MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
SALINAN
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 239/PMK.08/2012
TENTANG
PENERBITAN DAN PENJUALAN SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA
DENGAN CARA PENEMPATAN LANGSUNG (PRIVATE PLACEMENT)
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang |
: |
a. |
bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 18 dan Pasal 24 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara, telah ditetapkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 75/PMK.08/2009 tentang Penerbitan Dan Penjualan Surat Berharga Syariah Negara Dengan Cara Penempatan Langsung (private placement); |
||||
|
|
b. |
bahwa dalam perkembangannya telah ditetapkan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012, yang pengaturannya berimplikasi pula pada pengaturan mengenai pengadaan barang/jasa dalam rangka penerbitan dan penjualan Surat Berharga Syariah Negara dengan cara penempatan langsung (private placement); |
||||
|
|
c. |
bahwa dalam rangka menyesuaikan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf b, perlu mengatur kembali penerbitan dan penjualan Surat Berharga Syariah Negara dengan cara penempatan langsung (private placement); |
||||
|
|
d. |
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Penerbitan Dan Penjualan Surat Berharga Syariah Negara Dengan Cara Penempatan Langsung (Private Placement); |
||||
Mengingat |
: |
1. |
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4852); |
||||
|
|
2. |
Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 ; |
||||
|
|
MEMUTUSKAN: |
|||||
Menetapkan |
: |
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENERBITAN DAN PENJUALAN SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA DENGAN CARA PENEMPATAN LANGSUNG (PRIVATE PLACEMENT). |
|||||
|
|
BAB I |
|||||
|
|
KETENTUAN UMUM |
|||||
|
|
Pasal 1 |
|||||
|
|
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: |
|||||
|
|
1. |
Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disingkat SBSN atau dapat disebut Sukuk Negara adalah surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap Aset SBSN, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing. |
||||
|
|
2. |
SBSN Jangka Pendek atau dapat disebut Surat Perbendaharaan Negara Syariah adalah SBSN yang berjangka waktu sampai dengan 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran Imbalan berupa kupon dan/atau secara diskonto. |
||||
|
|
3. |
SBSN Jangka Panjang adalah SBSN yang berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran Imbalan berupa kupon dan/atau secara diskonto. |
||||
|
|
4. |
Perusahaan Penerbit SBSN adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan ketentuan Undang-Undang tentang Surat Berharga Syariah Negara untuk melaksanakan kegiatan penerbitan SBSN. |
||||
|
|
5. |
Pasar Perdana adalah kegiatan penawaran dan penjualan SBSN untuk pertama kali. |
||||
|
|
6. |
Penempatan Langsung yang selanjutnya disebut Private Placement adalah kegiatan penerbitan dan penjualan SBSN yang dilakukan oleh Pemerintah kepada Pihak, dengan ketentuan dan persyaratan SBSN sesuai kesepakatan. |
||||
|
|
7. |
Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia. |
||||
|
|
8. |
Pihak adalah orang perseorangan warga negara Indonesia maupun warga negara asing, atau perusahaan, usaha bersama, asosiasi, atau kelompok yang terorganisasi, dimanapun mereka bertempat tinggal atau berkedudukan baik di dalam maupun di luar negeri, Bank Indonesia, atau Lembaga Penjamin Simpanan. |
||||
|
|
9. |
Peserta Lelang adalah Peserta Lelang sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai penerbitan dan penjualan SBSN di pasar perdana dalam negeri dengan cara lelang. |
||||
|
|
10. |
Panel Calon Agen Penjual SBSN di Pasar Perdana internasional yang selanjutnya disebut Panel adalah Panel sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai penerbitan dan penjualan SBSN dalam valuta asing di pasar perdana internasional. |
||||
|
|
11. |
Nilai Nominal adalah nilai SBSN yang tercantum dalam ketentuan dan persyaratan SBSN yang diterbitkan. |
||||
|
|
12. |
Imbalan adalah pembayaran yang dapat berupa sewa, bagi hasil atau margin, atau bentuk pembayaran lainnya sesuai dengan akad penerbitan SBSN, yang diberikan kepada pemegang SBSN sampai dengan berakhirnya periode SBSN. |
||||
|
|
13. |
SBSN yang dapat diperdagangkan adalah SBSN yang dapat diperdagangkan di pasar sekunder sebelum masa jatuh tempo. |
||||
|
|
14. |
SBSN yang tidak dapat diperdagangkan adalah SBSN yang tidak dapat diperdagangkan di pasar sekunder. |
||||
|
|
15. |
Wali Amanat adalah pihak yang mewakili kepentingan pemegang SBSN sesuai dengan yang diperjanjikan. |
||||
|
|
16. |
Setelmen adalah penyelesaian transaksi SBSN yang terdiri dari Setelmen dana dan Setelmen kepemilikan SBSN. |
||||
|
|
17. |
Hari Kerja adalah hari operasional sistem pembayaran yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia atau hari kliring pada lembaga kliring yang ditunjuk. |
||||
|
|
18. |
Panitia Pengadaan adalah panitia atau kelompok kerja unit layanan pengadaaan yang dibentuk untuk melaksanakan seleksi calon Agen Penjual dan/atau calon Konsultan Hukum. |
||||
|
|
19. |
Konsultan Hukum adalah pihak yang ditunjuk untuk membantu Pemerintah terkait aspek hukum dalam rangka penerbitan dan penjualan SBSN. |
||||
|
|
BAB II |
|||||
|
|
KETENTUAN DAN PERSYARATAN |
|||||
|
|
PRIVATE PLACEMENT |
|||||
|
|
Pasal 2 |
|||||
|
|
(1) |
Penerbitan SBSN dapat dilaksanakan: |
||||
|
|
|
a. |
secara langsung oleh Pemerintah; atau |
|||
|
|
|
b. |
melalui Perusahaan Penerbit SBSN. |
|||
|
|
(2) |
Dalam hal penerbitan SBSN dilakukan dengan cara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, kegiatan persiapan dan pelaksanaan penerbitan SBSN dilaksanakan oleh unit kerja di lingkungan Departemen Keuangan yang tugas pokok dan fungsinya menyelenggarakan pengelolaan SBSN. |
||||
|
|
(3) |
Dalam hal penerbitan SBSN dilakukan dengan cara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, kegiatan persiapan dan pelaksanaan penerbitan SBSN dilaksanakan oleh Perusahaan Penerbit SBSN dengan dibantu oleh unit kerja di lingkungan Kementerian Keuangan yang tugas pokok dan fungsinya menyelenggarakan pengelolaan SBSN. |
||||
|
|
(4) |
Dalam melaksanakan kegiatan penerbitan SBSN, unit kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) berkoordinasi dengan unit kerja atau pihak lain yang terkait. |
||||
|
|
Pasal 3 |
|||||
|
|
Penerbitan dan penjualan SBSN dengan cara Private Placement dapat dilakukan dalam mata uang rupiah atau valuta asing. |
|||||
|
|
Pasal 4 |
|||||
|
|
(1) |
Penjualan SBSN dengan cara Private Placement dalam mata uang rupiah dapat dilakukan: |
||||
|
|
|
a. |
secara langsung oleh Pemerintah; atau |
|||
|
|
|
b. |
melalui Peserta Lelang; |
|||
|
|
(2) |
Penjualan SBSN dengan cara Private Placement dalam valuta asing dapat dilakukan: |
||||
|
|
|
a. |
secara langsung oleh Pemerintah; |
|||
|
|
|
b. |
melalui anggota Panel; atau |
|||
|
|
|
c. |
melalui Peserta Lelang. |
|||
|
|
(3) |
Penjualan SBSN melalui anggota Panel sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dilakukan dalam hal Private Placement dalam valuta asing di pasar internasional. |
||||
|
|
(4) |
Penjualan SBSN melalui Peserta Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dilakukan dalam hal Private Placement dalam valuta asing di pasar dalam negeri. |
||||
|
|
Pasal 5 |
|||||
|
|
(1) |
Setiap Pihak dapat membeli SBSN dengan cara Private Placement baik secara langsung maupun melalui Peserta Lelang atau anggota Panel. |
||||
|
|
(2) |
Pihak yang merupakan orang perseorangan hanya dapat membeli SBSN melalui Peserta Lelang atau anggota Panel. |
||||
|
|
Pasal 6 |
|||||
|
|
(1) |
Bank Indonesia hanya dapat membeli SBSN Jangka Pendek dengan cara Private Placement untuk dan atas nama diri sendiri. |
||||
|
|
(2) |
Lembaga Penjamin Simpanan dapat membeli SBSN Jangka Panjang maupun SBSN Jangka Pendek dengan cara Private Placement untuk dan atas nama diri sendiri. |
||||
|
|
(3) |
Pihak selain Bank Indonesia, Lembaga Penjamin Simpanan dan orang perseorangan dapat membeli SBSN Jangka Panjang maupun SBSN Jangka Pendek dengan cara Private Placement untuk dan atas nama diri sendiri. |
||||
|
|
(4) |
Pihak yang merupakan orang perseorangan hanya dapat membeli SBSN Jangka Panjang dengan cara Private Placement untuk dan atas nama diri sendiri. |
||||
|
|
Pasal 7 |
|||||
|
|
Peserta Lelang atau anggota Panel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dapat membeli SBSN Jangka Panjang maupun SBSN Jangka Pendek dengan cara Private Placement untuk dan atas nama diri sendiri atau untuk dan atas nama Pihak. |
|||||
|
|
Pasal 8 |
|||||
|
|
(1) |
Penawaran pembelian SBSN dengan cara Private Placement dalam mata uang rupiah minimal sebesar Rp250.000.000.000,00 (dua ratus lima puluh miliar rupiah) untuk satu seri. |
||||
|
|
(2) |
Penawaran pembelian SBSN dengan cara Private Placement dalam valuta asing minimal sebesar ekuivalen USD100,000,000.00 (seratus juta US dollar) untuk satu seri. |
||||
|
|
BAB III |
|||||
|
|
PENUNJUKAN KONSULTAN HUKUM |
|||||
|
|
Pasal 9 |
|||||
|
|
(1) |
Dalam rangka penerbitan dan penjualan SBSN dengan cara Private Placement, dapat dilakukan penunjukan Konsultan Hukum. |
||||
|
|
(2) |
Dalam hal diperlukan Konsultan Hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat menggunakan Konsultan Hukum yang telah ditunjuk untuk penerbitan dan penjualan SBSN pada tahun anggaran berjalan. |
||||
|
|
(3) |
Dalam hal belum ada Konsultan Hukum yang ditunjuk untuk penerbitan dan penjualan SBSN pada tahun anggaran berjalan, penunjukan Konsultan Hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui proses seleksi. |
||||
|
|
Pasal 10 |
|||||
|
|
(1) |
Konsultan Hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) ditetapkan melalui proses seleksi oleh Panitia Pengadaan. |
||||
|
|
(2) |
Proses seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui tahapan sebagai berikut: |
||||
|
|
|
a. |
pengumuman; |
|||
|
|
|
b. |
pendaftaran dan pengambilan dokumen pengadaan; |
|||
|
|
|
c. |
pemberian penjelasan (aanwijzing); |
|||
|
|
|
d. |
pemasukan Dokumen Penawaran; |
|||
|
|
|
e. |
pembukaan Dokumen Penawaran; |
|||
|
|
|
f. |
evaluasi Dokumen Penawaran; |
|||
|
|
|
g. |
pemilihan peserta pengadaaan jasa Konsultan Hukum untuk mengikuti tahap klarifikasi teknis (beauty contest); |
|||
|
|
|
h. |
masa sanggah terhadap hasil evaluasi Dokumen Penawaran; |
|||
|
|
|
i. |
klarifikasi teknis (beauty contest); |
|||
|
|
|
j. |
pemeringkatan hasil klarifikasi teknis (beauty contest); |
|||
|
|
|
k. |
negosiasi fee; |
|||
|
|
|
l. |
penetapan pemenang; |
|||
|
|
|
m. |
pengumuman pemenang; |
|||
|
|
|
n. |
masa sanggah; dan |
|||
|
|
|
o. |
sanggahan banding (apabila diperlukan). |
|||
|
|
(3) |
Calon Konsultan Hukum yang mendapatkan peringkat pertama dari hasil klarifikasi teknis (beauty contest), akan mendapatkan kesempatan pertama untuk melakukan negosiasi fee. |
||||
|
|
(4) |
Dalam hal tidak terjadi kesepakatan dalam negosiasi fee dengan calon Konsultan Hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (3), akan dilakukan negosiasi fee kepada calon Konsultan Hukum peringkat berikutnya sampai terjadi kesepakatan. |
||||
|
|
Pasal 11 |
|||||
|
|
(1) |
Penunjukan Konsultan Hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 didasarkan pada penetapan pemenang seleksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf l. |
||||
|
|
(2) |
Penunjukan Konsultan Hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditindaklanjuti dengan perjanjian kerja. |
||||
|
|
(3) |
Penunjukan Konsultan Hukum dan penandatanganan perjanjian kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan oleh Pejabat Pembuat Komitmen. |
||||
|
|
BAB IV |
|||||
|
|
TATA CARA PENERBITAN DAN PENJUALAN
SBSN |
|||||
|
|
Pasal 12 |
|||||
|
|
(1) |
Pembelian SBSN dengan cara Private Placement dilakukan dengan mengajukan penawaran pembelian kepada Menteri c.q. Direktur Jenderal Pengelolaan Utang dengan tembusan kepada Direktur Pembiayaan Syariah, sesuai format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri Keuangan ini. |
||||
|
|
(2) |
Penawaran pembelian SBSN dengan cara Private Placement sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling kurang mencantumkan: |
||||
|
|
|
a. |
Nilai Nominal; |
|||
|
|
|
b. |
jenis mata uang; |
|||
|
|
|
c. |
bentuk SBSN yaitu SBSN yang dapat diperdagangkan atau SBSN tidak dapat diperdagangkan; |
|||
|
|
|
d. |
indikasi jangka waktu jatuh tempo; |
|||
|
|
|
e. |
harga atau imbal hasil; dan |
|||
|
|
|
f. |
indikasi Imbalan. |
|||
|
|
Pasal 13 |
|||||
|
|
(1) |
Penawaran pembelian SBSN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, ditindaklanjuti oleh Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang c.q. Direktorat Pembiayaan Syariah dalam waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak diterimanya surat penawaran pembelian. |
||||
|
|
(2) |
Tindak lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pembahasan mengenai ketentuan dan persyaratan SBSN yang akan diterbitkan atau berupa penolakan atas penawaran pembelian SBSN. |
||||
|
|
(3) |
Penolakan atas penawaran pembelian SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan antara lain dengan pertimbangan: |
||||
|
|
|
a. |
tidak terpenuhinya ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 6 dan Pasal 8; |
|||
|
|
|
b. |
telah terpenuhinya kebutuhan pembiayaan APBN; dan/atau; |
|||
|
|
|
c. |
kondisi pasar keuangan. |
|||
|
|
(4) |
Penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan melalui surat Direktur Jenderal Pengelolaan Utang atas nama Menteri. |
||||
|
|
Pasal 14 |
|||||
|
|
(1) |
Dalam hal pembelian SBSN dilakukan secara langsung, pembahasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang c.q. Direktorat Pembiayaan Syariah bersama Pihak yang mengajukan penawaran pembelian. |
||||
|
|
(2) |
Dalam hal penawaran pembelian SBSN dilakukan melalui Peserta Lelang atau melalui anggota Panel, pembahasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang c.q. Direktorat Pembiayaan Syariah bersama Peserta Lelang atau anggota Panel yang bersangkutan. |
||||
|
|
(3) |
Pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) meliputi pokok-pokok ketentuan dan persyaratanSBSN yang akan diterbitkan, paling kurang meliputi: |
||||
a. |
Nilai Nominal; |
||||||
b. |
jenis mata uang; |
||||||
c. |
bentuk dan jenis SBSN yang akan diterbitkan; |
||||||
d. |
jangka waktu; |
||||||
e. |
harga atau imbal hasil; |
||||||
f. |
tingkat Imbalan SBSN; |
||||||
|
|
|
g. |
waktu dan mekanisme pembayaran Imbalan dan/atau Nilai Nominal; dan |
|||
|
|
|
h. |
waktu dan mekanisme pelaksanaan Setelmen. |
|||
|
|
Pasal 15 |
|||||
|
|
(1) |
Hasil pembahasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) berupa menerima seluruh atau sebagian, atau menolak seluruh penawaran pembelian SBSN, dituangkan dalam berita acara pembahasan. |
||||
|
|
(2) |
Dalam hal hasil pembahasan berupa menerima seluruh atau sebagian penawaran pembelian SBSN, hasil pembahasan dimaksud dituangkan dalam dokumen kesepakatan. |
||||
|
|
(3) |
Dokumen kesepakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memuat paling kurang: |
||||
|
|
|
a. |
Nilai Nominal; |
|||
|
|
|
b. |
jenis mata uang; |
|||
|
|
|
c. |
bentuk dan jenis SBSN yang akan diterbitkan; |
|||
|
|
|
d. |
harga atau imbal hasil; |
|||
|
|
|
e. |
tingkat Imbalan SBSN; |
|||
|
|
|
f. |
jangka waktu; |
|||
|
|
|
g. |
waktu dan mekanisme pembayaran Imbalan dan/atau Nilai Nominal; dan |
|||
|
|
|
h. |
waktu dan mekanisme pelaksanaan Setelmen. |
|||
|
|
Pasal 16 |
|||||
|
|
(1) |
Direktur Jenderal Pengelolaan Utang atas nama Menteri, paling lambat 2 (dua) hari kerja sebelum tanggal Setelmen: |
||||
|
|
|
a. |
menetapkan hasil kesepakatan; |
|||
|
|
|
b. |
menandatangani ketentuan dan persyaratan SBSN. |
|||
|
|
(2) |
Dalam hal Direktur Jenderal Pengelolaan Utang berhalangan sementara, pejabat sementara yang ditunjuk untuk melaksanakan tugas Direktur Jenderal Pengelolaan Utang atas nama Menteri, paling lambat 2 (dua) hari kerja sebelum tanggal Setelmen: |
||||
|
|
|
a. |
menetapkan hasil kesepakatan; |
|||
|
|
|
b. |
menandatangani ketentuan dan persyaratan SBSN. |
|||
|
|
BAB V |
|||||
|
|
DOKUMEN PENERBITAN DAN PENJUALAN |
|||||
|
|
Pasal 17 |
|||||
|
|
Dokumen yang diperlukan dalam penerbitan dan penjualan SBSN dengan cara Private Placement antara lain: |
|||||
|
|
a. |
dokumen transaksi Aset SBSN; |
||||
|
|
b. |
ketentuan dan persyaratan SBSN; |
||||
|
|
c. |
fatwa dan pernyataan kesesuaian SBSN dengan prinsip syariah; dan |
||||
|
|
d. |
perjanjian perwaliamanatan, jika diperlukan. |
||||
|
|
Pasal 18 |
|||||
|
|
(1) |
Dokumen transaksi Aset SBSN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf a disusun berdasarkan jenis Akad SBSN yang diterbitkan. |
||||
|
|
(2) |
Akad SBSN yang dapat digunakan dalam penerbitan SBSN antara lain Akad Ijarah, Akad Mudarabah, Akad Musyarakah, Akad Istishna’, Akad yang berdasarkan kombinasi dari dua akad atau lebih, dan Akad lainnya sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah. |
||||
|
|
Pasal 19 |
|||||
|
|
(1) |
Dalam hal SBSN diterbitkan secara langsung oleh Pemerintah, dokumen transaksi Aset SBSN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf a, ditandatangani oleh Direktur Jenderal Pengelolaan Utang dan Wali Amanat yang ditunjuk. |
||||
|
|
(2) |
Dalam hal SBSN diterbitkan melalui Perusahaan Penerbit SBSN, dokumen transaksi Aset SBSN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf a, ditandatangani oleh Direktur Jenderal Pengelolaan Utang dan dewan direktur Perusahaan Penerbit SBSN. |
||||
|
|
Pasal 20 |
|||||
|
|
(1) |
Perjanjian perwaliamanatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf d diperlukan apabila: |
||||
|
|
|
a. |
Penerbitan SBSN dilakukan secara langsung oleh Pemerintah; atau |
|||
|
|
|
b. |
Penerbitan SBSN dilakukan melalui Perusahaan Penerbit SBSN dan ditunjuk pihak lain untuk membantu melaksanakan fungsi Wali Amanat. |
|||
|
|
(2) |
Dalam hal SBSN diterbitkan secara langsung oleh Pemerintah, perjanjian perwaliamanatan ditandatangani oleh Direktur Jenderal Pengelolaan Utang dan Wali Amanat yang ditunjuk. |
||||
|
|
(3) |
Dalam hal SBSN diterbitkan melalui Perusahaan Penerbit SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, perjanjian perwaliamanatan ditandatangani oleh Direktur Jenderal Pengelolaan Utang, dewan direktur Perusahaan Penerbit SBSN dan pihak lain yang ditunjuk untuk membantu melaksanakan fungsi Wali Amanat. |
||||
|
|
Pasal 21 |
|||||
|
|
Penunjukan Wali Amanat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) dan pihak lain untuk membantu melaksanakan fungsi sebagai Wali Amanat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) huruf b dilakukan oleh Direktur Jenderal Pengelolaan Utang atas nama Menteri. |
|||||
|
|
BAB VI |
|||||
|
|
SETELMEN, PEMBUKUAN |
|||||
|
|
Pasal 22 |
|||||
|
|
Setelmen Penjualan SBSN dengan cara Private Placement dilakukan sesuai dengan kesepakatan yang dituangkan dalam dokumen kesepakatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2). |
|||||
|
|
Pasal 23 |
|||||
|
|
(1) |
Pelaksanaan Setelmen penjualan SBSN dengan cara Private Placement dalam mata uang rupiah mengikuti ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. |
||||
|
|
(2) |
Pelaksanaan Setelmen penjualan SBSN dengan cara Private Placement dalam valuta asing mengikuti ketentuan yang digunakan oleh Bank Indonesia atau lembaga kliring dan setelmen lain yang ditunjuk. |
||||
|
|
Pasal 24 |
|||||
|
|
(1) |
Dalam hal Pihak, Peserta Lelang atau anggota Panel yang penawaran pembeliannya disetujui, tidak menyerahkan dana sampai dengan batas akhir tanggal Setelmen, penjualan SBSN dengan cara Private Placement dinyatakan batal. |
||||
|
|
(2) |
Dalam hal Peserta Lelang, anggota Panel atau Pihak yang merupakan lembaga keuangan tidak melaksanakan kewajiban terkait pelaksanaan Setelmen, Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang c.q. Direktorat Pembiayaan Syariah melaporkan wanprestasi tersebut kepada otoritas di bidang pasar modal dan/atau otoritas di bidang perbankan. |
||||
|
|
Pasal 25 |
|||||
|
|
Seluruh hasil penjualan SBSN dengan cara Private Placement, baik yang diterbitkan secara langsung oleh Pemerintah atau melalui Perusahaan Penerbit SBSN merupakan penerimaan negara. |
|||||
|
|
Pasal 26 |
|||||
|
|
(1) |
Direktur Jenderal Pengelolaan Utang mengumumkan hasil penjualan SBSN dengan cara Private Placement kepada publik paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah tanggal pelaksanaan Setelmen. |
||||
|
|
(2) |
Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling kurang meliputi: |
||||
|
|
|
a. |
Nilai Nominal; |
|||
|
|
|
b. |
jenis mata uang; |
|||
|
|
|
c. |
seri SBSN; |
|||
|
|
|
d. |
tingkat Imbalan; |
|||
|
|
|
e. |
harga atau imbal hasil; dan |
|||
|
|
|
f. |
tanggal jatuh tempo. |
|||
|
|
BAB VII |
|||||
|
|
BIAYA PENERBITAN |
|||||
|
|
Pasal 27 |
|||||
|
|
Segala biaya yang timbul dalam rangka pelaksanaan penerbitan dan penjualan SBSN dengan cara Private Placement baik yang dilakukan secara langsung oleh Pemerintah maupun melalui Perusahaan Penerbit SBSN dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. |
|||||
|
|
BAB VIII |
|||||
|
|
KETENTUAN PENUTUP |
|||||
Pasal 28 |
|||||||
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 75/PMK.08/2009 tentang Penerbitan Dan Penjualan SBSN Dengan Cara Penempatan Langsung (Private Placement), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. |
|||||||
Pasal 29 |
|||||||
|
|
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. |
|||||
|
|
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. |
|||||
|
|||||||
Ditetapkan di Jakarta |
|||||||
pada tanggal 26 Desember 2012 |
|||||||
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, |
|||||||
ttd. |
|||||||
AGUS D.W. MARTOWARDOJO |
|||||||
Diundangkan di Jakarta |
|||||||
pada tanggal 26 Desember 2012 |
|||||||
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA |
|||||||
ttd. |
|||||||
AMIR SYAMSUDIN |
|||||||
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2012 NOMOR 1338 |