MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
SALINAN
PERATURAN MENTERI KEUANGAN
NOMOR 75/PMK.08/2009
TENTANG
PENERBITAN DAN PENJUALAN SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA
DENGAN CARA PENEMPATAN LANGSUNG (PRIVATE PLACEMENT)
MENTERI KEUANGAN,
Menimbang |
: |
a. |
bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 18 dan Pasal 24 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara, Menteri Keuangan menyelenggarakan pengelolaan Surat Berharga Syariah Negara baik yang diterbitkan secara langsung oleh Pemerintah maupun melalui Perusahaan Penerbit Surat Berharga Syariah Negara, serta menetapkan ketentuan mengenai penerbitan dan penjualan Surat Berharga Syariah Negara; |
|||
|
|
b. |
bahwa dalam rangka pengelolaan Surat Berharga Syariah Negara dapat dilakukan penerbitan dan penjualan Surat Berharga Syariah Negara dengan cara tanpa lelang; |
|||
|
|
c. |
bahwa penerbitan dan penjualan Surat Berharga Syariah Negara tanpa lelang dapat dilakukan dengan cara penempatan langsung atau private placement; |
|||
|
|
d. |
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Penerbitan dan Penjualan Surat Berharga Syariah Negara Dengan Penempatan Langsung (Private Placement); |
|||
Mengingat |
: |
1. |
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4852); |
|||
|
|
2. |
Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2008 tentang Perusahaan Penerbit Surat Berharga Syariah Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara RepubIik Indonesia Nomor 4887); |
|||
|
|
3. |
||||
|
|
MEMUTUSKAN: |
||||
Menetapkan |
: |
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENERBITAN DAN PENJUALAN SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA DENGAN CARA PENEMPATAN LANGSUNG (PRIVATE PLACEMENT). |
||||
|
|
BAB I KETENTUAN UMUM |
||||
|
|
Pasal 1 |
||||
|
|
Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan: |
||||
|
|
1. |
Surat Berharga Syariah Negara, yang selanjutnya disingkat SBSN, atau dapat disebut Sukuk Negara, adalah surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap Aset SBSN, baik dalarn mata uang rupiah maupun valuta asing. |
|||
|
|
2. |
SBSN Jangka Pendek atau dapat disebut Surat Perbendaharaan Negara Syariah adalah SBSN yang berjangka waktu sampai dengan 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran Imbalan berupa kupon dan/ atau secara diskonto. |
|||
|
|
3. |
SBSN Jangka Panjang adalah SBSN yang berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran Imbalan berupa kupon dan/ atau secara diskonto. |
|||
|
|
4. |
Perusahaan Penerbit SBSN adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan ketentuan Undang-Undang tentang Surat Berharga Syariah Negara untuk melaksanakan kegiatan penerbitan SBSN. |
|||
|
|
5. |
Pasar Perdana adalah kegiatan penawaran dan penjualan SBSN untuk pertama kali. |
|||
|
|
6. |
Penempatan Langsung yang selanjutnya disebut Private Placement adalah kegiatan penerbitan dan penjualan SBSN yang dilakukan oleh Pemerintah kepada Pihak, dengan ketentuan dan persyaratan (terms and conditions) SBSN sesuai kesepakatan. |
|||
|
|
7. |
Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia. |
|||
|
|
8. |
Pihak adalah orang perseorangan Warga Negara Indonesia maupun Warga Negara Asing atau kumpulan orang dan/atau kekayaan yang terorganisasi baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum yang berkedudukan di dalam negeri atau di luar negeri, Bank Indonesia, atau Lembaga Penjamin Simpanan. |
|||
|
|
9. |
Peserta Lelang adalah Bank, Perusahaan Efek, dan anggota Dealer Utama sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan tentang Sistem Dealer Utama, yang ditunjuk Menteri sebagai peserta lelang Surat Berharga Syariah Negara di pasar perdana dalam negeri. |
|||
|
|
10. |
Panel Calon Agen Penjual SBSN di Pasar Perdana internasional, yang selanjutnya disebut Panel adalah beberapa Investment Bank yang lulus seleksi Calon Agen Penjual SBSN. |
|||
|
|
11. |
Nilai Nominal adalah nilai SBSN yang tercantum dalam sertifikat SBSN. |
|||
|
|
12. |
Imbalan adalah pembayaran yang dapat berupa sewa, bagi hasil atau margin, atau bentuk pembayaran lainnya sesuai dengan akad penerbitan SBSN, yang diberikan kepada pemegang SBSN sampai dengan berakhirnya periode SBSN. |
|||
|
|
13. |
Imbalan adalah pembayaran yang dapat berupa sewa, bagi hasil atau margin, atau bentuk pembayaran lainnya sesuai dengan akad penerbitan SBSN, yang diberikan kepada pemegang SBSN sampai dengan berakhirnya periode SBSN. |
|||
|
|
14. |
SBSN yang tidak dapat diperdagangkan adalah SBSN yang tidak dapat diperdagangkan di pasar sekunder. |
|||
|
|
15. |
Wali Amanat adalah pihak yang mewakili kepentingan pemegang SBSN sesuai dengan yang diperjanjikan. |
|||
|
|
16. |
Kuasa Pengguna Anggaran adalah pejabat yang ditunjuk oleh Pengguna Anggaran untuk menggunakan anggaran Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah. |
|||
|
|
17. |
Setelmen adalah penyelesaian transaksi SBSN yang terdiri dari Setelmen dana dan Setelmen kepemilikan SBSN. |
|||
|
|
18. |
Hari Kerja adalah hari dimana operasional sistem pembayaran diselenggarakan oleh Bank Indonesia atau hari kliring pada lembaga kliring yang ditunjuk. |
|||
|
|
BAB II PENERBITAN DAN PENJUALAN |
||||
|
|
Pasal 2 |
||||
|
|
(1) |
Penerbitan SBSN dapat dilaksanakan: |
|||
|
|
|
a. |
secara langsung oleh Pemerintah; atau |
||
|
|
|
b. |
melalui Perusahaan Penerbit SBSN. |
||
|
|
(2) |
Dalam hal penerbitan SBSN dilakukan dengan cara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, kegiatan persiapan dan pelaksanaan penerbitan SBSN dilaksanakan oleh satuan kerja di lingkungan Departemen Keuangan yang tugas pokok dan fungsinya menyelenggarakan pengelolaan SBSN. |
|||
|
|
(3) |
Dalam hal penerbitan SBSN dilakukan dengan cara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, kegiatan persiapan dan pelaksanaan penerbitan SBSN dilaksanakan oleh Perusahaan Penerbit SBSN dengan dibantu oleh satuan kerja di lingkungan Departemen Keuangan yang tugas pokok dan fungsinya menyelenggarakan pengelolaan SBSN. |
|||
|
|
(4) |
Dalam melaksanakan kegiatan penerbitan SBSN, satuan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) berkoordinasi dengan satuan kerja atau pihak lain yang terkait. |
|||
|
|
Pasal 3 |
||||
|
|
(1) |
Penjualan SBSN dengan cara Private Placement di Pasar Perdana dalam negeri dapat dilakukan: |
|||
|
|
|
a. |
secara langsung oleh Pemerintah; atau |
||
|
|
|
b. |
melalui Peserta Lelang; |
||
|
|
(2) |
Penjualan SBSN dengan cara Private Placement di Pasar Perdana internasional dapat dilakukan: |
|||
|
|
|
a. |
secara langsung oleh Pemerintah; atau |
||
|
|
|
b. |
melalui anggota Panel. |
||
|
|
Pasal 4 |
||||
|
|
(1) |
Dalam rangka penerbitan dan penjualan SBSN dengan cara Private Placement, Direktur Jenderal Pengelolaan Utang selaku Kuasa Pengguna Anggaran dapat menunjuk konsultan hukum. |
|||
|
|
(2) |
Dalam hal diperlukan konsultan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat menggunakan konsultan hukum yang telah ditunjuk untuk penerbitan dan penjualan SBSN pada tahun anggaran berjalan. |
|||
|
|
(3) |
Dalam hal belum ada konsultan hukum yang ditunjuk untuk penerbitan dan penjualan SBSN pada tahun anggaran berjalan, penunjukan konsultan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui proses seleksi. |
|||
|
|
Pasal 5 |
||||
|
|
(1) |
Proses seleksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) dilakukan melalui tahapan sebagai berikut: |
|||
|
|
|
a. |
pengumuman atau penyampaian surat permintaan proposal (Request for Proposal) kepada calon konsultan hukum; |
||
|
|
|
b. |
penerimaan dan penelitian dokumen proposal dari calon konsultan hukum; |
||
|
|
|
c. |
pemilihan calon konsultan hukum untuk ikut tahap presentasi (beauty contest); |
||
|
|
|
d. |
pelaksanaan presentasi (beauty contest); dan |
||
|
|
|
e. |
penunjukan konsultan hukum. |
||
|
|
(2) |
Penunjukan konsultan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e ditindaklanjuti dengan perjanjian kerja antara Kuasa Pengguna Anggaran dengan konsultan hukum. |
|||
|
|
Pasal 6 |
||||
|
|
(1) |
Pelaksanaan seleksi konsultan hukum dilakukan oleh panitia seleksi. |
|||
|
|
(2) |
Panitia seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk oleh Pengguna Anggaran/ Kuasa Pengguna Anggaran. |
|||
|
|
BAB III DENGAN CARA PRIVATE, PLACEMENT |
||||
|
|
Pasal 7 |
||||
|
|
Penerbitan dan penjualan SBSN dengan cara Private Placement dapat dilakukan dalam mata uang rupiah atau valuta asing. |
||||
|
|
Pasal 8 |
||||
|
|
(1) |
Setiap Pihak dapat membeli SBSN dengan cara Private Placement baik secara langsung maupun melalui Peserta Lelang atau anggota Panel. |
|||
|
|
(2) |
Pihak yang merupakan orang perseorangan hanya dapat membeli SBSN melalui Peserta Lelang atau melalui anggota Panel. |
|||
|
|
Pasal 9 |
||||
|
|
(1) |
Bank Indonesia hanya dapat membeli SBSN Jangka Pendek dengan cara Private Placement untuk dan atas nama diri sendiri. |
|||
|
|
(2) |
Lembaga Penjamin Simpanan dapat membeli SBSN Jangka Panjang maupun SBSN Jangka Pendek dengan cara Private Placement untuk dan atas nama diri sendiri. |
|||
|
|
(3) |
Pihak selain Bank Indonesia, Lembaga Penjamin Simpanan dan orang perseorangan dapat membeli SBSN Jangka Panjang maupun SBSN Jangka Pendek dengan cara Private Placement untuk dan atas nama diri sendiri. |
|||
|
|
(4) |
Pihak yang merupakan orang perseorangan hanya dapat membeli SBSN Jangka Panjang dengan cara Private Placement untuk dan atas nama diri sendiri. |
|||
|
|
Pasal 10 |
||||
|
|
Peserta Lelang dan anggota Panel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dapat membeli SBSN Jangka Panjang maupun SBSN Jangka Pendek dengan cara Prioate Placement untuk dan atas nama diri sendiri atau untuk dan atas nama Pihak. |
||||
|
|
Pasal 11 |
||||
|
|
(1) |
Pembelian SBSN dengan cara Private Placement dilakukan dengan mengajukan penawaran pembelian kepada Menteri c.q. Direktur Jenderal Pengelolaan Utang dengan tembusan kepada Direktur Pembiayaan Syariah, sesuai format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri Keuangan ini. |
|||
|
|
(2) |
Penawaran pembelian SBSN dengan cara Private Placement sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencantumkan antara lain: |
|||
|
|
|
a. |
Nilai Nominal; |
||
|
|
|
b. |
bentuk SBSN yaitu SBSN yang dapat diperdagangkan atau SBSN tidak dapat diperdagangkan; |
||
|
|
|
c. |
indikasi jangka waktu jatuh tempo; |
||
|
|
|
d. |
harga atau imbal hasil; dan |
||
|
|
|
e. |
indikasi Imbalan. |
||
|
|
Pasal 12 |
||||
|
|
(1) |
Penawaran pembelian SBSN dengan cara Private Placement di Pasar Perdana dalam negeri minimal sebesar ekuivalen Rp250.000.000.000,00 (dua ratus lima puluh miliar rupiah) untuk satu seri. |
|||
|
|
(2) |
Penawaran pembelian SBSN dengan cara Private Placement di Pasar Perdana internasional minimal sebesar ekuivalen USD100,000,000.00 (seratus juta US dollar) untuk satu seri. |
|||
|
|
Pasal 13 |
||||
|
|
(1) |
Penawaran pembelian SBSN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, ditindaklanjuti oleh Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang c.q. Direktorat Pembiayaan Syariah dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak diterimanya surat penawaran pembelian. |
|||
|
|
(2) |
Tindak lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pembahasan mengenai terms and conditions SBSN atau berupa penolakan atas penawaran pembelian SBSN. |
|||
|
|
(3) |
Penolakan atas penawaran pembelian SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan antara lain dengan pertimbangan: |
|||
|
|
|
a. |
tidak terpenuhinya ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 9 dan Pasal 12; |
||
|
|
|
b. |
telah terpenuhinya kebutuhan pembiayaan APBN; dan/atau |
||
|
|
|
c. |
kondisi pasar keuangan. |
||
|
|
(4) |
Penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan melalui surat Direktur Jenderal Pengelolaan Utang. |
|||
|
|
Pasal 14 |
||||
|
|
(1) |
Dalam hal pembelian SBSN dilakukan secara langsung, pembahasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang c.q. Direktorat Pembiayaan Syariah bersama Pihak yang mengajukan penawaran pembelian. |
|||
|
|
(2) |
Dalam hal penawaran pembelian SBSN dilakukan melalui Peserta Lelang atau melalui anggota Panel, pembahasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang c.q. Direktorat Pembiayaan Syariah bersama Peserta Lelang atau anggota Panel yang bersangkutan. |
|||
|
|
(3) |
Pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) meliputi pokok-pokok terms and conditions SBSN yang akan diterbitkan, paling kurang meliputi: |
|||
|
|
|
a. |
Nilai Nominal; |
||
|
|
|
b. |
bentuk dan jenis SBSN yang akan diterbitkan; |
||
|
|
|
c. |
jangka waktu; |
||
|
|
|
d. |
harga atau imbal hasil; |
||
|
|
|
e. |
tingkat Imbalan SBSN; |
||
|
|
|
f. |
waktu dan mekanisme pembayaran Imbalan dan/atau Nilai Nominal; dan |
||
|
|
|
g. |
waktu dan mekanisme pelaksanaan Setelmen. |
||
|
|
Pasal 15 |
||||
|
|
(1) |
Hasil pembahasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) berupa menerima seluruh atau sebagian, atau menolak seluruh penawaran pembelian SBSN, dituangkan dalam berita acara pembahasan. |
|||
|
|
(2) |
Dalam hal hasil pembahasan berupa menerima seluruh atau sebagian penawaran pembelian SBSN, hasil pembahasan dimaksud dituangkan dalam dokumen kesepakatan. |
|||
|
|
(3) |
Dokumen kesepakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memuat paling kurang: |
|||
|
|
|
a. |
Nilai Nominal; |
||
|
|
|
b. |
bentuk dan jenis SBSN yang akan diterbitkan; |
||
|
|
|
c. |
harga atau imbal hasil: |
||
|
|
|
d. |
tingkat Imbalan SBSN; |
||
|
|
|
e. |
jangka waktu; |
||
|
|
|
f. |
waktu dan mekanisme pembayaran Imbalan dan/ atau Nilai Nominal; dan |
||
|
|
|
g. |
waktu dan mekanisme pelaksanaan Setelmen. |
||
|
|
Pasal 16 |
||||
|
|
(1) |
Direktur Jenderal Pengelolaan Utang untuk dan atas nama Menteri, paling lambat 2 (dua) hari kerja sebelum tanggal Setelmen: |
|||
|
|
|
a. |
menetapkan hasil kesepakatan; |
||
|
|
|
b. |
menandatangani terms and conditions SBSN. |
||
|
|
(2) |
Dalam hal Direktur Jenderal Pengelolaan Utang berhalangan sementara, Direktur Jenderal Perbendaharaan untuk dan atas nama Menteri, paling lambat 2 (dua) hari kerja sebelum tanggal Setelmen: |
|||
|
|
|
a. |
menetapkan hasil kesepakatan; |
||
|
|
|
b. |
menandatangani terms and conditions SBSN. |
||
|
|
BAB IV |
||||
|
|
Pasal 17 |
||||
|
|
Dokumen yang diperlukan dalam penerbitan dan penjualan SBSN dengan cara Private Placement antara lain: |
||||
|
|
a. |
dokumen transaksi Aset SBSN; |
|||
|
|
b. |
terms and conditions SBSN; |
|||
|
|
c. |
fatwa dan pernyataan kesesuaian SBSN dengan prinsip syariah; dan |
|||
|
|
d. |
perjanjian perwaliamanatan, jika diperlukan. |
|||
|
|
Pasal 18 |
||||
|
|
(1) |
Dokumen transaksi Aset SBSN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf a, antara lain: |
|||
|
|
|
a. |
perjanjian jual beli atau sewa menyewa Barang Milik Negara untuk digunakan sebagai Aset SBSN; |
||
|
|
|
b. |
perjanjian sewa menyewa Aset SBSN; |
||
|
|
|
c. |
perjanjian jual beli Aset SBSN, termasuk yang berupa objek pembiayaan SBSN; dan |
||
|
|
|
d. |
perjanjian penyertaan (partnership). |
||
|
|
(2) |
Dokumen transaksi Aset SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disesuaikan dengan Akad SBSN yang diterbitkan. |
|||
|
|
(3) |
Akad SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) antara lain Akad Ijarah, Akad Istishna', Akad Musyarakah, Akad Mudarabah, dan Akad lain yang sesuai dengan prinsip syariah. |
|||
|
|
Pasal 19 |
||||
|
|
(1) |
Dalam hal SBSN diterbitkan secara langsung oleh Pemerintah, dokumen transaksi Aset SBSN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf a, ditandatangani oleh Direktur Jenderal Pengelolaan Utang dan Wali Amanat yang ditunjuk. |
|||
|
|
(2) |
Dalam hal SBSN diterbitkan melalui Perusahaan Penerbit SBSN, dokumen transaksi Aset SBSN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf a, ditandatangani oleh Direktur Jenderal Pengelolaan Utang dan dewan direktur Perusahaan Penerbit SBSN. |
|||
|
|
Pasal 20 |
||||
|
|
(1) |
Perjanjian perwaliamanatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf d diperlukan apabila: |
|||
|
|
|
a. |
Penerbitan SBSN dilakukan secara langsung oleh Pemerintah; atau |
||
|
|
|
b |
Penerbitan SBSN dilakukan melalui Perusahaan Penerbit SBSN dan ditunjuk pihak lain untuk membantu melaksanakan fungsi Wali Amanat. |
||
|
|
(2) |
Dalam hal SBSN diterbitkan secara langsung oleh Pemerintah, perjanjian perwaliamanatan ditandatangani oleh Direktur Jenderal Pengelolaan Utang dan Wali Amanat yang ditunjuk. |
|||
|
|
(3) |
Dalam hal SBSN diterbitkan melalui Perusahaan Penerbit SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, perjanjian perwaliamanatan ditandatangani oleh Direktur Jenderal Pengelolaan Utang, dewan direktur Perusahaan Penerbit SBSN dan pihak lain yang ditunjuk untuk membantu melaksanakan fungsi Wali Amanat. |
|||
|
|
Pasal 21 |
||||
|
|
Penunjukan Wali Amanat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) dan pihak lain untuk membantu melaksanakan fungsi sebagai Wali Amanat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) huruf b dilakukan oleh Direktur Jenderal Pengelolaan Utang atas nama Menteri. |
||||
|
|
BAB V PENGUMUMAN |
||||
|
|
Pasal 22 |
||||
|
|
Setelmen Penjualan SBSN dengan cara Private Placement dilakukan sesuai dengan kesepakatan yang dituangkan dalam dokumen kesepakatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2). |
||||
|
|
Pasal 23 |
||||
|
|
(1) |
Pelaksanaan Setelmen penjualan SBSN dengan cara Private Placement di Pasar Perdana dalam negeri mengikuti ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. |
|||
|
|
(2) |
Pelaksanaan Setelmen penjualan SBSN dengan cara Private Placement di Pasar Perdana internasional mengikuti ketentuan yang digunakan oleh lembaga kliring dan setelmen yang ditunjuk. |
|||
|
|
Pasal 24 |
||||
|
|
(1) |
Dalam hal Pihak, Peserta Lelang atau anggota Panel yang penawaran pembeliannya disetujui, tidak menyerahkan dana sampai dengan batas akhir tanggal Setelmen, penjualan SBSN dengan cara Private Placement dinyatakan batal. |
|||
|
|
(2) |
Dalam hal Peserta Lelang, anggota Panel atau Pihak yang merupakan lembaga keuangan tidak melaksanakan kewajiban terkait pelaksanaan Setelmen, Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang c.q. Direktorat Pembiayaan Syariah melaporkan wanprestasi tersebut kepada otoritas di bidang pasar modal dan/atau otoritas di bidang perbankan. |
|||
|
|
Pasal 25 |
||||
|
|
Seluruh hasil penjualan SBSN dengan cara Private Placement, baik yang diterbitkan secara langsung oleh Pemerintah atau melalui Perusahaan Penerbit SBSN merupakan penerimaan negara. |
||||
|
|
Pasal 26 |
||||
|
|
(1) |
Direktur Jenderal Pengelolaan Utang mengumumkan hasil penjualan SBSN dengan cara Private Placement kepada publik pada tanggal pelaksanaan Setelmen. |
|||
|
|
(2) |
Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling kurang meliputi: |
|||
|
|
|
a. |
Nilai Nominal; |
||
|
|
|
b. |
seri SBSN; |
||
|
|
|
c. |
tingkat Imbalan; |
||
|
|
|
d. |
harga atau imbal hasil; dan |
||
|
|
|
e. |
tanggal jatuh tempo. |
||
|
|
BAB VI |
||||
|
|
Pasal 27 |
||||
|
|
Segala biaya yang timbul dalam rangka pelaksanaan penerbitan dan penjualan SBSN dengan cara Private Placement baik yang dilakukan secara langsung oleh Pemerintah maupun melalui Perusahaan Penerbit SBSN dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. |
||||
|
|
BAB VII KETENTUAN PENUTUP |
||||
|
|
Pasal 28 |
||||
|
|
Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. |
||||
|
|
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. |
||||
|
|
|
|
|
||
|
|
|
|
|
|
Ditetapkan di Jakarta |
|
|
|
pada tanggal 17 April 2009 |
|||
|
|
|
MENTERI KEUANGAN, |
|||
|
|
|
|
|||
|
|
|
|
|||
|
|
|
SRI MULYANI INDRAWATI |
|||
|
|
Diundangkan di Jakarta |
|
|||
|
|
Pada tanggal 17 April 2009 |
|
|||
|
|
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA, |
|
|||
|
|
|
|
|||
|
|
|
|
|||
|
|
ANDI MATTALATTA |
|
|||
|
|
|
|
|||
|
|
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2009 NOMOR 67 |