MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
SALINAN
PERATURAN MENTERI KEUANGAN
NOMOR 69 / PMK.02 / 2007
TENTANG
TATA CARA PENYEDIAAN, PENCAIRAN, DAN PERTANGGUNGJAWABAN
DANA PENYELENGGARAAN KEWAJIBAN PELAYANAN UMUM
BIDANG ANGKUTAN KERETA API KELAS EKONOMI
MENTERI KEUANGAN,
Menimbang |
: |
a. |
bahwa dalam rangka penyelenggaraan kewajiban pelayanan umum (public service obligation) yang ditetapkan oleh Pemerintah, terhadap pelayanan umum bidang angkutan kereta api kelas ekonomi, telah dianggarkan subsidi/bantuan dana dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara; |
||
|
|
b. |
bahwa dalam rangka penggunaan dana atas penyelenggaraan kewajiban pelayanan umum, perlu ditetapkan tata cara penyediaan, pencairan, dan pertanggungjawaban dana dimaksud; |
||
|
|
c. |
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada butir a dan b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Penyediaan, Pencairan, dan Pertanggungjawaban Dana Penyelenggaraan Kewajiban Pelayanan Umum Bidang Angkutan Kereta Api Kelas Ekonomi; |
||
Mengingat |
: |
1. |
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286); |
||
|
|
2. |
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); |
||
|
|
3. |
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4287); |
||
|
|
4. |
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400); |
||
|
|
5. |
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2006 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 94, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4662); |
||
|
|
6. |
Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2005 tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4556); |
||
|
|
7. |
Peraturan Presiden Nomor 93 tahun 2006 tentang Rincian Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Tahun Anggaran 2007; |
||
|
|
8. |
Keputusan Presiden Nomor 42 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4214) sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 72 Tahun 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 92, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4418); |
||
|
|
9. |
Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 6 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 120, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4330); |
||
|
|
10. |
|||
|
|
11. |
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 08/PMK.02/2005 tentang Pengelolaan Bagian Anggaran Pembiayaan dan Perhitungan; |
||
|
|
12. |
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 59/PMK.06/2005 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat; |
||
|
|
13. |
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 102/PMK.06/2006 tentang Petunjuk Penyusunan, Penelaahan, Pengesahan dan Revisi Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Tahun Anggaran 2007; |
||
|
|
14. |
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 134/PMK.06/2006 tentang Pedoman Pembayaran Dalam Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara; |
||
|
|
15. |
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 24 Tahun 2004 tentang Penunjukan kepada PT kereta Api (Persero) selaku penyelenggara angkutan KA Kelas Ekonomi; |
||
|
|
16. |
Keputusan Bersama Menteri Perhubungan, Menteri Keuangan dan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor KM.19 Tahun 1999, Nomor 83/KMK.13/03/1999, Nomor KEP.024/K/03/1999 tentang Pembiayaan Atas Pelayanan Umum Kereta Api Kelas Ekonomi, Pembiayaan atas Perawatan dan Pengoperasian Prasarana Kereta Api, serta Biaya atas Penggunaan Prasarana Kereta Api; |
||
|
|
MEMUTUSKAN : |
|||
Menetapkan |
: |
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PENYEDIAAN, PENCAIRAN, DAN PERTANGGUNGJAWABAN DANA PENYELENGGARAAN KEWAJIBAN PELAYANAN UMUM BIDANG ANGKUTAN KERETA API KELAS EKONOMI. |
|||
|
Pasal 1 |
||||
|
|
(1) |
Dalam rangka penyelenggaraan kewajiban pelayanan umum (public service obligation) bidang angkutan kereta api kelas ekonomi, Pemerintah telah menugaskan PT Kereta Api (Persero) untuk melaksanakan pengangkutan penumpang kereta api kelas ekonomi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. |
||
|
|
(2) |
Alokasi dana penyelenggaraan kewajiban pelayanan umum ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada tahun anggaran berkenaan dan diberitahukan oleh Direktur Jenderal Anggaran kepada Direktur Jenderal Perkeretaapian Departemen Perhubungan. |
||
|
|
(3) |
Berdasarkan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Perkeretaapian Departemen Perhubungan mengajukan permintaan penyediaan dana penyelenggaraan kewajiban pelayanan umum kepada Direktur Jenderal Anggaran. |
||
|
|
(4) |
Berdasarkan permintaan Direktur Jenderal Perkeretaapian Departemen Perhubungan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Direktur Jenderal Anggaran menerbitkan Surat Penetapan Satuan Anggaran Per Satuan Kerja (SP-SAPSK) sesuai dengan pagu dana yang ditetapkan dalam APBN untuk tahun anggaran berkenaan. |
||
|
|
(5) |
SP-SAPSK sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditandatangani oleh Direktur Jenderal Anggaran, yang selanjutnya disampaikan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan dan Direktur Jenderal Perkeretaapian. |
||
|
|
(6) |
Berdasarkan SP-SAPSK sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Direktorat Jenderal Perkeretaapian Departemen Perhubungan membuat konsep Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA). |
||
|
|
(7) |
Konsep DIPA sebagaimana dimaksud pada ayat (6) disampaikan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan untuk mendapat pengesahan. |
||
|
|
(8) |
DIPA sebagaimana dimaksud pada ayat (6) berlaku sebagai dasar pelaksanaan anggaran. |
||
|
Pasal 2 |
||||
|
|
(1) |
Berdasarkan DIPA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (8), Direktur Jenderal Perkeretaapian Departemen Perhubungan membuat Perjanjian Kerja dengan PT Kereta Api (Persero). |
||
|
|
(2) |
Perjanjian Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh Direktur Jenderal Perkeretaapian Departemen Perhubungan dan Direktur Utama PT Kereta Api (Persero). |
||
|
|
(3) |
Perjanjian Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit memuat ketentuan sebagai berikut : |
||
|
|
|
a. |
para pihak yang menandatangani kontrak yang meliputi nama, jabatan, dan alamat; |
|
|
|
|
b. |
pokok pekerjaan yang diperjanjikan dengan uraian yang jelas mengenai jenis dan jumlah barang/jasa yang diperjanjikan; |
|
|
|
|
c. |
hak dan kewajiban para pihak yang terkait dalam perjanjian; |
|
|
|
|
d. |
nilai atau harga kontrak, serta syarat-syarat pembayaran; |
|
|
|
|
e. |
persyaratan dan spesifikasi teknis yang jelas dan terinci; |
|
|
|
|
f. |
tempat dan jangka waktu penyelesaian/penyerahan dengan disertai jadwal penyelesaian/penyerahan yang pasti serta syarat-syarat penyerahannya; |
|
|
|
|
g. |
ketentuan mengenai cidera janji dan sanksi dalam hal para pihak tidak memenuhi kewajibannya; |
|
|
|
|
h. |
ketentuan mengenai keadaaan memaksa; dan |
|
|
|
|
i. |
penyelesaian perselisihan. |
|
|
Pasal 3 |
||||
|
|
(1) |
Menteri Keuangan selaku Pengguna Anggaran menetapkan Direktur Jenderal Perkeretaapian Departemen Perhubungan sebagai Kuasa Pengguna Anggaran untuk penyelenggaraan kewajiban pelayanan umum bidang angkutan kereta api kelas ekonomi. |
||
|
|
(2) |
Kuasa Pengguna Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menunjuk : |
||
|
|
|
a. |
Pejabat yang diberi kewenangan untuk melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja/penanggung jawab kegiatan/pembuat komitmen/pembuat Surat Permintaan Pembayaran (SPP); dan |
|
|
|
|
b. |
Pejabat yang diberi kewenangan untuk menandatangani Surat Perintah Membayar (SPM)/menguji SPP. |
|
|
|
(3) |
Tembusan surat keputusan penunjukkan pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan c.q Direktur Pengelolaan Kas Negara. |
||
|
Pasal 4 |
||||
|
|
(1) |
Pencairan dana penyelenggaraan kewajiban pelayanan umum bidang angkutan kereta api kelas ekonomi dilaksanakan secara triwulanan. |
||
|
|
(2) |
Permintaan pencairan dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh Direktur Jenderal Perkeretaapian Departemen Perhubungan setelah dilakukan verifikasi terhadap penyelenggaraan kewajiban pelayanan umum untuk triwulan berkenaan. |
||
|
|
(3) |
Verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh Tim Verifikasi yang dibentuk oleh Direktur Jenderal Perkeretaapian Departemen Perhubungan yang beranggotakan wakil dari Direktorat Jenderal Perkeretaapian Departemen Perhubungan, Direktorat Jenderal Anggaran dan Direktorat Jenderal Perbendaharaan Departemen Keuangan. |
||
|
|
(4) |
Hasil Verifikasi yang dilakukan oleh Tim Verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dituangkan dalam Berita Acara Verifikasi yang ditandatangani oleh Departemen Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Anggaran dan Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Departemen Perhubungan c.q. Direktorat Jenderal Perkeretaapian, dan PT Kereta Api (Persero) selaku pihak yang diverifikasi. |
||
|
|
(5) |
Berita Acara Verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) hanya bersifat administratif dan tidak membebaskan PT Kereta Api (Persero) untuk diaudit oleh instansi yang berwenang melakukan audit sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. |
||
|
Pasal 5 |
||||
|
|
(1) |
Berdasarkan DIPA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (8), Pejabat yang ditunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf b menerbitkan SPM dan menyampaikannya kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktur Pengelolaan Kas Negara selaku Kuasa Bendahara Umum Negara, dengan dilampiri : |
||
|
|
|
a. |
Dokumen Perjanjian Kerja (diajukan sekali pada permintaan triwulan I); |
|
|
|
|
b. |
Berita Acara Verifikasi; dan |
|
|
|
|
c. |
Kuitansi Pembayaran; |
|
|
|
(2) |
Berdasarkan SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktur Pengelolaan Kas Negara menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) untuk rekening PT Kereta Api (Persero) pada Bank yang ditunjuk. |
||
|
|
(3) |
Tata cara penerbitan SP2D sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
||
|
Pasal 6 |
||||
|
|
(1) |
PT Kereta Api (Persero) menyampaikan laporan pertanggungjawaban penggunaan dana penyelenggaraan kewajiban pelayanan umum bidang angkutan kereta api kelas ekonomi kepada Direktur Jenderal Perkeretaapian Departemen Perhubungan. |
||
|
|
(2) |
Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Direktur Jenderal Perkeretaapian Departemen Perhubungan menyampaikan laporan pertanggungjawaban penggunaan dana kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Anggaran dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan. |
||
|
Pasal 7 |
||||
|
|
(1) |
Direktur Jenderal Perkeretaapian Departemen Perhubungan selaku Kuasa Pengguna Anggaran dan PT Kereta Api (Persero) bertanggung jawab atas pelaksanaan dan penggunaan dana penyelenggaraan kewajiban pelayanan umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
||
|
|
(2) |
Terhadap penggunaan dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan audit oleh instansi yang berwenang melakukan audit sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. |
||
|
|
(3) |
Apabila hasil audit sebagaimana dimaksud pada ayat (2), menyatakan jumlah dana penyelenggaraan kewajiban pelayanan umum yang ditanggung oleh PT Kereta Api (Persero) lebih kecil dari jumlah yang telah dibayarkan Pemerintah pada satu tahun anggaran, kelebihan pembayaran dana dimaksud harus disetorkan oleh PT Kereta Api (Persero) ke Kas Negara sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak. |
||
|
|
(4) |
Apabila hasil audit sebagaimana dimaksud pada ayat (2), menyatakan jumlah dana penyelenggaraan kewajiban pelayanan umum yang ditanggung oleh PT Kereta Api (Persero) lebih besar dari jumlah yang telah dibayarkan Pemerintah pada satu tahun anggaran, kekurangan pembayaran dana dimaksud tidak dapat ditagihkan kepada negara. |
||
|
Pasal 8 |
||||
|
|
(1) |
Apabila pada akhir tahun anggaran berjalan masih terdapat sisa pagu dana pelayanan umum bidang angkutan kereta api kelas ekonomi yang belum dapat dicairkan, sisa dana pagu dimaksud dapat ditempatkan dalam rekening cadangan subsidi/PSO. |
||
|
|
(2) |
Tata cara penempatan dan pencairan dana ke/dari rekening cadangan subsidi/PSO dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
||
|
Pasal 9 |
||||
|
|
Ketentuan yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan ini diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal Anggaran dan atau Direktur Jenderal Perbendaharaan. |
|||
|
Pasal 10 |
||||
|
|
Peraturan Menteri Keuangan ini berlaku sepanjang subsidi dana penyelenggaraan kewajiban pelayanan umum bidang angkutan kereta api kelas ekonomi masih dianggarkan/disediakan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. |
|||
|
Pasal 11 |
||||
|
|
Pada saat Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 121/PMK.02/2006 tentang Tata Cara Penyediaan, Pencairan, dan Pertanggungjawaban Dana Penyelenggaraan Kewajiban Pelayanan Umum Bidang Angkutan Kereta Api Kelas Ekonomi Tahun Anggaran 2006, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. |
|||
|
Pasal 12 |
||||
|
|
Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan dan mempunyai daya laku surut terhitung sejak tanggal 1 Januari 2007. |
|||
|
|
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. |
|||
|
|
|
|
|
Ditetapkan di Jakarta |
|
|
|
|
|
pada tanggal 27 Juni 2007 |
|
|
|
|
|
MENTERI KEUANGAN, |
SRI MULYANI INDRAWATI |