PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 68 TAHUN 2008

 
TENTANG

 
TATA CARA PELAKSANAAN HUBUNGAN DAN KERJA SAMA

KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

 

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

 

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

 

Menimbang

:

bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 42 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Pelaksanaan Hubungan dan Kerja Sama Kepolisian Negara Republik Indonesia;

Mengingat

:

1.

Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

 

 

2.

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4168);

 

 

MEMUTUSKAN :

Menetapkan

:

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN HUBUNGAN DAN KERJA SAMA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA.

 

BAB I

KETENTUAN UMUM


Pasal 1

 

 

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :

 

 

1.

Hubungan dan kerja sama Kepolisian Negara Republik Indonesia yang selanjutnya disebut kerja sama adalah setiap kegiatan yang dilakukan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan lembaga negara, lembaga pemerintah maupun lembaga non pemerintah, lembaga organisasi internasional, lembaga organisasi non pemerintah/swadaya masyarakat baik yang berada di dalam maupun di luar negeri, yang dibuat secara tertulis dalam bentuk-bentuk tertentu serta menimbulkan hak dan kewajiban.

 

 

2.

Kepolisian Negara Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Polri adalah Kepolisian Nasional yang merupakan satu kesatuan dalam melaksanakan peran memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri.

 

 

3.

Kerja sama induk adalah kerja sama para pihak yang akan dijadikan sebagai landasan bagi kerja sama yang bersifat lebih teknis.

 

 

4.

Kerja sama teknis adalah jabaran dari kerjasama induk yang bersifat lebih teknis.

 

 

5.

Organisasi internasional adalah organisasi antar pemerintah yang diakui sebagai subjek hukum internasional dan mempunyai kapasitas untuk membuat perjanjian internasional.

 

 

6.

Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Kapolri adalah pimpinan Polri dan penanggung jawab penyelenggaraan fungsi kepolisian.

 

Pasal 2

 

 

Kerja sama diselenggarakan dengan tujuan untuk kelancaran pelaksanaan tugas kepolisian secara fungsional, baik di bidang operasional maupun pembinaan.

 

Pasal 3

 

 

(1)

Kerja sama di dalam negeri didasarkan atas prinsip-prinsip :

 

 

 

a.

mengutamakan kepentingan nasional;

 

 

 

b.

keseimbangan;

 

 

 

c.

saling menghormati;

 

 

 

d.

saling membantu;

 

 

 

e.

persamaan kedudukan;

 

 

 

f.

saling menguntungkan;

 

 

 

g.

mengutamakan kepentingan umum;

 

 

 

h.

memperhatikan hierarki;

 

 

 

i.

partisipasi;

 

 

 

j.

subsidiaritas;

 

 

 

k.

sendi-sendi hubungan fungsional;

 

 

 

l.

itikad baik; dan

 

 

 

m.

netralitas.

 

 

(2)

Kerja sama dengan luar negeri, selain memperhatikan prinsip-prinsip sebagaimana dimaksud pada ayat (1), juga memperhatikan :

 

 

 

a.

hukum nasional masing-masing negara; dan

 

 

 

b.

hukum dan kebiasaan internasional.

 

BAB II
TATA CARA PELAKSANAAN KERJA SAMA

 

Pasal 4

 

 

(1)

Kerja sama dengan pihak-pihak di dalam negeri dilaksanakan dengan lembaga negara, lembaga pemerintah dan lembaga non pemerintah/swadaya masyarakat.

 

 

(2)

Kerja sama dengan lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi lembaga baik di tingkat pusat maupun daerah.

 

Pasal 5

 

 

(1)

Kerja sama dengan pihak-pihak di luar negeri dilaksanakan dengan :

 

 

 

a.

lembaga pemerintah negara asing;

 

 

 

b.

lembaga organisasi internasional;

 

 

 

c.

lembaga organisasi non pemerintah/swadaya masyarakat.

 

 

(2)

Kerja sama dengan pihak-pihak di luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan melalui kerja sama bilateral, regional, dan multilateral.

 

Pasal 6

 

 

Kerja sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan Pasal 5 dilaksanakan antara lain dalam bidang :

 

 

a.

tugas operasional;

 

 

b.

kerja sama teknik;

 

 

c.

pendidikan; dan

 

 

d.

pelatihan.

 

Pasal 7

 

 

(1)

Pelaksanaan kerja sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan Pasal 5 dibuat dalam bentuk tertulis yang menimbulkan hak dan kewajiban.

 

 

(2)

Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dituangkan dalam kerja sama induk dan/atau kerja sama teknis.

 

Pasal 8

 

 

(1)

Kerja sama induk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) dibuat oleh Kapolri dan pimpinan pihak terkait.

 

 

(2)

Kerja sama yang bersifat teknis atas suatu kerja sama induk dapat dibuat oleh unit-unit/satuan organisasi di lingkungan Polri dan pimpinan unit kerja pihak terkait.

 

 

(3)

Kerja sama induk dan kerja sama teknis mulai berlaku dan mengikat setelah disepakati dan ditandatangani oleh para pihak.

 

Pasal 9

 

 

Kerja sama dilaksanakan melalui tahap :

 

 

a.

pembuatan naskah kerja sama;

 

 

b.

penandatanganan;

 

 

c.

pengesahan;

 

 

d.

pertukaran dokumen kerja sama;

 

 

e.

penyimpanan dokumen kerja sama; dan

 

 

f.

sosialisasi.

 

Pasal 10

 

 

Tata cara pembuatan kerja sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Pasal 8, dan Pasal 9 sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

Pasal 11

 

 

(1)

Kerja sama induk dalam dan luar negeri ditandatangani oleh Kapolri dan pimpinan pihak terkait.

 

 

(2)

Kerja sama teknis dalam dan luar negeri ditandatangani oleh kepala satuan organisasi di lingkungan Polri dan pimpinan unit pihak terkait.

 

 

(3)

Penandatanganan kerja sama dengan pihak luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dilaksanakan setelah mendapatkan Surat Kuasa (full power) dari Menteri Luar Negeri atas nama Pemerintah Republik Indonesia.

 

BAB III

PERWIRA PENGHUBUNG

 

Pasal 12

 

 

(1)

Untuk memperlancar kerja sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan Pasal 5, dapat diangkat Perwira Polri sebagai Penghubung.

 

 

(2)

Perwira Polri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat ditempatkan pada lembaga terkait di dalam dan di luar negeri sesuai dengan kepentingan tugas kepolisian.

 

 

(3)

Penempatan Perwira Polri pada lembaga terkait di dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2), didasarkan atas kesepakatan.

 

 

(4)

Penempatan Perwira Polri pada lembaga terkait di luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilaksanakan melalui konsultasi dengan Menteri Luar Negeri dan sesuai peraturan perundang-undangan.

 

BAB IV

PENYELESAIAN PERSELISIHAN


Pasal 13

 

 

Setiap perselisihan yang timbul dari kerja sama, diselesaikan dengan cara-cara damai atau sesuai dengan yang tercantum dalam perjanjian kerja sama.

 

BAB V
PERUBAHAN KERJA SAMA


Pasal 14

 

 

(1)

Perubahan atas ketentuan suatu kerja sama berdasarkan kesepakatan antara para pihak dalam kerja sama tersebut.

 

 

(2)

Perubahan kerja sama mengikat para pihak melalui tata cara sebagaimana ditetapkan dalam kerja sama tersebut.

 

BAB VI

PENGAKHIRAN KERJA SAMA


Pasal 15

 

 

Kerja sama berakhir apabila :

 

 

a.

disepakati oleh para pihak melalui prosedur yang ditetapkan dalam kerja sama;

 

 

b.

tujuan kerja sama telah tercapai;

 

 

c.

terdapat perubahan mendasar yang mempengaruhi pelaksanaan kerja sama;

 

 

d.

salah satu pihak tidak melaksanakan dan/atau melanggar ketentuan kerja sama;

 

 

e.

dibuat suatu kerja sama baru yang menggantikan kerja sama lain;

 

 

f.

muncul norma-norma baru dalam hukum yang berlaku;

 

 

g.

obyek kerja sama hilang; atau

 

 

h.

terdapat hal-hal yang merugikan kepentingan nasional;

 

Pasal 16

 

 

Kerja sama yang berakhir sebelum waktunya berdasarkan kesepakatan para pihak, tidak mempengaruhi penyelesaian setiap pengaturan yang menjadi bagian kerja sama dan belum dilaksanakan secara penuh pada saat berakhirnya kerja sama tersebut.

 

BAB VII

KETENTUAN PERALIHAN

 

Pasal 17

 

 

Pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini, kerja sama yang sedang berjalan tetap berlaku sampai dengan berakhirnya waktu kerja sama.  

 

Pasal 18

 

 

Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, pembuatan atau pengesahan kerja sama yang masih dalam proses, diselesaikan sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah ini.

 

BAB VIII

KETENTUAN PENUTUP

 

Pasal 19

 

 

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

 

 

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. 

 

 

 

 

 

Ditetapkan di Jakarta

 

 

 

 

 

pada tanggal 21 Oktober 2008

 

 

 

 

 

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

           
           
          DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
           

 

 

Diundangkan di Jakarta

 

 

 

pada tanggal 21 Oktober 2008

 

 

 

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

 

    REPUBLIK INDONESIA  
       
       
    ANDI MATTALATTA  
   
  LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDIONESIA TAHUN 2008 NOMOR 158