UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 13 TAHUN 2005
TENTANG
ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA
TAHUN ANGGARAN 2006
DENGAN RAHMAT TUHAN
YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang |
: |
a. |
bahwa dalam rangka melaksanakan amanat Pasal 23 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Presiden mengajukan Rancangan Undang-undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2006 untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah; |
|||
|
|
b. |
bahwa APBN Tahun Anggaran 2006 disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan Negara dan kemampuan dalam menghimpun pendapatan Negara dalam rangka mendukung terwujudnya perekonomian nasional berdasarkan atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional; |
|||
|
|
c. |
bahwa penyusunan APBN Tahun Anggaran 2006 berpedoman pada Rencana Kerja Pemerintah tahun 2006 dalam rangka mewujudkan Indonesia yang aman dan damai, mewujudkan Indonesia yang adil dan demokratis, dan meningkatkan kesejahteraan rakyat; |
|||
|
|
d. |
bahwa pembahasan rancangan undang-undang APBN dilakukan Dewan Perwakilan Rakyat bersama Pemerintah dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah sesuai dengan Surat Keputusan DPD Nomor 19/DPD/ 2005 tanggal 15 September 2005; |
|||
|
|
e. |
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b,c, dan
d perlu membentuk Undang - Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara Tahun Anggaran 2006. |
|||
Mengingat |
: |
1. |
||||
|
|
2. |
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3985); |
|||
|
|
3. |
Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3843) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4357); |
|||
|
|
4. |
Undang-undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 114, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4134); |
|||
|
|
5. |
Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 135, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4151); |
|||
|
|
6. |
Undang-undang Nomor 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 110, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4236); |
|||
|
|
7. |
Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286); |
|||
|
|
8. |
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301). |
|||
|
|
9. |
Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); |
|||
|
|
10. |
Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389); |
|||
|
|
11. |
Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400); |
|||
|
|
12. |
Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421); |
|||
|
|
13. |
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437); |
|||
|
|
14. |
Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4438). |
|||
|
|
Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
DAN |
||||
|
|
MEMUTUSKAN: |
||||
Menetapkan |
: |
UNDANG-UNDANG TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN
2006. |
||||
|
|
Pasal 1 Dalam Undang-undang ini, yang
dimaksud dengan: |
||||
|
|
1. |
Pendapatan negara dan hibah adalah semua penerimaan negara yang berasal dari penerimaan perpajakan, penerimaan negara bukan pajak, serta penerimaan hibah dari dalam negeri dan luar negeri. |
|||
|
|
2. |
Penerimaan perpajakan adalah semua penerimaan yang terdiri dari pajak dalam negeri dan pajak perdagangan internasional. |
|||
|
|
3. |
Pajak dalam negeri adalah semua penerimaan negara yang berasal dari pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah, pajak bumi dan bangunan, bea perolehan hak atas tanah dan bangunan, cukai, dan pajak lainnya. |
|||
|
|
4. |
Pajak perdagangan internasional adalah semua penerimaan negara yang berasal dari bea masuk dan pajak/pungutan ekspor. |
|||
|
|
5. |
Penerimaan negara bukan pajak adalah semua penerimaan yang diterima negara dalam bentuk penerimaan dari sumber daya alam, bagian pemerintah atas laba badan usaha milik negara serta penerimaan negara bukan pajak lainnya. |
|||
|
|
6. |
Penerimaan hibah adalah semua penerimaan negara yang berasal dari sumbangan swasta dalam negeri serta sumbangan lembaga swasta dan pemerintah luar negeri. |
|||
|
|
7. |
Belanja negara adalah semua pengeluaran negara yang digunakan untuk membiayai belanja pemerintah pusat dan belanja daerah. |
|||
|
|
8. |
Belanja pemerintah pusat menurut organisasi adalah semua pengeluaran negara yang dialokasikan kepada kementerian/ lembaga, sesuai dengan program-program yang akan dijalankan. |
|||
|
|
9. |
Belanja pemerintah pusat menurut fungsi adalah semua pengeluaran negara yang digunakan untuk menjalankan fungsi pelayanan umum, fungsi pertahanan, fungsi ketertiban dan keamanan, fungsi ekonomi, fungsi lingkungan hidup, fungsi perumahan dan fasilitas umum, fungsi kesehatan, fungsi pariwisata dan budaya, fungsi agama, fungsi pendidikan, dan fungsi perlindungan sosial. |
|||
|
|
10. |
Belanja pemerintah pusat menurut jenis adalah semua pengeluaran negara yang digunakan untuk membiayai belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, pembayaran bunga utang, subsidi, belanja hibah, bantuan sosial, dan belanja lain-lain. |
|||
|
|
11. |
Belanja pegawai adalah semua pengeluaran negara yang digunakan untuk membiayai kompensasi dalam bentuk uang atau barang yang diberikan kepada pegawai pemerintah pusat, pensiunan, anggota Tentara Nasional Indonesia/Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan pejabat negara, baik yang bertugas di dalam negeri maupun di luar negeri, sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah dilaksanakan, kecuali pekerjaan yang berkaitan dengan pembentukan modal. |
|||
|
|
12. |
Belanja barang adalah semua pengeluaran negara yang digunakan untuk membiayai pembelian barang dan jasa yang habis pakai untuk memproduksi barang dan jasa, baik yang dipasarkan maupun yang tidak dipasarkan. |
|||
|
|
13. |
Belanja modal adalah semua pengeluaran negara yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal dalam bentuk tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jaringan, serta dalam bentuk fisik lainnya. |
|||
|
|
14. |
Pembayaran bunga utang adalah semua pengeluaran negara yang digunakan untuk pembayaran atas kewajiban penggunaan pokok utang (principal outstanding), baik utang dalam negeri maupun utang luar negeri, yang dihitung berdasarkan posisi pinjaman. |
|||
|
|
15. |
Subsidi adalah alokasi anggaran yang diberikan kepada perusahaan/lembaga yang memproduksi, menjual, mengekspor, atau mengimpor barang dan jasa, yang memenuhi hajat hidup orang banyak sedemikian rupa, sehingga harga jualnya dapat dijangkau oleh masyarakat. |
|||
|
|
16. |
Belanja hibah adalah semua pengeluaran negara dalam bentuk transfer uang/barang yang sifatnya tidak wajib kepada negara lain atau kepada organisasi internasional. |
|||
|
|
17. |
Bantuan sosial adalah semua pengeluaran negara dalam bentuk transfer uang/barang yang diberikan kepada masyarakat melalui kementerian/lembaga, guna melindungi dari terjadinya berbagai risiko sosial. |
|||
|
|
18. |
Belanja lain-lain adalah semua pengeluaran atau belanja pemerintah pusat yang tidak dapat diklasifikasikan ke dalam jenis-jenis belanja sebagaimana dimaksud dalam angka 11 sampai dengan angka 17, dan dana cadangan umum. |
|||
|
|
19. |
Belanja daerah adalah semua pengeluaran negara untuk membiayai dana perimbangan serta dana otonomi khusus dan penyesuaian. |
|||
|
|
20. |
Dana perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi, yang terdiri atas dana bagi hasil, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus, sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. |
|||
|
|
21. |
Dana bagi hasil adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi, sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. |
|||
|
|
22. |
Dana alokasi umum, selanjutnya disebut DAU adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi, sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. |
|||
|
|
23. |
Dana alokasi khusus, selanjutnya disebut DAK adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional, sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. |
|||
|
|
24. |
Dana otonomi khusus dan penyesuaian adalah dana yang dialokasikan untuk membiayai pelaksanaan otonomi khusus suatu daerah, sebagaimana ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua, dan penyesuaian untuk beberapa daerah tertentu yang menerima DAU lebih kecil dari tahun anggaran sebelumnya. |
|||
|
|
25. |
Sisa kredit anggaran adalah sisa kewajiban pembiayaan program-program pembangunan pada akhir tahun anggaran. |
|||
|
|
26. |
Sisa lebih pembiayaan anggaran adalah selisih lebih antara realisasi pembiayaan dengan realisasi defisit anggaran yang terjadi. |
|||
|
|
27. |
Pembiayaan defisit anggaran adalah semua jenis pembiayaan yang digunakan untuk menutup defisit anggaran negara dalam APBN. |
|||
|
|
28. |
Pembiayaan dalam negeri adalah semua pembiayaan yang berasal dari perbankan dan nonperbankan dalam negeri yang meliputi hasil privatisasi, penjualan aset perbankan dalam rangka program restrukturisasi, dan surat utang negara. |
|||
|
|
29. |
Surat utang negara adalah surat berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam mata uang rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia sesuai dengan masa berlakunya, sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara. |
|||
|
|
30. |
Pembiayaan luar negeri bersih adalah semua pembiayaan yang berasal dari penarikan utang/pinjaman luar negeri yang terdiri dari pinjaman program dan pinjaman proyek, dikurangi dengan pembayaran cicilan pokok utang/pinjaman luar negeri. |
|||
|
|
31. |
Pinjaman program adalah nilai lawan rupiah dari pinjaman luar negeri dalam bentuk pangan dan bukan pangan serta pinjaman yang dapat dirupiahkan. |
|||
|
|
32. |
Pinjaman proyek adalah nilai lawan rupiah dari pinjaman luar negeri di luar pinjaman program. |
|||
|
|
33. |
Tahun
Anggaran 2006 meliputi masa 1 (satu) tahun mulai dari tanggal 1 Januari
sampai dengan tanggal 31 Desember 2006. |
|||
|
|
Pasal 2 |
||||
|
|
(1) |
Anggaran Pendapatan Negara dan Hibah Tahun Anggaran 2006 diperoleh dari
sumber-sumber: |
|||
a. |
Penerimaan perpajakan; |
|||||
b. |
Penerimaan negara bukan pajak; dan |
|||||
|
|
|
c. |
Penerimaan hibah. |
||
|
|
(2) |
Penerimaan perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a direncanakan sebesar Rp 416.313.160.000.000,00 (empat ratus enam belas triliun tiga ratus tiga belas miliar seratus enam puluh juta rupiah). |
|||
|
|
(3) |
Penerimaan negara bukan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b direncanakan sebesar Rp 205.292.276.162.000,00 (dua ratus lima triliun dua ratus sembilan puluh dua miliar dua ratus tujuh puluh enam juta seratus enam puluh dua ribu rupiah). |
|||
|
|
(4) |
Penerimaan hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c direncanakan sebesar Rp 3.631.590.000.000,00 (tiga triliun enam ratus tiga puluh satu miliar lima ratus sembilan puluh juta rupiah). |
|||
|
|
(5) |
Jumlah
anggaran pendapatan negara dan hibah Tahun Anggaran 2006 sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) direncanakan sebesar Rp
625.237.026.162.000,00 (enam ratus dua puluh lima triliun dua ratus tiga
puluh tujuh miliar dua puluh enam juta seratus enam puluh dua ribu rupiah). |
|||
|
|
Pasal 3 |
||||
|
|
(1) |
Penerimaan perpaj akan sebagaimana dimaksud dalam Pasal2 ayat (2) terdiri
dari: |
|||
a. |
Pajak dalam negeri; |
|||||
|
|
|
b. |
Pajak
perdagangan internasional. |
||
|
|
(2) |
Penerimaan pajak dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a direncanakan sebesar Rp 399.321.660.000.000,00 (tiga ratus sembilan puluh sembilan triliun tiga ratus dua puluh satu miliar enam ratus enam puluh juta rupiah). |
|||
|
|
(3) |
Penerimaan pajak perdagangan internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b direncanakan sebesar Rp16.991.500.000.000,00 (enam belas triliun sembilan ratus sembilan puluh satu miliar lima ratus juta rupiah). |
|||
|
|
(4) |
Rincian
penerimaan perpajakan Tahun Anggaran 2006 sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dan ayat (3) adalah sebagaimana tercantum dalam penjelasan ayat ini. |
|||
|
|
Pasal 4 |
||||
|
|
(1) |
Penerimaan negara bukan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3)
terdiri dari: |
|||
a. |
Penerimaan sumber daya alam; |
|||||
b. |
Bagian pemerintah atas laba badan usaha milik negara; |
|||||
|
|
|
c. |
Penerimaan negara bukan pajak lainnya. |
||
|
|
(2) |
Penerimaan sumber daya alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a direncanakan sebesar Rp151.641.605.700.000,00 (seratus lima puluh satu triliun enam ratus empat puluh satu miliar enam ratus lima juta tujuh ratus ribu rupiah). |
|||
|
|
(3) |
Bagian pemerintah atas laba badan usaha milik negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b direncanakan sebesar Rp23.278.000.000.000,00 (dua puluh tiga triliun dua ratus tujuh puluh delapan miliar rupiah). |
|||
|
|
(4) |
Penerimaan negara bukan pajak lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c direncanakan sebesar Rp30.372.670.462.000,00 (tiga puluh triliun tiga ratus tujuh puluh dua miliar enam ratus tujuh puluh juta empat ratus enam puluh dua ribu rupiah). |
|||
|
|
(5) |
Rincian
penerimaan negara bukan pajak Tahun Anggaran 2006 sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) adalah sebagaimana tercantum dalam
penjelasan ayat ini. |
|||
|
|
Pasal 5 |
||||
|
|
(1) |
Anggaran Belanja Negara Tahun Anggaran 2006 terdiri dari: |
|||
a |
Anggaran belanja pemerintah pusat; |
|||||
|
|
|
b. |
Anggaran belanja daerah. |
||
|
|
(2) |
Anggaran belanja pemerintah pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a direncanakan sebesar Rp 427.598.300.000.000,00 (empat ratus dua puluh tujuh triliun lima ratus sembilan puluh delapan miliar tiga ratus juta rupiah). |
|||
|
|
(3) |
Anggaran belanja daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b direncanakan sebesar Rp220.069.516.140.000,00 (dua ratus dua puluh triliun enam puluh sembilan miliar lima ratus enam belas juta seratus empat puluh ribu rupiah). |
|||
|
|
(4) |
Jumlah
anggaran belanja negara Tahun Anggaran 2006 sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dan ayat (3) direncanakan sebesar Rp647.667.816.140.000,00 (enam ratus
empat puluh tujuh triliun enam ratus enam puluh tujuh miliar delapan ratus
enam belas juta seratus empat puluh ribu rupiah). |
|||
|
|
Pasal 6 |
||||
|
|
(1) |
Anggaran belanja pemerintah pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat
(1) huruf a dikelompokkan atas: |
|||
a. |
Belanja pemerintah pusat menurut organisasi; |
|||||
b. |
Belanja pemerintah pusat menurut fungsi; |
|||||
|
|
|
c. |
Betanja
pemerintah pusat menurut jenis belanja. |
||
|
|
(2) |
Belanja pemerintah pusat menurut organisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a direncanakan sebesar Rp427.598.300.000.000,00 (empat ratus dua puluh tujuh triliun lima ratus sembilan puluh delapan miliar tiga ratus juta rupiah). |
|||
|
|
(3) |
Belanja pemerintah pusat menurut fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b direncanakan sebesar Rp427.598.300.000.000,00 (empat ratus dua puluh tujuh triliun lima ratus sembilan puluh delapan miliar tiga ratus juta rupiah). |
|||
|
|
(4) |
Belanja pemerintah pusat menurut jenis belanja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c direncanakan sebesar Rp427.598.300.000.000,00 (empat ratus dua puluh tujuh triliun lima ratus sembilan puluh delapan miliar tiga ratus juta rupiah). |
|||
|
|
(5) |
Rincian
lebih lanjut dari anggaran belanja pemerintah pusat menurut unit organisasi/bagian
anggaran dan menurut program/kegiatan dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat
dengan Pemerintah. |
|||
|
|
Pasal 7 |
||||
|
|
(1) |
Anggaran belanja pemerintah pusat menurut jenis belanja sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c terdiri dari : |
|||
a. |
Belanja pegawai; |
|||||
b. |
Belanja barang; |
|||||
c. |
Belanja modal; |
|||||
d. |
Pembayaran bunga utang; |
|||||
e. |
Subsidi; |
|||||
f. |
Belanja hibah; |
|||||
g. |
Bantuan sosial; |
|||||
|
|
|
h. |
Belanja
lain-lain. |
||
|
|
(2) |
Rincian
anggaran belanja pemerintah pusat tahun anggaran 2006 menurut organisasi/bagian
anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasa16 ayat (2), menurut fungsi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3), dan menurut jenis belanja
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4), diatur lebih lanjut dalam
Peraturan Presiden yang menjadi lampiran yang tidak terpisahkan dari
Undang-Undang ini selambat-lambatnya tanggal 30 November 2005. |
|||
|
|
Pasal 8 |
||||
|
|
(1) |
Perubahan rincian lebih lanjut dari anggaran belanja pemerintah pusat berupa
: |
|||
|
|
|
a. |
pergeseran anggaran belanja: |
||
(i) |
antarunit organisasi dalam satu bagian anggaran; |
|||||
|
|
|
|
(ii) |
antar kegiatan dalam satu program sepanjang pergeseran tersebut merupakan hasil optimalisasi; dan/atau |
|
|
|
|
|
(iii) |
antarjenis belanja dalam satu kegiatan. |
|
|
|
|
b. |
perubahan anggaran belanja yang bersumber dari peningkatan penerimaan negara bukan pajak (PNBP); dan |
||
|
|
|
c. |
perubahan pagu pinjaman dan hibah luar negeri (PHLN) sebagai akibat dari
luncuran PHLN; |
||
|
|
|
ditetapkan oleh Pemerintah. |
|||
|
|
(2) |
Perubahan rincian belanja pemerintah pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan sepanjang masih dalam satu propinsi/kabupaten/kota untuk kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka tugas pembantuan, atau dalam satu propinsi untuk kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka dekonsentrasi. |
|||
|
|
(3) |
Perubahan rincian belanja pemerintah pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan antar propinsi/ kabupaten/kota untuk kegiatan operasional yang dilaksanakan oleh unit organisasi di tingkat pusat maupun oleh instansi vertikalnya di daerah. |
|||
|
|
(4) |
Perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), (2), dan (3) dilaporkan
Pemerintah kepada DPR sebelum dilaksanakan dan dilaporkan pelaksanaannya
dalam APBN Perubahan dan/atau Laporan Keuangan Pemerintah Pusat. |
|||
|
|
Pasal 9 |
||||
|
|
(1) |
Anggaran belanja daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b
terdiri dari: |
|||
a. |
Dana perimbangan; |
|||||
|
|
|
b. |
Dana
otonomi khusus dan penyesuaian. |
||
|
|
(2) |
Dana perimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a direncanakan sebesar Rp216.592.396.140.000,00 (dua ratus enam belas triliun lima ratus sembilan puluh dua miliar tiga ratus sembilan puluh enam juta seratus empat puluh ribu rupiah). |
|||
|
|
(3) |
Dana
otonomi khusus dan penyesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
direncanakan sebesar Rp3.477.120.000.000,00 (tiga triliun empat ratus tujuh
puluh tujuh miliar seratus dua puluh juta rupiah). |
|||
|
|
Pasal
10 |
||||
|
|
(1) |
Dana
perimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a terdiri dari
: |
|||
a. |
Dana bagi hasil; |
|||||
b. |
Dana alokasi umum; |
|||||
|
|
|
c. |
Dana alokasi khusus. |
||
|
|
(2) |
Dana bagi hasil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a direncanakan sebesar Rp59.358.396.140.000,00 (lima puluh sembilan triliun tiga ratus lima puluh delapan miliar tiga ratus sembilan puluh enam juta seratus empat puluh ribu rupiah). |
|||
|
|
(3) |
Dana alokasi umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b direncanakan sebesar Rp145.664.200.000.000,00 (seratus empat puluh lima triliun enam ratus enam puluh empat miliar dua ratus juta rupiah). |
|||
|
|
(4) |
Dana alokasi khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c direncanakan sebesar Rp 11.569.800.000.000,00 (sebelas triliun lima ratus enam puluh sembilan miliar delapan ratus juta rupiah). |
|||
|
|
(5) |
Pembagian lebih lanjut dana perimbangan dilakukan sesuai dengan ketentuan
dalam Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. |
|||
|
|
Pasal
11 |
||||
|
|
(1) |
Dana
otonomi khusus dan penyesuaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1)
huruf b terdiri dari: |
|||
a. |
Dana otonomi khusus; |
|||||
|
|
|
b. |
Dana penyesuaian. |
||
|
|
(2) |
Dana otonomi khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a direncanakan sebesar Rp2.913.284.000.000,00 (dua triliun sembilan ratus tiga belas miliar dua ratus delapan puluh empat juta rupiah). |
|||
|
|
(3) |
Dana
penyesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b direncanakan sebesar
Rp563.836.000.000,00 (lima ratus enam puluh tiga miliar delapan ratus tiga
puluh enam juta rupiah). |
|||
|
|
Pasal
12 |
||||
|
|
(1) |
Dengan jumlah Anggaran Pendapatan Negara dan Hibah Tahun Anggaran 2006 sebesar Rp625.237.026.162.000,00 (enam ratus dua puluh lima triliun dua ratus tiga puluh tujuh miliar dua puluh enam juta seratus enam puluh dua ribu rupiah), sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5), yang berarti lebih kecil dari jumlah anggaran belanja negara sebesar Rp647.667.816.140.000,00 (enam ratus empat puluh tujuh triliun enam ratus enam puluh tujuh miliar delapan ratus enam belas juta seratus empat puluh ribu rupiah), sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4), sehingga dalam Tahun Anggaran 2006 terdapat defisit anggaran sebesar Rp22.430.789.978.000,00 (dua puluh dua triliun empat ratus tiga puluh miliar tujuh ratus delapan puluh sembilan juta sembilan ratus tujuh puluh delapan ribu rupiah), yang akan dibiayai dari pembiayaan anggaran. |
|||
|
|
(2) |
Pembiayaan Defisit Anggaran Tahun Anggaran 2006 sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diperoleh dari sumber-sumber: |
|||
|
|
|
a. |
Pembiayaan dalam negeri sebesar Rp50.912.989.978.000,00 (lima puluh triliun sembilan ratus dua belas miliar sembilan ratus delapan puluh sembilan juta sembilan ratus tujuh puluh delapan ribu rupiah); |
||
|
|
|
b. |
Pembiayaan luar negeri bersih sebesar negatif Rp28.482.200.000.000,00 (dua
puluh delapan triliun empat ratus delapan puluh dua miliar dua ratus juta
rupiah). |
||
|
|
(3) |
Rincian
Pembiayaan Defisit Anggaran Tahun Anggaran 2006 sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) adalah sebagaimana tercantum dalam penjelasan ayat ini. |
|||
|
|
Pasal
13 |
||||
|
|
(1) |
Pada
pertengahan Tahun Anggaran 2006, Pemerintah menyusun Laporan tentang
Realisasi Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran
2006 Semester Pertama mengenai: |
|||
a. |
Realisasi pendapatan negara dan hibah; |
|||||
b. |
Realisasi belanja negara; |
|||||
|
|
|
c. |
Realisasi pembiayaan defisit anggaran. |
||
|
|
(2) |
Dalam laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pemerintah menyertakan prognosa untuk 6 (enam) bulan berikutnya. |
|||
|
|
(3) |
Laporan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disampaikan kepada Dewan
Perwakilan Rakyat paling lambat pada akhir bulan Juli 2006, untuk dibahas
bersama antara Dewan Perwakilan Rakyat dengan Pemerintah. |
|||
|
|
Pasal
14 |
||||
|
|
Dalam keadaan darurat Pemerintah dapat melakukan
pengeluaran yang belum tersedia anggarannya, yang selanjutnya diusulkan
dalam Rancangan Undang-undang tentang Perubahan atas Anggaran pendapatan dan
Belanja Negara Tahun Anggaran 2006 dan/atau disampaikan dalam Laporan
Realisasi Anggaran Tahun Anggaran 2006. |
||||
|
|
Pasal
15 |
||||
|
|
Dalam hal terdapat sisa lebih pembiayaan anggaran
Tahun Anggaran 2006 ditampung pada pembiayaan perbankan dalam negeri dan
dapat digunakan sebagai dana talangan pelaksanaan anggaran pendapatan dan
belanja negara tahun-tahun anggaran berikutnya. |
||||
|
|
Pasal
16 |
||||
(1) |
Penyesuaian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2006
dengan perkembangan dan/atau perubahan keadaan dibahas bersama Dewan
Perwakilan Rakyat dengan Pemerintah dalam rangka penyusunan perkiraan
Perubahan atas Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2006,
apabila terjadi: |
|||||
a. |
Perkembangan ekonomi makro yang tidak sesuai dengan asumsi yang digunakan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2006; |
|||||
b. |
Perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal; |
|||||
c. |
Keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antar unit organisasi, antar program, dan antar jenis belanja; |
|||||
d. |
Keadaan yang menyebabkan saldo anggaran lebih tahun-tahun anggaran sebelumnya harus digunakan untuk pembiayaan anggaran Tahun Anggaran 2006. |
|||||
(2) |
Pemerintah mengajukan Rancangan Undang-undang tentang Perubahan atas
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2006 berdasarkan
perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk mendapatkan persetujuan
Dewan Perwakilan Rakyat sebelum Tahun Anggaran 2006 berakhir. |
|||||
Pasal
17 |
||||||
(1) |
Setelah Tahun Anggaran 2006 berakhir, Pemerintah menyusun Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2006 berupa Laporan Keuangan Pemerintah Pusat. |
|||||
(2) |
Laporan Keuangan Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan. |
|||||
(3) |
Pemerintah mengajukan Rancangan Undang-undang tentang Pertanggungjawaban
atas Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2006,
setelah Laporan Keuangan Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan, paling lambat 6 (enam) bulan
setelah Tahun Anggaran 2006 berakhir untuk mendapatkan persetujuan Dewan
Perwakilan Rakyat. |
|||||
Pasal
18 |
||||||
(1) |
Dalam anggaran belanja pemerintah pusat tahun 2006 akan dicatat tambahan anggaran untuk menampung pembiayaan eskalasi/penyesuaian harga belanja pemerintah pusat tahun 2005 yang diluncurkan ke tahun 2006. |
|||||
(2) |
Tambahan anggaran belanja pemerintah pusat tahun 2006 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersumber dari SAL tahun-tahun sebelumnya. |
|||||
(3) |
Ketentuan lebih lanjut mengenai eskalasi/penyesuaian harga sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Presiden. |
|||||
Pasal
19 |
||||||
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2006. |
||||||
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam lembaran Negara
Republik Indonesia. |
||||||
Disahkan di Jakarta |
||||||
pada tanggal, 18 Nopember 2005 |
||||||
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, |
||||||
DR.H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO |