SALINAN

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 338/KMK.01/2000
 

TENTANG
 

PEJABAT LELANG
 

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
 

Menimbang : a.

bahwa dalam rangka peningkatan pelayanan lelang, diperlukan adanya pengembangan profesi Pejabat Lelang;

    b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a perlu menetapkan Keputusan Menteri Keuangan tentang Pejabat Lelang;
 
Mengingat : 1.

Peraturan Lelang (Vendu Reglement Staatsblad 1908:189 sebagaimana telah diubah dengan Staatsblad 1940:56);

    2.

Instruksi Lelang (Vendu Instructie Staatsblad 1908:190 sebagaimana telah diubah dengan Staatsblad 1930:85);

    3.

Keputusan Presiden Nomor 21 Tahun 1991 tentang Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara;

    4. Keputusan Presiden Nomor 355/M Tahun 1999;
    5. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 337/KMK.01/2000 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang;
 
   

MEMUTUSKAN :
 

Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PEJABAT LELANG.
 
   

BAB I
 

   

KETENTUAN UMUM
 

   

Pasal 1
 

   

Dalam Keputusan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan :

    1.

Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN) adalah Badan yang berada di bawah Departemen Keuangan dan bertanggung jawab kepada Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Presiden Nomor 21 Tahun 1991.

    2.

Pejabat Lelang adalah Pejabat umum yang diangkat oleh Menteri Keuangan untuk melaksanakan pelelangan berdasarkan peraturan perUndang-Undangan yang berlaku.

    3.

Pemandu Lelang adalah orang yang bertugas untuk menawarkan barang-barang yang dilelang kepada penawar lelang dibawah pengawasan Pejabat Lelang.

    4.

Risalah Lelang adalah suatu akte tentang pelaksanaan lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang.

    5. Kepala Badan adalah Kepala BUPLN.
 
   

BAB II
 

   

TUGAS, FUNGSI, DAN WEWENANG PEJABAT LELANG
 

   

Pasal 2
 

   

Pejabat Lelang mempunyai tugas melakukan persiapan lelang, pelaksanaan lelang dan membuat laporan pelaksanaan lelang.
 

   

Pasal 3
 

   

Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, Pejabat Lelang mempunyai fungsi sebagai berikut :

    a.

Peneliti dokumen objek lelang, dalam pelaksanaan lelang Pejabat Lelang meneliti kebenaran formal dokumen lelang;

    b. Pemberi informasi lelang, untuk mengoptimalkan pelaksanaan lelang, Pejabat Lelang memberikan informasi kepada pengguna jasa lelang;
    c.

Pemimpin Lelang, untuk menjamin ketertiban, keamanan dan kelancaran, serta mewujudkan pelaksanaan lelang yang berdaya guna dan dapat dipertanggung jawabkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, Pejabat Lelang dalam memimpin lelang harus komunikatif, tegas dan berwibawa;

    d.

Juri, Pejabat Lelang sebagai seorang juri harus bertindak adil dan bijaksana untukmenyelesaikan persengketaan yang mungkin timbul dalam pelaksanaan lelang;

    e.

Pejabat Umum, Pejabat Lelang sebagai pejabat yang membuat akta otentik berdasarkan Undang-Undang di wilayah kerjanya;

    f. Bendaharawan, dalam pelaksanaan lelang Pejabat Lelang menerima, menyetorkan dan mempertanggungjawabkan Uang Hasil Lelang.
 
   

Pasal 4
 

    Pejabat Lelang mempunyai wewenang sebagai berikut :
    a. meminta kelengkapan dokumen persyaratan lelang;
    b. meminta bantuan aparat keamanan apabila diperlukan;
    c. menegur atau mengeluarkan peserta atau pengunjung lelang apabila melanggar tata tertib lelang;
    d.

menghentikan pelaksanaan lelang untuk sementara waktu apabila terjadi ketidaktertiban atau ketidakamanan dalam pelaksanaan lelang;

    e.

mengesahkan atau membatalkan surat penawaran lelang;

    f. menetapkan Pemenang Lelang;
    g.

membatalkan Pemenang Lelang bagi Pembeli yang wanprestasi;

    h. menerima hasil lelang dari Pemenang Lelang;
    i. menyerahkan hasil lelang kepada Bendaharawan Penerima/ rekening Kantor Lelang atau Penjual bagi Pejabat Lelang Kelas I;
    j. menyerahkan hasil lelang kepada Balai Lelang/pemilik barang bagi Pejabat Lelang Kelas II; dan
    k. memberikan kuasa kepada pihak lain dalam hal terjadi kekosongan bagi Pejabat Lelang Kelas II.
 
   

Pasal 5
 

    (1)

Pejabat Lelang Kelas I hanya dapat melaksanakan tugas dan wewenangnya selama berkedudukan di Kantor Lelang Negara.

    (2) Pejabat Lelang Kelas II hanya dapat melaksanakan tugas dan wewenangnya selama berkedudukan di Kantor Pejabat Lelang Kelas II, atau Balai Lelang dalam wilayah kerjanya.
    (3) Penempatan Pejabat Lelang Kelas II pacta Balai Lelang dilakukan paling lambat dalam waktu 5 (lima) tahun sejak berlakunya Keputusan Menteri Keuangan ini.
    (4)

Sambil menunggu penempatan Pejabat Lelang Kelas II sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), Balai Lelang dapat meminta bantuan Pejabat Lelang dari Kantor Lelang Negara.
 

   

Pasal 6
 

    (1)

Pejabat Lelang dalam melaksanakan tugasnya dapat dibantu oleh Pemandu Lelang dalam hal penawaran lelang dilaksanakan secara lisan.

    (2)

Dalam hal pelaksanaan lelang dibantu oleh Pemandu Lelang, Pemandu Lelang dianggap telah mendapat kuasa dari Pejabat Lelang untuk menunjuk Pemenang Lelang.
 

   

BAB III
 

   

PENGANGKATAN PEJABAT LELANG
 

   

Pasal 7
 

    (1)

Pejabat Lelang diangkat oleh Menteri Keuangan.

    (2)

Kewenangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didelegasikan kepada Kepala Badan.

    (3) Pejabat Lelang dibedakan dalam dua tingkat yaitu:
      a. Pejabat Lelang Kelas I;
      b. Pejabat Lelang Kelas II.
 
   

Pasal 8
 

    (1)

Pejabat Lelang Kelas I adalah pegawai BUPLN pada Kantor Lelang Negara yang diangkat untuk jabatan itu.

    (2)

Pejabat Lelang Kelas II adalah orang-orang tertentu yang diangkat untuk jabatan itu, yang berasal dari:

      a. Notaris;
      b. Penilai;
    (3) pensiunan Pegawai Negeri Sipil (PNS) BUPLN diutamakan yang pernah menjadi Pejabat Lelang Kelas I; yang berkedudukan di wilayah kerja tertentu yang ditetapkan oleh Kepala Badan.
 
   

Pasal 9
 

    Syarat-syarat untuk diangkat sebagai Pejabat Lelang Kelas I adalah :
    1. berpendidikan serendah-rendahnya Sarjana (S1) diutamakan Sarjana Hukum, Ekonomi Manajemen/ Akuntansi/Penilai;
    2.

lulus Pendidikan dan Latihan (diklat) Pejabat Lelang dan Diklat Penilai;

    3.

memiliki kemampuan melaksanakan lelang yang dinyatakan dengan rekomendasi Kepala Kantor Lelang Negara;

    4. tidak pemah terkena sanksi administrasi, sanksi pidana, dan memiliki integritas yang tinggi yang dinyatakan dengan Bulat keterangan dari Kepala Kantor Lelang Negara;
    5. sehat jasmani dan rohani yang dinyatakan dengan surat keterangan dari dokter pemerintah;
    6. berpangkat serendah-rendahnya Penata Muda (Golongan III/a).
 
   

Pasal 10
 

    Syarat-syarat untuk diangkat sebagai Pejabat Lelang Kelas II adalah:
    a. sehat jasmani dan rohani yang dinyatakan dengan Bulat keterangan dari dokter pemerintah;
    b. memiliki kemampuan melaksanakan lelang, dibuktikan dengan:
      1 rekomendasi dari Kepala Kantor Lelang Negara setempat;
      2. lulus ujian Profesi Pejabat Lelang dan Penilai;
    c.

tidak pernah terkena sanksi administrasi, tidak pernah dijatuhi hukuman pidana, dan memiliki integritas yang tinggi yang dinyatakan dengan Bulat keterangan dari pejabat yang berwenang, yaitu:

      1. untuk Notaris, rekomendasi dari asosiasi profesi yang bersangkutan;
      2. untuk Penilai, rekomendasi dari asosiasi profesi yang bersangkutan;
      3. untuk pensiunan PNS BUPLN, rekomendasi dari Kantor Pusat BUPLN;
    d.

khusus untuk pensiunan PNS BUPLN, berpangkat serendah- rendahnya Penata Muda (Golongan III/ a) dan berpendidikan serendah-rendahnya Sarjana (S1), diutamakan Sarjana Hukum, Ekonomi Manajemen/ Akuntansi Penilai.
 

   

Pasal 11
 

    (1)

Pejabat Lelang Kelas II tidak mendapat gaji dan biaya operasional dari pemerintah.

    (2)

Pejabat Lelang Kelas II memungut kompensasi sebesar 60 % (enam puluh persen) dari Bea Lelang.

    (3)

Perincian pembagian kompensasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Kepala Badan.
 

   

Pasal 12
 

   

Bagi Pejabat Lelang Kelas I yang telah diangkat sebelum diterbitkannya Keputusan Menteri Keuangan ini, dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak berlakunya Keputusan Menteri Keuangan ini, harus melengkapi syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dan Pasal10.
 

   

Pasal 13
 

   

Pejabat Lelang dilarang merangkap jabatan atau profesi sebagai Pengacara, Advokat, Penilai, atau Juru Sita.
 

   

BAB IV
 

   

SUMPAH JABATAN
 

   

Pasal 14
 

    (1)

Sebelum melaksanakan tugas Pejabat Lelang terlebih dahulu harus mengucapkan sumpah atau janji menurut agama atau kepercayaannya dan dilantik dihadapan dan oleh Kepala Kantor Wilayah BUPLN yang membawahi Pejabat Lelang yang bersangkutan.

    (2)

Bunyi sumpah atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah sebagai berikut:

     

"Saya bersumpah/berjanji dengan sungguh-sungguh bahwa saya untuk memangku jabatan saya ini, langsung atau tidak langsung, dengan menggunakan nama atau cara apapun juga, tidak memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada siapapun juga".
"Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatan saya ini, tiada sekali-kali akan menerima langsung atau tidak langsung dari siapapun juga sesuatu janji atau pemberian".

     

"Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, akan setia kepada dan akan mempertahankan serta mengamalkan Pancasila sebagai Dasar dan Ideologi Negara, Undang-Undang Dasar 1945, dan segala Undang-Undang, serta peraturan lain yang berlaku bagi Negara Republik Indonesia",

     

"Saya bersumpah/berjanji bahwa saya senantiasa akan menjalankan jabatan saya ini dengan jujur, seksama dan dengan tidak membeda-bedakan orang dalam melaksanakan kewajiban saya dan akan berlaku sebaik-baiknya dan seadil-adilnya seperti layaknya bagi seorang Pejabat Lelang yang berbudi baik dan jujur, menegakkan hukum dan keadilan".
 

   

BAB V
 

   

KEWAJIBAN PEJABAT LELANG
 

   

Pasal 15
 

   

Dalam melaksanakan tugasnya Pejabat Lelang mempunyai kewajiban sebagai berikut:

    a.

menyetorkan Bea Lelang dan Uang Miskin ke Kas Negara sesuai dengan ketentuan yang berlaku;

    b. menyetorkan PPh Pasal 25 ke Kas Negara sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam hal yang dilelang adalah tanah atau tanah dan bangunan;
    c.

menyetorkan hasil lelang ke Kas Negara/pemilik barang sesuai dengan ketentuan yang berlaku;

    d.

membuat dan menandatangani Risalah Lelang;

    e.

membuat laporan pelaksanaan lelang sesuai dengan ketentuan yang berlaku;

    f.

menyerahkan dokumen kepemilikan objek lelang, Petikan Risalah Lelang setelah pemenang lelang menunjukan Bukti Setor Pelunasan BPHTB, dan kuitansi lelang kepada Pemenang Lelang;

    g.

menyerahkan salinan Risalah Lelang kepada Penjual;

    h.

menutup Asuransi Profesi Pejabat Lelang; dan

    i. mematuhi peraturan perUndang-Undangan lelang yang berlaku.
 
   

BAB VI
 

   

PEMBINAAN DAN PENGENDALIAN
 

   

Pasal 16
 

    (1)

Penilaian kinerja Pejabat Lelang atas pelaksanaan tugasnya dilakukan oleh Kepala Kantor Lelang Negara.

    (2) Koordinasi dan pengendalian Pejabat Lelang dilakukan oleh Kepala Kantor Wilayah BUPLN.
    (3) Pembinaan Pejabat Lelang dilakukan oleh Kepala Badan.
 
   

Pasal 17
 

    (1)

Kepala Kantor Wilayah BUPLN menunjuk pejabat/pegawai di lingkungannya untuk melakukan pemeriksaan langsung terhadap pelaksanaan lelang yang dilakukan oleh Pejabat Lelang Kelas I.

    (2)

Kepala Kantor Lelang Negara menunjuk pejabat/pegawai di lingkungannya untuk melakukan pemeriksaan langsung terhadap Pejabat Lelang Kelas II.

    (3)

Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dilakukan sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan sekali.
 

   

Pasal 18
 

   

Pejabat Lelang yang diperiksa wajib memperlihatkan Risalah Lelang, buku, catatan, dokumen dan memberikan keterangan atas pelaksanaan lelang yang diperlukan dalam pemeriksaan.
 

   

BAB VII
 

   

KUASA DAN KEKOSONGAN PEJABAT LELANG KELAS II
 

   

Pasal 19
 

    (1)

Kuasa untuk melaksanakan lelang dapat diberikan oleh Pejabat Lelang Kelas II yang berhalangan sementara karena :

      a. sakit;
      b. cuti; dan atau
      c. melaksanakan tugas lain yang tidak dapat ditinggalkan.
    (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b diatur lebih lanjut dengan Keputusan Kepala Badan.
    (3)

Penunjukan kuasa dari Pejabat Lelang Kelas II diusulkan oleh Pejabat lelang Kelas II yang bersangkutan kepada Kepala Kantor Lelang Negara selaku superintenden untuk mendapatkan persetujuan dengan dilampiri surat kuasa yang bermeterai cukup.

    (4)

Penerima Kuasa tidak diperkenankan untuk menunjuk kuasa substitusi.
 

   

Pasal 20
 

    Syarat-syarat sebagai Penerima Kuasa Pejabat Lelang Kelas II adalah:
    a. memiliki pengetahuan lelang yang cukup;
    b. memiliki kemampuan dalam melaksanakan lelang; dan
    c. tidak berstatus pegawai BUPLN.
 
   

Pasal 21
 

   

Dalam hal terjadi kekosongan Pejabat Lelang Kelas II atau Pejabat Lelang Kelas II berhalangan tetap, Kepala Kantor Lelang yang membawahi Pejabat Lelang Kelas II tersebut, setelah mendapat persetujuan dari Kepala Kantor Wilayah BUPLN setempat dapat :

    a. menunjuk Pejabat Lelang Kelas II terdekat di wilayah kerja Kantor Lelang yang bersangkutan untuk melaksanakan lelang di wilayah kerja Pejabat Lelang Kelas II yang kosong; atau
    b. menunjuk Pejabat Lelang Kelas I untuk melaksanakan lelang di wilayah kerja Pejabat Lelang Kelas II yang kosong.
 
   

BAB VIII
 

   

PEMBEBASTUGASAN DAN PEMBERHENTIAN PEJABAT LELANG
 

   

Pasal  22
 

    (1)

Pejabat Lelang dibebastugaskan oleh Kepala Badan atas nama Menteri Keuangan.

    (2) Usul pembebastugasan Pejabat Lelang dilakukan oleh Kepala Kantor Lelang Negara kepada Kepala Kantor Wilayah BUPLN dalam hal Pejabat Lelang diduga melakukan pelanggaran berupa:
      a. membeli barang yang dilelang dihadapannya;
      b. menerima kuasa dari pembeli
      c. tidak menyetorkan hasil lelang;
      d. melakukan pungutan lain di luar yang telah ditentukan dalam peraturan perUndang-Undangan yang berlaku;
      e. menyalahgunakan Uang Jaminan lelang yang diterimanya;
      f. melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan kepatutan sebagai Pejabat Lelang; dan atau
      g. melakukan tindak pidana lainnya dan telah berstatus sebagai tersangka.
    (3)

Pembebastugasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku untuk jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan.

    (4)

Jangka waktu pembebastugasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dapat diperpanjang, apabila pemrosesan atas pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) belum selesai.

    (5)

Apabila dugaan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak terbukti maka pembebastugasan pejabat lelang yang bersangkutan segera dicabut.
 

   

Pasal 23
 

    (1)

Pejabat Lelang diberhentikan oleh Kepala Badan atas nama Menteri Keuangan.

    (2)

Usul pemberhentian Pejabat Lelang diajukan oleh Kepala Kantor Lelang Negara kepada Kepala Kantor Wilayah BUPLN dalam hal:

      a. meninggal dunia;
      b. pensiun;
      c.

dugaan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) terbukti kebenarannya;

      d. dijatuhi hukuman administrasij disiplin berdasarkan ketentuan kepegawaian yang berlaku dan kode etik instansi/lembaga yang berwenang;
      e. Pejabat Lelang pada Kantor Lelang Negara belum lulus Sarjana (Sl) dan belum berpangkat Penata Muda (Golongan IIII a) dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak ditetapkan Keputusan Menteri Keuangan ini;
      f. Pejabat Lelang Kelas II yang tidak lagi berkedudukan di wilayah kerjanya;
      g.

telah mencapai usia 65 tahun bagi Pejabat Lelang Kelas II dari pensiunan PNS BUPLN, Notaris dan Penilai.

    (3)

Pejabat Lelang Kelas I yang tidak berkedudukan di Kantor Lelang Negara selama 12 (dua belas) bulan berturut-turut, proses pemberhentiannya dilakukan oleh Sekretaris BUPLN.
 

   

Pasal 24
 

   

Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 dan 23 tidak mengurangi kemungkinan tuntutan perdata dan atau pidana sesuai peraturan perUndang-Undangan yang berlaku.
 

   

BAB IX
 

   

KETENTUAN PERALIHAN
 

   

Pasal 25
 

   

Pada saat Keputusan Menteri Keuangan ini mulai berlaku, Pegawai Negeri Sipil yang merangkap jabatan sebagai Pejabat Lelang Kelas II masih dapat melaksanakan tugasnya sebagai Pejabat Lelang Kelas II paling lama 3 (tiga) tahun sejak berlakunya Keputusan Menteri Keuangan ini.
 

   

BAB X
 

   

KETENTUAN PENUTUP
 

   

Pasal 26
 

   

Pada saat Keputusan Menteri Keuangan ini mulai berlaku, segala ketentuan yang diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan, Keputusan/Surat Edaran Dirjen Pajak dan Kepala Badan yang mengatur hal yang sarna dinyatakan tidak berlaku.
 

   

Pasal 27
 

   

Keputusan Menteri Keuangan ini mulai berlaku tiga bulan sejak tanggal ditetapkan.
 

   

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Keputusan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

         
   



salinan sesuai dengan aslinya
Kepala Biro Umum.
u.b
Kepala Bagian Tata Usaha Departemen

ttd.

Mustafa Husein, S.H.
NIP 060051103
Ditetapkan di Jakarta
padatanggal 18 Agustus 2000

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA


ttd


BAMBANG SUDIBYO