pada tanggal 30 September 2009 |
|
|
|
|
|
|
|
MENTERI KEUANGAN, |
SRI MULYANI INDRAWATI | |||||||
|
|
Diundangkan di Jakarta |
|
||||
|
|
Pada tanggal 30 September 2009 |
|
||||
|
|
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA, |
|
||||
ANDI MATTALATTA | |||||||
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2009 NOMOR 337 |
LAMPIRAN |
||
PERATURAN MENTERI KEUANGAN |
||
NOMOR 155/PMK.06/2009 TENTANG |
||
PERUBAHAN ATAS PERATURAN |
||
MENTERI KEUANGAN NOMOR |
||
122 / PMK.06 / 2007 TENTANG |
||
KEANGGOTAAN DAN TATA KERJA |
||
PANITIA URUSAN PIUTANG |
||
NEGARA |
PANITIA URUSAN PIUTANG NEGARA CABANG
No. |
PANITIA URUSAN PITANG NEGARA CABANG |
DAERAH WEWENANG |
TEMPAT KEDUDUKAN |
|
1. |
PUPN Cabang NANGGROE ACEH DARUSSALAM |
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam |
Banda Aceh |
|
2. |
PUPN Cabang SUMATERA UTARA |
Provinsi Sumatera Utara |
Medan |
|
3. |
PUPN Caban RIAU |
Provinsi Riau |
Pekanbaru |
|
4. |
PUPN Cabang KEPULAUAN RIAU |
Provinsi Kepulauan Riau |
Batam |
|
5. |
PUPN Cabang SUMATERA BARAT |
Provinsi Sumatera Barat |
Padang |
|
6. |
PUPN Cabang SUMATERA SELATAN |
Provinsi Sumatera Selatan |
Palembang |
|
7. |
PUPN Cabang JAMBI |
Provinsi Jambi |
Jambi |
|
8. |
PUPN Cabang BANGKA BELITUNG |
Provinsi Bangka Belitung |
Pangkal Pinang |
|
9. |
PUPN Cabang LAMPUNG |
Provinsi Lampung |
Bandar Lampung |
|
10. |
PUPN Cabang BENGKULU |
Provinsi Bengkulu |
Bengkulu |
|
11. |
PUPN Cabang BANTEN |
Provinsi Banten |
Serang |
|
12. |
PUPN Cabang DKI JAKARTA |
Provinsi DKI Jakarta |
Jakarta |
|
13. |
PUPN Cabang JAWA BARAT |
Provinsi Jawa Barat |
Bandung |
|
14. |
PUPN Cabang JAWA TENGAH |
Provinsi Jawa Tengah |
Semarang |
|
15. |
PUPN Cabang DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA |
Provinsi D.I. Yogyakarta |
Yogyakarta |
|
16. |
PUPN Cabang JAWA TIMUR |
Provinsi Jawa Timur |
Surabaya |
|
17. |
PUPN Cabang KALIMANTAN BARAT |
Provinsi Kalimantan Barat |
Pontianak |
|
18. |
PUPN Cabang KALIMANTAN TENGAH |
Provinsi Kalimantan Tengah |
Palangkaraya |
|
19. |
PUPN Cabang KALIMANTAN SELATAN |
Provinsi Kalimantan Selatan |
Banjarbaru |
|
20. |
PUPN Cabang KALIMANTAN TIMUR |
Provinsi Kalimantan Timur |
Samarinda |
|
21. |
PUPN Cabang BALI |
Provinsi Bali |
Denpasar |
|
22. |
PUPN Cabang NUSA TENGGARA BARAT |
Provinsi Nusa Tenggara Barat |
Mataram |
|
23. |
PUPN Cabang NUSA TENGGARA TIMUR |
Provinsi Nusa Tenggara Timur |
Kupang |
|
24. |
PUPN Cabang SULAWESI SELATAN |
Provinsi Sulawesi Selatan |
Makassar |
|
25. |
PUPN Cabang SULAWESI |
Provinsi Sulawesi Barat |
Mamuju
|
|
26. |
PUPN Cabang SULAWESI |
Provinsi Sulawesi Tenggara |
Kendari |
|
27. |
PUPN Cabang SULAWESI |
Provinsi Sulawesi Tengah |
Palu |
|
28. |
PUPN Cabang SULAWESI |
Provinsi Sulawesi Utara |
Manado |
|
29. |
PUPN Cabang GORONTALO |
Provinsi Gorontalo |
Gorontalo |
|
30. |
PUPN Cabang MALUKU |
Provinsi Maluku Utara |
Ternate |
|
31. |
PUPN Cabang MALUKU |
Provinsi Maluku |
Ambon |
|
32. |
PUPN Cabang PAPUA BARAT |
Provinsi Papua Barat |
Sorong |
|
33. |
PUPN Cabang PAPUA |
Provinsi Papua |
Jayapura |
|
MENTERI KEUANGAN | ||
ttd. |
||
SRI MULYANI INDRAWATI |