PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 1 TAHUN 2008
TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 19 TAHUN 2005
TENTANG PEMBIAYAAN SEKUNDER PERUMAHAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang |
: |
a. |
bahwa dalam rangka menunjang tersedianya dana pembangunan perumahan yang lebih efektif dan efisien melalui pembiayaan sekunder perumahan, perlu didukung oleh ketentuan mengenai pembiayaan sekunder perumahan yang memadai; |
||
|
|
b. |
bahwa Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2005 tentang Pembiayaan Sekunder Perumahan, perlu disesuaikan dengan kebutuhan pembiayaan perumahan dan perkembangan skim pembiayaan sekunder perumahan; |
||
|
|
c. |
bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut pada huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2005 tentang pembiayaan Sekunder Perumahan; |
||
Mengingat |
: |
1. |
Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; |
||
|
|
2. |
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek, Staatsblad 1847 Nomor 23); |
||
|
|
3. |
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3472) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3790); |
||
|
|
4. |
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3608); |
||
|
|
5. |
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4297); |
||
|
|
6. |
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4756); |
||
|
|
7. |
Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1998 tentang Perusahaan Perseroan (PERSERO) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3731) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2001 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4101); |
||
|
|
8. |
Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2005 tentang Pembiayaan Sekunder Perumahan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 21), Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4479); |
||
MEMUTUSKAN: |
|||||
Menetapkan |
: |
PERATURAN PRESIDEN TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 19 TAHUN 2005 TENTANG PEMBIAYAAN SEKUNDER PERUMAHAN. |
|||
Pasal I |
|||||
Beberapa ketentuan dalam Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2005 tentang pembiayaan Sekunder Perumahan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4479) diubah sebagai berikut: |
|||||
1. |
Ketentuan Pasal 1 angka 1 dihapus dan diantara angka 5 dan angka 6 disisipkan 1 (satu) angka baru yaitu angka 5a serta mengubah angka 13, angka 15, dan angka 18, sehingga keseluruhan Pasal 1 menjadi berbunyi sebagai berikut: |
||||
"Pasal 1 |
|||||
1. |
Dihapus. |
||||
2. |
Aset Keuangan adalah piutang yang diperoleh dari penerbitan KPR, termasuk hak agunan yang melekat padanya. |
||||
3. |
Bank adalah bank sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Perbankan. |
||||
4. |
Dokumen Transaksi adalah seluruh dokumen yang dibuat oleh para pihak dalam transaksi Sekuritisasi. |
||||
|
5. |
Efek Beragun Aset adalah surat berharga yang dapat berupa Surat Utang atau Surat Partisipasi yang diterbitkan oleh Penerbit yang pembayarannya terutama bersumber dari Kumpulan Piutang. |
|||
|
5a. |
Pendukung Kredit (Credit Enhancer) adalah pihak yang memberikan fasilitas untuk meningkatkan kualitas dan nilai Aset Keuangan dan/atau surat berharga dalam transaksi Sekuritisasi maupun untuk pemberian fasilitas pinjaman. |
|||
6. |
Kredit Pemilikan Rumah (KPR) adalah fasilitas kredit yang diterbitkan oleh Kreditor Asal untuk membeli rumah siap huni. |
||||
7. |
Kreditor Asal adalah setiap Bank atau lembaga keuangan yang mempunyai Aset Keuangan. |
||||
8. |
Kumpulan Piutang adalah keseluruhan Aset Keuangan yang dibeli oleh Penerbit dari Kreditor Asal. |
||||
9. |
Kustodian adalah lembaga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Pasar Modal. |
||||
10. |
Menteri adalah Menteri Keuangan. |
||||
|
11. |
Pembiayaan Sekunder Perumahan adalah penyelenggaraan kegiatan penyaluran dana jangka menengah dan/atau panjang kepada Kreditor Asal dengan melakukan Sekuritisasi. |
|||
12. |
Pemodal adalah orang atau badan pemegang Efek Beragun Aset. |
||||
13. |
Penerbit adalah pihak yang melakukan penerbitan efek beragun aset dalam rangka sekuritisasi. |
||||
|
|
|
14. |
Sekuritisasi adalah transformasi aset yang tidak liquid menjadi liquid dengan cara pembelian Aset Keuangan dari Kreditor Asal dan penerbitan Efek Beragun Aset. |
|
|
|
|
15. |
Special Purpose Vehicle (SPV) adalah perseroan terbatas yang ditunjuk oleh lembaga keuangan yang khusus didirikan untuk membeli Aset Keuangan dan menerbitkan Efek Beragun Aset. |
|
|
|
|
16. |
Surat Partisipasi adalah bukti pemilikan secara proporsional atas Kumpulan Piutang yang dimiliki bersama oleh sejumlah Pemodal yang diterbitkan oleh Penerbit. |
|
|
|
|
17. |
Surat Utang adalah bukti utang yang dikeluarkan oleh Penerbit yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk memperoleh pembayaran sebagai Pemodal. |
|
|
|
|
18. |
Wali Amanat adalah pihak yang mewakili kepentingan Pemodal dalam transaksi sekuritisasi dan terdaftar di Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan." |
|
|
|
2. |
Ketentuan Pasal 4 ayat (1) dan ayat (4) diubah, sehingga keseluruhan Pasal 4 menjadi berbunyi sebagai berikut: |
||
|
|
"Pasal 4 |
|||
|
|
|
(1) |
Pembiayaan Sekunder Perumahan dilakukan dengan cara pembelian kumpulan Aset Keuangan dari Kreditor Asal dan penerbitan Efek Beragun Aset. |
|
|
|
|
(2) |
Efek Beragun Aset dapat berbentuk Surat Utang atau Surat Partisipasi. |
|
|
|
|
(3) |
Efek Beragun Aset harus diperingkat oleh lembaga pemeringkat. |
|
|
|
|
(4) |
Surat Utang atau Surat Partisipasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan atas, unjuk (aan toonder) dan/atau atas nama (aan order)." |
|
|
|
3. |
Ketentuan Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2) diubah serta ayat (3) dihapus, sehingga keseluruhan Pasal 6 menjadi berbunyi sebagai berikut: |
||
|
|
"Pasal 6 |
|||
|
|
|
(1) |
Dalam hal Efek Beragun Aset berbentuk Surat Utang, SPV membeli kumpulan Aset Keuangan dari Kreditor Asal dan menerbitkan Surat Utang. |
|
|
|
|
(2) |
Dalam hal Efek Beragun Aset berbentuk Surat Partisipasi, lembaga keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 atau Wali Amanat membeli kumpulan Aset Keuangan dari Kreditor Asal dan menerbitkan Surat Partisipasi." |
|
|
|
|
(3) |
Dihapus." |
|
|
|
4. |
Diantara Pasal 6 dan Pasal 7 disisipkan 1 (satu) pasal baru yaitu Pasal 6A, yang berbunyi sebagai berikut: |
||
|
|
"Pasal 6A |
|||
|
|
|
Dalam rangka melaksanakan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), SPV hanya dapat melakukan satu transaksi sekuritisasi." |
||
|
|
5. |
Ketentuan Pasal 8 diubah, sehingga keseluruhan Pasal 8 menjadi berbunyi sebagai berikut: |
||
|
|
"Pasal 8 |
|||
|
|
|
Pembelian kumpulan Aset Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) hanya dapat dilakukan atas Aset Keuangan yang memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh lembaga keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3." |
||
|
|
6. |
Ketentuan Pasal 9 dihapus. |
||
|
|
7. |
Di antara Pasal 9 dan Pasal 10 disisipkan 1 (satu) pasal baru yaitu Pasal 9A, yang berbunyi sebagai berikut: |
||
|
|
"Pasal 9A |
|||
|
|
|
Lembaga keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dapat melakukan pembelian Efek Beragun Aset." |
||
|
|
8. |
Ketentuan Pasal 10 ayat (3) diubah, sehingga keseluruhan Pasal 10 menjadi berbunyi sebagai berikut: |
||
|
|
"Pasal 10 |
|||
|
|
|
(1) |
pembayaran atas Efek Beragun Aset kepada Pemodal terutama bersumber dari arus kas yang diperoleh dari Kumpulan Piutang. |
|
|
|
|
(2) |
Dalam hal arus kas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mencukupi, pembayaran kekurangannya bersumber dari Pendukung Kredit. |
|
|
|
|
(3) |
pembayaran atas Efek Beragun Aset sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dilaksanakan oleh Wali Amanat, Kustodian atau pihak lain yang ditunjuk oleh para pihak dalam Dokumen Transaksi." |
|
|
|
9. |
Ketentuan Pasal 11 dihapus. |
||
|
|
10. |
Ketentuan Pasal 12 diubah, sehingga keseluruhan Pasal 12 menjadi berbunyi sebagai berikut: |
||
|
|
"Pasal 12 |
|||
|
|
|
(1) |
Pihak-pihak dalam Sekuritisasi antara lain Kreditor Asal, Penerbit, Pemodal, penata sekuritisasi, Wali Amanat, Kustodian, pendukung Kredit, dan pemberi jasa. |
|
|
|
|
(2) |
Lembaga keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dapat bertindak sebagai koordinator global, penjamin, penata sekuritisasi, dan/atau pendukung Kredit dalam transaksi Sekuritisasi." |
|
|
|
11. |
Di antara Pasal 12 dan Pasal 13 disisipkan 1 (satu) pasal baru yaitu Pasal 12A, yang berbunyi sebagai berikut: |
||
|
|
"Pasal 12A |
|||
|
|
|
Lembaga keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dapat menunjuk penata sekuritisasi untuk mengatur dan menyiapkan proses Sekuritisasi." |
||
|
|
12. |
Ketentuan dalam Pasal 14 ditambah 1 (satu) huruf yaitu huruf d, sehingga keseluruhan Pasal 14 menjadi berbunyi sebagai berikut: |
||
|
|
|
"Pasal 14 |
||
|
|
|
Lembaga keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 wajib menyampaikan Laporan kepada Menteri, berupa: |
||
|
|
|
a. |
Laporan keuangan triwulanan; |
|
|
|
|
b. |
Laporan kegiatan usaha semesteran; |
|
|
|
|
c. |
Laporan keuangan tahunan yang telah diaudit Akuntan Publik; |
|
|
|
|
d. |
Laporan dan/atau hal-hal lain yang diperlukan." |
|
|
|
13. |
Ketentuan Pasal 18 diubah, sehingga keseluruhan Pasal 18 menjadi berbunyi sebagai berikut: |
||
|
|
"Pasal 18 |
|||
|
|
|
(1) |
Dalam rangka melaksanakan Pembiayaan Sekunder Perumahan, perusahaan dapat melakukan penyertaan langsung. |
|
|
|
|
(2) |
Penyertaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan pada perusahaan yang kegiatan usahanya terkait langsung dengan pembangunan dan pengembangan pasar pembiayaan sekunder perumahan. |
|
|
|
|
(3) |
Penyertaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus terlebih dahulu mendapat persetujuan dari pemegang saham. |
|
|
|
|
(4) |
Perusahaan dilarang melakukan pembelian saham melalui pasar modal." |
|
|
|
14. |
Ketentuan Pasal 19 diubah, sehingga keseluruhan Pasal 19 menjadi berbunyi sebagai berikut: |
||
|
|
"Pasal 19 |
|||
|
|
|
Perusahaan dapat menempatkan dana dalam bentuk Surat Utang Negara, Sertifikat Bank Indonesia, Deposito, dan/atau instrumen keuangan lainnya yang ditetapkan oleh Menteri." |
||
|
|
15. |
Ketentuan Pasal 20 ayat (1), ayat (3), dan ayat (4) diubah serta ayat (2) dihapus, sehingga keseluruhan Pasal 20 menjadi berbunyi sebagai berikut: |
||
|
|
"Pasal 20 |
|||
|
|
|
(1) |
Dalam rangka membangun dan mengembangkan pasar sekunder perumahan, perusahaan dapat memberikan fasilitas pinjaman kepada Bank dan/atau lembaga keuangan untuk disalurkan sebagai KPR dengan tata cara dan persyaratan yang ditetapkan perusahaan. |
|
|
|
|
(2) |
Dihapus. |
|
|
|
|
(3) |
Pemberian fasilitas pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lama 10 (sepuluh) tahun sejak tanggal ditetapkannya Peraturan Presiden ini. |
|
|
|
|
(4) |
Jangka waktu penyaluran fasilitas pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 15 (lima belas) tahun." |
|
|
|
Pasal II |
|||
|
|
Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. |
|||
|
|
|
|
|
Ditetapkan di Jakarta |
|
|
|
|
|
pada tanggal 26 Januari 2008 |
|
|
|
|
|
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, |
|
|
|
|
|
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO |