MENTERI KEUANGAN
SALINAN
KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : 481/KMK.017/1999
TENTANG
KESEHATAN KEUANGAN PERUSAHAAN ASURANSI DAN PERUSAHAAN REASURANSI
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang |
: |
a. |
bahwa dengan berlakunya Peraturan Pemerintah
Nomor 63 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 73
Tahun 1992 tentang Penyelenggaran Usaha Perasuransian, perlu dilakukan
penyesuaian secara menyeluruh terhadap ketentuan mengenai kesehatan
keuangan perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi; |
|
|
b. |
bahwa sehubungan dengan itu, dipandang perlu
untuk mengatur kembali ketentuan mengenai kesehatan keuangan perusahaan
asuransi dan perusahaan reasuransi dengan Keputusan Menteri Keuangan; |
Mengingat |
: |
1. |
Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang
Usaha Perasuransian (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 13, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3467); |
|
|
2. |
Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992
tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian (Lembaran Negara Tahun 1992
Nomor 120, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3506) sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 1999
(Lembaran Negara Tahun
1999 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3861) |
|
|
3. |
Keputusan Presiden Nomor 122/M Tahun 1998; |
MEMUTUSKAN :
Menetapkan |
: |
KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN TENTANG KESEHATAN
KEUANGAN PERUSAHAAN ASURANSI DAN PERUSAHAAN REASURANSI |
BAB 1
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Keputusan Menteri ini yang dimaksud dengan :
1. |
Bank adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud
dalam Undang-undang tentang Perbankan yang berlaku: |
2. |
Premi Retensi Sendiri adalah premi yang
diperoleh dari pertanggungan yang menjadi beban sendiri; |
3. |
Modal sendiri adalah jumlah modal sendiri
yang tercantum dalam acara yang disusun berdasarkan Standar Akuntansi
Keuangan (SAK); |
4. |
Deposito Jaminan adalah deposito berjangka
yang ditatausahakan atas nama Menteri sebagai jaminan terakhir dalam
rangka melindungi kepentingan pemegang polis. |
5. |
Kekayaan Yang Diperkenankan adalah kekayaan
yang dimiliki dan diakui dalam perhitungan tingkat solvabilitas; |
6. |
Kekayaan Yang Tidak Diperkenankan adalah
kekayaan yang di miliki, tetapi tidak diakui dalam perhitungan tingkat
solvabilitas; |
7. |
Reasurador adalah pihak yang menerima
pertanggungan ulang dari suatu penutupan asuransi; |
BAB II
TINGKAT SOLVABILITAS
Pasal 2
(1) |
Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi
setiap saat wajib memenuhi tingkat solvabilitas sekurang-kurangnya
120%(seratus dua puluh per seratus) dari risiko kerugian yang mungkin
timbul sebagai akibat dari deviasi dalam pengelolaan kekayaan dan
kewajiban. |
(2) |
Deviasi dalam pengelolaan kekayaan dan
kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdiri dari :
a. |
kegagalan pengelolaan kekayaan; |
b. |
ketidak-seimbangan antara proyeksi arus kekayaan
dan kewajiban; |
c. |
ketidak seimbangan antara nilai kekayaan dan
kewajiban dalam setiap jenis mata uang; |
d. |
perbedaan antara beban klaim yang terjadi dan
beban klaim yang diperkirakan; |
e. |
ketidak-cukupan premi akibat perbedaan hasil
investasi yang diasumsikan dalam penetapan premi dengan hasil
investasi yang diperoleh; |
f. |
ketidak-mampuan pihak reasuradur untuk memenuhi
kewajiban membayar klaim; |
g. |
deviasi lainnya yang timbul dari pengelolaan
kekayaan dan kewajiban. |
|
(3) |
Perhitungan besarnya risiko kerugian yang
mungkin timbul sebagaimana dimaksud pada ayat(1) didasarkan pada pedoman
yang ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Lembaga
Keuangan. |
Pasal 3
Perhitungan tingkat solvabilitas didasarkan pada laporan
keuangan non konsolidasi. |
Pasal 4
(1) |
Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi wajib
menyampaikan laporan perhitungan tingkat solvabilitas triwulanan per 31
Maret, 30 Juni, 30 September, dan 31 Desember, selambat-lambatnya 1
(satu) bulan setelah berakhirnya triwulan yang bersangkutan, kepada
Menteri; |
(2) |
Apabila dalam perhitungan tingkat
solvabilitas sebagaimana dimaksud pada ayat(1) tidak mencapai
batas minimum sebagaimana dimaksud dalam pasal 2, maka Perusahaan
Asuransi dan Perusahaan Reasuransi diwajibkan pula menyampaikan laporan
perhitungan tingkat solvabilitas bulanan per akhir bulan,
selambat-lambatnya tanggal 15(lima belas) bulan berikutnya. |
(3) |
Apabila dalam perhitungan tingkat
solvabilitas tidak mencapai 100% dari risiko kerugian yang mungkin
timbul sebagai akibat dari deviasi dalam pengelolaan kekayaan dan
kewajiban, maka Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi dikenakan
sanksi. |
BAB III
KEKAYAAN YANG DIPERKENANKAN
Bagian Pertama
Jenis Kekayaan yang Diperkenankan
Pasal 5
(1) |
Kekayaan yang diperkenankan harus dimiliki
dan dikuasai oleh Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi, dalam
bentuk :
a. investasi;
b. bukan investasi |
(2) |
Jenis investasi sebagaimana dimaskud pada
ayat(1) huruf a terdiri dari :
a. |
deposito berjangka dan sertifikat deposito pada
Bank; |
b. |
Sertifikat Bank Indonesia; |
c. |
saham yang tercatat di bursa efek; |
d. |
obligasi yang tercatat di bursa efek; |
e. |
surat berharga yang diterbitkan atau dijamin oleh
Pemerintah; |
f. |
unit penyertaan reksadana; |
g. |
penyertaan langsung; |
h. |
bangunan, atau tanah dengan bangunan untuk
investasi; |
i. |
pinjaman hipotik; |
j. |
pinjaman polis. |
|
(3) |
Jenis kekayaan yang bukan investasi
sebagaimana dimaksud pada ayat(1) huruf b, terdiri dari :
a. |
kas dan bank |
b. |
tagihan premi penutupan langsung; |
c. |
tagihan reasuransi; |
d. |
tagihan hasil investasi |
e. |
bangunan, atau tanah dengan bangunan yang dipakai
sendiri; |
f. |
perangkat keras komputer. |
|
Bagian Kedua
Penilaian Kekayaan Yang Diperkenankan
Pasal 6
(1) |
Penilaian atas kekayaan investasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 ayat(2) adalah sebagai berikut :
a. |
deposito berjangka, berdasarkan nilai nominal; |
b. |
Sertifikat Bank Indonesia, berdasrkan nilai tunai; |
c. |
saham dan obligasi yang tercatat di bursa efek,
berdasaarkan nilai pasar; |
d. |
unit penyertaan reksadana, berdasarkan nilai
aktiva bersih; |
e. |
sertifikat deposito dan surat berharga yang
diterbitkan atau dijamin oleh Pemerintah, berdasarkan nilai
tunai; |
f. |
penyertaan langsung, berdasrkan nilai ekuitas; |
g. |
bangunan atau tanah dengan bangunan untuk
investasi, berdasarkan nilai yang ditetapkan oleh lembaga oleh
lembaga penilai yang terdaftar pada instansi yang berwenang atau
berdasarkan Nilai Jual Objek Pajak(NJOP); |
h. |
pinjaman hipotik dan pinjaman polis berdasarkan
nilai sisa pinjaman. |
|
(2) |
Penilaian atas kekayaan bukan investasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat(3) adalah sebagai berikut :
a. |
kas dan bank, tagihan premi penutupan langsung,
tagihan reasuransi dan tagihan hasil investasi berdasarkan nilai
nominal; |
b. |
bangunan atau tanah dengan bangunan yang dipakai
sendiri berdasarkan nilai yang ditetapkan oleh lembaga penilai
yang terdaftar pada instansi yang berwenang atau berdasrkan
Nilai Jual Objek Pajak(NJOP); |
c. |
perangkat keras komputer, berdasarkan nilai buku. |
|
Bagian Ketiga
Pembatasan Kekayaan Yang Diperkenankan Dalam Bentuk Investasi
Pasal 7
(1) |
Investasi dalam bentuk deposito berjangka dan
atau sertifikat deposito pada setiap bank tidak melebihi 20% (dua puluh
per seratus) dari jumlah investasi. |
(2) |
Investasi dalam bentuk saham yang terdaftar
di bursa efek Indonesia, untuk setiap emiten masing-masing tidak
melebihi 20% (dua puluh per seratus) dari jumlah investasi. |
(3) |
Investasi dalam bentuk obligasi yang
terdafatar di bursa efek Indonesia, untuk setiap emiten masing-masing
tidak melebihi 20% (dua puluh per seratus) dari jumlah investasi. |
(4) |
Investasi dalam bentuk saham yang terdafatar
di bursa efek luar negeri, untuk setiap emiten masing-masing tidak
melebihi 10% ( sepuluh per seratus) dari jumlah investasi. |
(5) |
Investasi dalam bentuk obligasi yang
terdafatar di bursa efek luar negeri, untuk setiap emiten masing-masing
tidak melebihi 10% ( sepuluh per seratus) dari jumlah investasi. |
(6) |
Investasi dalam bentuk unit penyertaan
reksadana, seluruhnya tidak melebihi 20% (dua puluh per seratus) dari
jumlah investasi. |
(7) |
Investasi dalam bentuk penyertaan langsung,
seluruhnya tidak melebihi 10% (sepuluh per seratus) dari jumlah
investasi. |
(8) |
Investasi yang ditempatkan dalam bentuk
bangunan atau tanah dengan bangunan, seluruhnya tidak melebihi 20% (dua
puluh per seratus) dari jumlah investasi. |
(9) |
Investasi yang ditempatkan dalam bentuk
pinjaman hipotik, seluruhnya tidak melebihi 10% (sepuluh per seratus)
dari jumlah investasi. dan memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. |
pinjaman tersebut diberikan hanya kepada
perorangan dan dijamin dengan hipotik pertama; |
b. |
penghipotikan tersebut dilakukan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku; |
c. |
besarnya setiap pinjaman tidak melebihi 75%(tujuh
puluh lima per serartus) dari nilai jaminan yang terkecil di
antara nilai yang ditetapkan oleh lembaga penilai yang terdaftar
pada instansi yang berwenang atau Nilai Jual Objek Pajak(NJOP); |
|
(10) |
Investasi dalam bentuk pinjaman polis
besarnya tidak melebihi 80% (delapan puluh per seratus) dari nilai tunai
polis yang bersangkutan.
|
Pasal 8
(1) |
Penempatan investasi pada satu pihak tidak
melebihi 25% (dua puluh lima per seratus) dari jumlah investasi, kecuali
penempatan pada surat berharga yang diterbitkan atau dijamin oleh
Pemerintah Indonesia atau Sertifikat Bank Indonesia. |
(2) |
Pihak sebagaimana dimaksud pada ayat(1)
adalah satu perusahaan, atau sekelompok perusahaan yang memiliki
hubungan afiliasi satu dengan yang lain. |
Pasal 9
Jumlah investasi yang digunakan sebagai dasar perhitungan
batasan maksimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Pasal 8 dan Pasal
25 adalah nilai seluruh jenis investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
5 ayat(2) per tanggal neraca yang penilaiannya didasarkan pada ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat(1). |
Bagian Keempat
Pembatasan Kekayaan Yang Diperkenankan Dalam Bentuk Bukan Investasi
Pasal 10
(1) |
Kas dan Bank sebagimana dimaksud dalam Pasal
5 ayat (3) huruf a merupakan saldo kas kecil dan rekening giro, tidak
termasuk deposit on call atau deposit yang berjangka waktu kurang dari
atau dengan 1(satu) bulan; |
(2) |
Tagihan premi penutupan langsung sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) huruf b umurnya tidak lebih dari 3(tiga)
bulan dihitung sejak :
a. |
polis diterbitkan atau pertanggungan
dimulai; atau |
b. |
tanggal jatuh tempo pembayaran premi
bagi polis yang pembayaran preminya dilakukan secara cicilan |
|
(3) |
Tagihan reasuransi dan tagihan hasil
investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat(3) huruf c dan huruf d
umurnya tidak lebih dari 3(tiga) bulan dihitung sejak tanggal jatuh
tempo pembayaran; |
(4) |
Bangunan atau tanah dengan bangunan yang
dipakai sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) huruf e
seluruhnya tidak melebihi 20% (dua puluh per seratus) bagi Perusahaan
Asuransi Kerugian dan Perusahaan Reasuransi, atau 30% (tiga puluh per
seratus) bagi Perusahaan Asuransi Jiwa, masing-masing dari Modal Sendiri
periode berjalan; |
(5) |
Perangkat keras komputer sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 ayat (3) huruf f seluruhnya tidak melebihi 20% (dua puluh
per seratus) dari Modal Sendiri periode berjalan. |
Pasal 11
(1) |
Kekayaan dan kewajiban yang bersumber dari
produk asuransi jiwa yang risiko investasinya sepenuhnya ditanggung oleh
pemegang polis (produk unit link) pencatatannya harus dipisahkan dari
produk asuransi jiwa lainnya. |
(2) |
Penempatan atas kekayaan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan dalam bentuk :
a. |
kas dan bank; |
b. |
deposito berjangka dan sertifikat deposito; |
c. |
saham dan obligasi yang diperdagangkan di bursa
efek; |
d. |
reksadana; |
e. |
Sertifikat Bank Indonesia |
|
(3) |
Penempatan kekayaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) tidak terikat oleh ketentuan pembatasan penempatan kekayaan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 7. |
Bagian Kelima
Investasi di Luar Negeri
Pasal 12
Perusahana Asuransi dan Perusahaan
Reasuransi dapat melakukan investasi di luar negeri hanya dalam
bentuk :
a. |
penyertaan langsung pada perusahaan perasuransian; |
b. |
saham yang tercatat di bursa efek; |
c. |
obligasi yang tercatat di bursa efek dan memiliki
peringkat sekurang-kurangnya A. |
|
Bagian Keenam
Kekayaan Yang Tidak Diperkenankan
Pasal 13
Kekayaan Yang Tidak Diperkenankan meliputi :
a. |
Kekayaan yang jenisnya tidak termasuk dalam Pasal
5; |
b. |
Kekayaan yang jumlahnya melebihi ketentuan Pasal
7, Pasal 8 dan Pasal 10; |
c. |
Kekayaan yang diagunkan, atau dalam sengketa, atau
diblokir oleh pihak yang berwenang. |
|
BAB IV
KEWAJIBAN
Bagian Pertama
Unsur Kewajiban
Pasal 14
Jenis Kewajiban yang harus diperhitungkan dalam penetapan
tingkat solvabilitas meliputi semua jenis kewajiban kepada pemegang
polis atau tertangggung dan kepada pihak lain yang menjadi kewajiban
Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi. |
Bagian Kedua
Cadangan Teknis Asuransi Kerugian
Pasal 15
Besarnya cadangan atas premi yang belum merupakan
pendapatan bagi jenis asuransi kerugian, sekurang-kurangnya 40% (empat
puluh per seratus) dari Premi Retensi Sendiri. |
Pasal 16
Pembentukan cadangan klaim bagi jenis
asuransi kerugian, harus memenuhi ketentuan sebagai berikut :
a. |
Untuk cadangan atas klaim yang masih
dalam proses penyelesaian, dihitung berdasarkan estimasi yang
wajar atas klaim yang sudah terjadi dan sudah dilaporkan tetapi
masih dalam proses penyelesaian, berikut biaya jasa penilai
kerugian asuransi, dikurangi dengan beban klaim yang akan
menjadi bagian penanggung ulang. |
b. |
Untuk cadangan atas klaim yang sudah
terjadi tetapi belum dilaporkan (Incurred But Not Reported)
dihitung berdasarkan estimasi yang wajar atas klaim yang sudah
terjadi tetapi belum dilaporkan dengan menggunakan metode rasio
klaim atau salah satu dari metode segitiga (triangle method),
berikut biaya jasa penilai kerugian asuransi, dikurangi dengan
beban klaim yang akan menjadi bagian penanggung ulang. |
c. |
Penggunaan metode perhitungan
cadangan klaim sebagaimana dimaksud pada huruf b, harus
dilakukan secara konsisten. |
|
Bagian Ketiga
Cadangan Teknis Asuransi Jiwa
Pasal 17
(1) |
Pembentukan cadangan premi asuransi jiwa
termasuk anuitas, harus menggunakan metode prospektif, dengan ketentuan
besarnya cadangan premi dimaksud tidak kurang dari besarnya cadangan
premi yang dihitung dengan metode prospektif |
(2) |
Dalam rangka perhitungan cadangan premi
sebagaimana dimaksud pada ayat(1), tingkat bunga yang diterapkan tidak
melebihi 9% (sembilan per seratus) untuk pertanggungan dalam mata uang
Rupiah, dan tidak melebihi 5%(lima per seratus) untuk pertanggungan
dalam mata uang asing. |
(3) |
Besarnya cadangan premi asuransi jiwa untuk
produk atau bagian dari produk yang memberikan manfaat berupa akumulasi
dan sekurang-kurangnya sebesar akumulasi dana tersebut ditambah dengan
cadangan premi untuk resiko mortalita yang dihadapi. |
(4) |
Pembentukan cadangan atas premi yang belum
merupakan pendapatan dan cadangan klaim untuk produk asuransi kecelakan
diri, asuransi kesehatan ekawarsa, dan asuransi kematian ekawarsa, harus
berdasarkan metode sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dan Pasal
16. |
Bagian Keempat
Pinjaman Subordinasi
Pasal 18
(1) |
Tanpa mengurangi berlakunya ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, pinjaman subordinasi tidak
diperlakukan sebagaimana unsur kewajiban dalam penetapan tingkat
solvabilitas apabila pinjaman tersebut memenuhi ketentuan sebagai
berikut :
a. |
digunakan untuk memenuhi ketentuan batas tingkat
solvabilitas; |
b. |
perjanjian pinjaman dituangkan dalam akte notaris. |
|
(2) |
Dalam perjanjian pinjaman sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b, harus dinyatakan bahwa :
a. |
pelunasan pinjaman tersebut hanya
dapat dilakukan apabila tidak menyebabkan kondisi keuangan
perusahaan menjadi tidak solven; |
b. |
jangka waktu tidak dibatasi; |
c. |
tingkat bunga yang dijanjikan tidak
melebihi 20% (dua puluh per seratus) dari tingkat bunga umum. |
|
BAB V
PERIMBANGAN KEKAYAAN DENGAN KEWAJIBAN
Pasal 19
Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi harus
menempatkan kekayaan dalam bentuk investasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 ayat (2), sekurang-kurangnya sebesar jumlah cadangan teknis dan
utang klaim. |
Pasal 20
(1) |
Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi
yang menghadapi kemungkinan ketidaksesuaian (mismatch) antara kekayaan
dan kewajiban dalam setiap jenis mata uang asing, dan atau
ketidaksesuaian (mismatch) antara tingkat bunga kewajiban dan tingkat
bunga hasil investasi ( tingkat bunga umum ) dapat melakukan transaksi
turunan surat berharga semata-mata hanya untuk keperluan lindung nilai
(hedging) |
(2) |
Transaksi turunan surat berharga sebagaimana
dimaksud pada ayat(1), dapat dilakukan dengan ketentuan
a. |
hanya dilakukan pada Bank dengan
peringkat sekurang-kurangnya A; |
b. |
setelah terlebih dahulu
memberitahukan rencana transaksi tersebut kepada Direktur
Jenderal Lembaga Keuangan. |
|
(3) |
Pemberitahuan rencana transaksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf b harus sekurang-kurangnya mencakup :
a. |
Kondisi ketidaksesuaian yang
dihadapi; |
b. |
strategi yang diambil dalam mengelola
risiko akibat ketidaksesuaian keuangan yang dihadapi; |
c. |
pertimbangan dalam setiap langkah
pengambilan posisi dan nilai kerugian potensial dari setiap
langkah tersebut; |
d. |
daftar riwayat hidup tenaga pengelola
yang telah berpengalaman di bidang pengelolaan risiko investasi. |
|
(4) |
Apabila dalam waktu 14 (empat belas) hari
kerja sejak pemberitahuan diterima. Direktur Jenderal Lembaga Keuangan
tidak memberikan tanggapan. perusahaan asuransi dapat melakukan
transaksi turunan surat berharga dimaksud.
|
BAB VI
RETENSI SENDIRI
Pasal 21
(1) |
Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi
harus memiliki retensi sendiri untuk setiap penutupan risiko. |
(2) |
Penetapan retensi sendiri harus didasarkan
pada profil risiko yang dibuat secara tertib, teratur, relevan, dan
akurat. |
(3) |
Besarnya retensi sendiri untuk setiap risiko
didasarkan pada Modal Sendiri. |
(4) |
Ketentuan lebih lanjut mengenai besarnya
retensi sendiri sebagaimana dimaksud pada ayat(3) ditetapkan dengan
Keputusan Direktur Jenderal Lembaga Keuangan. |
Pasal 22
(1) |
Perusahaan Asuransi Kerugian dan Perusahaan
Reasuransi hanya dapat memiliki Premi Retensi Sendiri paling banyak 300%
(tiga ratus per seratus) dari Modal Sendiri periode berjalan. |
(2) |
Perusahana Asuransi Jiwa hanya dapat memiliki
Premi Retensi Sendiri untuk asuransi kecelakan diri, asuransi kesehatan
dan asuransi kematian ekawarsa, paling banyak 300% (tiga ratus per
seratus) dari Modal Sendiri periode berjalan. |
(3) |
Perusahaan Asuransi dilarang menerima jumlah
premi penutupan tidak langusung melebihi jumlah penutupan langsung. |
BAB VII
REASURANSI
Pasal 23
(1) |
Dukungan reasuransi otomatis harus memenuhi
ketentuan sebagai berikut :
a. |
Untuk Perusahaan Asuransi Kerugian,
sekurang-kurangnya diperoleh dari 1(satu) Perusahaan Reasuransi
dan 1(satu) Perusahaan Asuransi Kerugian lainnya di Dalam
negeri. |
b. |
Untuk Perusahaan Asuransi Jiwa,
sekurang-kurangnya diperoleh dari 1 (satu) Perusahaan Reasuransi
di dalam negeri. |
|
(2) |
Dukungan reasuransi otomatis dari penanggung
ulang di luar negeri bagi Perusahaan Asuransi Kerugian, hanya dapat
dilakukan apabila perusahaan dimaksud telah terlebih dahulu mendapat
dukungan reasuransi dari sekurang-kurangnya 1 (satu) Perusahaan
Reasuransi dan 5 (lima) Perusahaan Asuransi Kerugian lainnya di dalam
negeri, kecuali dapat dibuktikan bahwa tidak cukup Perusahaan
Asuransi Kerugian di dalam negeri yang mampu atau mau untuk memberi
dukungan reasuransi. |
(3) |
Dukungan reasuransi fakultatif hanya dapat
dilakukan dalam hal dukungan reasuransi otomatis tidak mencukupi atau
jenis risiko yang ditutup tidak termasuk dalam reasuransi otomatis. |
Pasal 24
(1) |
Dukungan reasuransi dari perusahaan
penanggung ulang di luar negeri hanya dapat dilakukan pada perusahaan
penanggung ulang yang memiliki peringkat sekurang-kurangnya BBB atau
setara dengan itu. |
(2) |
Dalam hal perusahaan penanggung ulang di luar
negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak memiliki peringkat dari
badan pemeringkat, maka perusahaan penanggung ulang di maksud harus
memiliki reputasi baik yang dapat dibuktikan dengan surat keterangan
dari badan pembina dan pengawas asuransi setempat ,yang menjelaskan
bahwa :
a. |
perusahaan yang bersangkutan masih memiliki izin
usaha dan |
b. |
perusahaan yang bersangkutan tidak sedang
dikenakan sanksi oleh badan pembina dan pengawas asuransi
setempat; dan |
c. |
kondisi keuangan perusahaan yang bersangkutan
memiliki modal sendiri sekurang-kurangnya 150 % (seratus lima
puluh per seratus) dari minimum modal disetor perusahaan
reasuransi di Indonesia |
|
(3) |
Bukti pemenuhan persyaratan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) diajukan oleh Perusahaan Asuransi
atau Perusahaan Reasuransi kepada Menteri bersamaan dengan waktu
penyampaian laporan reasuransi otomatis. |
BAB VIII
LARANGAN
Pasal 25
(1) |
Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi
dilarang menempatkan kekayaan di lura negeri, kecuali penempatan
kekayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12. |
(2) |
Penempatan kekayaan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 12 seluruhnya dilarang melebihi 20% (dua ouluh per seratus)
dari jumlah investasi. |
Pasal 26
Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi dilarang
melakukan transaksi turunan surat berharga kecuali untuk keperluan
lindung nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 |
Pasal 27
Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi dilarang
mengembalikan pinjaman subordinasi, atau membayar dividen kepada
pemegang saham, atau melakukan segala bentuk pengalihan modal kepada
pemegang saham atau pihak lainnya, apabila hal tersebut akan menyebabkan
tidak terpenuhinya ketentuan tingkat solvabilitas sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 dan atau meyebabkan berkurangnya jumlah modal disetor
dibawah ketentuan modal disetor yang dipersyaratkan. |
Pasal 28
Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi dilarang
menambah modal disetor dengan melakukan pertukaran saham(sawp share)
atas saham perusahaan itu sendiri yang belum pernah diterbitkan. |
BAB IX
KETENTUAN LAIN_LAIN
Pasal 29
Setiap kekayaan dan kewajiban dalam bentuk dab atau dalam
satuan mata uang asing harus dinyatakan dalam mata uang rupiah
berdasarkan nilai kurs tengah yang ditetapkan oleh Bank Indonesia pada
tanggal neraca. |
Pasal 30
(1) |
Perusahaan Asuransi Kerugian dan Perusahaan
Reasuransi setiap tahun harus menambah jumlah Deposito Jaminan
sekurang-kurangnya 1% (satu per seratus) dari kenaikan pendapatan premi
neto (net earned premium). |
(2) |
Perusahaan Asuransi Jiwa setiap tahun harus
menambah jumlah Deposito Jaminan sekurang-kurangnya 5% (lima per
seratus) dari kenaikan cadangan premi; termasuk cadangan atas premi yag
belum merupakan pendapatan. |
(3) |
Penambahan Deposito Jaminan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus ditempatkan dalam bentuk
deposito berjangka dengan perpanjangan otomatis pada Bank yang bukan
afiliasi dari Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi yang
bersangkutan serta ditatausahakan atas nama Menteri untuk kepentingan
perusahaan yang bersangkutan. |
Pasal 31
(1) |
Dalam hal Perusahaan Asuransi dan Perusahaan
Reasuransi dikenakan sanksi peringatan karena tidak mencapai tingkat
solvabilitas sebagaimana dimaksud Pasal 4 ayat (3), Menteri dapat
mewajibkan perusahaan yang bersangkutan untuk menyampaikan pernyataan
para pemegang saham untuk memenuhi kekurangan batas tingkat
solvabilitas. |
(2) |
Pernyataan para pemegang saham sebagaimana
dimasud dalam ayat (1) harus disampaikan kepada Menteri
selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak tanggal dikenakannya sanksi
peringatan. |
(3) |
Pernyataan para pemegang saham sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), sekurang-kurangnya memuat :
a. |
persetujuan untuk melakukan restrukturisasi aset; |
b. |
kesediaan melakukan penambahan modal disetor; |
c. |
kesanggupan untuk menanggung semua
kewajiban sebesar aset perusahaan yang diinvestasikan pada
perusahaan miliknya atau afiliasinya. |
|
BAB X
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 32
(1) |
Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi
yang telah mendapat izin usaha sebelum ditetapkannya keputusan ini,
wajib melakukan penyesuaian terhadap ketentuan dalam keputusan ini. |
(2) |
Penyesuaian pemenuhan ketentuan mengenai
batas tingkat solvabilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, bagi
Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi yang terbentuk badan hukum
perseroan terbatas, dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :
a. |
sejak akhir triwulan pertama tahun
2000, batas tingkat solvabilitas sekurang-kurangnya 5% (lima per
seratus) dari batas tingkat solvabilitas minimun; |
b. |
sejak akhir tahun 2000, batas tingkat
solvabilitas sekurang-kurangnya 15% (lima belas per seratus)
dari batas tingkat solvabilitas minimum; |
c. |
sejak akhir tahun 2001, batas tingkat
solvabilitas sekurang-kurangnya 40% ( empat puluh per seratus)
dari batas tingkat solvabilitas minimum; |
d. |
sejak akhir tahun 2002, batas tingkat
solvabilitas sekurang-kurangnya 75% ( tujuh puluh lima per
seratus) dari batas tingkat solvabilitas minimum; |
e. |
sejak akhir tahun 2003, batas tingkat
solvabilitas sekurang-kurangnya 100% (seratus per seratus) dari
batas tingkat solvabilitas minimum; |
f. |
sejak akhir tahun 2004, batas tingkat
solvabilitas sekurang-kurangnya 120% ( seratus dua puluh per
seratus) dari batas tingkat solvabilitas minimum; |
|
(3) |
Penyesuaian pemenuhan ketentuan mengenai
kesehatan keuangan bagi Perusahaan Asuransi yang terbentuk badan hukum
bukan perseroan terbatas, dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :
a. |
sejak akhir triwulan pertama tahun
2000, memiliki likuiditas sekurang-kurangnya 120% (seratus dua
puluh per seratus); |
b. |
sejak akhir triwulan pertama tahun
2003, memiliki likuiditas sekurang-kurangnya 10% (seratus
per seratus); |
c |
sejak akhir triwulan pertama tahun
2004, memiliki likuiditas sekurang-kurangnya 120% (seratus dua
puluh per seratus); |
|
(4) |
Tingkat likuiditas sebagaimana dimaksud pada
ayat(3) huruf a adalah perbandingan antara kekayaan lancar yang jangka
waktunya kurang dari 1 (satu) tahun, dan kewajiban lancar yang akan
dibayarkan dan yang mungkin akan dibayarkan dalam jangka waktu kurang
dari 1 (satu) tahun. |
Pasal 33
Pemenuhan ketentuan mengenai penyampaian laporan tingkat
solvabilitas bulanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat(2),
diberlakukan mulai akhir tahun 2004 untuk Perusahaan Asuransi dan
Perusahaan Reasuransi yang telah mendapat izin usaha sebelum
ditetapkannya keputusan ini. |
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 34
Dengan ditetapkannya Keputusan ini, maka Keputusan
Menteri Keuangan Nomor
224/KMK.017/1993 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan
Perusahaan Reasuransi, dinyatakan tidak berlaku lagi. |
Pasal 35
Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Keputusan ini
dengan menempatkannya daalam Berita Negara Republik Indonesia. |
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 7 oktober 1999
Menteri Keuangan,
ttd.
Bambang Subianto. |