MENTERI KEUANGAN

REPUBLIK INDONESIA

SALINAN

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 504/ KMK.06 / 2004

 

TENTANG

 

KESEHATAN KEUANGAN BAGI PERUSAHAAN ASURANSI

YANG BERBENTUK BADAN HUKUM BUKAN PERSEROAN TERBATAS 

 

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

 

Menimbang

:

a.

bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 43 ayat (6) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 424/KMK.06/2003 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi, diperlukan ketentuan mengenai kesehatan keuangan yang berlaku bagi Perusahaan Asuransi yang berbentuk badan hukum bukan perseroan terbatas;

 

 

b.

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaiman dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Keputusan Menteri Keuangan tentang Kesehatan Keuangan bagi Perusahaan Asuransi yang Berbentuk Badan Hukum Bukan Perseroan Terbatas;

Mengingat

:

1.

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara  Nomor 3467);

 

 

2.

Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penetapan Badan Penyelenggara Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 59); 

 

 

3.

Keputusan Menteri Keuangan Nomor 424/KMK.06/2003 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Asuransi; 

 

 

4.

Keputusan Presiden Nomor 228 / M Tahun 2001;

 

 

MEMUTUSKAN :

 

Menetapkan

:

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN TENTANG KESEHATAN KEUANGAN BAGI PERUSAHAAN ASURANSI YANG BERBENTUK BADAN HUKUM BUKAN PERSEROAN TERBATAS.

 

 

BAB I

 

 

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Keputusan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan :

 

 

 

 

1.

Perusahaan Asuransi bukan perseroan terbatas adalah perusahaan asuransi yang berbentuk badan hukum bukan perseroan terbatas dan selanjutnya disebut Perusahaan Asuransi Non PT.

 

 

2.

Bank adalah Bank Umum sebagaiman yang dimaksud dalam Undang-undang tentang Perbankan.

 

 

3.

Menteri adalah Menteri Keuangan.

 

 

BAB II

TINGKAT KESEHATAN KEUANGAN

Pasal 2

 

 

 

(1)

Perusahaan Asuransi Non PT setiap saat wajib memenuhi ketentuan tingkat kesehatan keuangan.

 

 

(2)

Tingkat kesehatan keuangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdiri dari :

 

 

 

a.

tingkat solvibilitas;

 

 

 

b.

perimbangan antara investasi dan cadangan teknis ditambah utang klaim;

 

 

 

c.

tingkat likuiditas;

 

 

 

d.

retensi sendiri;

 

 

 

e.

deposito jaminan.

 

 

Pasal 3

 

 

 

(1)

Perusahaan Asuransi Non PT setiap saat wajib memenuhi tingkat solvabilitas paling sedikit 120% (seratus dua puluh per seratus) dari risiko kerugian yang mungkin timbul sebagai akibat dari deviasi dalam pengelolaan kekayaan dan kewajiban.

 

 

(2)

Perusahaan Asuransi Non PT harus memiliki kekayaan dalam bentuk investasi yang telah memenuhi ketentuan mengenai jenis, penilaian, dan pembatasan kekayaan yang diperkenankan, paling sedikit sebesar jumlah cadangan teknis dan kewajiban pembayaran klaim retensi sendiri.

 

 

(3)

Pedoman perhitungan tingkat kesehatan keuangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Lembaga Keuangan.

 

 

Pasal 4

 

 

 

(1)

Tingkat likuiditas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf c adalah perbandingan antara kekayaan lancar dengan kewajiban lancar.

 

 

(2)

Kekayaan lancar sebagaiman dimaksud dalam ayat (1) adalah kekayaan lancar yang jangka waktunya paling lama 1 (satu) tahun.

 

 

(3)

Kewajiban lancar sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah kewajiban lancar yang akan dibayarkan dan yang mungkin akan dibayarkan dalam jangka paling lama 1 (satu) tahun.

 

 

Pasal 5

Kekayaan lancar dan kewajiban lancar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) bersumber dari semua kegiatan perusahaan, termasuk yang bersumber dari kegiatan usaha asuransi dengan Prinsip Syariah dan Produk Asuransi Yang Dikaitkan Dengan Investasi.

Pasal 6

Jenis kekayaan lancar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) terdiri dari :

 

 

 

a.

deposito berjangka dan sertifikat deposito pada Bank, termasuk deposito on call dan deposito yang berjangka waktu kurang dari atau sama dengan 1 (satu) bulan;

 

 

b.

saham yang tercatat di bursa efek;

 

 

c.

obligasi dan Medium Term Notes (MTN) dengan peringkat paling rendah A-atau yang setara pada saat penempatan;

 

 

d.

surat berharga yang diterbitkan atau dijamin oleh Pemerintah atau Bank Indonesia;

 

 

e.

unit penyertaan reksadana;

 

 

f.

pinjaman hipotik;

 

 

g.

pinjaman polis;

 

 

h.

kas dan bank;

 

 

i.

tagihan premi yang umurnya tidak lebih dari 2 (dua) bulan untuk usaha asuransi dengan prinsip konvensional atau tidak lebih dari 1 (satu) bulan untuk usaha asuransi dengan Prinsip Syariah, yang dihitung sejak :

 

 

 

1)

pertanggungan dimulai bagi polis dengan pembayaran premi tunggal; atau

 

 

 

2)

jatuh tempo pembayaran premi bagi polis dengan pembayaran premi cicilan;

 

 

j.

tagihan reasuransi yang umurnya tidak lebih dari 2 (dua) bulan untuk usaha asuransi dengan Prinsip Konvensional atau tidak lebih dari 1 (satu) bulan untuk usaha asuransi dengan Prinsip Syariah, yang dihitung sejak tanggal jatuh tempo pembayaran;

 

 

k.

tagihan hasil investasi yang umurnya tidak lebih dari 2 (dua) bulan untuk usaha asuransi dengan Prinsip Konvensional atau tidak lebih dari 1 (satu) bulan untuk usaha asuransi dengan Prinsip Syariah, yang dihitung sejak tanggal hasil investasi menjadi hak Perusahaan Asuransi.

 

 

Pasal 7

Kewajiban lancar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) terdiri dari :

 

 

 

a.

Cadangan teknis terdiri dari :

 

 

 

1)

Cadangan premi untuk polis-polis yang mungkin akan terjadi klaim dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun yang meliputi perkiraan dari klaim meninggal, klaim habis kontrak, klaim tahapan, dan klaim penebusan polis;

 

 

 

2)

Cadangan atas premi yang belum merupakan pendapatan; dan

 

 

 

3)

Cadangan klaim;

 

 

b.

Utang lancar.

 

 

Pasal 8

Perusahaan Asuransi Non PT wajib memenuhi tingkat likuiditas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf c dengan tahapan sebagai berikut :

 

 

 

a.

sampai dengan Triwulan III tahun 2004, paling sedikit sebesar 120% (seratus dua puluh per seratus);

 

 

b.

sejak akhir tahun 2004, paling sedikit sebesar 150% (seratus lima puluh per seratus);

 

 

c.

sejak akhir tahun 2005, paling sedikit sebesar 175% (seratus tujuh puluh lima per seratus);

 

 

d.

sejak akhir tahun 2006, paling sedikit sebesar 200% (dua ratus per seratus);

 

 

Pasal 9

Perusahaan Asuransi Non PT hanya dapat memiliki retensi sendiri sebagaiman dimaksud dalam Pasal 2 ayat (dua) huruf (d) untuk setiap penutupan risiko asuransi kecelakaan diri, asuransi kesehatan, dan asuransi kematian, paling banyak 0,05 (lima per seratus ribu) dari total investasi peride berjalan.  

Pasal 10

 

 

 

(1)

Perusahaan Asuransi Non PT setiap tahun harus menyesuaikan jumlah deposito jaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf (e) sekurang-kurangnya sebesar Rp 400.000.000 (empat ratus juta rupiah)  ditambah dengan 3% (tiga per seratus) dari cadangan premi termasuk cadangan atas premi yang belum merupakan pendapatan.

 

 

(2)

Bagi Perusahaan Asuransi Non PT yang menjalankan kegiatan usaha asuransi dengan Prinsip Syariah dan memasarkan Produk Asuransi Yang Dikaitkan Dengan Investasi, jumlah cadangan premi yang diperhitungkan dalam penetapan deposito minimum sebagaimana dimaksud ayat (1) termasuk cadangan premi yang bersumber dari kegiatan usaha asuransi dengan Prinsip Syariah dan Produk Asuransi Yang Dikaitkan Dengan Investasi.

 

 

BAB III

INVESTASI DAN CADANGAN PREMI

Pasal 11

Perusahaan Asuransi Non PT dilarang melakukan penempatan investasi pada jenis-jenis investasi selain pada jenis investasi sebagai berikut :

 

 

 

a.

deposito berjangka dan sertifikat deposito pada Bank, termasuk deposito on call dan deposito yang berjangka waktu kurang dari atau sama dengan 1 (satu) bulan;

 

 

b.

saham yang tercatat di bursa efek;

 

 

c.

obligasi dan Medium Term Notes (MTN) dengan peringkat paling rendah A- atau yang setara pada saat penempatan;

 

 

d.

surat berharga yang diterbitkan atau dijamin oleh pemerintah atau Bank Indonesia;

 

 

e.

unit penyertaan reksadana;

 

 

f.

penyertaan langsung (saham yang tidak tercatat di bursa efek);

 

 

g.

bangunan dengan hak strata (strata title) atau tanah dengan bangunan, untuk investasi;

 

 

h.

pinjaman hipotik;

 

 

i.

pinjaman polis.

 

 

Pasal 12

 

 

 

(1)

Pembentukan cadangan premi asuransi jiwa termasuk anuitas, harus menggunakan metode prospektif, dengan ketentuan besarnya cadangan premi dimaksud tidak kurang dari besarnya cadangan premi yang dihitung dengan metode prospektif premi neto dengan biaya tahun pertama yang diamortisasikan 60 (enam puluh per seribu) dari uang pertanggungan.

 

 

(2)

Dalam rangka perhitungan cadangan premi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), tingkat bunga yang diterapkan tidak melebihi 10% (sepuluh per seratus) untuk pertanggungan dalam mata uang Rupiah dan tidak melebihi 5% (lima per seratus) untuk partanggungan dalam mata uang asing.

 

 

(3)

Besarnya cadangan premi asuransi jiwa untuk produk atau bagian dari produk yang memberikan manfaat berupa akumulasi dana, paling sedikit sebesar akumulasi dana tersebut ditambah dengan cadangan premi untuk risiko mortalita yang dihadapi.

 

 

BAB IV

PELAPORAN DAN

PENGUMUMAN PELAPORAN KEUANGAN

Pasal 13

 

 

 

(1)

Perusahaan Asuransi Non PT wajib menyusun laporan keuangan non-konsolidasiberdasarkan standar akuntansi keuangan yang berlaku di Indonesia.

 

 

(2)

Laporan Keuangan non-konsolidasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) digunakan sebagai dasar untuk menghitung tingkat likuiditas.

 

 

Pasal 14

 

 

 

(1)

Perusahaan Asuransi Non PT wajib menyampaikan kepada Menteri :

 

 

 

a.

laporan keuangan beserta perhitungan likuiditas    triwulanan per 31 Maret, 30 Juni, 30 September, dan  31 Desember, paling lambat 1 (satu ) bulan setelah  berakhirnya triwulan yang bersangkutan;

 

 

 

b.

laporsn keuangan beserta perhitungan likuiditas tahunan per 31 Desember  dilampiri dengan laporan keuangan tahunan yang telah diaudit oleh akuntan public, paling lambat tanggal 30 April tahun berikutnya

 

 

(2)

Bagi Perusahaan Asuransi Non PT yang menjalankan usaha asuransi dengan Prinsip Syariah dalam bentuk kantor cabang, laporan keuangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a harus dilengkapi dengan surat pernyataan Dewan Pengawas Syariah bahwa pengelolaan kekayaan dan kewajiban telah dilakukan sesuai dengan Prinsip syariah.

 

 

(3)

Bentuk dan susunan laporan keuangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Lembaga Keuangan.

 

 

Pasal 15

 

 

 

(1)

Perusahaan  Asuransi Non PT wajib mengumumkan neraca, perhitungan laba rugi, tingkat likuiditas dan keterangan lain, untuk periode yang berakhir per 31 Desember pada surat kabar harian di Indonesia yang memiliki peredaran yang luas paling lambat tanggal 30 April tahun berikutnya.

 

 

(2)

Kekayaan yang disajikan dalam neraca sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dinilai berdasarkan nilai wajar (fair value).

 

 

(3)

Bukti pengumuman sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib disampaikan kepada Menteri paling lambat 2 (dua) minggu setelah tanggal pengumuman pada surat kabar.

 

 

(4)

Bentuk dan susunan laporan keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) serta bentuk dan susunan pengumuman sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Lembaga Keuangan.

 

 

 BAB V

KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 16

 

 

 

(1)

Perusahaan Asuransi Non PT yang belum mencapai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan (2) diberikan kesempatan untuk melakukan penyesuaian paling lambat 31 Desember 2010.

 

 

(2)

Perusahaan Asuransi Non PT sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib menyampaikan rencana pemenuhan ketentuan tingkat kesehatan keuangan paling lambat 3 (tiga) bulan sejak ditetapkannya Keputusan Menteri Keuangan ini.

 

 

(3)

Rencana pemenuhan ketentuan tingkat kesehatan keuangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus paling sedikit hal-hal sebagai berikut :

 

 

 

a.

rencana restrukturisasi kekayaan dan atau kewajiban;

 

 

 

b.

jangka waktu dan tahapan pemenuhan tingkat kesehatan keuangan;

 

 

(3)

Menteri berwenang memerintahkan Perusahaan Asuransi Non PT untuk melakukan perbaikan atas rencana pemenuhan ketentuan tingkat  kesehatan  keuangan  sebagaimana  dimaksud dalam  ayat (3).

 

 

(4)

Perusahaan Asuransi Non PT sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib menyampaikan kepada Menteri laporan perkembangan pelaksanaan rencana pemenuhan ketentuan tingkat kesehatan keuangan setiap 3 (tiga) bulan.

 

 

 Pasal 17

Menteri dapat memerintahkan kepada Perusahaan Asuransi Non PT untuk melakukan pemindahan sebagian atau seluruh portofolio pertanggungan kepada Perusahaan Asuransi lainnya, dalam hal :

 

 

 

a.

Perusahaan Asuransi Non PT tidak dapat memenuhi :

 

 

 

1.

tingkat likuiditas dengan tahapan sebagai berikut :

 

 

 

 

a.

sejak akhir tahun 2004, paling sedikit sebesar 150% (seratus lima puluh per seratus);

 

 

 

 

b.

sejak akhir tahun 2005, paling sedikit sebesar 175% (seratus tujuh puluh lima per seratus);

 

 

 

 

c.

sejak akhir tahun 2006, paling sedikit sebesar 200% (dua ratus per seratus);

 

 

 

2.

perimbangan kekayaan dan kewajiban dengan tahapan sebagai berikut :

 

 

 

 

a.

sejak akhir tahun 2004, paling sedikit sebesar 70% (tujuh puluh per seratus);

 

 

 

 

b.

sejak akhir tahun 2005, paling sedikit sebesar 75% (tujuh puluh lima per seratus);

 

 

 

 

c.

sejak akhir tahun 2006, paling sedikit sebesar 80% (delapan puluh per seratus);

 

 

 

 

d.

sejak akhir tahun 2010, paling sedikit sebesar 100% (seratus per seratus);

 

 

b.

Perusahaan Asuransi Non PT menunjukkan kondisi keuangan yang memburuk sehingga membahayakan kepentingan tertanggung.

 

 

BAB VI

 

 

KETENTUAN PENUTUP

 

 

Pasal 18

Dengan ditetapkannya Keputusan Menteri Keuangan ini, ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 424/KMK.06/2003 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi Perusahaan Reasuransi dan Peraturan Pelaksanaannya, selain ketentuan mengenai tingkat solvabilitas serta ketentuan mengenai perimbangan antara investasi dan cadangan teknis ditambah utang klaim, sepanjang tidak diatur dalam Keputusan Menteri keuangan ini, dinyatakan tetap berlaku bagi Perusahaan Asuransi Non PT.

 

 

Pasal 19

Keputusan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. 

 

 

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman   Keputusan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

 

 

Ditetapkan di Jakarta

Pada tanggal  19 Oktober  2004

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

 

  

BOEDIONO