UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 10 TAHUN 2004
TENTANG
PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang | a. | bahwa pembentukan peraturan perundang undangan merupakan salah satu syarat dalam rangka pembangunan hukum nasional yang hanya dapat terwujud apabila didukung oleh cara dan metode yang pasti, baku, dan standar yang mengikat semua lembaga yang berwenang membuat peraturan perundang undangan; | ||||
b. | bahwa untuk lebih meningkatkan koordinasi dan kelancaran proses pembentukan peraturan perundang undangan, maka negara Republik Indonesia sebagai negara yang berdasar atas hukum perlu memiliki peraturan mengenai pembentukan peraturan perundang undangan; | |||||
c. | bahwa selama ini ketentuan yang berkaitan dengan pembentukan peraturan perundang undangan terdapat dalam beberapa peraturan perundang undangan yang sudah tidak sesuai lagi dengan hukum ketatanegaraan Republik Indonesia; | |||||
d. | bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Undang Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang undangan; | |||||
Mengingat | : |
Pasal 20, Pasal 20A ayat (1), Pasal 21, dan Pasal 22A Undang Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945; |
||||
Dengan Persetujuan
Bersama dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA |
||||||
MEMUTUSKAN: |
||||||
Menetapkan | : |
UNDANG UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN. |
||||
BAB I |
||||||
Dalam Undang Undang ini yang dimaksud dengan: |
||||||
1. | Pembentukan Peraturan Perundang undangan adalah proses pembuatan Peraturan Perundang undangan yang pada dasarnya dimulai dari perencanaan, persiapan, teknik penyusunan, perumusan, pembahasan, pengesahan, pengundangan, dan penyebarluasan. | |||||
2. | Peraturan Perundang undangan adalah peraturan tertulis yang dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang dan mengikat secara umum. | |||||
3. | Undang Undang adalah Peraturan Perundang undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan persetujuan bersama Presiden. | |||||
4. | Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang adalah Peraturan Perundang undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa. | |||||
5. | Peraturan Pemerintah adalah Peraturan Perundang undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan Undang Undang sebagaimana mestinya. | |||||
6. | Peraturan Presiden adalah Peraturan Perundang undangan yang dibuat oleh Presiden. | |||||
7. | Peraturan Daerah adalah Peraturan Perundang undangan yang dibentuk oleh dewan perwakilan rakyat daerah dengan persetujuan bersama kepala daerah. | |||||
8. | Peraturan Desa/peraturan yang setingkat adalah Peraturan Perundang undangan yang dibuat oleh badan perwakilan desa atau nama lainnya bersama dengan kepala desa atau nama lainnya. | |||||
9. | Program Legislasi Nasional adalah instrumen perencanaan program pembentukan Undang Undang yang disusun secara berencana, terpadu, dan sistematis. | |||||
10. | Program Legislasi Daerah adalah instrumen perencanaan program pembentukan Peraturan Daerah yang disusun secara berencana, terpadu, dan sistematis. | |||||
11. | Pengundangan adalah penempatan Peraturan Perundang undangan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia, Berita Negara Republik Indonesia, Tambahan Berita Negara Republik Indonesia, Lembaran Daerah, atau Berita Daerah. | |||||
12. |
Materi Muatan Peraturan Perundang undangan adalah materi yang dimuat dalam
Peraturan Perundang undangan sesuai dengan jenis, fungsi, dan hierarki
Peraturan Perundang undangan. |
|||||
Pasal 2 |
||||||
Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum negara. |
||||||
Pasal 3 |
||||||
(1) | Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan hukum dasar dalam Peraturan Perundang undangan. | |||||
(2) | Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ditempatkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. | |||||
(3) |
Penempatan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam
Lembaran Negara Republik Indonesia tidak merupakan dasar pemberlakuannya. |
|||||
Pasal 4 |
||||||
Peraturan Perundang undangan yang diatur lebih lanjut dalam Undang Undang
ini meliputi Undang Undang dan Peraturan Perundang undangan di bawahnya. |
||||||
BAB II
ASAS PERATURAN
PERUNDANG UNDANGAN |
||||||
Pasal 5 |
||||||
Dalam membentuk Peraturan Perundang undangan harus berdasarkan pada asas
Pembentukan Peraturan Perundang undangan yang baik yang meliputi : |
||||||
a. | kejelasan tujuan; | |||||
b. | kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat; | |||||
c. | kesesuaian antara jenis dan materi muatan; | |||||
d. | dapat dilaksanakan; | |||||
e. | kedayagunaan dan kehasilgunaan; | |||||
f. | kejelasan rumusan; dan | |||||
g. |
keterbukaan. |
|||||
Pasal 6 |
||||||
(1) |
Materi Muatan Peraturan Perundang undangan mengandung asas : |
|||||
a. | pengayoman; | |||||
b. | kemanusiaan; | |||||
c. | kebangsaan; | |||||
d. | kekeluargaan; | |||||
e. | kenusantaraan; | |||||
f. | bhinneka tunggal ika; | |||||
g. | keadilan; | |||||
h. | kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan; | |||||
i. | ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau | |||||
j. |
keseimbangan, keserasian, dan keselarasan |
|||||
(2) |
Selain asas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Peraturan Perundang undangan
tertentu dapat berisi asas lain sesuai dengan bidang hukum Peraturan
Perundang undangan yang bersangkutan. |
|||||
Pasal 7 |
||||||
(1) |
Jenis dan hierarki Peraturan Perundang undangan adalah sebagai berikut: |
|||||
a. | Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; | |||||
b. | Undang Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang; | |||||
c. | Peraturan Pemerintah; | |||||
d. | Peraturan Presiden; | |||||
e. |
Peraturan Daerah. |
|||||
(2) |
Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e meliputi : |
|||||
a. | Peraturan Daerah provinsi dibuat oleh dewan perwakilan rakyat daerah provinsi bersama dengan gubernur; | |||||
b. | Peraturan Daerah kabupaten/kota dibuat oleh dewan perwakilan rakyat daerah kabupaten/kota bersama bupati/walikota; | |||||
c. |
Peraturan Desa/peraturan yang setingkat, dibuat oleh badan perwakilan desa
atau nama lainnya bersama dengan kepala desa atau nama lainnya. |
|||||
(3) | Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembuatan Peraturan Desa/peraturan yang setingkat diatur dengan Peraturan Daerah kabupaten/kota yang bersangkutan. | |||||
(4) | Jenis Peraturan Perundang undangan selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang undangan yang lebih tinggi. | |||||
(5) |
Kekuatan hukum Peraturan Perundang undangan adalah sesuai dengan hierarki
sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
|||||
BAB III
MATERI MUATAN |
||||||
Materi muatan yang harus diatur dengan Undang Undang berisi hal hal yang: |
||||||
a. |
mengatur lebih lanjut ketentuan Undang Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 yang meliputi: |
|||||
1. | hak hak asasi manusia; | |||||
2. | hak dan kewajiban warga negara; | |||||
3. | pelaksanaan dan penegakan kedaulatan negara serta pembagian kekuasaan negara; | |||||
4. | wilayah negara dan pembagian daerah; | |||||
5. | kewarganegaraan dan kependudukan; | |||||
6. | keuangan negara, | |||||
b. |
diperintahkan oleh suatu Undang Undang untuk diatur dengan Undang Undang. |
|||||
Pasal 9 |
||||||
Materi muatan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang sama dengan
materi muatan Undang Undang. |
||||||
Pasal 10 |
||||||
Materi muatan Peraturan Pemerintah berisi materi untuk menjalankan Undang
Undang sebagaimana mestinya. |
||||||
Pasal 11 |
||||||
Materi muatan Peraturan Presiden berisi materi yang diperintahkan oleh
Undang Undang atau materi untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah. |
||||||
Pasal 12 |
||||||
Materi muatan Peraturan Daerah adalah seluruh materi muatan dalam rangka
penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan, dan menampung kondisi
khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang undangan
yang lebih tinggi. |
||||||
Pasal 13 |
||||||
Materi muatan Peraturan Desa/yang setingkat adalah seluruh materi dalam
rangka penyelenggaraan urusan desa atau yang setingkat serta penjabaran
lebih lanjut Peraturan Perundang undangan yang lebih tinggi. |
||||||
Pasal 14 |
||||||
Materi muatan mengenai ketentuan pidana hanya dapat dimuat dalam Undang
Undang dan Peraturan Daerah. |
||||||
BAB IV PERENCANAAN PENYUSUNAN UNDANG UNDANG
Pasal 15 |
||||||
(1) |
Perencanaan penyusunan Undang Undang dilakukan dalam suatu Program Legislasi
Nasional. |
|||||
(2) |
Perencanaan penyusunan Peraturan Daerah dilakukan dalam suatu Program
Legislasi Daerah. |
|||||
Pasal 16 |
||||||
(1) |
Penyusunan Program Legislasi Nasional antara Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah dikoordinasikan oleh Dewan Perwakilan Rakyat melalui alat kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat yang khusus menangani bidang legislasi. |
|||||
(2) |
Penyusunan Program Legislasi Nasional di lingkungan Dewan Perwakilan Rakyat dikoordinasikan oleh alat kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat yang khusus menangani bidang legislasi. |
|||||
(3) |
Penyusunan Program Legislasi Nasional di lingkungan Pemerintah dikoordinasikan oleh menteri yang tugas dan tanggung jawabnya meliputi bidang Peraturan Perundang undangan. |
|||||
(4) |
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan dan pengelolaan Program
Legislasi Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Presiden. |
|||||
BAB V
PEMBENTUKAN
PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN |
||||||
Bagian Kesatu
Persiapan
Pembentukan Undang Undang |
||||||
(1) |
Rancangan undang undang baik yang berasal dari Dewan Perwakilan Rakyat, Presiden, maupun dari Dewan Perwakilan Daerah disusun berdasarkan Program Legislasi Nasional. |
|||||
(2) |
Rancangan undang undang yang diajukan oleh Dewan Perwakilan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah rancangan undang undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah. |
|||||
(3) |
Dalam keadaan tertentu, Dewan Perwakilan Rakyat atau Presiden dapat
mengajukan rancangan undang undang di luar Program Legislasi Nasional. |
|||||
Pasal 18 |
||||||
(1) |
Rancangan undang undang yang diajukan oleh Presiden disiapkan oleh menteri atau pimpinan lembaga pemerintah nondepartemen, sesuai dengan lingkup tugas dan tanggung jawabnya. |
|||||
(2) |
Pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi rancangan undang undang yang berasal dari Presiden, dikoordinasikan oleh menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang peraturan perundang undangan. |
|||||
(3) |
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara mempersiapkan rancangan undang
undang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Presiden. |
|||||
Pasal 19 |
||||||
(1) |
Rancangan undang undang yang berasal dari Dewan Perwakilan Rakyat diusulkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat. |
|||||
(2) |
Rancangan undang undang yang berasal dari Dewan Perwakilan Daerah dapat diajukan oleh Dewan Perwakilan Daerah kepada Dewan Perwakilan Rakyat. |
|||||
(3) |
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengusulan rancangan undang undang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Tata
Tertib Dewan Perwakilan Rakyat dan Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan
Daerah. |
|||||
Pasal 20 |
||||||
(1) |
Rancangan undang undang yang telah disiapkan oleh Presiden diajukan dengan surat Presiden kepada pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat. |
|||||
(2) |
Dalam surat Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditegaskan antara lain tentang menteri yang ditugasi mewakili Presiden dalam melakukan pembahasan rancangan undang undang di Dewan Perwakilan Rakyat. |
|||||
(3) |
Dewan Perwakilan Rakyat mulai membahas rancangan undang undang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam jangka waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak surat Presiden diterima. |
|||||
(4) |
Untuk keperluan pembahasan rancangan undang undang di Dewan Perwakilan
Rakyat, menteri atau pimpinan lembaga pemrakarsa memperbanyak naskah
rancangan undang undang tersebut dalam jumlah yang diperlukan. |
|||||
Pasal 21 |
||||||
(1) |
Rancangan undang undang yang telah disiapkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat disampaikan dengan Perwakilan Rakyat kepada Presiden. |
|||||
(2) |
Presiden menugasi menteri yang mewakili untuk membahas rancangan undang undang bersama Dewan Perwakilan Rakyat dalam jangka waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak surat pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat diterima. |
|||||
(3) |
Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengkoordinasikan persiapan
pembahasan dengan menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang
peraturan perundang undangan. |
|||||
Pasal 22 |
||||||
(1) |
Penyebarluasan rancangan undang undang yang berasal dari Dewan Perwakilan Rakyat dilaksanakan oleh Sekretariat Jenderal Dewan Perwakilan Rakyat. |
|||||
(2) |
Penyebarluasan rancangan undang undang yang berasal dari Presiden
dilaksanakan oleh instansi pemrakarsa. |
|||||
Pasal 23 |
||||||
Apabila dalam satu masa sidang, Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden
menyampaikan rancangan undang-undang mengenai materi yang sama, maka yang
dibahas adalah rancangan undang-undang yang disampaikan oleh Dewan
Perwakilan Rakyat, sedangkan rancangan undang-undang yang disampaikan
Presiden digunakan sebagai bahan untuk dipersandingkan. |
||||||
Bagian Kedua
Persiapan
Pembentukan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang, Peraturan
Pemerintah, dan Peraturan Presiden |
||||||
Pasal 24 |
||||||
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara mempersiapkan rancangan peraturan
pemerintah pengganti undang undang, rancangan peraturan pemerintah, dan
rancangan peraturan presiden diatur dengan Peraturan Presiden. |
||||||
Pasal 25 |
||||||
(1) |
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang harus diajukan ke Dewan Perwakilan Rakyat dalam persidangan yang berikut. |
|||||
(2) |
Pengajuan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam bentuk pengajuan rancangan undang undang tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti undang undang menjadi undang undang. |
|||||
(3) |
Dalam hal Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang ditolak Dewan Perwakilan Rakyat, maka Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang tersebut tidak berlaku. |
|||||
(4) |
Dalam hal Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang ditolak Dewan
Perwakilan Rakyat, maka Presiden mengajukan rancangan undang undang tentang
pencabutan peraturan pemerintah pengganti undang undang tersebut yang dapat
mengatur pula segala akibat dari penolakan tersebut. |
|||||
Bagian Ketiga
Persiapan
Pembentukan Peraturan Daerah |
||||||
Pasal 26 |
||||||
Rancangan peraturan daerah dapat berasal dari dewan perwakilan rakyat daerah
atau gubernur, atau bupati/walikota, masing masing sebagai kepala pemerintah
daerah provinsi, kabupaten, atau kota. |
||||||
Pasal 27 |
||||||
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara mempersiapkan rancangan peraturan
daerah yang berasal dari gubernur atau bupati/walikota diatur dengan
Peraturan Presiden. |
||||||
Pasal 28 |
||||||
(1) |
Rancangan peraturan daerah dapat disampaikan oleh anggota, komisi, gabungan komisi, atau alat kelengkapan dewan perwakilan rakyat daerah yang khusus menangani bidang legislasi. |
|||||
(2) |
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara mempersiapkan rancangan peraturan
daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Tata Tertib
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. |
|||||
Pasal 29 |
||||||
(1) |
Rancangan peraturan daerah yang telah disiapkan oleh gubernur atau bupati/walikota disampaikan dengan surat pengantar gubernur atau bupati/walikota kepada dewan perwakilan rakyat daerah oleh gubernur atau bupati/walikota. |
|||||
(2) |
Rancangan peraturan daerah yang telah disiapkan oleh dewan perwakilan rakyat
daerah disampaikan oleh pimpinan dewan perwakilan rakyat daerah kepada
gubernur atau bupati/walikota. |
|||||
Pasal 30 |
||||||
(1) |
Penyebarluasan rancangan peraturan daerah yang berasal dari dewan perwakilan rakyat daerah dilaksanakan oleh sekretariat dewan perwakilan rakyat daerah. |
|||||
(2) |
Penyebarluasan rancangan peraturan daerah yang berasal dari gubernur atau
bupati/walikota dilaksanakan oleh sekretaris daerah. |
|||||
Pasal 31 |
||||||
Apabila dalam satu masa sidang, gubernur atau bupati/walikota dan dewan
perwakilan rakyat daerah menyampaikan rancangan peraturan daerah, mengenai
materi yang sama, maka yang dibahas adalah rancangan peraturan daerah yang
disampaikan oleh dewan perwakilan rakyat daerah, sedangkan rancangan
peraturan daerah yang disampaikan oleh gubernur atau bupati/walikota
digunakan sebagai bahan untuk dipersandingkan. |
||||||
BAB VI
PEMBAHASAN DAN
PENGESAHAN RANCANGAN UNDANG UNDANG |
||||||
Bagian Kesatu |
||||||
Pasal 32 |
||||||
(1) |
Pembahasan rancangan undang undang di Dewan Perwakilan Rakyat dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat bersama Presiden atau menteri yang ditugasi. |
|||||
(2) |
Pembahasan rancangan undang undang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pus at dan daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah dilakukan dengan mengikutkan Dewan Perwakilan Daerah. |
|||||
(3) |
Keikutsertaan Dewan Perwakilan Daerah dalam pembahasan rancangan undang undang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya pada rapat komisi/panitia/alat kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat yang khusus menangani bidang legislasi. |
|||||
(4) |
Keikutsertaan Dewan Perwakilan Daerah dalam pembahasan rancangan undang undang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diwakili oleh komisi yang membidangi materi muatan rancangan undang undang yang dibahas. |
|||||
(5) |
Pembahasan bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui tingkat tingkat pembicaraan. |
|||||
(6) |
Tingkat tingkat pembicaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan dalam rapat komisi/panitia/alat kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat yang khusus menangani bidang legislasi dan rapat paripurna. |
|||||
(7) |
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembahasan rancangan undang undang
sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diatur dengan Peraturan Tata Tertib Dewan
Perwakilan Rakyat. |
|||||
Pasal 33 |
||||||
Dewan Perwakilan Rakyat memberitahukan Dewan Perwakilan Daerah akan
dimulainya pembahasan rancangan undang undang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 32 ayat (2). |
||||||
Pasal 34 |
||||||
Dewan Perwakilan Daerah memberikan pertimbangan kepada Dewan Perwakilan
Rakyat atas rancangan undang undang tentang anggaran pendapatan dan belanja
negara dan rancangan undang undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan,
dan agama. |
||||||
Pasal 35 |
||||||
(1) |
Rancangan undang undang dapat ditarik kembali sebelum dibahas bersama oleh Dewan Perwakllan Rakyat dan Presiden. |
|||||
(2) |
Rancangan undang undang yang sedang dibahas hanya dapat ditarik kembali berdasarkan persetujuan bersama Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden. |
|||||
(3) |
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penarikan kembali rancangan undang
undang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Tata
Tertib Dewan Perwakilan Rakyat. |
|||||
Pasal 36 |
||||||
(1) |
Pembahasan rancangan undang undang tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti undang undang menjadi undang undang dilaksanakan melalui mekanisme yang sama dengan pembahasan rancangan undang undang. |
|||||
(2) |
Dewan Perwakilan Rakyat hanya menerima atau menolak Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang. |
|||||
(3) |
Dalam hal rancangan undang undang mengenai penetapan peraturan pemerintah pengganti undang undang menjadi undang undang ditolak oleh Dewan Perwakilan Rakyat maka Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang tersebut dinyatakan tidak berlaku. |
|||||
(4) |
Dalam hal Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang ditolak Dewan
Perwakilan Rakyat maka Presiden mengajukan rancangan undang undang tentang
pencabutan peraturan pemerintah pengganti undang undang tersebut yang dapat
mengatur pula segala akibat dari penolakan tersebut. |
|||||
Bagian Kedua
Pengesahan |
||||||
Pasal 37 |
||||||
(1) |
Rancangan undang undang yang telah disetujui bersama oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden, disampaikan oleh pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat kepada Presiden untuk disahkan menjadi Undang Undang. |
|||||
(2) |
Penyampaian rancangan undang undang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak
tanggal persetujuan bersama. |
|||||
Pasal 38 |
||||||
(1) |
Rancangan undang undang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 disahkan oleh Presiden dengan membubuhkan tanda tangan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak rancangan undang undang tersebut disetujui bersama oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden. |
|||||
(2) |
Dalam hal rancangan undang undang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak ditandatangani oleh Presiden dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak rancangan undang undang tersebut disetujui bersama, maka rancangan undang undang tersebut sah menjadi Undang Undang dan wajib diundangkan. |
|||||
(2) |
Dalam hal sahnya rancangan undang undang sebagaimana dimaksud pada ayat (2), maka kalimat pengesahannya berbunyi: Undang Undang ini dinyatakan sah berdasarkan ketentuan Pasal 20 ayat (5) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. |
|||||
(4) |
Kalimat pengesahan yang berbunyi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus
dibubuhkan pada halaman terakhir Undang Undang sebelum Pengundangan naskah
Undang Undang ke dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. |
|||||
Pasal 39 |
||||||
(1) |
Peraturan Pemerintah ditetapkan untuk melaksanakan Undang Undang. |
|||||
(2) |
Setiap Undang Undang wajib mencantumkan batas waktu penetapan Peraturan Pemerintah dan peraturan lainnya sebagai pelaksanaan Undang Undang tersebut. |
|||||
(3) |
Penetapan Peraturan Pemerintah dan peraturan lainnya yang diperlukan dalam
penyelenggaraan pemerintahan negara tidak atas permintaan secara tegas dari
suatu Undang Undang dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2). |
|||||
BAB VII
PEMBAHASAN DAN
PENGESAHAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH |
||||||
Bagian Kesatu
Pembahasan
Rancangan Peraturan Daerah |
||||||
Pasal 40 |
||||||
(1) |
Pembahasan rancangan peraturan daerah di dewan perwakilan rakyat daerah dilakukan oleh dewan perwakilan rakyat daerah bersama gubernur atau bupati/walikota. |
|||||
(2) |
Pembahasan bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui tingkat tingkat pembicaraan. |
|||||
(3) |
Tingkat tingkat pembicaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam rapat komisi/panitia/alat kelengkapan dewan perwakilan rakyat daerah yang khusus menangani bidang legislasi dan rapat paripurna. |
|||||
(4) |
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembahasan rancangan peraturan
daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Tata
Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. |
|||||
Pasal 41 |
||||||
(1) |
Rancangan peraturan daerah dapat ditarik kembali sebelum dibahas bersama oleh dewan perwakilan rakyat daerah dan gubernur atau bupati/walikota. |
|||||
(2) |
Rancangan peraturan daerah yang sedang dibahas hanya dapat ditarik kembali berdasarkan persetujuan bersama dewan perwakilan rakyat daerah dan gubernur atau bupati/walikota. |
|||||
(3) |
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penarikan kembali rancangan
peraturan daerah diatur dengan Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah. |
|||||
Bagian Kedua
Penetapan |
||||||
Pasal 42 |
||||||
(1) |
Rancangan peraturan daerah yang telah disetujui bersama oleh dewan perwakilan rakyat daerah dan gubernur atau bupati/walikota disampaikan oleh pimpinan dewan perwakilan rakyat daerah kepada gubernur atau bupati/walikota untuk ditetapkan menjadi Peraturan Daerah. |
|||||
(2) |
Penyampaian rancangan peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak
tanggal persetujuan bersama. |
|||||
Pasal 43 |
||||||
(1) |
Rancangan peraturan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ditetapkan oleh gubernur atau bupati/walikota dengan membubuhkan tanda tangan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak rancangan peraturan daerah tersebut disetujui bersama oleh dewan perwakilan rakyat daerah dan gubernur atau bupati/walikota. |
|||||
(2) |
Dalam hal rancangan peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak ditandatangani oleh gubernur atau bupati/walikota dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak rancangan peraturan daerah tersebut disetujui bersama, maka rancangan peraturan daerah tersebut sah menjadi Peraturan Daerah dan wajib diundangkan. |
|||||
(3) |
Dalam hal sahnya rancangan peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), maka kalimat pengesahannya berbunyi: Peraturan Daerah ini dinyatakan sah. |
|||||
(4) |
Kalimat pengesahan yang berbunyi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus
dibubuhkan pada halaman terakhir Peraturan Daerah sebelum pengundangan
naskah Peraturan Daerah ke dalam Lembaran Daerah. |
|||||
BAB VIII
TEKNIK PENYUSUNAN
PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN |
||||||
Pasal 44 |
||||||
(1) |
Penyusunan rancangan peraturan perundang undangan dilakukan sesuai dengan teknik penyusunan peraturan perundang undangan. |
|||||
(2) |
Ketentuan mengenai teknik penyusunan peraturan perundang undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam lampiran yang tidak terpisahkan dari Undang Undang ini. |
|||||
(3) |
Ketentuan lebih lanjut mengenai perubahan terhadap teknik penyusunan
peraturan perundang undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur
dengan Peraturan Presiden. |
|||||
BAB IX
PENGUNDANGAN DAN
PENYEBARLUASAN |
||||||
Bagian Kesatu
Pengundangan |
||||||
Pasal 45 |
||||||
Agar setiap orang mengetahuinya, Peraturan
Perundang undangan harus diundangkan dengan menempatkannya dalam : |
||||||
a. | Lembaran Negara Republik Indonesia | |||||
b. | Berita Negara Republik Indonesia | |||||
c. | Lembaran Daerah atau | |||||
d. |
Berita Daerah. |
|||||
Pasal 46 |
||||||
(1) |
Peraturan Perundang undangan yang diundangkan
dalam Lembaran Negara Republik Indonesia, meliputi: |
|||||
a. | Undang Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang; | |||||
b. | Peraturan Pemerintah; | |||||
c. |
Peraturan Presiden mengenai: |
|||||
1) | pengesahan perjanjian antara negara Republik Indonesia dan negara lain atau badan internasional; dan | |||||
2) |
pernyataan keadaan bahaya. |
|||||
d. |
Peraturan Perundang undangan lain yang menurut
Peraturan Perundang undangan yang berlaku harus diundangkan dalam Lembaran
Negara Republik Indonesia. |
|||||
(2) |
Peraturan Perundang undangan lain yang menurut
Peraturan Perundang undangan yang berlaku harus diundangkan dalam Berita
Negara Republik Indonesia. |
|||||
Pasal 47 |
||||||
(1) |
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia memuat penjelasan Peraturan Perundang undangan yang dimuat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. |
|||||
(2) |
Tambahan Berita Negara Republik Indonesia memuat
penjelasan Peraturan Perundang undangan yang dimuat dalam Berita Negara
Republik Indonesia. |
|||||
Pasal 48 |
||||||
Pengundangan Peraturan Perundang undangan dalam
Lembaran Negara Republik Indonesia atau Berita Negara Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 dilaksanakan oleh menteri yang tugas dan
tanggung jawabnya di bidang peraturan perundang undangan. |
||||||
Pasal 49 |
||||||
(1) |
Peraturan Perundang undangan yang diundangkan dalam Lembaran Daerah adalah Peraturan Daerah. |
|||||
(2) |
Peraturan Gubernur, Peraturan Bupati/Walikota, atau peraturan lain di bawahnya dimuat dalam Berita Daerah. |
|||||
(3) |
Pengundangan Peraturan Daerah dalam Lembaran Daerah dan Berita Daerah
dilaksanakan oleh sekretaris daerah. |
|||||
Pasal 50 |
||||||
Peraturan Perundang undangan mulai berlaku dan
mempunyai kekuatan mengikat pada tanggal diundangkan, kecuali ditentukan
lain di dalam Peraturan Perundang undangan yang bersangkutan. |
||||||
Bagian Kedua Penyebarluasan
Pasal 51 |
||||||
Pemerintah wajib menyebarluaskan Peraturan
Perundang undangan yang telah diundangkan dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia atau Berita Negara Republik Indonesia. |
||||||
Pasal 52 |
||||||
Pemerintah Daerah wajib menyebarluaskan Peraturan
Daerah yang telah diundangkan dalam Lembaran Daerah dan peraturan di
bawahnya yang telah diundangkan dalam Berita Daerah. |
||||||
BAB X PARTISIPASI MASYARAKAT
Pasal 53 |
||||||
Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan
atau tertulis dalam rangka penyiapan atau pembahasan rancangan undang-undang
dan rancangan peraturan daerah. |
||||||
BAB XI KETENTUAN LAIN LAIN Pasal 54 |
||||||
Teknik penyusunan dan/atau bentuk Keputusan
Presiden, Keputusan Pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat dan Keputusan
Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat, Keputusan Pimpinan Dewan Perwakilan Daerah,
Keputusan Ketua Mahkamah Agung, Keputusan Ketua Mahkamah Konstitusi,
Keputusan Kepala Badan Pemeriksa Keuangan, Keputusan Gubernur Bank
Indonesia, Keputusan Menteri, keputusan kepala badan, lembaga, atau komisi
yang setingkat, Keputusan Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi,
Keputusan Gubernur, Keputusan Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kabupaten/Kota, Keputusan Bupati/Walikota, Keputusan Kepala Desa atau yang
setingkat harus berpedoman pada teknik penyusunan dan/atau bentuk yang
diatur dalam Undang Undang ini. |
||||||
BAB XII KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 55 |
||||||
Pengundangan Peraturan Perundang undangan dalam
Lembaran Negara Republik Indonesia atau Berita Negara Republik Indonesia
oleh menteri yang tugas dan tanggung jawabnya sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 48, dilaksanakan paling lambat 1 (satu) tahun terhitung sejak
diundangkannya Undang Undang ini. |
||||||
BAB XIII KETENTUAN PENUTUP
Pasal 56 |
||||||
Semua Keputusan Presiden, Keputusan Menteri,
Keputusan Gubernur, Keputusan Bupati/Walikota, atau keputusan pejabat
lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 yang sifatnya mengatur, yang
sudah ada sebelum Undang Undang ini berlaku, harus dibaca peraturan,
sepanjang tidak bertentangan dengan Undang Undang ini. |
||||||
Pasal 57 |
||||||
Pada saat Undang Undang ini mulai berlaku maka: |
||||||
a. |
Undang Undang Nomor 1 Tahun 1950 tentang Jenis dan Bentuk Peraturan yang Dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat; |
|||||
b. |
Ketentuan ketentuan dalam Undang Undang Nomor 2 Tahun 1950 tentang Menetapkan Undang Undang Darurat tentang Penerbitan Lembaran Negara Republik Indonesia Serikat dan Berita Negara Republik Indonesia Serikat dan tentang Mengeluarkan, Mengumumkan, dan Mulai Berlakunya Undang Undang Federal dan Peraturan Pemerintah sebagai Undang Undang Federal (Lembaran Negara Tahun 1950 Nomor 1), sepanjang yang telah diatur dalam Undang Undang ini; dan |
|||||
c. |
Peraturan Perundang undangan lain yang
ketentuannya telah diatur dalam Undang Undang ini, dicabut dan dinyatakan
tidak berlaku. |
|||||
Pasal 58 |
||||||
Undang Undang ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan, yang mulai dilaksanakan pada tanggal 1 November 2004. |
||||||
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Undang Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia. |
||||||
Disahkan di Jakarta | ||||||
pada tanggal 22 Juni 2004 |
||||||
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, | ||||||
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI | ||||||
Diundangkan di Jakarta
SEKRETARIS NEGARA |
||||||
BAMBANG KESOWO | ||||||
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2004 NOMOR 53. |