MENTERI KEUANGAN

REPUBLIK INDONESIA

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN

NOMOR 25/PMK.02/2007

 

TENTANG


TATA CARA PENYEDIAAN, PENGHITUNGAN DAN PEMBAYARAN SUBSIDI
BAHAN BAKAR MINYAK JENIS BAHAN BAKAR MINYAK TERTENTU
TAHUN ANGGARAN 2007


MENTERI KEUANGAN,

 

Menimbang

:

a.

bahwa dalam rangka pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2007, dianggarkan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) yang bertujuan untuk meringankan beban masyarakat;

 

 

b.

bahwa untuk memperlancar pembayaran subsidi BBM Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu diperlukan tata -cara penyediaan, penghitungan dan pembayarannya;

 

 

c.

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Penyediaan, Penghitungan dan Pembayaran Subsidi Bahan Bakar Minyak Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu Tahun Anggaran 2007;

Mengingat

:

1.

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 136; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4152);

 

 

2.

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);

 

 

3.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);

 

 

4.

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2006 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 94; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4662);

 

 

5.

Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 124, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4436);

 

 

6.

Peraturan Presiden Nomor 55 tahun 2005 tentang Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak Dalam Negeri sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2006;

 

 

7.

Peraturan Presiden Nomor 71 tahun 2005 tentang Penyediaan dan Pendistribusian Jenis Bahan bakar Minyak Tertentu;

 

 

8.

Keputusan Presiden Nomor 42 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 73; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4214) sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 72 Tahun 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 92; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4418);

 

 

9.

Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005;

 

 

10.

Keputusan Menteri Keuangan Nomor 153/KMK.012/1982 tentang Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar Amerika Yang Berlaku Bagi Perusahaan-Perusahaan Minyak Dan Gas Bumi;

 

 

11.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 08/PMK.02/2005 tentang Pengelolaan Bagian Anggaran Pembiayaan dan Perhitungan;

 

 

12.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 13/PMK.06/2005 tentang Bagan Perkiraan Standar;

 

 

13.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 134/PMK.06/2005 tentang Pedoman Pembayaran dalam Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;

 

 

14.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 102/PMK.06/2006 tentang Petunjuk Penyusunan, Penelaahan, Pengesahan dan Revisi Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Tahun Anggaran 2007;

 

 

15.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 115/PMK.06/2006 tentang Penetapan Rekening Kas Umum Negara;

 

 

MEMUTUSKAN :

Menetapkan

:

PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PENYEDIAAN, PENGHITUNGAN DAN PEMBAYARAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK JENIS BAHAN BAKAR MINYAK TERTENTU TAHUN ANGGARAN 2007.

 

Pasal 1

 

 

Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini, yang dimaksud dengan :

 

 

1.

Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu yang selanjutnya disebut Jenis BBM Tertentu adalah bahan bakar yang berasal dan/atau diolah dari Minyak Bumi dengan jenis, standar dan mutu (spesifikasi), harga, volume, dan konsumen tertentu.

 

 

2.

Mid Oil Platt's Singapore yang selanjutnya disebut MOPS adalah harga transaksi jual beli pada bursa minyak di Singapura.

 

 

3.

Harga patokan adalah harga yang dihitung setiap bulan berdasarkan MOPS rata-rata pada periode satu bulan sebelumnya ditambah biaya distribusi dan margin.

 

 

4.

Badan Usaha adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang menjalankan jenis usaha bersifat tetap, terus-menerus dan didirikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan serta bekerja dengan berkedudukan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang mendapat penugasan dari Pemerintah untuk melaksanakan kegiatan penyediaan dan pendistribusian Jenis BBM Tertentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

 

Pasal 2

 

 

(1)

Subsidi Jenis BBM Tertentu dihitung berdasarkan perkalian antara subsidi Jenis BBM Tertentu per liter dengan volume Jenis BBM Tertentu yang diserahkan kepada konsumen Jenis BBM Tertentu pada titik serah yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

 

 

(2)

Subsidi Jenis BBM Tertentu per liter merupakan pengeluaran negara yang dihitung dari selisih kurang antara harga jual eceran per liter Jenis BBM Tertentu setelah dikurangi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB), dengan harga patokan per liter Jenis BBM Tertentu.

 

 

(3)

Harga Jual Eceran per liter Jenis BBM Tertentu merupakan harga jual eceran per liter Jenis BBM Tertentu dalam negeri yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

 

 

(4)

Harga patokan per liter Jenis BBM Tertentu ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

Pasal 3

 

 

(1)

Jenis BBM Tertentu yang dapat diberikan subsidi terdiri dari Jenis BBM Tertentu sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

 

(2)

Subsidi Jenis BBM Tertentu diberikan kepada konsumen Jenis BBM Tertentu sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

 

(3)

Pemberian subsidi Jenis BBM Tertentu kepada konsumen Jenis BBM Tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan Pemerintah melalui Badan Usaha.

 

Pasal 4

 

 

(1)

Direktur Jenderal Anggaran menerbitkan Surat Penetapan Satuan Anggaran Per Satuan Kerja (SP-SAPSK) atas belanja subsidi Jenis BBM Tertentu yang besarnya mengacu pada jumlah pagu subsidi Jenis BBM Tertentu yang tersedia dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2007 atau APBN-Perubahan Tahun Anggaran 2007.

 

 

(2)

Berdasarkan SP-SAPSK sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Anggaran selaku Kuasa Pengguna Anggaran menerbitkan konsep Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA).

 

 

(3)

Berdasarkan SP-SAPSK dan konsep DIPA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2), Direktur Jenderal Perbendaharaan menerbitkan Surat Pengesahan DIPA.

 

 

(4)

DIPA yang telah mendapat pengesahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan pagu tertinggi dan sebagai dasar pelaksanaan pembayaran subsidi Jenis BBM Tertentu.

 

 

(5)

Dalam hal pagu DIPA atas belanja subsidi Jenis BBM Tertentu dalam satu tahun anggaran tidak mencukupi dari yang ditetapkan dalam APBN Tahun Anggaran 2007 atau APBN Perubahan Tahun Anggaran 2007, SP-SAPSK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan DIPA sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat direvisi setelah mendapat persetujuan Menteri Keuangan.

 

Pasal 5

 

 

Berdasarkan DIPA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Direktur Jenderal Anggaran selaku Kuasa Pengguna Anggaran menunjuk :

 

 

a.

Pejabat yang diberi wewenang untuk melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja subsidi Jenis BBM Tertentu.

 

 

b.

Pejabat yang diberi wewenang untuk melakukan pengujian terhadap permintaan pembayaran dan menandatangani Surat Perintah Membayar (SPM) untuk pembayaran subsidi Jenis BBM Tertentu.

 

Pasal 6

 

 

(1)

Berdasarkan surat penugasan Pemerintah kepada Badan Usaha untuk menyediakan dan mendistribusikan Jenis BBM Tertentu, Direksi Badan Usaha setiap bulan mengajukan permintaan pembayaran subsidi Jenis BBM Tertentu kepada Menteri Keuangan cq. Direktur Jenderal Anggaran dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan.

 

 

(2)

Permintaan pembayaran subsidi Jenis BBM Tertentu untuk suatu bulan dapat disampaikan pada tanggal 1 bulan berikutnya.

 

 

(3)

Permintaan pembayaran subsidi Jenis BBM Tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib disertai dengan data pendukung bulan bersangkutan secara lengkap yang terdiri dari :

 

 

 

a.

Volume penjualan per Jenis BBM Tertentu di dalam negeri yang sekurang-kurangnya memuat :

 

 

 

 

1)

volume penyerahan produk Jenis BBM Tertentu kepada konsumen pengguna; dan

 

 

 

 

2)

volume penyerahan produk Jenis BBM Tertentu berdasarkan wilayah distribusi niaga;

 

 

 

b.

MOPS;

 

 

 

c.

Perhitungan jumlah subsidi Jenis BBM Tertentu berdasarkan data sebagaimana dimaksud pada huruf a dan b.

 

Pasal 7

 

 

(1)

Berdasarkan permintaan pembayaran subsidi Jenis BBM Tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Direktorat Jenderal Anggaran cq. Direktorat Penerimaan Negara Bukan Pajak melakukan penelitian dan verifikasi atas data pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3).

 

 

(2)

Dalam rangka penelitian dan verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), apabila diperlukan Direktorat Jenderal Anggaran cq. Direktorat Penerimaan Negara Bukan Pajak dapat meminta data pendukung lainnya yang berkaitan dengan penghitungan subsidi Jenis BBM Tertentu kepada Badan Usaha.

 

 

(3)

Dalam hal data yang disampaikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) dianggap kurang lengkap, Direktorat Jenderal Anggaran cq. Direktorat Penerimaan Negara Bukan Pajak dapat melakukan penelitian langsung ke unit sumber data.

 

 

(4)

Dalam melakukan penelitian dan verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktorat Jenderal Anggaran cq. Direktorat Penerimaan Negara Bukan Pajak dapat membentuk tim.

 

Pasal 8

 

 

Jumlah Subsidi Jenis BBM Tertentu yang dapat dibayar untuk setiap bulannya kepada Badan Usaha paling tinggi 95% (sembilan puluh lima persen) dari hasil perhitungan verifikasi.

 

Pasal 9

 

 

(1)

Berdasarkan hasil penelitian dan verifikasi atas permintaan pembayaran subsidi Jenis BBM Tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dan jumlah subsidi Jenis BBM Tertentu yang dapat dibayarkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pejabat yang diberi wewenang untuk melakukan pengujian terhadap permintaan pembayaran dan menandatangani SPM untuk pembayaran subsidi Jenis BBM Tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, menerbitkan dan menyampaikan SPM kepada Direktur Pengelolaan Kas Negara selaku Kuasa Bendahara Umum Negara sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

 

(2)

Berdasarkan SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Pengelolaan Kas Negara menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D).

 

 

(3)

Tata cara pencairan dana subsidi Jenis BBM Tertentu dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

Pasal 10

 

 

(1)

Koreksi terhadap jumlah subsidi jenis BBM Tertentu yang telah dibayar kepada Badan Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dilakukan secara triwulanan.

 

 

(2)

Untuk pelaksanaan koreksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Badan Usaha wajib menyampaikan permintaan subsidi Jenis BBM Tertentu secara triwulanan disertai dengan data pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) kepada Menteri Keuangan cq. Direktur Jenderal Anggaran dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan.

 

 

(3)

Berdasarkan perhitungan subsidi Jenis BBM Tertentu secara triwulanan yang disampaikan oleh Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktorat Jenderal Anggaran cq. Direktorat Penerimaan Negara Bukan Pajak melakukan penelitian dan verifikasi.

 

 

(4)

Hasil penelitian dan verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), digunakan sebagai dasar koreksi pembayaran subsidi Jenis BBM Tertentu.

 

 

(5)

Koreksi pembayaran subsidi Jenis BBM Tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dilakukan setelah terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dari Menteri Keuangan cq. Direktur Jenderal Anggaran.

 

 

(6)

Koreksi pembayaran subsidi Jenis BBM Tertentu sebagaimana pada ayat (5), diperhitungkan pada pembayaran subsidi Jenis BBM Tertentu bulan berikutnya.

 

 

(7)

Pembayaran subsidi Jenis BBM Tertentu berdasarkan perhitungan subsidi Jenis BBM Tertentu yang telah dikoreksi sebagaimana dimaksud pada ayat (5), merupakan pembayaran 100% (seratus persen).

 

 

(8)

Pembayaran atas koreksi pembayaran subsidi Jenis BBM Tertentu yang diperhitungkan dengan pembayaran subsidi Jenis BBM Tertentu bulan berikutnya sebagaimana dimaksud pada ayat (6), dilakukan dengan mekanisme pembayaran subsidi Jenis BBM Tertentu sebagaimana diatur dalam Pasal 9.

 

Pasal 11

 

 

(1)

Subsidi Jenis BBM Tertentu yang belum dapat dibayarkan sampai dengan akhir Desember 2007, ditempatkan pada Rekening Cadangan Subsidi/PSO sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

 

(2)

Penempatan dana pada Rekening Cadangan Subsidi/PSO sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling tinggi sebesar sisa pagu DIPA untuk subsidi Jenis BBM Tertentu.

 

Pasal 12

 

 

(1)

Untuk Pencairan dana pada Rekening Cadangan Subsidi/PSO atas bulan yang belum ditagihkan oleh Badan Usaha, Direksi Badan Usaha menyampaikan permintaan pembayaran subsidi Jenis BBM Tertentu kepada Direktur Jenderal Anggaran cq. Direktur Penerimaan Negara Bukan Pajak dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan.

 

 

(2)

Permintaan pembayaran subsidi Jenis BBM Tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi data pendukung bulan bersangkutan secara lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3).

 

 

(3)

Permintaan pembayaran subsidi Jenis BBM Tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima oleh Direktur Jenderal Anggaran cq. Direktur Penerimaan Negara Bukan Pajak paling lambat pada tanggal 15 Januari 2008.

 

 

(4)

Berdasarkan permintaan pembayaran subsidi Jenis BBM Tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktorat Jenderal Anggaran cq. Direktorat Penerimaan Negara Bukan Pajak melakukan penelitian dan verifikasi terhadap data pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

 

 

(5)

Berdasarkan hasil penelitian dan verifikasi atas permintaan pembayaran subsidi Jenis BBM Tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Direktur Jenderal Anggaran selaku Kuasa Pengguna Anggaran memproses Surat Permintaan Pencairan dana pada Rekening Cadangan Subsidi/PSO kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan cq. Direktur Pengelolaan Kas Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

 

(6)

Pencairan dana pada Rekening Cadangan Subsidi/PSO dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

 

(7)

Dalam hal jumlah subsidi BBM Jenis Tertentu hasil penelitian dan verifikasi lebih besar dari dana yang tersedia pada Rekening Cadangan Subsidi/ PSO sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, maka jumlah yang dapat dimintakan pencairannya adalah sebesar jumlah dana pada Rekening Cadangan Subsidi/PSO.

 

 

(8)

Dalam hal jumlah subsidi BBM Jenis Tertentu hasil penelitian dan verifikasi lebih kecil dari dana yang tersedia pada Rekening Cadangan Subsidi/PSO sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, maka dana yang tersisa pada Rekening Cadangan Subsidi/PSO segera disetorkan ke Rekening Nomor 502.000000 Bendahara Umum Negara sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak.

 

Pasal 13

 

 

(1)

Pembayaran subsidi Jenis BBM Tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan Pasal 10 ayat (7) bersifat sementara.

 

 

(2)

Besarnya subsidi Jenis BBM Tertentu dalam satu tahun anggaran secara final ditetapkan berdasarkan laporan hasil audit yang disampaikan oleh auditor kepada Menteri Keuangan.

 

 

(3)

Auditor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah instansi yang berwenang melakukan audit sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

Pasal 14

 

 

(1)

Dalam hal terdapat selisih kurang pembayaran subsidi Jenis BBM Tertentu antara yang telah dibayar kepada Badan Usaha dengan hasil audit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2), jumlah selisih kurang dimaksud dapat diusulkan untuk dianggarkan dalam APBN atau. APBN-Perubahan tahun anggaran berikutnya.

 

 

(2)

Dalam hal terdapat penerimaan negara yang berasal dari Pendapatan Bersih Hasil Penjualan BBM, Badan Usaha wajib menyetor Pendapatan Bersih Hasil Penjualan BBM tersebut ke Rekening Nomor 502.000000 Bendahara Umum Negara sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

 

(3)

Pendapatan Bersih Hasil Penjualan BBM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penerimaan negara yang dihitung dari selisih lebih antara harga jual eceran per liter Jenis BBM Tertentu setelah dikurangi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB), dengan harga patokan per liter Jenis BBM Tertentu dikalikan dengan volume Jenis BBM Tertentu yang diserahkan kepada konsumen Jenis BBM Tertentu pada titik serah yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

 

Pasal 15

 

 

Apabila dalam Tahun Anggaran 2008 masih dianggarkan subsidi Jenis BBM Tertentu, Peraturan Menteri Keuangan ini masih berlaku sebagai acuan dalam pembayaran subsidi Jenis BBM Tertentu Tahun Anggaran 2008 sampai dengan ditetapkannya pengganti Peraturan Menteri Keuangan ini.

 

Pasal 16

 

 

Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan dan mempunyai daya laku surut terhitung sejak tanggal 1 Januari 2007.

 

 

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

 

 

 

 

 

 

Ditetapkan di Jakarta

 

 

 

 

 

 

pada tanggal 1 Maret 2007

 

 

 

 

 

 

MENTERI KEUANGAN,

             
             
            SRI MULYANI INDRAWATI