MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
SALINAN
PERATURAN BERSAMA
MENTERI KEUANGAN
JAKSA AGUNG
KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA, DAN
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
|
NOMOR |
: |
53/PMK.06/2009 |
|
NOMOR |
: |
KEP-030/A/JA/03/2009 |
|
NOMOR |
: |
4 TAHUN 2009 |
|
NOMOR |
: |
M.HH-01.KU.03.01 |
TENTANG
PETUNJUK PELAKSANAAN PAKSA BADAN
DALAM RANGKA PENGURUSAN PIUTANG NEGARA
OLEH PANITIA URUSAN PIUTANG NEGARA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN,
JAKSA AGUNG,
KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA, DAN
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,
Menimbang |
: |
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 10 ayat (3) dan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara, perlu menetapkan Peraturan Bersama Menteri Keuangan, Jaksa Agung, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia tentang Petunjuk Pelaksanaan Paksa Badan Dalam Rangka Pengurusan Piutang Negara oleh Panitia Urusan Piutang Negara; |
|||
Mengingat |
: |
1. |
Undang-Undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 156, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2104); |
||
|
|
2. |
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 77, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3614); |
||
|
|
3. |
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) Tahun 2000-2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 206, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421); |
||
|
|
4. |
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4168); |
||
|
|
5. |
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 67 Tahun 2004, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4401); |
||
|
|
6. |
Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2002 tentang Pemberian Jaminan Kepastian Hukum Kepada Debitur yang Telah Menyelesaikan Kewajibannya Atau Tindakan Hukum Kepada Debitur Yang Tidak Menyelesaikan Kewajibannya Berdasarkan Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham; |
||
|
|
7. |
Peraturan Presiden Nomor 89 Tahun 2006 tentang Panitia Urusan Piutang Negara; |
||
|
|
8. |
Keputusan Jaksa Agung Nomor KEP-115/A/JA/01/1999 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Jaksa Agung Nomor KEP-558/A/JA/12/2003; |
||
|
|
9. |
Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor M.09.PR-07-10 Tahun 2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia; |
||
|
|
10. |
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 122/PMK.06/2007 tentang Keanggotaan dan Tata Kerja Panitia Urusan Piutang Negara; |
||
|
|
11. |
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 128/PMK.06/2007 tentang Pengurusan Piutang Negara; |
||
|
|
12. |
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 100/PMK.01/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Keuangan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 149/PMK.01/2008; |
||
|
|
13. |
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 102/PMK.01/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Kekayaan Negara; |
||
|
|
MEMUTUSKAN: |
|||
Menetapkan |
: |
DAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PAKSA BADAN DALAM RANGKA PENGURUSAN PIUTANG NEGARA OLEH PANITIA URUSAN PIUTANG NEGARA. |
|||
|
|
BAB I |
|||
|
|
Pasal 1 |
|||
|
|
Dalam Peraturan Bersama ini yang dimaksud dengan: |
|||
|
|
1. |
Panitia adalah Panitia Urusan Piutang Negara, baik tingkat pusat maupun cabang. |
||
|
|
2. |
KPKNL adalah Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang pada Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Departemen Keuangan. |
||
|
|
3. |
Surat Paksa adalah Surat Perintah yang diterbitkan oleh Panitia Cabang kepada Penanggung Hutang untuk membayar sekaligus seluruh hutangnya dalam jangka waktu 1 x 24 (satu kali dua puluh empat) jam terhitung sejak tanggal diberitahukan. |
||
|
|
4. |
Paksa Badan adalah pengekangan kebebasan untuk sementara waktu terhadap Objek Paksa Badan di tempat Paksa Badan. |
||
|
|
5. |
Izin Paksa Badan adalah tanggapan tertulis yang diberikan oleh Kepala Kejaksaan Tinggi berdasarkan permintaan Panitia Cabang sesuai syarat-syarat yang ditentukan dan bersifat administratif. |
||
|
|
6. |
Objek Paksa Badan adalah Penanggung Hutang, Penjamin Hutang, Pemegang Saham dan/atau ahli waris. |
||
|
|
7. |
Tempat Paksa Badan adalah tempat tertentu yang tertutup, mempunyai fasilitas terbatas, dan mempunyai sistem pengamanan serta pengawasan memadai, yang digunakan untuk pelaksanaan Paksa Badan. |
||
|
|
8. |
Juru Sita Piutang Negara, yang untuk selanjutnya disebut Jurusita, adalah Pegawai Negeri Sipil di lingkungan KPKNL yang diberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab kejurusitaan. |
||
|
|
9. |
Pemeriksaan adalah serangkaian upaya yang dilakukan oleh Pemeriksa guna memperoleh informasi dan/atau bukti-bukti dalam rangka penyelesaian Piutang Negara. |
||
|
|
BAB II |
|||
|
|
Pasal 2 |
|||
|
|
(1) |
Ketua Panitia Cabang mengajukan permohonan pelaksanaan Paksa Badan kepada Ketua Panitia Pusat secara tertulis disertai dengan alasan permohonan. |
||
|
|
(2) |
Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Ketua Panitia Pusat mengeluarkan persetujuan/penolakan. |
||
|
|
Bagian Kedua |
|||
|
|
Pasal 3 |
|||
|
|
(1) |
Berdasarkan persetujuan Ketua Panitia Pusat, Ketua Panitia Cabang meminta Izin Paksa Badan kepada Kepala Kejaksaan Tinggi yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kediaman terakhir Objek Paksa Badan. |
||
|
|
(2) |
Surat permintaan Izin Paksa Badan paling kurang memuat: |
||
|
|
|
a. |
Identitas lengkap Objek Paksa Badan (nama, jenis kelamin, tempat/tanggal lahir dan alamat Objek Paksa Badan); |
|
|
|
|
b. |
Nama dan alamat Penyerah Piutang; |
|
|
|
|
c. |
Penjelasan hasil pemeriksaan bahwa Objek Paksa Badan dianggap mampu namun tidak beritikad baik; |
|
|
|
|
d. |
Jangka waktu pelaksanaan Paksa Badan yang diminta; |
|
|
|
|
e. |
Nomor dan tanggal Surat Paksa; |
|
|
|
|
f. |
Jumlah sisa piutang negara; |
|
|
|
|
g. |
Nomor dan tanggal surat persetujuan Ketua Panitia Pusat; dan |
|
|
|
|
h. |
Keterangan mengenai jaminan yang tidak mencukupi/tidak ada. |
|
|
|
Bagian Ketiga |
|||
|
|
Pasal 4 |
|||
|
|
(1) |
Dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah surat permintaan izin Paksa Badan diterima, Kepala Kejaksaan Tinggi memberikan tanggapan tertulis. |
||
|
|
(2) |
Tanggapan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa pemberian atau penolakan izin. |
||
|
|
(3) |
Dalam hal izin Paksa Badan diberikan, Panitia Cabang selanjutnya menerbitkan Surat Perintah Paksa Badan. |
||
|
|
(4) |
Dalam hal permintaan izin Paksa Badan ditolak, Ketua Panitia Cabang selanjutnya melaporkan hal tersebut kepada Ketua Panitia Pusat. |
||
|
|
(5) |
Berdasarkan laporan dari Ketua Panitia Cabang sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Ketua Panitia Pusat melakukan koordinasi dengan Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara untuk tindak lanjut penanganannya. |
||
|
|
BAB III |
|||
|
|
Pasal 5 |
|||
|
|
Surat Perintah Paksa Badan diterbitkan oleh Panitia Cabang paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak izin Paksa Badan dari Kepala Kejaksaan Tinggi diterima. |
|||
|
|
Bagian Kedua |
|||
|
|
Pasal 6 |
|||
|
|
(1) |
Surat Perintah Paksa Badan diberitahukan oleh Jurusita kepada Objek Paksa Badan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan dan dituangkan dalam Berita Acara Pemberitahuan Surat Perintah Paksa Badan. |
||
|
|
(2) |
Kepala KPKNL menyampaikan Laporan Pelaksanaan Pemberitahuan Surat Perintah Paksa Badan dengan dilampiri Surat Perintah Paksa Badan dan Berita Acara Pemberitahuan Surat Perintah Paksa Badan kepada Ketua Panitia Cabang, Ketua Panitia Pusat, dan Kepala Kejaksaan Tinggi yang memberikan Izin Paksa Badan. |
||
|
|
BAB IV |
|||
|
|
Pasal 7 |
|||
|
|
(1) |
Objek Paksa Badan yang telah melakukan pembayaran hutang lebih dari 50% (lima puluh perseratus) dari sisa hutang dapat mengajukan permohonan penangguhan pelaksanaan Paksa Badan kepada Panitia Cabang dengan dilampiri surat pernyataan kesanggupan untuk menyelesaikan sisa hutang dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan. |
||
|
|
(2) |
Permohonan penangguhan pelaksanaan Paksa Badan dapat diajukan setelah pemberitahuan Surat Perintah Paksa Badan. |
||
(3) |
Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Panitia Cabang dapat menangguhkan pelaksanaan Paksa Badan untuk jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan. |
||||
|
|
(4) |
Dalam hal masa penangguhan telah berakhir dan Objek Paksa Badan tidak menyelesaikan sisa hutang, Paksa Badan dilaksanakan sesuai dengan jangka waktu yang ditetapkan dalam Surat Perintah Paksa Badan. |
||
|
|
(5) |
Objek Paksa Badan selama masa penangguhan Paksa Badan harus melakukan wajib lapor 2 (dua) kali setiap 1 (satu) minggu kepada Kepala KPKNL. |
||
|
|
Bagian Kedua |
|||
|
|
Pasal 8 |
|||
(1) |
Paksa Badan dilaksanakan setelah lewat waktu 14 (empat belas) hari sejak Surat Perintah Paksa Badan diberitahukan kepada Objek Paksa Badan. |
||||
|
|
(2) |
Dalam hal terdapat permintaan tertulis dari Kepala Kejaksaan Tinggi setempat kepada Ketua Panitia Cabang dengan alasan untuk kepentingan umum, Surat Perintah Paksa Badan dapat dilaksanakan setelah lewat waktu 24 (dua puluh empat) jam sejak pemberitahuan Surat Perintah Paksa Badan. |
||
|
|
(3) |
Kepentingan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah kepentingan bangsa dan negara dan/atau kepentingan masyarakat luas. |
||
|
|
Pasal 9 |
|||
|
|
(1) |
Dalam hal setelah lewat waktu 14 (empat belas) hari sejak Surat Perintah Paksa Badan diberitahukan dan Objek Paksa Badan belum melunasi hutang, Kepala KPKNL menugaskan Jurusita untuk melaksanakan Paksa Badan. |
||
|
|
(2) |
Sebelum Paksa Badan dilaksanakan, Kepala KPKNL mengajukan permintaan bantuan kepada Kepolisian setempat dalam rangka pengamanan pada saat pelaksanaan penjemputan dan penitipan Objek Paksa Badan ke tempat Paksa Badan. |
||
(3) |
Jurusita membuat Berita Acara Penjemputan Objek Paksa Badan yang ditandatangani oleh Jurusita, Objek Paksa Badan, dan saksi-saksi. |
||||
|
|
(4) |
Paksa Badan dilaksanakan paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak Objek Paksa Badan ditempatkan di Tempat Paksa Badan. |
||
|
|
(5) |
Jangka waktu Paksa Badan dapat diperpanjang oleh Panitia Cabang sebanyak 1 (satu) kali paling lama 6 (enam) bulan. |
||
|
|
Bagian Ketiga |
|||
|
|
Pasal 10 |
|||
|
|
(1) |
Dalam hal Objek Paksa Badan tidak diketahui keberadaannya, KPKNL melakukan Pemeriksaan untuk memperoleh informasi dan/atau bukti-bukti tentang keberadaan Objek Paksa Badan. |
||
|
|
(2) |
Dalam hal berdasarkan Pemeriksaan diduga/diketahui Objek Paksa Badan berada di luar wilayah Republik Indonesia, Ketua Panitia Cabang melaporkan kepada Ketua Panitia Pusat. |
||
|
|
(3) |
Berdasarkan laporan Ketua Panitia Cabang sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Ketua Panitia Pusat meminta bantuan kepada Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk dilakukan pencarian. |
||
|
|
BAB V |
|||
|
|
Pasal 11 |
|||
|
|
(1) |
Paksa Badan dilaksanakan di Rumah Paksa Badan yang diadakan secara khusus, Lembaga Pemasyarakatan atau Rumah Tahanan Negara. |
||
|
|
(2) |
Dalam hal Paksa Badan akan dilaksanakan di Lembaga Pemasyarakatan atau Rumah Tahanan Negara, Kepala KPKNL mengajukan permohonan penyediaan tempat Paksa Badan kepada Kepala Lembaga Pemasyarakatan/Rumah Tahanan Negara setempat paling lambat 3 (tiga) hari sebelum Paksa Badan dilaksanakan. |
||
(3) |
Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala Lembaga Pemasyarakatan/Rumah Tahanan Negara menyiapkan tempat Paksa Badan yang diperlukan. |
||||
|
|
(4) |
Objek Paksa Badan ditempatkan terpisah dari tempat tahanan tersangka/terpidana dan berdasarkan jenis kelamin. |
||
|
|
Bagian Kedua |
|||
|
|
Pasal 12 |
|||
|
|
(1) |
Jurusita menyerahkan Objek Paksa Badan berdasarkan Surat Perintah Paksa Badan kepada Kepala Lembaga Pemasyarakatan/Rumah Tahanan Negara. |
||
|
|
(2) |
Jurusita membuat Berita Acara Serah Terima Objek Paksa Badan yang ditandatangani oleh Jurusita, Kepala Lembaga Pemasyarakatan/ Rumah Tahanan Negara dan saksi-saksi. |
||
|
|
(3) |
Berita Acara Serah Terima Objek Paksa Badan paling kurang memuat: |
||
|
|
|
a. |
Waktu pelaksanaan Serah Terima Objek Paksa Badan; |
|
|
|
|
b. |
Tempat pelaksanaan Paksa Badan; |
|
|
|
|
c. |
Identitas Jurusita; |
|
|
|
|
d. |
Identitas Saksi-saksi; |
|
|
|
|
e. |
Identitas Objek Paksa Badan; |
|
|
|
|
f. |
Nomor dan tanggal surat izin Paksa Badan; |
|
|
|
|
g. |
Nomor dan tanggal Surat Perintah Paksa Badan; |
|
|
|
|
h. |
Jangka waktu Paksa Badan akan dilaksanakan; |
|
|
|
|
i. |
Surat Keterangan Kesehatan dari Dokter atau Tenaga Medis Lembaga Pemasyarakatan/Rumah Tahanan Negara; dan |
|
|
|
|
j. |
Surat permintaan pelaksanaan Paksa Badan segera dari Kepala Kejaksaan Tinggi, apabila ada. |
|
|
|
BAB VI |
|||
|
|
Pasal 13 |
|||
|
|
(1) |
Setiap Objek Paksa Badan berhak melakukan ibadah, memperoleh pelayanan kesehatan, mendapatkan makanan, memperoleh bahan bacaan, dan/atau menerima kunjungan pada waktu tertentu sesuai ketentuan yang berlaku di Lembaga Pemasyarakatan/Rumah Tahanan Negara. |
||
|
|
(2) |
Dalam hal Objek Paksa Badan menderita sakit yang memerlukan rawat inap di rumah sakit di luar Lembaga Pemasyarakatan/Rumah Tahanan Negara, dapat dilakukan perawatan setelah memperoleh izin dari Ketua Panitia Cabang. |
||
|
|
(3) |
Dalam hal Objek Paksa Badan menderita sakit keras yang memerlukan tindakan cepat, Petugas Lembaga Pemasyarakatan/ Rumah Tahanan Negara dapat segera membawa ke rumah sakit/ klinik kesehatan terdekat dan memberitahukan kepada Kepala Kantor Pelayanan, dan dalam hal diperlukan pengamanan Kepala Kantor Pelayanan atau Kepala Lembaga Pemasyarakatan/Rumah Tahanan Negara dapat meminta bantuan kepada Kepolisian setempat. |
||
|
|
(4) |
Masa perawatan medis di luar Lembaga Pemasyarakatan/Rumah Tahanan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) tidak dihitung sebagai masa Paksa Badan dan biaya perawatan ditanggung oleh Objek Paksa Badan. |
||
|
|
Bagian Kedua |
|||
|
|
Pasal 14 |
|||
|
|
Objek Paksa Badan tidak dikenakan wajib kerja selama dalam Lembaga Pemasyarakatan/Rumah Tahanan Negara. |
|||
|
|
Pasal 15 |
|||
|
|
(1) |
Objek Paksa Badan wajib mematuhi tata tertib dan disiplin selama dalam Lembaga Pemasyarakatan/Rumah Tahanan Negara. |
||
|
|
(2) |
Dalam hal terjadi pelanggaran tata tertib dan disiplin, Kepala Lembaga Pemasyarakatan/Rumah Tahanan Negara dapat melakukan pemeriksaan terhadap Objek Paksa Badan. |
||
|
|
(3) |
Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan Objek Paksa Badan terbukti melakukan pelanggaran, Kepala Lembaga Pemasyarakatan/ Rumah Tahanan Negara memberitahukan kepada Ketua Panitia Cabang dan melakukan hal yang diperlukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Lembaga Pemasyarakatan/Rumah Tahanan Negara. |
||
|
|
(4) |
Dalam hal pelanggaran yang dilakukan oleh Objek Paksa Badan merupakan suatu tindak pidana, maka Kepala Lembaga Pemasyarakatan/Rumah Tahanan Negara melaporkan hal tersebut kepada Kepolisian setempat untuk memperoleh tindak lanjut sesuai ketentuan yang berlaku. |
||
|
|
BAB VII |
|||
|
|
Pasal 16 |
|||
|
|
(1) |
Objek Paksa Badan dapat mengajukan izin tertulis kepada Ketua Panitia Cabang untuk keluar dari tempat Paksa Badan dalam hal Objek Paksa Badan akan: |
||
|
|
|
a. |
melaksanakan ibadah di tempat ibadah; |
|
|
|
|
b. |
menghadiri sidang di pengadilan; |
|
|
|
|
c. |
mengikuti pemilihan umum di tempat pemilihan umum apabila di dalam Lembaga Pemasyarakatan/Rumah Tahanan Negara tidak ada tempat pemungutan suara (TPS); |
|
|
|
|
d. |
menjalani pemeriksaan kesehatan atau pengobatan di rumah sakit; |
|
|
|
|
e. |
menghadiri pemakaman orang tua, suami/istri dan/atau anak; dan/atau |
|
|
|
|
f. |
menjadi wali nikah pada pernikahan anak/adik kandungnya. |
|
|
|
(2) |
Panitia Cabang dapat menerbitkan Surat Izin Keluar dari tempat Paksa Badan dengan tembusan kepada Kepala Lembaga Pemasyarakatan/Rumah Tahanan Negara, Kepala Kejaksaan Tinggi, Kepolisian, dan Objek Paksa Badan. |
||
|
|
(3) |
Surat Izin Keluar dari tempat Paksa Badan untuk kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diberikan untuk paling lama 2 x 24 jam. |
||
|
|
(4) |
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dalam hal Objek Paksa Badan harus menjalani pengobatan secara rawat inap. |
||
|
|
(5) |
Biaya yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) merupakan tanggungan sepenuhnya dari Objek Paksa Badan bersangkutan dan tidak dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). |
||
|
|
(6) |
Dalam melaksanakan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Objek Paksa Badan dikawal oleh paling sedikit 2 (dua) orang petugas dari Tempat Paksa Badan, dan apabila diperlukan dapat meminta bantuan dari Kepolisian setempat. |
||
|
|
(7) |
Pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d tidak mengurangi jangka waktu Paksa Badan. |
||
|
|
BAB VIII |
|||
|
|
Pasal 17 |
|||
|
|
(1) |
Dalam hal Objek Paksa Badan melarikan diri, Kepala Lembaga Pemasyarakatan/Rumah Tahanan Negara: |
||
|
|
|
a. |
membuat Berita Acara Pelarian Objek Paksa Badan; |
|
|
|
|
b. |
memberitahukan kepada Ketua Panitia Cabang; dan |
|
|
|
|
c. |
melaporkan kepada Kepolisian dan Kejaksaan Tinggi setempat. |
|
|
|
(2) |
Terhadap Objek Paksa Badan yang melarikan diri, setelah tertangkap, dilakukan Paksa Badan kembali sesuai dengan jangka waktu yang ditetapkan dalam Surat Perintah Paksa Badan tanpa memperhitungkan jangka waktu Paksa Badan yang telah dijalani. |
||
|
|
BAB IX |
|||
|
|
Pasal 18 |
|||
|
|
(1) |
Dalam hal Objek Paksa Badan akan dibebaskan, Ketua Panitia Cabang memberitahukannya secara tertulis kepada Kepala Lembaga Pemasyarakatan/Rumah Tahanan. |
||
|
|
(2) |
Pembebasan Objek Paksa Badan dari Tempat Paksa Badan dilakukan oleh Jurusita berdasarkan Surat Perintah Pembebasan Objek Paksa Badan yang diterbitkan oleh Ketua Panitia Cabang. |
||
|
|
(3) |
Jurusita membuat Berita Acara Pembebasan Objek Paksa Badan yang ditandatangani oleh Jurusita, Kepala Lembaga Pemasyarakatan/ Rumah Tahanan Negara, dan 2 (dua) orang saksi. |
||
|
|
(4) |
Tembusan Berita Acara sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada Kepala Kejaksaan Tinggi yang memberikan izin Paksa Badan. |
||
|
|
BAB X |
|||
|
|
Pasal 19 |
|||
|
|
(1) |
Biaya pelaksanaan Paksa Badan dibebankan sepenuhnya kepada Penanggung Hutang. |
||
|
|
(2) |
Biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terlebih dahulu ditanggung sementara oleh Pemerintah melalui dana yang bersumber pada Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Departemen Keuangan. |
||
|
|
(3) |
Biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dibayarkan kembali ke Kas Negara oleh Penanggung Hutang sebagai penambah jumlah hutang yang bersangkutan. |
||
|
|
(4) |
Ketentuan lebih lanjut mengenai biaya pelaksanaan Paksa Badan diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. |
||
|
|
BAB XI |
|||
|
|
Pasal 20 |
|||
|
|
(1) |
Segala bentuk surat yang terkait dengan pelaksanaan Peraturan Bersama ini menggunakan format sebagaimana contoh dalam Lampiran Peraturan Bersama ini. |
||
|
|
(2) |
Lampiran Peraturan Bersama ini merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dan mempunyai kekuatan hukum mengikat. |
||
|
|
Pasal 21 |
|||
|
|
Peraturan Bersama ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. |
|||
|
|
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Bersama ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. |
|||
|
|
|
|
||
|
|
|
|
|
Ditetapkan di Jakarta |
|
|
|
|
|
pada tanggal 25 Maret 2009 |
MENTERI KEUANGAN |
JAKSA AGUNG |
KEPALA |
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
SRI MULYANI INDRAWATI |
HENDARMAN SUPANDJI |
JEND. POL. BAMBANG HENDARSO DANURI |
ANDI MATTALATTA |