KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR : 98/KMK.05/2000

TENTANG

KERINGAN BEA MASUK ATAS BAHAN BAKU/SUB KOMPONEN/BAHAN 
PENOLONG UNTUK PEMBUATAN KOMPONEN ELEKTRONIK

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan daya saing industri komponen elektronika dan industri pendukungnya di dalam negeri, dipandang perlu memberikan keringan bea masuk atas impor bahan baku/sub komponen/bahan penolong untuk pembuatan komponen elektronika;
b. bahwa dalam rangka meningkatkan efektivitas pemberian fasilitas bea masuk dengan tetap memperhatikan kepentingan penerimaan negara, dipandang perlu untuk mengganti Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 659/KMK.01/ 1997 dengan Keputusan Menteri Keuangan;
Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3612);
2. Keputusan Presiden 355/M Tahun 1999;
3. Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 440/KMK.05/1996 tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang dan Besarnya Tarif Bea Masuk atas Barang Impor sebagaimana telah diubah dan ditambah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 569/KMK.01/1999;

M E M U T U S K A N :

Menetapkan :
KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN TENTANG KERINGAN BEA 
MASUK ATAS BAHAN BAKU/SUB KOMPONEN/BAHAN PENOLONG UNTUK PEMBUATAN KOMPONEN ELEKTRONIKA

Pasal  1

Ats impor bahan baku/sub komponen/bahan penolong untuk pembuatan komponen elektronika oleh produsen komponen elektronika yang ditetapkan oleh Menteri Perindustrian dan Perdagangan diberikan keringan bea masuk dengan ketentuan sebagai berikut :

1. Atas impor bahan baku/sub komponen/bahan penolong untuk pembuatan komponen elektronika diberikan keringan bea masuk sehingga tarif akhir bea masuknya menjadi 5% (lima persen).
2. Dalam hal tarif bea masuk yang tercantum dalam Buku Tarif Bea Masuk Indonesia (BTBMI) 5% (lima persen) atau kurang, maka yang berlaku adalah tarif bea masuk dalam BTBMI.

Pasal  2

Jenis dan spesifikasi serta jumlah bahan baku/sub komponen/bahan penolong yang mendapat fasilitas keringan bea masuk didasarkan pada daftar bahan baku/sub komponen/bahan penolong untuk kebutuhan barang produksi tahunan yang ditetapkan oleh Menteri Perindustrian dan Perdagangan.

Pasal  3

Permohonan untuk memperoleh keringan bea masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, dilampiri dokumen sebagai berikut :

1.
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
2.
Surat Izin Usaha dari Departemen/Instansi terkait.
3.
Hasil verifikasi dari Departemen Perindustrian dan Perdagangan terhadap
kebutuhan baku/sub komponen/bahan penolong selama 1 (satu) tahun produksi.
4.
Daftar jumlah, jenis, spesifikasi dan harga barang.

Pasal  4

(1) Permohonan untuk mendapatkan fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 diajukan oleh produsen kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
(2) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memenuhi persyaratan, Direktur Jenderal Bea dan Cukai atau pejabat yang ditunjuknya, atas nama Menteri Keuangan memberikan Keputusan Keringan Bea Masuk, dengan dilampiri daftar barang yang diberikan keringan bea masuk serta penunjukan pelabuhan bongkar.
(3) Industri komponen elektronika yang mendapatkan keringan bea masuk wajib :
a.
Menyelenggarakan pembukuan pengimporan bahan baku/sub komponen/bahan penolong untuk keperluan audit di bidang Kepabeanan.
b.
Menyimpan dan memelihara untuk sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun terhitung sejak realisasi impor pada tempat usahanya, dokumen, catatan-catatan, dan pembukuan sehubungan dengan pemberian fasilitas keringan bea masuk.
c.
Menyampaikan laporan tentang realisasi impor.

Pasal  5

Atas barang yang telah mendapatkan fasilitas keringan bea masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2), apabila pada saat pengimporannya tidak memenuhi ketentuan tentang jumlah, jenis, spesifikasi barang yang tercantum dalam daftar barang dipungut bea masuk dan pungutan impor lainnya.

Pasal  6

(1) Atas barang yang telah mendapatkan fasilitas keringan bea masuk hanya dapat digunakan untuk kepentingan industri yang bersangkutan.
(2) Penyalahgunaan barang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mengakibatkan batalnya fasilitas bea masuk yang diberikan atas barang tersebut sehinggabea masuk yang terhutang harus dibayar dan dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar 100% (seratus persen) dari kekurangan bea masuk.

Pasal  7

(1) Untuk pengamanan hak keuangan negara dan menjamin dipenuhinya ketentuan-ketentuan kepabeanan dan cukai yang berlaku, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai melakukan audit atas pembukuan, catatan, dan dokumen yang berkaitan dengan pemasukan, penggunaan, pengeluaran dan sediaan barang.
(2) Berdasarkan hasil audit sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Pengusaha Industri bertanggung jawab atas pelunasan bea masuk dan cukai yang terutang dan sanksi administrasi berupa denda.

Pasal  8

Perusahaan yang telah memperoleh fasilitas pembebasan bea masuk atas impor bahan baku/sub komponen/bahan penolong untuk pembuatan komponen elektronika berdasarkan ketentuan lama dan belum merealisir seluruh impornya dapat tetap menggunakan keputusan pemberian fasilitas pabean berdasarkan ketentuan lama hingga berakhirnya masa berlaku keputusan yang bersangkutan, dengan ketentuan tidak dapat diperpanjang dan atau diubah.

Pasal  9

Pada saat Keputusan ini mulai berlaku, Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 659/KMK.01/1997 dinyatakan tidak berlaku.

Pasal  10

Ketentuan yang diperlukan dalam eangka pelaksanaan Keputusan ini, diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai.

Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal 1 April 2000.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Keputusan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.