MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
SALINAN
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 228/PMK.010/2012
TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN
NOMOR 11/PMK.010/2011 TENTANG KESEHATAN KEUANGAN
USAHA ASURANSI DAN USAHA REASURANSI DENGAN PRINSIP SYARIAH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang |
: |
a. |
bahwa dalam rangka meningkatkan pengawasan kesehatan keuangan usaha asuransi dan usaha reasuransi dengan prinsip syariah, dipandang perlu melakukan penyempurnaan beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 11/PMK.010/2011 tentang Kesehatan Keuangan Usaha Asuransi Dan Usaha Reasuransi Dengan Prinsip Syariah; |
|||
b. |
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 11/PMK.010/2011 tentang Kesehatan Keuangan Usaha Asuransi Dan Usaha Reasuransi Dengan Prinsip Syariah; |
|||||
Mengingat |
: |
1. |
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3467); |
|||
2. |
Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 120, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3506) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 212, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4954); |
|||||
3. |
Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, Dan Fungsi Kementerian Negara Serta Susunan Organisasi, Tugas, Dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 92 Tahun 2011; |
|||||
4. |
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 11/PMK.010/2011 tentang Kesehatan Keuangan Usaha Asuransi Dan Usaha Reasuransi Dengan Prinsip Syariah; |
|||||
MEMUTUSKAN: |
||||||
Menetapkan |
: |
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 11/PMK.010/2011 TENTANG KESEHATAN KEUANGAN USAHA ASURANSI DAN USAHA REASURANSI DENGAN PRINSIP SYARIAH. |
||||
Pasal I |
||||||
Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 11/PMK.010/2011 tentang Kesehatan Keuangan Usaha Asuransi Dan Usaha Reasuransi Dengan Prinsip Syariah, diubah sebagai berikut: |
||||||
1. |
Ketentuan huruf c, huruf d, huruf f, dan huruf g Pasal 6 diubah, sehingga Pasal 6 berbunyi sebagai berikut: |
|||||
Pasal 6 |
||||||
Penilaian atas Kekayaan Yang Diperkenankan dalam bentuk investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) adalah sebagai berikut: |
||||||
a. |
deposito pada Bank, berdasarkan nilai nominal; |
|||||
b. |
saham syariah, berdasarkan nilai pasar dengan menggunakan informasi harga perdagangan terakhir di bursa efek; |
|||||
c. |
sukuk atau obligasi syariah, berdasarkan nilai pasar wajar yang ditetapkan oleh lembaga penilaian harga efek yang telah memperoleh izin dari Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan atau lembaga penilaian harga efek yang telah diakui secara internasional; |
|||||
d. |
Surat Berharga Syariah Negara, berdasarkan nilai pasar wajar yang ditetapkan oleh lembaga penilaian harga efek yang telah memperoleh izin dari Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan atau lembaga penilaian harga efek yang telah diakui secara internasional; |
|||||
e. |
surat berharga syariah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia, berdasarkan nilai pasar; |
|||||
f. |
surat berharga syariah yang diterbitkan oleh negara selain Negara Republik Indonesia, berdasarkan nilai pasar yang ditetapkan oleh lembaga penilaian harga efek yang telah diakui secara internasional; |
|||||
g. |
surat berharga syariah yang diterbitkan oleh lembaga multinasional yang Negara Republik Indonesia menjadi salah satu anggota atau pemegang sahamnya, berdasarkan nilai pasar yang ditetapkan oleh lembaga penilaian harga efek yang telah diakui secara internasional; |
|||||
h. |
reksa dana syariah, berdasarkan nilai aktiva bersih; |
|||||
i. |
efek beragun aset syariah yang diterbitkan berdasarkan kontrak investasi kolektif efek beragun aset syariah yang telah mendapat pernyataan efektif dari Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan, berdasarkan nilai pasar; |
|||||
j. |
pembiayaan melalui mekanisme kerjasama dengan pihak lain dalam bentuk pembelian pembiayaan (refinancing) syariah, berdasarkan nilai sisa pembiayaan setelah dikurangi penyisihan untuk pembiayaan tak tertagih (net performing loan); dan |
|||||
k. |
emas murni, berdasarkan nilai pasar. |
|||||
2. |
Di antara ayat (2) dan ayat (3) Pasal 18 disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (2a), sehingga Pasal 18 berbunyi sebagai berikut: |
|||||
Pasal 18 |
||||||
(1) |
Kewajiban dalam bentuk penyisihan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 meliputi: |
|||||
a. |
penyisihan kontribusi untuk produk-produk yang berjangka waktu lebih dari 1 (satu) tahun yang syarat dan kondisi polisnya tidak dapat dinegosiasikan kembali pada setiap ulang tahun polis; |
|||||
b. |
penyisihan kontribusi yang belum menjadi pendapatan atau hak untuk produk-produk yang berjangka waktu sampai dengan 1 (satu) tahun atau berjangka waktu lebih dari 1 (satu) tahun yang syarat dan kondisi polisnya dapat dinegosiasikan kembali pada setiap ulang tahun polis; dan |
|||||
c. |
penyisihan klaim. |
|||||
(2) |
Pembentukan penyisihan kontribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a wajib memperhitungkan seluruh penerimaan dan pengeluaran yang dapat terjadi di masa yang akan datang dengan menggunakan asumsi estimasi sentral ditambah dengan marjin risiko. |
|||||
(2a) |
Pembentukan penyisihan kontribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mulai diberlakukan untuk laporan keuangan tahunan yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2014. |
|||||
(3) |
Pembentukan penyisihan kontribusi yang belum menjadi pendapatan atau hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b wajib dihitung berdasarkan Kontribusi Neto sesuai dengan proporsi jumlah hari sampai dengan polis berakhir (proporsional harian). |
|||||
(4) |
Pembentukan penyisihan kontribusi yang belum menjadi pendapatan atau hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, untuk polis kumpulan yang tidak dapat diketahui rincian berlakunya pertanggungan untuk setiap anggota kumpulan, dapat dihitung berdasarkan Kontribusi Neto sesuai dengan proporsi jumlah bulan sampai dengan polis berakhir (proporsional bulanan). |
|||||
(5) |
Penyisihan klaim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi: |
|||||
a. |
klaim yang masih dalam proses penyelesaian, dihitung berdasarkan estimasi yang wajar atas klaim yang sudah terjadi dan sudah dilaporkan tetapi masih dalam proses penyelesaian, berikut biaya jasa penilai kerugian asuransi, dikurangi dengan beban klaim yang akan menjadi bagian reasuradur; dan |
|||||
b. |
klaim yang sudah terjadi tetapi belum dilaporkan (Incurred But Not Reported atau IBNR), dihitung berdasarkan estimasi yang wajar atas klaim yang sudah terjadi tetapi belum dilaporkan dengan menggunakan metode rasio klaim atau salah satu dari metode segitiga (triangle method), berikut biaya jasa penilai kerugian asuransi, dikurangi dengan beban klaim yang akan menjadi bagian reasuradur. |
|||||
(6) |
Penggunaan metode perhitungan penyisihan klaim yang sudah terjadi tetapi belum dilaporkan (IBNR) sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b wajib dilakukan secara konsisten. |
|||||
(7) |
Pedoman mengenai pembentukan penyisihan kontribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan metode perhitungan penyisihan klaim sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b diatur dengan Peraturan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan. |
|||||
3. |
Ketentuan ayat (1) dan ayat (2) Pasal 30 diubah, sehingga Pasal 30 berbunyi sebagai berikut: |
|||||
Pasal 30 |
||||||
(1) |
Pembatasan atas Kekayaan Yang Tersedia Untuk Qardh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 adalah sebagai berikut: |
|||||
a. |
saham syariah, paling tinggi 40% (empat puluh per seratus) dari total Kekayaan Yang Tersedia Untuk Qardh; |
|||||
b. |
sukuk atau obligasi syariah, paling tinggi 40% (empat puluh per seratus) dari total Kekayaan Yang Tersedia Untuk Qardh; |
|||||
c. |
reksa dana syariah, paling tinggi 40% (empat puluh per seratus) dari total Kekayaan Yang Tersedia Untuk Qardh; dan |
|||||
d. |
emas murni, paling tinggi 20% (dua puluh per seratus) dari total Kekayaan Yang Tersedia Untuk Qardh. |
|||||
(2) |
Kekayaan Yang Tersedia Untuk Qardh yang ditempatkan pada satu pihak, paling tinggi 20% (dua puluh per seratus) dari total Kekayaan Yang Tersedia Untuk Qardh, kecuali penempatan pada kas dan bank, Surat Berharga Syariah Negara, dan surat berharga syariah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia. |
|||||
(3) |
Pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2). |
|||||
4. |
Ketentuan Pasal 32 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut: |
|||||
Pasal 32 |
||||||
(1) |
Kekayaan Dana Investasi Peserta yang ditempatkan dalam bentuk investasi wajib ditempatkan dalam jenis investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5. |
|||||
(2) |
Kekayaan Dana Investasi Peserta yang ditempatkan dalam bentuk bukan investasi wajib ditempatkan dalam jenis: |
|||||
a. |
kas dan bank; |
|||||
b. |
tagihan investasi; dan/atau |
|||||
c. |
tagihan hasil investasi. |
|||||
5. |
Ketentuan ayat (2) Pasal 50 diubah, sehingga Pasal 50 berbunyi sebagai berikut: |
|||||
Pasal 50 |
||||||
(1) |
Perusahaan dilarang membayar dividen kepada pemegang saham apabila mengakibatkan: |
|||||
a. |
Perusahaan tidak memiliki kemampuan untuk menyediakan Kekayaan Yang Tersedia Untuk Qardh; dan/atau |
|||||
b. |
berkurangnya jumlah modal atau jumlah modal kerja disetor di bawah ketentuan yang dipersyaratkan. |
|||||
(2) |
Perusahaan dilarang melakukan segala bentuk pengalihan kekayaan Dana Tabarru’ dan Dana Investasi Peserta kepada Perusahaan dan/atau pihak lain tanpa terlebih dahulu memperoleh persetujuan dari Menteri. |
|||||
(3) |
Perusahaan dilarang menjaminkan kekayaan Dana Tabarru’ dan Dana Investasi Peserta kepada pihak lain. |
|||||
6. |
Ketentuan ayat (1) dan ayat (2) huruf b Pasal 51 diubah, sehingga Pasal 51 berbunyi sebagai berikut: |
|||||
Pasal 51 |
||||||
(1) |
Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 4 ayat (2), Pasal 18 ayat (2), Pasal 18 ayat (3), Pasal 18 ayat (6), Pasal 20 ayat (1), Pasal 20 ayat (2), Pasal 20 ayat (8), Pasal 21 ayat (2), Pasal 22 ayat (1), Pasal 22 ayat (2), Pasal 23 ayat (2), Pasal 24 ayat (1), Pasal 24 ayat (2), Pasal 25 ayat (1), Pasal 25 ayat (3), Pasal 26, Pasal 31 ayat (1), Pasal 32, Pasal 33 ayat (3), Pasal 33 ayat (5), Pasal 34, Pasal 35, Pasal 36 ayat (2), Pasal 36 ayat (4), Pasal 37 ayat (1), Pasal 38 ayat (1), Pasal 38 ayat (2), Pasal 39 ayat (3), Pasal 39 ayat (4), Pasal 40 ayat (1), Pasal 40 ayat (2), Pasal 40 ayat (3), Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, Pasal 45 ayat (1), Pasal 45 ayat (2), Pasal 46 ayat (1), Pasal 46 ayat (3), Pasal 47, Pasal 48, Pasal 49 ayat (1), Pasal 49 ayat (5), Pasal 49 ayat (8), Pasal 49 ayat (9), Pasal 50, dan Pasal 53 Peraturan Menteri ini dikategorikan sebagai pelanggaran kesehatan keuangan, penyampaian laporan, pengumuman neraca dan perhitungan laba rugi dan dikenakan sanksi administratif. |
|||||
(2) |
Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa: |
|||||
a. |
peringatan; |
|||||
b. |
pembatasan kegiatan usaha; dan/atau |
|||||
c. |
pencabutan izin usaha. |
|||||
(3) |
Tata cara dan waktu pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai ketentuan mengenai sanksi sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2008. |
|||||
7. |
Ketentuan Pasal 53 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut: |
|||||
Pasal 53 |
||||||
Perusahaan yang telah memperoleh izin usaha sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, wajib melakukan penyesuaian terhadap ketentuan mengenai Kekayaan Dana Investasi Peserta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 paling lama 6 (enam) bulan sejak Peraturan Menteri ini mulai berlaku. |
||||||
Pasal II |
||||||
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. |
||||||
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. |
||||||
Ditetapkan di Jakarta |
||||||
pada tanggal 26 Desember 2012 |
||||||
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, |
||||||
ttd. |
||||||
AGUS D.W. MARTOWARDOJO |
||||||
Diundangkan di Jakarta |
||||||
pada tanggal 26 Desember 2012 |
||||||
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, |
||||||
ttd. |
||||||
AMIR SYAMSUDIN |
||||||
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2012 NOMOR 1323 |