KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : 124/KMK.05/1999

TENTANG

PENETAPAN TARIF CUKAI DAN HARGA DASAR HASIL TEMBAKAU

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal 5 dan Pasal 6 Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai ketentuan tentang besarnya tarif cukai dan penetapan Harga Dasar diatur lebih lanjut oleh Menteri Keuangan;
b. bahwa sehubungan dengan perkembangan industri hasil tembakau dewasa ini dipandang perlu adanya unifikasi dan simplikasi sistem pengenaan tarif cukai hasil tembakau yang lebih adil bagi semua golongan pabrik yang dapat mengakomodasikan kepentingan Pengusaha Pabrik Hasil Tembakau dan pengamanan pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang cukai;
c. bahwa untuk menjamin kelangsungan hidup industri hasil tembakau guna pengamanan penerimaan negara, perlindungan usaha kecil, penciptaan tenaga kerja, untuk menciptakan persaingan yang sehat antar golongan pabrik, serta untuk melaksanakan hal sebagaimana dimaksud pada huruf b dipandang perlu untuk dilakukan peraturan kembali; Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 118/KMK.05/1998 tanggal 27 Februari 1998 tentang Penetapan Tarif Cukai Dan Harga Dasar Hasil Tembakau;
Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3612);
2. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3613);

M E M U T U S K A N :

Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENETAPAN TARIF CUKAI DAN HARGA DASAR HASIL TEMBAKAU.
BAB I
Ketentuan Umum

Pasal 1

Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan :

1. Undang-undang adalah Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 Tentang Cukai (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3613);
2. Direktur Jenderal, Pengusaha Pabrik, Sigaret, Sigaret Putih Mesin (SPM), Sigaret Kretek Mesin (SKM), Sigaret Kretek Tangan (SKT) atau Sigaret Kretek Yang Dibuat Dengan Cara Lain Daripada Mesin, Sigaret Kelembak Kemenyan (KLM), Rokok Klobot (KLB), Cerutu (CRT), Tembakau Iris (TIS), Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL), dan Dokumen Cukai adalah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang.
3. Sigaret Mesin (SM) adalah SPM dan SKM.
4. Sigaret Non Mesin (SNM) adalah sigaret putih dan kretek, termasuk Rokok Klobot (KLB), yang dalam proses pembuatannya sejak dari pelintingan sampai dengan pengemasannya, tidak menggunakan mesin.
5. Importir adalah orang yang memiliki izin berupa NPPBKC untuk melakukan impor hasil tembakau.
6. Harga Jual Eceran (HJE) adalah harga penyerahan pedagangan eceran kepada konsumen terakhir yang di dalamnya sudah termasuk cukai, yang wajib tertera pada pita cukai.
7. Harga Jual Eceran Minimum adalah HJE serendah-rendahnya yang ditetapkan atas hasil tembakau produksi Golongan Pengusaha Pabrik pada tarif tertentu.
8. Harga Jual Eceran Maksimum adalah HJE setinggi-tingginya yang ditetapkan atas hasil tembakau produksi Golongan Pengusaha Pabrik pada tarif tertentu.
9. Pengusaha Tempat Penjualan Eceran (TPE) adalah orang yang mengusahakan tempat untuk menjual secara eceran hasil tembakau kepada konsumen akhir, yang meliputi tempat-tempat antara lain distributor, agen, super market, atau tempat dagang lainnya (tidak termasuk pedagang kaki lima atau pegadang asongan).
10. Pedagang kaki lima atau Pedagang Asongan (PKL) adalah pedagang yang menjual secara eceran hasil tembakau dengan menggunakan tempat atau bangunan yang bersifat tidak permanen dan sewaktu-waktu dapat berpindah tempat.
11. Harga Transaksi Pasar adalah harga transaksi hasil tembakau yang terjadi antara Pengusaha Pabrik atau Importir dengan distributor, agen, Pengusaha TPE, pedagang kaki lima, atau pihak pembeli lainnya.
12. Harga Transaksi Pasar adalah harga transaksi hasil tembakau yang terjadi antara Pengusaha Tempat Penjualan Eceran dengan konsumen.
13. Produksi Pabrik adalah produksi masing-masing jenis hasil tembakau yang dihitung berdasarkan dokumen cukai pemesanan pita cukai.
14. Batasan Produksi Tahun Takwim adalah batasan jumlah produksi masing-masing jenis hasil tembakau yang berada dalam satu Golongan Pengusaha Pabrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 Keputusan ini, yang dihitung berdasarkan dokumen cukai pemesanan pita cukai yang diajukan oleh Pengusaha Pabrik yang bersangkutan, yang memiliki satu atau lebih Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC), dalam satu tahun takwim sebelumnya.

Pasal 2

(1) Perhitungan cukai hasil tembakau yang harus dilunasi dilakukan berdasarkan hasil perkalian tarif cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dengan Harga Dasar.
(2) Harga Dasar yang digunakan adalah Harga Jual Eceran.
BAB. II
Penggolongan Pengusaha Pabrik, Tarif Cukai,
Dan Harga Jual Eceran

Pasal 3

(1) Pengusaha Pabrik hasil tembakau dikelompokkan ke dalam Golongan Pengusaha Pabrik berdasarkan Produksi Pabrik dan Batasan Produksi Tahun Takwim sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I Keputusan ini.
(2) Penyesuaian kenaikan Golongan Pengusaha Pabrik selain Golongan Pengusaha Pabrik Kecil Sekali wajib dilakukan pada setiap awal tahun anggaran, dalam hal Batasan Produksi Tahun Takwim telah dilampaui.
(3) Penyesuaian kenaikan Golongan Pengusaha Pabrik Kecil Sekali wajib dilakukan pada saat Produksi Pabrik telah melampaui Batasan Produksi Tahun Takwim atau dalam hal Harga Jual Eceran telah melampaui Batasan Harga Jual Eceran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5.
(4) Penurunan Golongan Pengusaha Pabrik diizinkan pada setiap awal tahun takwim.
(5) Penurunan Golongan Pengusaha Pabrik sebagaimana dimaksud pada ayat (4) hanya diberikan untuk satu tingkat lebih rendah dari Golongan Pengusaha Pabrik sebelumnya.

Pasal 4

(1) Golongan Pengusaha Pabrik Kecil Sekali diberi fasilitas sebagai Pengusaha Tidak Kena Pajak dan atas produksi hasil tembakaunya tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
(2) Fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bila Produksi Pabrik dalam tahun takwim yang sedang berjalan telah melampaui Batasan Produksi Tahun Takwim atau bila Harga Jual Eceran produksi hasil tembakaunya telah melampaui Batasan Harga Jual Eceran yang ditetapkan.  
(3) Dalam hal sebagaimana dimaksud pada ayat (2), kepada Pengusaha Pabrik yang bersangkutan dapat dilakukan penagihan dan/atau pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan cukainya, terhitung sejak Batasan Produksi Tahun Takwim atau Batasan Harga Jual Eceran dilampaui.

Pasal 5

(1) Tarif cukai masing-masing jenis hasil tembakau ditetapkan berdasarkan Golongan Pengusaha Pabrik dan Batasan Harga Jual Eceran sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II Keputusan ini.
(2) Tarif cukai untuk hasil tembakau impor ditetapkan berdasarkan tarif cukai dan Batasan Jual Eceran sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III Keputusan ini.
(3) Dalam hal Harga Jual Eceran suatu merek hasil tembakau lebih tinggi dari Batasan Harga Jual Eceran dari Golongan Pengusaha Pabrik yang bersangkutan, maka terhadap merek hasil tembakau tersebut diberlakukan tarif cukai sesuai dengan Golongan Pengusaha Pabrik dari Batasan Harga Jual Eceran yang lebih tinggi.

Pasal 6

(1) Pengusaha Pabrik tidak diizinkan melakukan penurunan Harga Jual Eceran atas suatu merek hasil tembakau yang telah dilakukan pemesanan pita cukainya, kecuali dalam hal telah terjadi penurunan Golongan Pengusaha Pabrik dari Batasan Harga Jual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.
(2) Harga Jual Eceran merek baru suatu hasil tembakau dapat lebih rendah dari Harga Jual Eceran yang telah dimiliki Pengusaha Pabrik, sepanjang tidak lebih rendah dari Batasan Harga Jual Eceran Minimum yang ditetapkan atas Golongan Pengusaha Pabrik yang bersangkutan.

Pasal 7

(1) Harga Jual Eceran ditetapkan oleh Direktur Jenderal berdasarkan dokumen cukai Kalkulasi Harga Jual Eceran yang diajukan oleh Pengusaha Pabrik atau Importir.
(2) Bentuk contoh dokumen cukai Kalkulasi Harga Jual Eceran ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
(3) Harga Transaksi Pabrik ditetapkan dalam jumlah yang tidak melebihi 90% (sembilan puluh persen) dari Harga Jual Eceran.
(4) Dalam hal dari hasil pemeriksaan dan/atau audit kedapatan Harga Transaksi Pabrik melebihi 90% (sembilan puluh persen) dari Harga Jual Eceran, maka kepada Pengusaha Pabrik atau Importir dilakukan penagihan atas kekurangan pembayaran cukai, yang dihitung berdasarkan selisih Harga Jual Eceran yang terjadi akibat tidak dipenuhinya ketentuan pada ayat (3).

Pasal 8

(1) Dalam hal Harga Transaksi Pasar telah melampaui Harga Jual Eceran, maka Pengusaha Pabrik atau Importir wajib melakukan penyesuaian dengan mengajukan dokumen cukai Kalkulasi Harga Jual Eceran yang baru, yang telah disesuaikan dengan Harga Transaksi Pasar tersebut, untuk mendapatkan penetapan Harga Jual Eceran dari Direktur Jenderal.
(2) Dalam hal dari hasil pemantauan Pejabat Bea dan Cukai kedapatan Harga Transaksi Pasar telah melampaui Harga Jual Eceran, Direktur Jenderal dapat memberitahukan hal tersebut kepada Pengusaha Pabrik atau Importir yang bersangkutan.
(3) Bila dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Pengusaha Pabrik atau Importir tidak memberikan sanggahan atau mengajukan dokumen cukai Kalkulasi Harga Jual Eceran yang baru, maka Direktur Jenderal dapat melakukan penetapan penyesuaian Hartga Jual Eceran hasil tembakau yang bersangkutan berdasarkan perhitungan kalkulasi Harga Jual Eceran yang dilakukannya.
BAB III
Lain-Lain

Pasal 9

Khusus kepada Golongan Pengusaha Pabrik Besar diberikan masa transisi untuk melakukan penyesuaian Harga Jual Eceran Sigaret Putih Mesin yang lama ke Harga Jual Eceran yang baru, sesuai dengan Batasan Harga Jual Eceran Minimum yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalamPasal 5, sebagai berikut :

1. Tahap Pertama, berlaku terhitung sejak dari tanggal 1 April 1999, dengan penyesuaian Harga Jual Eceran menjadi sebesar 60% (enam puluh persen) dari Harga Jual Eceran yang baru.
2. Tahap Kedua, berlaku terhitung sejak dari tanggal 1 April 2000, dengan penyesuaian penuh menjadi sebesar Harga Jual Eceran yang baru.

Pasal 10

Khusus kepada Golongan Pengusaha Pabrik Menengah dan Golongan Pengusaha Pabrik Kecil diberikan masa transisi untuk melakukan penyesuaian Harga Jual Eceran yang baru, sesuai dengan Batasan Harga Jual Eceran Minimum yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, sebagai berikut :

1. Tahap Pertama, berlaku terhitung sejak dari tanggal 1 April 1999, dengan penyesuaian Harga Jual Eceran menjadi sebesar 45% (empat puluh lima persen) dari Harga Jual Eceran yang baru.
2. Tahap Kedua, berlaku terhitung sejak dari tanggal 1 April 2000, dengan penyesuaian Harga Jual Eceran menjadi sebesar 70% (tujuh puluh persen) dari Harga Jual Eceran yang baru.
3. Tahap Ketiga, berlaku terhitung sejak dari tanggal 1 April 2001, dengan penyesuaian penuh menjadi sebesar Harga Jual Eceran yang baru.
BAB IV
Penutup

Pasal 11

Direktur Jenderal diberi wewenang untuk menetapkan Harga Jual Eceran Hasil Tembakau yang diberikan cuma-cuma kepada karyawan Pabrik dan pihak ketiga.

Pasal 12

Direktur Jenderal mengawasi dan mengatur lebih lanjut tata cara dan persyaratan dalam rangka pelaksanaanKeputusan ini.

Pasal 13

Dengan berlakunya Keputusan ini, Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : 118/KMK.05/1998 tanggal 27 Februari 1998 dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 14

Keputusan ini mulai berlaku terhitung sejak dari tanggal 1 April 1999.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Keputusan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

              Ditetapkan di Jakarta
              pada tanggal 31 Maret 1999
              Menteri Keuangan,
              ttd.
              Bambang Subianto.