MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
SALINAN
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 43/PMK.06/2014
TENTANG
PENGELOLAAN ASET EKS BANK DALAM LIKUIDASI
OLEH MENTERI KEUANGAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang |
: |
a. |
bahwa Pemerintah Republik Indonesia telah membayar terlebih dahulu sebagian atau seluruh hak nasabah penyimpan dana dan/atau memberikan dana talangan, fasilitas pembiayaan dan/atau dana penjaminan kepada Bank Dalam Likuidasi; |
|||
b. |
bahwa dana talangan, fasilitas pembiayaan dan/atau dana penjaminan kepada Bank Dalam Likuidasi merupakan kewajiban Bank Dalam Likuidasi kepada Pemerintah Republik Indonesia yang pembayarannya dilakukan melalui penyetoran hasil pencairan aset Bank Dalam Likuidasi oleh Tim Likuidasi; |
|||||
c. |
bahwa sampai dengan masa tugas Tim Likuidasi berakhir, masih terdapat kewajiban Bank Dalam Likuidasi kepada Pemerintah Republik Indonesia dan terdapat sisa aset Bank Dalam Likuidasi yang belum tercairkan; |
|||||
d. |
bahwa sisa aset sebagaimana dimaksud dalam huruf c diserahkan kepada Pemerintah Republik Indonesia c.q. Kementerian Keuangan dan diperhitungkan sebagai pengurang kewajiban Bank Dalam Likuidasi kepada Pemerintah Republik Indonesia setelah dapat dicairkan atau ditetapkan sebagai Barang Milik Negara; |
|||||
e. |
bahwa dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan di bidang Keuangan Negara, Menteri Keuangan perlu mengatur aset eks Bank Dalam Likuidasi yang telah diserahkan kepada Pemerintah Republik Indonesia c.q. Kementerian Keuangan guna optimalisasi pengembalian uang negara; |
|||||
f. |
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pengelolaan Aset Eks Bank Dalam Likuidasi oleh Menteri Keuangan; |
|||||
Mengingat |
: |
1. |
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286); |
|||
2. |
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); |
|||||
3. |
Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1999 tentang Pencabutan Izin Usaha, Pembubaran dan Likuidasi Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 52, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3831); |
|||||
4. |
Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara Serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 56 Tahun 2013 tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara Serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 126); |
|||||
5. |
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.01/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan; |
|||||
MEMUTUSKAN: |
||||||
Menetapkan |
: |
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENGELOLAAN ASET EKS BANK DALAM LIKUIDASI OLEH MENTERI KEUANGAN. |
||||
BAB I
|
||||||
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan: |
||||||
1. |
Bank Dalam Likuidasi yang selanjutnya disingkat BDL adalah bank yang telah menerima dana talangan, fasilitas pembiayaan dan/atau dana penjaminan dari Pemerintah serta dicabut izin usahanya yang diikuti dengan likuidasi bank. |
|||||
2. |
Tim Likuidasi adalah suatu tim yang bertugas melakukan likuidasi bank yang dicabut izin usahanya. |
|||||
3. |
Aset adalah harta atau kekayaan eks BDL yang diserahkan kepada Pemerintah c.q. Kementerian Keuangan. |
|||||
4. |
Kas adalah uang tunai dan/atau saldo simpanan di bank yang setiap saat dapat dicairkan. |
|||||
5. |
Aset Properti adalah Aset berupa tanah dan/atau bangunan, dan/atau satuan rumah susun/apartemen berikut benda-benda yang melekat dan merupakan satu kesatuan atau kelengkapannya. |
|||||
6. |
Aset Kredit adalah piutang negara yang berasal dari tagihan BDL terhadap debiturnya dan/atau pihak lain. |
|||||
7. |
Surat Berharga adalah surat pengakuan utang, wesel, saham, obligasi, sekuritas kredit, atau setiap derivatifnya, atau kepentingan lain, atau suatu kewajiban dari penerbit, dalam bentuk yang lazim diperdagangkan dalam pasar modal dan pasar uang. |
|||||
8. |
Aset Inventaris adalah Aset bergerak dan berwujud berupa kendaraan bermotor, peralatan kantor, dan peralatan lainnya. |
|||||
9. |
Nilai Limit adalah nilai terendah atas pelepasan barang dalam lelang. |
|||||
10. |
Lelang adalah penjualan barang yang terbuka untuk umum dengan penawaran harga secara tertulis dan/atau lisan yang semakin meningkat atau menurun untuk mencapai harga tertinggi, yang didahului dengan pengumuman lelang. |
|||||
11. |
Penebusan adalah pembayaran yang dilakukan guna memperoleh kembali Aset Properti. |
|||||
12. |
Penatausahaan adalah rangkaian kegiatan yang meliputi pembukuan, inventarisasi, dan pelaporan pengelolaan Aset. |
|||||
13. |
Inventarisasi adalah kegiatan untuk melakukan pendataan, pencatatan, dan pelaporan hasil pendataan Aset. |
|||||
14. |
Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia. |
|||||
15. |
Direktur Jenderal adalah direktur jenderal yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi pengelolaan Aset. |
|||||
16. |
Direktorat Jenderal adalah unit eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi pengelolaan Aset. |
|||||
17. |
Direktur adalah direktur pada Direktorat Jenderal yang melaksanakan tugas dan fungsi pengelolaan Aset. |
|||||
18. |
Direktorat adalah unit eselon II di lingkungan Direktorat Jenderal yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi pengelolaan Aset. |
|||||
19. |
Kantor Wilayah adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Direktur Jenderal. |
|||||
20. |
Kantor Pelayanan adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah. |
|||||
Pasal 2 |
||||||
(1) |
Direktur Jenderal merupakan pelaksana fungsional atas kewenangan dan tanggung jawab Menteri selaku pengelola Aset. |
|||||
(2) |
Dalam melaksanakan kewenangan dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal atas nama Menteri dapat menunjuk Direktur atau pejabat pada instansi vertikal Direktorat Jenderal untuk melaksanakan sebagian kewenangan dan tanggung jawab pengelola Aset. |
|||||
BAB II
|
||||||
Aset yang dikelola terdiri dari: |
||||||
a. |
Kas; |
|||||
b. |
Aset Kredit; |
|||||
c. |
Aset Inventaris; |
|||||
d. |
Surat Berharga; dan |
|||||
e. |
Aset Properti. |
|||||
Pasal 4 |
||||||
(1) |
Pengelolaan atas Aset meliputi: |
|||||
a. |
Penatausahaan; |
|||||
b. |
penyerahan pengurusan Aset Kredit kepada Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN); |
|||||
c. |
penilaian; |
|||||
d. |
Lelang; |
|||||
e. |
penjualan tanpa melalui Lelang; |
|||||
f. |
pendaftaran saham atau obligasi; |
|||||
g. |
menghadiri Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) atau Rapat Umum Pemegang Obligasi (RUPO); |
|||||
h. |
permintaan pembayaran atas dividen saham dan bunga obligasi; |
|||||
i. |
pemeliharaan dan pengamanan; |
|||||
j. |
Penebusan; dan/atau |
|||||
k. |
penetapan Aset Properti menjadi Barang Milik Negara dalam rangka penyelenggaraan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga. |
|||||
(2) |
Pengelolaan atas Aset sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai karakteristik masing-masing Aset. |
|||||
BAB III
|
||||||
(1) |
Aset berupa Kas disetor secepatnya oleh Tim Likuidasi ke Rekening Kas Umum Negara. |
|||||
(2) |
Bukti penyetoran Kas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Direktorat untuk dilakukan konfirmasi dan pencatatan. |
|||||
BAB IV
|
||||||
Pengelolaan atas Aset Kredit meliputi: |
||||||
a. |
Penatausahaan; dan |
|||||
b. |
penyerahan pengurusan kepada PUPN. |
|||||
Pasal 7 |
||||||
(1) |
Penatausahaan Aset Kredit dilakukan dengan cara: |
|||||
a. |
Inventarisasi; |
|||||
b. |
verifikasi; dan |
|||||
c. |
pelaporan pengelolaan Aset. |
|||||
(2) |
Penatausahaan Aset Kredit dilakukan oleh Direktorat terhadap dokumen Aset Kredit dan jaminannya. |
|||||
(3) |
Hasil Penatausahaan Aset Kredit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dalam suatu basis data (database). |
|||||
Pasal 8 | ||||||
(1) |
Penyerahan pengurusan Aset Kredit kepada PUPN didasarkan pada Akta Pengalihan Hak Atas Tagihan (cessie). |
|||||
(2) |
Dalam hal tidak terdapat Akta Pengalihan Hak Atas Tagihan (cessie), penyerahan pengurusan Aset Kredit kepada PUPN didasarkan pada surat pernyataan/kesanggupan melunasi hutang dari debitur. |
|||||
(3) |
Dalam hal tidak terdapat Akta Pengalihan Hak Atas Tagihan (cessie) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan surat pernyataan/kesanggupan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), penyerahan pengurusan Aset Kredit kepada PUPN dapat didasarkan pada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. |
|||||
Pasal 9 |
||||||
(1) |
Nilai penyerahan pengurusan Aset Kredit kepada PUPN didasarkan pada Akta Pengalihan Hak Atas Tagihan (cessie). |
|||||
(2) |
Dalam hal terdapat putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, nilai penyerahan pengurusan Aset Kredit kepada PUPN didasarkan pada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. |
|||||
Pasal 10 |
||||||
(1) |
Dalam hal penyerahan pengurusan Aset Kredit kepada PUPN didasarkan pada surat pernyataan/kesanggupan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2), nilai penyerahan yang digunakan merupakan jumlah/nilai utang yang tercantum dalam laporan keuangan tanggal pisah batas pembukuan (cut off date) yang dituangkan dalam surat pernyataan/kesanggupan melunasi utang dari debitur. |
|||||
(2) |
Dalam hal tidak terdapat laporan keuangan tanggal pisah batas pembukuan (cut off date), jumlah yang dituangkan dalam surat pernyataan/kesanggupan melunasi utang dari debitur merupakan jumlah/nilai utang yang tercantum dalam Neraca Akhir Likuidasi. |
|||||
(3) |
Dalam hal tidak terdapat laporan keuangan tanggal pisah batas pembukuan (cut off date) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan tidak terdapat Neraca Akhir Likuidasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), jumlah yang dituangkan dalam surat pernyataan/kesanggupan melunasi utang dari debitur merupakan jumlah/ nilai utang yang tercantum pada Perjanjian Kredit. |
|||||
Pasal 11 |
||||||
Dalam hal tidak terdapat Akta Pengalihan Hak Atas Tagihan (cessie), tidak terdapat surat pernyataan/kesanggupan melunasi hutang dari debitur, dan tidak terdapat putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, penyelesaian Aset Kredit dapat dilakukan dengan mengajukan gugatan pada pengadilan. |
||||||
Pasal 12 |
||||||
Direktur Jenderal menyerahkan pengurusan Aset Kredit kepada PUPN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengurusan Piutang Negara. |
||||||
Pasal 13 |
||||||
(1) |
Direktur Jenderal selaku penyerah piutang memiliki wewenang atas Aset Kredit yang telah diserahkan pengurusannya kepada PUPN, untuk: |
|||||
a. |
memberi persetujuan atau penolakan atas permintaan pertimbangan yang diajukan oleh PUPN terhadap permohonan penebusan barang jaminan dengan nilai di bawah nilai pembebanan hak atas barang jaminan hutang Aset Kredit; |
|||||
b. |
memberi persetujuan atau penolakan atas permintaan pertimbangan yang diajukan oleh PUPN terhadap permohonan penjualan tanpa melalui lelang dengan nilai di bawah nilai pembebanan atau tidak ada pembebanan hak atas barang jaminan hutang Aset Kredit; |
|||||
c. |
melakukan koreksi atas jumlah utang yang telah diserahkan pengurusannya kepada PUPN dalam hal terdapat: |
|||||
1) |
kekeliruan dalam pencantuman nilai penyerahan; atau |
|||||
2) |
sebab lain yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum; |
|||||
d. |
mengajukan permohonan pencabutan pemblokiran, dan/atau pengangkatan sita atas pemblokiran dan penyitaan yang sebelumnya dimohonkan oleh BDL; dan/atau |
|||||
e. |
mengajukan permohonan roya. |
|||||
(2) |
Permintaan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b paling sedikit dilengkapi dengan: |
|||||
a. |
resume berkas kasus piutang negara; |
|||||
b. |
laporan penilaian yang masih berlaku; |
|||||
c. |
fotokopi dokumen kepemilikan dan/atau dokumen pengikatan; dan |
|||||
d. |
fotokopi surat permohonan dari pemilik/debitur. |
|||||
(3) |
Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b, diberikan dalam hal nilai permohonan paling sedikit sebesar nilai pasar berdasarkan laporan penilaian yang masih berlaku. |
|||||
Pasal 14 |
||||||
Direktur Jenderal dapat mendelegasikan Kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dan Pasal 13 kepada Direktur. |
||||||
BAB V
|
||||||
Pengelolaan atas Aset Inventaris meliputi: |
||||||
a. |
Penatausahaan; |
|||||
b. |
pengamanan; |
|||||
c. |
penilaian; dan |
|||||
d. |
Lelang. |
|||||
Pasal 16 |
||||||
Penatausahaan Aset Inventaris dilakukan oleh Direktorat dengan cara: |
||||||
a. |
Inventarisasi; dan |
|||||
b. |
pelaporan pengelolaan Aset. |
|||||
Pasal 17 |
||||||
(1) |
Terhadap Aset Inventaris dilakukan inventarisasi untuk mengetahui jumlah dan kondisi aset. |
|||||
(2) |
Hasil Inventarisasi dituangkan dalam daftar Aset Inventaris. |
|||||
Pasal 18 |
||||||
Pengamanan Aset Inventaris dilakukan dengan menyimpan di dalam Aset Properti eks BDL atau di tempat lain yang ditentukan oleh Direktur. |
||||||
Pasal 19 |
||||||
Dalam rangka Lelang atas Aset Inventaris dilakukan penilaian. |
||||||
Pasal 20 |
||||||
(1) |
Direktur Jenderal melakukan Lelang atas Aset Inventaris melalui Kantor Pelayanan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Lelang. |
|||||
(2) |
Lelang Aset Inventaris dilakukan dalam kondisi sebagaimana adanya (as is). |
|||||
(3) |
Nilai Limit Lelang ditetapkan oleh Direktur Jenderal berdasarkan nilai pasar sesuai hasil penilaian oleh penilai. |
|||||
(4) |
Nilai Limit sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak tanggal penilaian, kecuali terdapat perubahan kondisi yang signifikan atas Aset Inventaris. |
|||||
Pasal 21 |
||||||
Aset Inventaris dapat dilelang dalam satu paket dengan Aset Properti tempat Aset Inventaris tersimpan dengan pertimbangan efektivitas dan optimalisasi hasil Lelang bagi Negara. |
||||||
BAB VI
|
||||||
Pengelolaan atas Surat Berharga meliputi: |
||||||
a. |
Penatausahaan; |
|||||
b. |
pendaftaran saham pada daftar pemegang saham perseroan atau pendaftaran obligasi pada daftar pemegang obligasi perseroan; |
|||||
c. |
menghadiri RUPS atau RUPO; |
|||||
d. |
permintaan pembayaran atas dividen saham dan bunga obligasi; |
|||||
e. |
penilaian; |
|||||
f. |
Lelang; dan |
|||||
g. |
penjualan tanpa melalui Lelang. |
|||||
Pasal 23 |
||||||
(1) |
Penatausahaan Surat Berharga dilakukan oleh Direktorat dengan cara: |
|||||
a. |
Inventarisasi; |
|||||
b. |
verifikasi; dan |
|||||
c. |
pelaporan pengelolaan Surat Berharga. |
|||||
(2) |
Penatausahaan Surat Berharga dilakukan oleh Direktorat terhadap dokumen Surat Berharga. |
|||||
(3) |
Hasil Penatausahaan Surat Berharga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dalam daftar Surat Berharga. |
|||||
Pasal 24 |
||||||
Surat Berharga berupa saham atau obligasi yang telah ditatausahakan, didaftarkan oleh Direktur pada daftar pemegang saham perseroan atau daftar pemegang obligasi perseroan. |
||||||
Pasal 25 |
||||||
|
|
(1) |
Direktur Jenderal atau pihak yang dikuasakan dapat menghadiri dan mengambil keputusan dalam RUPS sesuai ketentuan pada Anggaran Dasar Perseroan atau RUPO sesuai dengan perjanjian perwaliamanatan. |
|||
|
|
(2) |
Pengambilan keputusan oleh Direktur Jenderal atau pihak yang dikuasakan dalam RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dimaksudkan untuk melakukan penambahan modal oleh Menteri. |
|||
Pasal 26 |
||||||
|
|
Direktur meminta pembayaran atas: |
||||
|
|
a. |
dividen saham apabila terdapat pengumuman pembagian dividen; dan |
|||
|
|
b. |
bunga obligasi setiap jatuh tempo. |
|||
Pasal 27 |
||||||
(1) |
Direktur Jenderal berwenang melakukan Penjualan Surat Berharga dengan cara: |
|||||
|
|
|
a. |
Lelang; atau |
||
|
|
|
b. |
penjualan tanpa melalui Lelang. |
||
(2) |
Penjualan Surat Berharga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan memperhatikan ketentuan anggaran dasar perusahaan, perjanjian antar pemegang saham, peraturan perundang-undangan di bidang Perseroan Terbatas, peraturan perundang-undangan di bidang Surat Berharga dan peraturan perundang-undangan di bidang Lelang. |
|||||
Pasal 28 |
||||||
(1) |
Lelang dilakukan atas Surat Berharga berupa: |
|||||
|
|
|
a. |
saham pada perusahaan terbuka (Tbk) yang tidak tercatat di bursa efek; dan/atau |
||
b. |
saham pada perusahaan tertutup yang pemegang saham dan/atau karyawan tidak menggunakan haknya untuk membeli. |
|||||
|
|
(2) |
Nilai Limit Lelang atas Surat Berharga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Direktur Jenderal berdasarkan nilai pasar sesuai hasil penilaian oleh penilai. |
|||
|
|
(3) |
Nilai Limit Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak tanggal penilaian, kecuali terdapat perubahan kondisi yang signifikan atas Surat Berharga. |
|||
Pasal 29 |
||||||
(1) |
Penjualan tanpa melalui Lelang dilakukan terhadap Surat Berharga berupa: |
|||||
|
|
|
a. |
saham yang tercatat di bursa efek; |
||
|
|
|
b. |
saham pada perusahaan tertutup yang pemegang saham dan/atau karyawan menggunakan haknya untuk membeli (preemptive rights); |
||
|
|
|
c. |
obligasi; atau |
||
|
|
|
d. |
reksadana. |
||
|
|
(2) |
Nilai penjualan tanpa melalui Lelang atas Surat Berharga ditetapkan oleh Direktur Jenderal paling sedikit sama dengan nilai pasar sesuai hasil penilaian. |
|||
BAB VII
|
||||||
|
|
Aset Properti terdiri dari: |
||||
|
|
a. |
Aset tetap, yaitu Aset Properti milik eks BDL; dan |
|||
|
|
b. |
Barang Jaminan Diambil Alih (BJDA), yaitu Aset Properti yang berasal dari barang jaminan kredit yang telah diambil alih dan/atau dikuasai oleh eks BDL. |
|||
Pasal 31 |
||||||
|
|
Pengelolaan atas Aset Properti meliputi: |
||||
|
|
a. |
Penatausahaan; |
|||
|
|
b. |
pemeliharaan dan pengamanan; |
|||
|
|
c. |
penilaian; |
|||
|
|
d. |
Lelang; |
|||
|
|
e. |
Penebusan; dan |
|||
|
|
f. |
penetapan Aset Properti menjadi Barang Milik Negara dalam rangka penyelenggaraan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga. |
|||
Pasal 32 |
||||||
|
|
(1) |
Penatausahaan Aset Properti dilakukan oleh Direktorat dengan cara: |
|||
|
|
|
a. |
Inventarisasi; |
||
|
|
|
b. |
verifikasi; dan |
||
|
|
|
c. |
pelaporan pengelolaan Aset Properti. |
||
|
|
(2) |
Penatausahaan Aset Properti dilakukan oleh Direktorat terhadap dokumen Aset Properti. |
|||
|
|
(3) |
Penatausahaan dokumen Aset Properti sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi: |
|||
|
|
|
a. |
verifikasi masa berlaku hak atas Aset Properti; |
||
|
|
|
b. |
konfirmasi atas status hukum Aset Properti kepada instansi terkait; dan |
||
|
|
|
c. |
penyimpanan secara tertib dan rapi di tempat yang ditentukan oleh Direktur. |
||
|
|
(4) |
Hasil Penatausahaan Aset Properti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dalam suatu basis data (database). |
|||
Pasal 33 |
||||||
|
|
(1) |
Pemeliharaan dan pengamanan fisik Aset Properti dilakukan oleh Kantor Wilayah. |
|||
|
|
(2) |
Dalam hal lokasi Aset Properti berada di luar kota tempat kedudukan Kantor Wilayah, Kantor Wilayah dapat menunjuk Kantor Pelayanan yang wilayah kerjanya meliputi letak Aset Properti untuk melakukan pemeliharaan dan pengamanan fisik. |
|||
|
|
(3) |
Pemeliharaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) mencakup pembayaran atas biaya fasilitas sosial dan fasilitas umum, service/maintenance charge, daya dan jasa, serta biaya lain yang melekat pada Aset Properti. |
|||
|
|
(4) |
Pembayaran biaya pemeliharaan dapat dilakukan dalam hal Aset Properti tidak dalam penguasaan pihak lain yang tidak berwenang. |
|||
|
|
(5) |
Pengamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan dengan menunjuk wakil kerja (waker), untuk melaksanakan pengamanan pada fisik Aset Properti. |
|||
|
|
(6) |
Waker wajib menyampaikan laporan mengenai kondisi Aset Properti kepada Kantor Wilayah atau Kantor Pelayanan paling lama setiap 3 (tiga) bulan sekali. |
|||
|
|
(7) |
Kantor Wilayah wajib menyampaikan laporan mengenai pelaksanaan pengamanan dan pemeliharaan Aset Properti kepada Direktorat tiap semester. |
|||
|
|
(8) |
Dalam hal diperlukan, Direktorat Jenderal dapat meminta bantuan kepada instansi berwenang guna pengamanan fisik Aset Properti. |
|||
Pasal 34 |
||||||
|
|
(1) |
Direktur Jenderal melakukan Lelang atas Aset Properti melalui Kantor Pelayanan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Lelang. |
|||
|
|
(2) |
Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam kondisi fisik dan/atau dokumen sebagaimana adanya (as is). |
|||
|
|
(3) |
Aset Properti dapat dilelang secara terpisah atau digabungkan dengan pertimbangan optimalisasi hasil Lelang bagi Negara. |
|||
Pasal 35 |
||||||
|
|
(1) |
Nilai Limit Lelang atas Aset Properti ditetapkan oleh Direktur Jenderal berdasarkan nilai tertinggi antara nilai pasar hasil penilaian yang dilakukan oleh penilai atau Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang masih berlaku. |
|||
|
|
(2) |
Nilai Limit Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak tanggal penilaian, kecuali terdapat perubahan kondisi yang signifikan atas Aset Properti. |
|||
Pasal 36 |
||||||
|
|
(1) |
Penebusan atas Aset Properti dapat dilakukan terhadap Aset Properti berupa BJDA namun tidak didukung Akta Jual Beli yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), Risalah Lelang, akta pelepasan hak dari pemilik asal kepada BDL, dan/atau akta kuasa menjual dari pemilik asal kepada Tim Likuidasi. |
|||
|
|
(2) |
Pihak yang dapat melakukan Penebusan atas Aset Properti sebagaimana dimaksud ayat (1) yaitu: |
|||
|
|
|
a. |
orang yang namanya tercantum dalam dokumen kepemilikan atau orang lain yang dinyatakan sebagai pemilik berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, atau ahli warisnya dan bukan merupakan pihak yang terafiliasi; atau |
||
|
|
|
b. |
badan hukum yang namanya tercantum dalam dokumen kepemilikan yang diwakili oleh pengurus yang masih aktif dan bukan merupakan pihak yang terafiliasi. |
||
|
|
(3) |
Pihak terafiliasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan komisaris/pengawas eks BDL, direksi/pengurus eks BDL, dan/atau pemegang saham eks BDL serta keluarga sedarah maupun semenda dalam garis keturunan lurus satu derajat dan/atau kesamping satu derajat. |
|||
Pasal 37 |
||||||
|
|
Pihak yang akan melakukan Penebusan atas Aset Properti harus mengajukan surat permohonan dengan sekurang-kurangnya menyampaikan uraian Aset Properti yang akan ditebus, bukti diri, nilai penawaran, dan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2) huruf a. |
||||
Pasal 38 |
||||||
|
|
(1) |
Penebusan atas Aset Properti disetujui berdasarkan nilai tertinggi antara nilai pasar sesuai hasil penilaian yang dilakukan oleh penilai atau NJOP yang masih berlaku. |
|||
|
|
(2) |
Persetujuan Penebusan atas Aset Properti ditetapkan oleh: |
|||
|
|
|
a. |
Direktur Jenderal setelah mendapat rekomendasi dari Direktur dalam hal nilai Penebusan sampai dengan Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah); atau |
||
|
|
|
b. |
Menteri Keuangan setelah mendapat rekomendasi dari Direktur Jenderal dalam hal nilai Penebusan lebih dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). |
||
Pasal 39 |
||||||
|
|
(1) |
Dalam rangka penyelenggaraan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga, Menteri dapat menetapkan Aset Properti menjadi Barang Milik Negara dengan Keputusan Menteri Keuangan. |
|||
|
|
(2) |
Aset Properti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Aset Properti berupa Aset Tetap dan BJDA yang dilengkapi dengan akta kuasa notariil dari Tim Likuidasi yang mencantumkan klausula sekurang-kurangnya untuk menjual, mengoperkan, mengalihkan, memindahtangankan, dan melepaskan hak kepada siapapun. |
|||
|
|
(3) |
Aset Properti yang telah menjadi Barang Milik Negara ditetapkan status penggunaannya kepada Kementerian/Lembaga berdasarkan permohonan Kementerian/Lembaga. |
|||
Pasal 40 |
||||||
|
|
(1) |
Aset Properti yang ditetapkan menjadi Barang Milik Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1) terlebih dahulu dilakukan penilaian untuk memperoleh nilai pasar Aset Properti. |
|||
|
|
(2) |
Nilai Aset Properti menjadi Barang Milik Negara ditetapkan oleh Direktur Jenderal berdasarkan nilai pasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
|||
BAB VIII
|
||||||
|
|
(1) |
Penilaian Aset Inventaris, Surat Berharga, dan Aset Properti dilakukan oleh tim penilai internal Direktorat Jenderal atau penilai eksternal. |
|||
|
|
(2) |
Dalam hal penilaian dilakukan oleh penilai eksternal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), proses pengadaan penilai eksternal dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang pengadaan barang dan jasa oleh instansi pemerintah. |
|||
BAB IX
|
||||||
|
|
(1) |
Penanganan perkara di lembaga peradilan atas Aset dilakukan oleh Biro Bantuan Hukum, Sekretariat Jenderal dengan mengikutsertakan Direktorat Jenderal. |
|||
|
|
(2) |
Pengelolaan Aset berperkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Direktorat Jenderal dengan memperhatikan perkara hukum yang sedang berlangsung. |
|||
Pasal 43 |
||||||
|
|
(1) |
Direktorat Hukum dan Hubungan Masyarakat, Direktorat Jenderal menyampaikan laporan perkembangan penanganan perkara tiap triwulan kepada Direktur Jenderal. |
|||
|
|
(2) |
Dalam rangka penyusunan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktorat Hukum dan Hubungan Masyarakat, Direktorat Jenderal berkoordinasi dengan Biro Bantuan Hukum, Sekretariat Jenderal. |
|||
BAB X
|
||||||
|
|
Hasil pengelolaan Aset berupa uang tunai atau nilai Aset Properti yang ditetapkan menjadi Barang Milik Negara diperhitungkan sebagai pengurang kewajiban yang berasal dari BDL kepada Pemerintah Republik Indonesia. |
||||
Pasal 45 |
||||||
|
|
Hasil pengelolaan Aset berupa uang tunai merupakan penerimaan negara dan disetorkan ke rekening Kas Umum Negara. |
||||
BAB XI
|
||||||
|
|
(1) |
Direktur Jenderal menyampaikan laporan pengelolaan Aset setiap semester kepada Menteri. |
|||
|
|
(2) |
Laporan pengelolaan Aset sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perkembangan dan hasil pengelolaan Aset. |
|||
Pasal 47 |
||||||
|
|
Dalam rangka pertanggungjawaban pengelolaan Aset, Direktur Jenderal menyusun laporan keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang sistem akuntansi dan pelaporan keuangan pemerintah pusat. |
||||
BAB XII
|
||||||
|
|
Seluruh proses pengelolaan Aset oleh Kementerian Keuangan c.q. Direktorat Jenderal yang telah dilakukan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini tetap dinyatakan sah dan selanjutnya pengelolaan Aset dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri ini. |
||||
BAB XIII
|
||||||
|
|
Peraturan Menteri, ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. |
||||
|
|
Agar setiap orang mengetahui, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. |
||||
|
||||||
|
|
|
|
|
|
Ditetapkan di Jakarta |
|
|
|
|
|
|
pada tanggal 27 Februari 2014 |
|
|
|
|
|
|
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
ttd. |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
MUHAMAD CHATIB BASRI |
Diundangkan di Jakarta |
||||||
pada tanggal 27 Februari 2014 |
||||||
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA |
||||||
|
||||||
ttd. |
||||||
|
||||||
AMIR SYAMSUDIN |
||||||
|
||||||
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2014 NOMOR 264 |