MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIANOMOR : 191/KMK.04/1979 TENTANG PENYEDERHANAAN PELAKSANAAN SANKSI-SANKSI ADMINISTRATIP DI BIDANG PERPAJAKAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
|
|||||||
Menimbang |
: |
a. |
bahwa untuk melaksanakan Trilogi Pembangunan dalam Repelita II perlu diciptakan suatu iklim yang lebih melegakan bagi para wajib pajak serta kepastian dan kewajaran dalam perpajakan, yang dapat menjadi landasan untuk meningkatkan disiplin dan kepatuhan para wajib pajak; |
||||
|
|
b. |
bahwa perlu diadakan penyederhanaan dan penyeragaman serta kewajaran dalam pelaksanaan sanksi-sanksi administratip dari berbagai jenis pajak, sehingga dapat lebih meningkatkan pelayanan kepada masyarakat; |
||||
|
|
c. |
bahwa untuk mewujudkan tujuan itu dianggap perlu untuk menetapkan ketentuan pelaksanaan tentang besarnya tambahan, denda dan bunga yang diatur dalam berbagai daftar peraturan perpajakan.
|
||||
Mengingat |
: |
1. |
Pasal 29a Ordonansi Pajak Pendapatan tahun 1944, sebagaimana terakhir diubah dan ditambah dengan Undang-undang No.9 tahun 1970; |
||||
|
|
2. |
Pasal 65a Ordonansi Pajak Kekayaan tahun 1932, sebagaimana telah diubah dan ditambah terakhir dengan Undang-undang No,8 tahun 1967; |
||||
|
|
3. |
Pasal 54a Ordonansi Pajak Perseroan tahun 1925, sebagaimana terakhir diubah dan ditambah dengan Undang-undang No.8 tahun 1970; |
||||
|
|
4. |
Pasal 26 Undang-undang Pajak atas Bunga, Dividen dan Royalty tahun 1970; |
||||
|
|
5. |
Pasal 38 Undang-undang Pajak Penjualan tahun 1951; |
||||
|
|
6. |
Pasal 3a juncto 121a Aturan Bea Materai 1921; |
||||
|
|
7. |
Pasal 25 Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 1967; |
||||
|
|
8. |
Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 59/M tahun 1978 tentang Pembentukan Kabinet Pembangunan III; |
||||
|
|
9. |
Instruksi Presiden Republik Indonesia No.6 tahun 1979 tentang Kebijaksanaan Perpajakan; |
||||
|
|
10. |
Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia tanggal 9 Agustus 1972 Nomor : KEP-535/MK/II/8/1972 tentang Penetapan Prosentase Bunga disebut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 1967.
|
||||
MEMUTUSKAN : |
|||||||
Menetapkan |
: |
KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENYEDERHANAAN PELAKSANAAN SANKSI-SANKSI ADMINISTRATIP DI BIDANG PERPAJAKAN.
|
|||||
Pasal 1 |
|||||||
Pelaksanaan pengenaan tambahan atas pokok pajak, denda dan bunga sebagaimana diatur dalam ketentuan berbagai peraturan pajak, ditetapkan seperti tercantum dalam Lampiran Keputusan ini.
|
|||||||
Pasal 2 |
|||||||
Untuk perhitungan penetapan denda dan bunga, maka satu bulan dihitung sebanyak 30 hari dan bagian bulan yang kurang dari 30 hari dihitung sebagai satu bulan penuh.
|
|||||||
Pasal 3 |
|||||||
(1) |
Keberatan terhadap sanksi berupa tambahan atas pokok pajak, denda dan bunga yang ditetapkan oleh Kepala Inspeksi Pajak dapat diajukan kepada Direktur Jendral Pajak dalam waktu 30 hari setelah tanggal penyerahan dari Surat Ketetapan Pajak yang bersangkutan. |
||||||
(2) |
Direktur Jendral Pajak berwenang mengurangi atau membatalkan tambahan atas pokok pajak, denda dan bunga, berdasarkan kekhilapan atau kelalaian yang dapat dimaafkan. |
||||||
(3) |
Selama keberatan terhadap tambahan atas pokok pajak, denda dan bunga belum diputus oleh Direktur Jendral Pajak, maka Kepala Inspeksi Pajak menunda penagihan tambahan atas pokok pajak, denda dan bunga dimaksud. |
||||||
(4) |
Ketentuan sebagaimana tersebut pada ayat (3) pasal ini, berlaku pula terhadap penetapan tambahan atas pokok pajak, denda dan bunga yang telah dilakukan oleh Kepala Inspeksi Pajak sebelum berlakunya Keputusan ini.
|
||||||
Pasal 4 |
|||||||
Direktur Jendral Pajak dan Direktur Jendral Anggaran diberi wewenang untuk mengatur lebih lanjut pelaksanaan Keputusan ini.
|
|||||||
Pasal 5 |
|||||||
Keputusan Menteri Keuangan ini berlaku sejak tanggal 1 Mei 1979. |
|||||||
Agar setiap orang mengetahuinya, Keputusan ini dimuat dalam Berita Negara Republik Indonesia.
|
|||||||
Ditetapkan di |
: |
JAKARTA |
|||||
Pada tanggal |
: |
28 April 1979 |
|||||
|
MENTERI KEUANGAN, |
||||||
ALI WARDHANA
|
PENJELASAN ATAS KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 191/KMK.04/1979 TANGGAL : 28 APRIL 1979 TENTANG PENYEDERHANAAN PELAKSANAAN PENGENAAN SANKSI-SANKSI ADMINISTRATIP DI BIDANG PERPAJAKAN
|
||
I. |
UMUM : |
|
Sebagaimana diketahui, bahwa sejak dikeluarkannya Instruksi Presiden No. 6 Tahun 1979 tentang kebijaksanaan Perpajakan, maka Pemerintah terus berusaha untuk mewujudkan iklim yang lebih melegakan bagi para wajib pajak pada umumnya. Maksud dikeluarkannya peraturan di bidang pelaksanaan pengenaan sanksi-sanksi administratip perpajakan ini adalah untuk mencapai hal tersebut di bidang administratip perpajakan, terutama untuk memberikan kepastian dan kemudahan bagi para wajib pajak, khususnya yang menyangkut sanksi-sanksi administratip, agar terdapat kewajaran, kesederhanaan dan keseragaman dalam pematrapannya yakni berupa tambahan atas pokok pajak, denda dan bunga dari segala jenis pajak. Dengan adanya pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat wajib pajak ini diharapkan dapat ditingkatkan disiplin serta kepatuhan dalam pemenuhan kewajiban pajak oleh para pembayar pajak.
|
||
II. |
PASAL DEMI PASAL : |
|
Pasal 1 : |
||
Mengenai sanksi administratip berupa tambahan atas pokok pajak, denda dan bunga yang berlaku setelah ditetapkannya peraturan ini dapat terlihat dalam kolom "Ketentuan Baru" pada Daftar Lampiran Keputusan ini. Kepala Inspeksi Pajak mutlak harus melaksanakan sanksi administratip menurut ketentuan baru ini. Dalam penyederhanaan pelaksanaan sanksi administratip ini, patut diperhatikan beberapa hal sebagai berikut : |
||
a. |
Tidak diadakan perubahan mengenai besarnya tambahan atas pokok pajak dari ketetapan tagihan kemudian (navordering) menurut pasal 14d ayat (2) Ordonansi PPs 1925 dan sanksi-sanksi terhadap tidak dimasukkannya surat pemberitahuan pajak setelah diberikan peringatan dan tegoran; dalam hal ini wajib pajak tetap dapat mengajukan keberatannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku dan besarnya tambahan akan diputuskan bersama dengan keberatan atas pokok pajaknya. |
|
b. |
Sejalan dengan kebijaksanaan ditetapkan dalam Keputusan ini, maka semua bungan untuk penagihan segala jenis pajak, yaitu yang dipungut oleh karena wajib pajak/penanggung pajak terlambat membayar ketetapan pajak lewat waktu hari jatuhnya pembayaran, besarnya ditentukan 2% (dua perseratus) per bulan. |
|
c. |
Sanksi bunga yang diperhitungkan untuk melaksanakan ketetapan pajak akhir MPS menurut ketentuan pasal 6 ayat (6) Peraturan Pemerintah No.11 Tahun 1967 ditetapkan sebesar 0% (nol perseratus) per bulan atau dengan kata lain bahwa ketentuan tersebut tidak dilaksanakan (tidak dipungut bunga). |
|
d. |
Contoh pelaksanaan "Ketentuan Baru" denda sebesar 20% (dua puluh perseratus) dari Bea Terhutang dengan minimum Rp. 1.000 untuk Bea Materai sebanding, adalah antara lain untuk pasal 65 ayat (1) dan ayat (2), pasal 66 ayat (4) pasal 72 ayat (2) dan ayat (5), pasal 73b Aturan Bea Materai 1921; sedangkan mengenai denda 2 (dua) kali Bea Terhutang untuk Bea Materai Tetap, antara lain adalah pasal 26 ayat (2), pasal 43 ayat (2), pasal 47 ayat (3), pasal 76 ayat (2) dan ayat (4), pasal 91, pasal 105 ayat (1) dan sebagainya.
|
|
Pasal 2 : Contoh : |
||
Suatu ketetapan pajak harus dibayar pada tanggal 10 Januari, sedangakan wajib pajak/pennaggung pajak baru membayarnya pada tanggal 15 Maret, maka perhitungan bunga dilakukan sebagai berikut : 10 Januari sampai dengan 8 Pebruari = 30 hari = 1 bulan. 9 Pebruari sampai dengan 10 maret = 30 hari = 1 bulan. 11 Maret sampai dengan 14 Maret = 4 hari = 1 bulan. Jadi terhitung bunga 3 bulan = 3 bulan x 2% = 6% dari pook pajak atau angsuran pembayaran yang seharusnya telah jatuh hari pembayaran pada 10 Januari Hari Pembayaran oleh wajib pajak/penanggung pajak yaitu dalam contoh ini tanggal 15 Maret, tidak dihitung.
|
||
Pasal 3 : |
||
Sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan pajak, memang menjadi wewenang dari Direktur Jendral Pajak untuk mengurangi atau membatalkan sanksi administratip berupa tambahan atas pokok pajak, denda dan bunga yang telah ditetapkan oleh Kepala Inspeksi Pajak, berdasarkan pertimbangan adanya kekhilafan atau kelalaian baik dilakukan oleh wajib pajak/penanggung pajak maupun oleh administrasi pajak. Untuk memperlancar pelaksanaan wewenang ini, dimana perlu akan dilimpahkan pelaksanaannya kepada para Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jendral Pajak.
|
||
Pasal 4 : Cukup jelas.
|
||
Pasal 5 : Cukup jelas.
|
LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 191/KMK.04/1979 TANGGAL : 28 APRIL 1979 TENTANG PENYEDERHANAAN PELAKSANAAN SANKSI-SANKSI ADMINISTRATIP DI BIDANG PERPAJAKAN
|
||||||
No. |
Jenis Pajak |
Pasal-pasal yang bersangkutan |
Ketentuan |
|||
Lama |
Baru |
|||||
1. |
Ordonansi Pajak Pendapatan 1944 |
Pasal 17 ayat (4) |
Penanggung pajak lalai dalam membayar pajak yang terhutang pada hari jatuh pembayaran. |
Bunga 5% per bulan |
Bunga 2% per bulan |
|
Pasal 17b ayat (2) |
Ketetapan tagihan tambahan ditambah dengan 200% dari pokok pajak. |
Tambahan 200% |
Tambahan 20% |
|||
2. |
Ordonansi Pajak Kekayaan 1932 |
Pasal 42 ayat (1) |
Lalai melunasi pajak yang terhutang pada tanggal jatuh pembayaran |
Denda 5% per bulan |
Denda 2% per bulan |
|
3. |
Ordonansi Pajak Perseroan 1925 |
Pasal 36 ayat (3) |
Lalai melunasi pajak yang terhutang pada hari jatuh pembayaran |
Bunga 5% per bulan |
Bunga 2% per bulan |
|
4. |
Undang-undang Pajak atas Bunga, Dividen dan Royalty 1959 |
Pasal 10 ayat (2) |
Ketetapan tagihan kemudian ditambah dengan 20% dari pokok pajak. |
Tambahan 200% |
Tambahan 20% |
|
Pasal 24 ayat (1) |
Penanggung pajak terlambat menyetor pajak yang terhutang |
Denda 5% per bulan |
Denda 2% per bulan |
|||
5. |
Peraturan Pemerintah No.11 Tahun 1967 (MPS-MPO) |
Pasal 3 ayat (3) |
Wajib pajak terlambat menyetor pembayaran masa. |
Bunga 5% per bulan |
Bunga 2% per bulan |
|
Pasal 5 ayat (2) |
Bunga atas ketetapan masa MPS |
Bunga 3% per bulan |
Bunga 2% per bulan |
|||
Pasal 6 ayat (6) |
Bunga atas ketetapan akhir MPS. |
Bunga 3% per bulan |
Bunga 0% per bulan |
|||
Pasal 9 ayat (1) |
Wajib pajak terlambat membayar ketetapan masa sebagaimana dimaksud pada pasal 5 ayat (1) |
Bunga 5% per bulan |
Bunga 2% per bulan |
|||
Pasal 9 ayat (2) |
Wajib pajak terlambat membayar ketetapan pajak sebagaimana dimaksud pada pasal 6 ayat (4) dan (5). |
Bunga 5% per bulan |
Bunga 2% per bulan |
|||
Pasal 14 ayat (3) |
Wajib pungut MPO terlambat menyetor. |
Bunga ½% per hari |
Bunga 2% per bulan |
|||
Pasal 16 |
Ketetapan jabatan MPO. |
Tambahan 100% |
Tambahan 20% |
|||
Pasal 19 |
Bunga atas keterlambatan membayar ketetapan pajak sebagaimana dimaksud pada pasal 16. |
Bunga ½% per hari |
Bunga 2% per bulan |
|||
6. |
Undang-undang Pajak Penjualan 1951 |
Pasal 14 |
Pokok pajak tambahan dengan 4 ganda apabila tidak atau tidak sepenuhnya melunasi pajak yang terhutang |
Tambahan 400% |
Tambahan 20% |
|
Pasal 44 ayat (1) |
Tidak melakukan kewajiban sebagaimana tersebut dalam pasal 10 (memasukkan surat pemberitahuan). |
Denda Rp 1.000,- |
Denda Rp 1.000,- |
|||
7. |
Aturan Bea Meterai 1921 |
Pasal 22b ayat (1) |
Tidak melunasi bea yang terhutang. |
Denda 100 kali |
a. Bea sebanding denda 20%, minimum Rp 1.000,- b. Bea tetap 2 kali Bea terhutang. |
|
|
||||||
Ditetapkan di | : | Jakarta | ||||
Pada tanggal | : | 28 April 1979 | ||||
MENTERI KEUANGAN, |
||||||
ALI WARDHANA |