MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
SALINAN
PERATURAN MENTERI KEUANGAN
NOMOR 46 /PMK.02/ 2006
TENTANG
TATA CARA PENYAMPAIAN INFORMASI KEUANGAN
DAERAH
MENTERI KEUANGAN,
Menimbang |
: |
bahwa untuk melaksanakan Pasal 8 dan Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2005 tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah perlu disusun Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Penyampaian Informasi Keuangan Daerah. |
|||||
Mengingat |
: |
1. |
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286) |
||||
|
|
2. |
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438) |
||||
|
|
3. |
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4503) |
||||
|
|
4. |
Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4575) |
||||
|
|
5. |
Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2005 tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4576) |
||||
|
|
6. |
Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005. |
||||
MEMUTUSKAN |
|||||||
Menetapkan |
: |
TATA CARA PENYAMPAIAN INFORMASI KEUANGAN DAERAH |
|||||
BAB I KETENTUAN UMUM |
|||||||
Pasal 1 |
|||||||
|
|
Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan : |
|||||
|
|
1. |
Pemerintah Pusat, yang selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. |
||||
|
|
2. |
Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. |
||||
|
|
3. |
Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. |
||||
|
|
4. |
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, selanjutnya disebut APBD adalah rencana keuangan tahunan Pemerintahan Daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah. |
||||
|
|
5. |
Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi. |
||||
|
|
6. |
Dana Alokasi Umum yang selanjutnya disebut DAU, adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar-Daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi. |
||||
|
|
7. |
Dana Dekonsentrasi adalah dana yang berasal dari APBN yang dilaksanakan oleh gubernur sebagai wakil pemerintah yang mencakup semua penerimaan dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan dekonsentrasi, tidak termasuk dana yang dialokasikan untuk investasi vertikal pusat di daerah. |
||||
|
|
8. |
Dana Tugas Pembantuan adalah dana yang berasal dari APBN yang dilaksanakan oleh Daerah yang mencakup semua penerimaan dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan Tugas Pembantuan. |
||||
|
|
9. |
Menteri adalah menteri yang bertugas dan bertanggung jawab di bidang teknis tertentu. |
||||
|
|
10. |
Informasi Keuangan Daerah adalah segala informasi yang berkaitan dengan keuangan daerah yang diperlukan dalam rangka penyelenggaraan Sistem Informasi Keuangan Daerah. |
||||
BAB II |
|||||||
Pasal 2 |
|||||||
|
|
(1) |
Informasi Keuangan Daerah yang disampaikan oleh Daerah kepada Pemerintah mencakup : |
||||
|
|
|
a. |
APBD, Perubahan APBD, dan realisasi APBD Provinsi, Kabupaten, dan Kota; |
|||
|
|
|
b. |
neraca daerah; |
|||
|
|
|
c. |
laporan arus kas; |
|||
|
|
|
d. |
catatan atas laporan keuangan daerah; |
|||
|
|
|
e. |
Dana Dekonsentrasi dan Dana Tugas Pembantuan; |
|||
|
|
|
f. |
laporan Keuangan Perusahaan Daerah; dan |
|||
|
|
|
g. |
data yang berkaitan dengan perhitungan Dana Perimbangan seperti data pegawai dan data lainnya. |
|||
|
|
(2) |
Informasi Keuangan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d disusun secara bertahap sesuai dengan kondisi masing-masing daerah dan peraturan perundangan yang berlaku. |
||||
|
|
(3) |
Informasi Keuangan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e disampaikan oleh Pemerintah Daerah penerima Dana Dekonsentrasi dan Dana Tugas Pembantuan. |
||||
|
|
(4) |
Informasi Keuangan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f adalah Ringkasan Neraca dan Laporan Rugi Laba Perusahaan Daerah. |
||||
|
|
(5) |
Informasi Keuangan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g disampaikan berdasarkan permintaan melalui Surat Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan. |
||||
Pasal 3 |
|||||||
|
|
(1) |
Bentuk dan format laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d berpedoman pada Standar Akuntansi Pemerintahan yang berlaku. |
||||
|
|
(2) |
Bentuk dan format laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf e dan huruf f berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. |
||||
Pasal 4 |
|||||||
|
|
Batas waktu penyampaian Informasi Keuangan Daerah adalah : |
|||||
|
|
a. |
APBD setiap tahun anggaran paling lambat disampaikan pada tanggal 31 Januari tahun anggaran berkenaan; |
||||
|
|
b. |
Perubahan APBD paling lambat disampaikan 30 hari setelah ditetapkannya Perubahan APBD tahun anggaran berkenaan; |
||||
|
|
c. |
Laporan realisasi APBD per semester paling lambat disampaikan 30 hari setelah berakhirnya semester yang bersangkutan; |
||||
|
|
d. |
Laporan realisasi APBD paling lambat disampaikan pada tanggal 31 Agustus tahun anggaran berikutnya; |
||||
|
|
e. |
Neraca daerah, laporan arus kas, catatan atas laporan keuangan daerah paling lambat disampaikan pada tanggal 31 Agustus tahun anggaran berikutnya; |
||||
|
|
f. |
Informasi mengenai Dana Dekonsentrasi dan Dana Tugas Pembantuan serta laporan keuangan Perusahaan Daerah paling lambat disampaikan pada tanggal 31 Agustus tahun anggaran berikutnya; |
||||
|
|
g. |
Data yang berkaitan dengan perhitungan Dana Perimbangan seperti data pegawai dan data lainnya disampaikan paling lambat sesuai dengan Surat Permintaan Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan. |
||||
Pasal 5 |
|||||||
|
|
Penyampaian Informasi Keuangan Daerah dilakukan secara berkala melalui dokumen tertulis dan dilengkapi dengan media elektronik lainnya. |
|||||
Pasal 6 |
|||||||
|
|
(1) |
Informasi Keuangan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) disampaikan kepada Direktur Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan Departemen Keuangan dalam rangka penyelenggaraan Sistem Informasi Keuangan Daerah. |
||||
|
|
(2) |
Informasi Keuangan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri dalam rangka Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah di bidang keuangan. |
||||
|
|
(3) |
Informasi Keuangan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dapat disampaikan kepada Menteri terkait sesuai kebutuhan yang menyangkut bidang tugas Menteri terkait. |
||||
BAB III |
|||||||
Pasal 7 |
|||||||
|
|
Dalam hal Pemerintah Daerah tidak menyampaikan Informasi Keuangan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 hingga 1(satu) bulan setelah batas waktu yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 diberikan sanksi berupa peringatan tertulis oleh Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan. |
|||||
Pasal 8 |
|||||||
|
|
Dalam hal Pemerintah Daerah tidak menyampaikan Informasi Keuangan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 sampai dengan 2 (dua) bulan setelah diberikannya peringatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan menetapkan sanksi berupa penundaan penyaluran Dana Perimbangan setelah berkoordinasi dengan Menteri Dalam Negeri. |
|||||
Pasal 9 |
|||||||
|
|
(1) |
Sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dilakukan sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah DAU yang diberikan setiap bulannya pada tahun anggaran berjalan. |
||||
|
|
(2) |
Pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan secara efektif pada penyaluran DAU bulan berikutnya setelah tanggal penetapan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8. |
||||
|
|
(3) |
Pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan setiap bulan sampai dengan disampaikannya Informasi Keuangan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2. |
||||
Pasal 10 |
|||||||
|
|
(1) |
Pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) dilaksanakan setelah adanya Surat dari Direktur Jenderal Anggaran dan Perimbangan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan mengenai penundaan penyaluran DAU. |
||||
|
|
(2) |
Direktorat Jenderal Perbendaharaan berdasarkan Surat Direktur Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melaksanakan penundaan penyaluran DAU sesuai dengan ketentuan yang berlaku. |
||||
Pasal 11 |
|||||||
|
|
(1) |
Dalam hal Pemerintah Daerah telah menyampaikan Informasi Keuangan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan mencabut sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8. |
||||
|
|
(2) |
Jumlah DAU yang ditunda penyalurannya sebagai akibat dari pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) dan ayat (3) diberikan pada penyaluran DAU bulan berikutnya setelah tanggal pencabutan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
||||
Pasal 12 |
|||||||
|
|
(1) |
Pencabutan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasa! 11 ayat (1) dilaksanakan setelah adanya Surat Direktur Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan mengenai pencabutan sanksi. |
||||
|
|
(2) |
Direktorat Jenderal Perbendaharaan berdasarkan Surat Direktur Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melaksanakan penyaluran DAU yang tertunda sesuai dengan ketentuan yang berlaku. |
||||
BAB IV |
|||||||
Pasal 13 |
|||||||
|
|
Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. |
|||||
|
|
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Keputusan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. |
|||||
|
|
|
|
|
Ditetapkan di |
: |
J A K A R T A |
|
|
|
|
|
Pada tanggal |
: |
26 Juni 2006 |
|
|
|
|
|
MENTERI KEUANGAN |
||
|
|
|
|
|
SRI MULYANI INDRAWATI |