UNDANG‑UNDANG
REPUBLIK
NOMOR 3 TAHUN 2004
TENTANG
PERUBAHAN
ATAS
UNDANG‑UNDANG
REPUBLIK
NOMOR
23 TAHUN 1999 TENTANG BANK
DENGAN
RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang |
: |
a. |
bahwa pembangunan
nasional yang dilaksanakan selama ini merupakan upaya pembangunan yang berkesinambungan
yang meliputi seluruh aspek kehidupan dalam rangka mencapai tujuan nasional
berdasarkan Pancasila dan Undang‑Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945; |
|||
|
|
b. |
bahwa untuk
mendukung terwujudnya pembangunan nasional yang berkesinambungan dan sejalan dengan
tantangan perkembangan serta pembangunan ekonomi yang semakin kompleks,
sistem keuangan yang semakin maju serta perekonomian internasional yang
semakin kompetitif dan terintegrasi, maka kebijakan moneter harus dititikberatkan
pada upaya untuk memelihara stabilitas nilai rupiah; |
|||
|
|
c. |
bahwa sehubungan
dengan itu, perlu dilaksanakan prinsip keseimbangan antara independensi Bank
Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dengan pengawasan dan tanggung
jawab atas kinerjanya serta akuntabilitas publik yang transparan; |
|||
|
|
d. |
bahwa berdasarkan
pertimbangan pada huruf a, huruf b dan huruf c di atas, dipandang perlu mengubah dan menyempurnakan
Undang‑undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank
Indonesia; |
|||
Mengingat |
: |
1. |
||||
|
|
2. |
Undang‑undang Republik Indonesia Nomor
23 Tahun 1999
tentang Bank |
|||
|
|
Dengan persetujuan
Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK DAN PRESIDEN REPUBLIK MEMUTUSKAN : |
||||
Menetapkan |
: |
UNDANG‑UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG‑ UNDANG
REPUBLIK Pasal I Beberapa ketentuan dalam Undang‑undang Nomor 23
Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
66, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3843), diubah sebagai berikut: |
||||
|
|
1. |
Ketentuan Pasal 4 ayat (2) diubah, sehingga
keseluruhan Pasal 4 berbunyi sebagai berikut : |
|||
|
|
|
"Pasal 4 |
|||
|
|
|
(1) |
Bank |
||
|
|
|
(2) |
Bank |
||
|
|
|
(3) |
Bank Indonesia
adalah badan hukum berdasarkan undang‑undang ini. |
||
|
|
2. |
Ketentuan Pasal 6
ayat (2) dan ayat (3) diubah, sehingga keseluruhan Pasal 6 berbunyi sebagai berikut
: |
|||
|
|
|
"Pasal 6 |
|||
|
|
|
(1) |
Modal Bank
Indonesia ditetapkan berjumlah sekurang‑ kurangnya Rp
2.000.000.000.000,00 (dua triliun rupiah). |
||
|
|
|
(2) |
Modal sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus ditambah sehingga menjadi paling banyak 10% (sepuluh
perseratus) dari seluruh kewajiban moneter, dengan dana yang berasal dari
Cadangan Umum atau dari hasil revaluasi aset. |
||
|
|
|
(3) |
Tata cara
penambahan modal dari Cadangan Umum atau dari hasil revaluasi aset ditetapkan
dengan Peraturan Dewan Gubernur." |
||
|
|
3. |
Ketentuan Pasal 7
diubah, dan ditambah 1 (satu) ayat baru, yaitu ayat (2), sehingga keseluruhan Pasal 7
berbunyi sebagai berikut : |
|||
|
|
|
"Pasal 7 |
|||
|
|
|
(1) |
Tujuan Bank
Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. |
||
|
|
|
(2) |
Untuk mencapai
tujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bank Indonesia melaksanakan kebijakan
moneter secara berkelanjutan, konsisten, transparan, dan harus
mempertimbangkan kebijakan umum pemerintah di bidang perekonomian.” |
||
|
|
4. |
Ketentuan Pasal 10
ayat (1) huruf a diubah, sehingga keseluruhan Pasal 10 berbunyi sebagai berikut: |
|||
|
|
|
"Pasal 10 |
|||
|
|
|
(1) |
Dalam rangka
menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 huruf a, Bank Indonesia berwenang : |
||
|
|
|
|
a. |
menetapkan sasaran‑sasaran
moneter dengan memperhatikan sasaran laju inflasi; |
|
|
|
|
|
b. |
melakukan
pengendalian moneter dengan menggunakan cara‑cara yang termasuk tetapi
tidak terbatas pada: |
|
|
|
|
|
|
1) |
operasi pasar terbuka
di pasar uang baik rupiah maupun valuta asing; |
|
|
|
|
|
2) |
penetapan tingkat
diskonto; |
|
|
|
|
|
3) |
penetapan cadangan
wajib minimum; |
|
|
|
|
|
4) |
pengaturan kredit
atau pembiayaan. |
|
|
|
(2) |
Cara‑cara pengendalian
moneter sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat dilaksanakan juga
berdasarkan Prinsip Syariah. |
||
|
|
|
(3) |
Pelaksanaan
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan ayat (2) ditetapkan dengan
Peraturan Bank Indonesia. |
||
|
|
5. |
Ketentuan Pasal 11
ditambah 2 (dua) ayat baru yaitu ayat (4) dan ayat (5), sehingga keseluruhan Pasal 11 berbunyi
sebagai berikut : |
|||
|
|
|
"Pasal 11 |
|||
|
|
|
(1) |
Bank Indonesia dapat
memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah untuk jangka
waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari kepada Bank untuk mengatasi
kesulitan pendanaan jangka pendek Bank yang bersangkutan. |
||
|
|
|
(2) |
Pelaksanaan pemberian
kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), wajib dijamin oleh Bank penerima dengan agunan yang berkualitas
tinggi dan mudah dicairkan yang nilainya minimal sebesar jumlah kredit atau
pembiayaan yang diterimanya. |
||
|
|
|
(3) |
Pelaksanaan
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Bank Indonesia. |
||
|
|
|
(4) |
Dalam hal suatu
Bank mengalami kesulitan keuangan yang berdampak sistemik dan berpotensi mengakibatkan
krisis yang membahayakan sistem keuangan, Bank Indonesia dapat memberikan
fasilitas pembiayaan darurat yang pendanaannya menjadi beban Pemerintah. |
||
|
|
|
(5) |
Ketentuan dan tata
cara pengambilan keputusan mengenai kesulitan keuangan Bank yang berdampak
sistemik, pemberian fasilitas pembiayaan darurat, dan sumber pendanaan yang
berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara diatur dalam undang‑undang
tersendiri, yang ditetapkan selambat‑lambatnya akhir tahun 2004." |
||
|
|
6. |
Penjelasan Pasal
34 ayat (1) diubah sebagaimana tercantum dalam penjelasan, dan ketentuan
Pasal 34 ayat (2) diubah, sehingga keseluruhan Pasal 34 berbunyi sebagai
berikut : |
|||
|
|
|
"Pasal 34 |
|||
|
|
|
(1) |
Tugas mengawasi
Bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang
independen, dan dibentuk dengan undang‑undang. |
||
|
|
|
(2) |
Pembentukan
lembaga pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), akan dilaksanakan
selambat‑lambatnya 31 Desember 2010." |
||
|
|
7. |
Penjelasan Pasal
37 ayat (1) diubah sebagaimana tercantum dalam penjelasan. |
|||
|
|
8. |
Ketentuan Pasal 38
ayat (2) diubah, dan menambah 2 (dua) ayat baru yaitu ayat (3) dan ayat (4), sehingga
keseluruhan Pasal 38 berbunyi sebagai berikut : |
|||
|
|
|
"Pasal 38 |
|||
|
|
|
(1) |
Dewan Gubernur
melaksanakan tugas dan wewenang Bank Indonesia sebagaimana ditetapkan dalam
Undang‑undang ini. |
||
|
|
|
(2) |
Pembagian tugas dan
wewenang Anggota Dewan Gubernur dalam melaksanakan ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Dewan Gubernur. |
||
|
|
|
(3) |
Tata tertib dan
tata cara pelaksanaan tugas dan wewenang Dewan Gubernur ditetapkan dengan Peraturan
Dewan Gubernur. |
||
|
|
|
(4) |
Kinerja Dewan
Gubernur dan Anggota Dewan Gubernur dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya
dinilai oleh Dewan Perwakilan Rakyat." |
||
|
|
9. |
Ketentuan Pasal 40
huruf b diubah, sehingga keseluruhan Pasal 40 berbunyi sebagai berikut: |
|||
|
|
|
"Pasal 40 Untuk dapat diangkat sebagai
anggota Dewan Gubernur, calon yang bersangkutan harus memenuhi syarat: |
|||
|
|
|
a. |
warga negara
Indonesia; |
||
|
|
|
b. |
memiliki
integritas, akhlak, dan moral yang tinggi; |
||
|
|
|
c. |
memiliki keahlian
dan pengalaman di bidang ekonomi, keuangan, perbankan, atau hukum." |
||
|
|
10. |
Ketentuan Pasal 41 ayat (1), ayat
(2), ayat (3), dan ayat (4) diubah, sehingga keseluruhan Pasal 41 berbunyi
sebagai berikut : "Pasal 41 |
|||
|
|
|
(1) |
Gubernur, Deputi
Gubernur Senior, dan Deputi Gubernur
diusulkan dan diangkat oleh Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan
Rakyat. |
||
|
|
|
(2) |
Calon Deputi
Gubernur diusulkan oleh Presiden berdasarkan rekomendasi dari Gubernur. |
||
|
|
|
(3) |
Dalam hal calon
Gubernur, Deputi Gubernur Senior, atau
Deputi Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak disetujui
oleh Dewan Perwakilan Rakyat, Presiden wajib mengajukan calon baru. |
||
|
|
|
(4) |
Dalam hal calon
yang diajukan oleh Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (3) untuk kedua kalinya
tidak disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat, Presiden wajib mengangkat
kembali Gubernur, Deputi Gubernur Senior, atau Deputi Gubernur untuk jabatan
yang sama, atau dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat mengangkat Deputi
Gubernur Senior atau Deputi Gubernur untuk jabatan yang lebih tinggi di dalam
struktur jabatan Dewan Gubernur dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6). |
||
|
|
|
(5) |
Anggota Dewan Gubernur
diangkat untuk masa jabatan 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali dalam
jabatan yang sama untuk sebanyak‑banyaknya 1 (satu) kali masa jabatan
berikutnya. |
||
|
|
|
(6) |
Penggantian anggota
Dewan Gubernur yang telah berakhir masa jabatannya dilakukan secara berkala
setiap tahun paling banyak 2 (dua) orang. |
||
|
|
11. |
Ayat (1) huruf c
Pasal 47 dihapus, dan ayat (2) diubah, serta ditambah 1 (satu) ayat baru yaitu
ayat (3), sehingga keseluruhan Pasal 47 berbunyi sebagai berikut : "Pasal 47 |
|||
|
|
|
(1) |
Anggota Dewan
Gubernur baik sendiri maupun bersama‑sama dilarang : |
||
|
|
|
|
a. |
mempunyai kepentingan
langsung atau tidak langsung pada perusahaan manapun juga; |
|
|
|
|
|
b. |
merangkap jabatan
pada lembaga lain kecuali karena kedudukannya wajib memangku jabatan
tersebut; |
|
|
|
|
|
c. |
dihapus. |
|
|
|
|
(2) |
Dalam hal Anggota
Dewan Gubernur melakukan salah satu
atau lebih larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (l) huruf a dan
huruf b, anggota Dewan Gubernur tersebut wajib mengundurkan diri dari
jabatannya. |
||
|
|
|
(3) |
Dalam hal Anggota Dewan
Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak bersedia mengundurkan diri,
Presiden menetapkan Anggota Dewan Gubernur tersebut berhenti dari jabatan
dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat." |
||
|
|
12. |
Ketentuan Pasal 48
diubah, dan ditambah 2 (dua) ayat baru, yaitu ayat (2) dan ayat (3), sehingga
keseluruhan Pasal 48 berbunyi sebagai berikut : "Pasal 48 |
|||
|
|
|
(1) |
Anggota Dewan
Gubernur tidak dapat diberhentikan dalam masa jabatannya, kecuali karena yang
bersangkutan : |
||
|
|
|
|
a. |
mengundurkan diri; |
|
|
|
|
|
b. |
terbukti melakukan
tindak pidana kejahatan; |
|
|
|
|
|
c. |
tidak dapat hadir
secara fisik dalam jangka waktu 3 bulan berturut‑turut tanpa alasan yang
dapat dipertanggungjawabkan; |
|
|
|
|
|
d. |
dinyatakan pailit
atau tidak mampu memenuhi kewajiban kepada kreditur; atau |
|
|
|
|
|
e. |
berhalangan tetap. |
|
|
|
|
(2) |
Anggota Dewan Gubernur
yang direkomendasikan untuk diberhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c dan d berhak didengar keterangannya. |
||
|
|
|
(3) |
Pemberhentian
anggota Dewan Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan
Presiden." |
||
|
|
13. |
Ketentuan Pasal 52 diubah, dan
ditambah 1 (satu) ayat baru, yaitu ayat (2), sehingga keseluruhan Pasal 52
berbunyi sebagai berikut : "Pasal 52 |
|||
|
|
|
(1) |
Bank Indonesia bertindak
sebagai pemegang kas Pemerintah. |
||
|
|
|
(2) |
Dalam melaksanakan
fungsi tersebut pada ayat (1), Bank Indonesia memberikan bunga atas saldo kas
Pemerintah sesuai dengan peraturan perundang‑undangan." |
||
|
|
14. |
Ketentuan Pasal 54 ayat (2) diubah, sehingga keseluruhan Pasal 54
berbunyi sebagai berikut : "Pasal 54 |
|||
|
|
|
(1) |
Pemerintah wajib
meminta pendapat Bank Indonesia dan/atau mengundang Bank Indonesia dalam sidang
kabinet yang membahas masalah ekonomi, perbankan dan keuangan yang berkaitan
dengan tugas Bank Indonesia atau masalah lain yang termasuk kewenangan Bank
Indonesia. |
||
|
|
|
(2) |
Bank Indonesia wajib
memberikan pendapat dan pertimbangan kepada Pemerintah mengenai Rancangan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara serta kebijakan lain yang berkaitan
dengan tugas dan wewenang Bank Indonesia. |
||
|
|
15. |
Ketentuan Pasal 55
ayat (4) dan ayat (5) diubah, sehingga keseluruhan Pasal 55 berbunyi sebagai
berikut : "Pasal 55 |
|||
|
|
|
(1) |
Dalam hal
Pemerintah akan menerbitkan surat‑surat utang negara, Pemerintah wajib
terlebih dahulu berkonsultasi dengan Bank Indonesia. |
||
|
|
|
(2) |
Sebelum
menerbitkan surat utang negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah
wajib berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat. |
||
|
|
|
(3) |
Bank Indonesia
dapat membantu penerbitan surat‑surat utang negara yang diterbitkan
Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
||
|
|
|
(4) |
Bank Indonesia
dilarang membeli surat‑surat utang negara sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) untuk diri sendiri di pasar primer, kecuali surat utang negara berjangka
pendek yang diperlukan oleh Bank Indonesia untuk operasi pengendalian
moneter. |
||
|
|
|
(5) |
Bank Indonesia dapat
membeli surat utang negara dalam rangka pemberian fasilitas pembiayaan
darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (4) di pasar primer." |
||
|
|
16. |
Ketentuan Pasal 58 diubah,
sehingga keseluruhan Pasal 58 berbunyi sebagai berikut : "Pasal 58 |
|||
|
|
|
(1) |
Bank Indonesia
wajib menyampaikan laporan tahunan secara tertulis kepada Dewan Perwakilan
Rakyat dan Pemerintah pada setiap awal tahun anggaran, yang memuat: |
||
|
|
|
|
a. |
pelaksanaan tugas dan
wewenangnya pada tahun sebelumnya; dan |
|
|
|
|
|
b. |
rencana kebijakan,
penetapan sasaran, dan langkah‑langkah pelaksanaan tugas dan wewenang
Bank Indonesia untuk tahun yang akan datang dengan memperhatikan perkembangan laju inflasi serta
kondisi ekonomi dan keuangan. |
|
|
|
|
(2) |
Bank Indonesia
wajib menyampaikan laporan triwulanan secara tertulis tentang pelaksanaan
tugas dan wewenangnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah. |
||
|
|
|
(3) |
Laporan tahunan dan
laporan triwulanan yang disampaikan
oleh Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
dievaluasi oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan digunakan sebagai bahan penilaian
tahunan terhadap kinerja Dewan Gubernur dan Bank Indonesia. |
||
|
|
|
(4) |
Dalam hal Dewan
Perwakilan Rakyat memerlukan penjelasan mengenai hal‑hal yang berkaitan
dengan pelaksanaan tugas dan wewenangnya, termasuk dalam rangka penilaian
terhadap kinerja Bank Indonesia, Bank Indonesia wajib menyampaikan penjelasan
secara lisan dan/atau tertulis. |
||
|
|
|
(5) |
Laporan tahunan
dan laporan triwulanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
disampaikan kepada masyarakat secara terbuka melalui media massa dengan mencantumkan
ringkasannya dalam Berita Negara. |
||
|
|
|
(6) |
Setiap awal tahun
anggaran, Bank Indonesia wajib menyampaikan informasi kepada masyarakat
secara terbuka melalui media massa yang memuat : |
||
|
|
|
|
a. |
evaluasi terhadap pelaksanaan
kebijakan moneter pada tahun sebelumnya; |
|
|
|
|
|
b. |
rencana kebijakan
moneter dan penetapan sasaran moneter untuk tahun yang akan datang dengan
mempertimbangkan sasaran laju inflasi serta
perkembangan kondisi ekonomi dan keuangan." |
|
|
|
17. |
Di antara Pasal 58
dan Pasal 59 disisipkan 1 (satu) pasal baru menjadi Pasal 58A yang berbunyi
sebagai berikut : "Pasal 58A |
|||
|
|
|
(1) |
Untuk membantu
Dewan Perwakilan Rakyat dalam melaksanakan fungsi pengawasan di bidang tertentu
terhadap Bank Indonesia dibentuk Badan Supervisi dalam upaya meningkatkan
akuntabilitas, independensi, transparansi, dan kredibilitas Bank Indonesia. |
||
|
|
|
(2) |
Badan Supervisi terdiri
5 (lima) orang anggota terdiri dari seorang Ketua merangkap anggota, dan 4
(empat) orang anggota yang dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan diangkat
oleh Presiden untuk masa jabatan 3 (tiga) tahun dan dapat dipilih kembali
untuk satu kali masa jabatan berikutnya. |
||
|
|
|
(3) |
Keanggotaan Badan
Supervisi dipilih dari orang‑orang yang mempunyai integritas,
moralitas, kemampuan/ kapabilitas/keahlian, profesionalisme dan berpengalaman
di bidang ekonomi, keuangan, perbankan, atau hukum. |
||
|
|
|
(4) |
Seluruh biaya
Badan Supervisi dibebankan pada anggaran operasional Bank Indonesia. |
||
|
|
|
(5) |
Badan Supervisi
berkedudukan di Jakarta. |
||
|
|
|
(6) |
Badan Supervisi menyampaikan
laporan pelaksanaan tugasnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat sekurang‑kurangnya
sekali dalam 3 (tiga) bulan atau sewaktu‑waktu apabila diminta oleh
Dewan Perwakilan Rakyat. |
||
|
|
18. |
Ketentuan Pasal 60
ayat (2) dan ayat (3) diubah, serta ditambah
1 (satu) ayat baru yaitu ayat (4), sehingga keseluruhan Pasal 60
berbunyi sebagai berikut : "Pasal 60 |
|||
|
|
|
(1) |
Tahun anggaran
Bank Indonesia adalah tahun kalender. |
||
|
|
|
(2) |
Selambat‑lambatnya
30 (tiga puluh) hari sebelum dimulai tahun anggaran, Dewan Gubernur
menetapkan anggaran tahunan Bank Indonesia yang meliputi anggaran untuk
kegiatan operasional dan anggaran untuk kebijakan moneter, sistem pembayaran,
serta pengaturan dan pengawasan perbankan. |
||
|
|
|
(3) |
Anggaran kegiatan
operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan evaluasi pelaksanaan
anggaran tahun berjalan disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat, dalam hal
ini alat kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat yang membidanginya, untuk
mendapatkan persetujuan. |
||
|
|
|
(4) |
Anggaran untuk
kebijakan moneter, sistem pembayaran, serta pengaturan dan pengawasan perbankan,
wajib dilaporkan secara khusus kepada Dewan Perwakilan Rakyat." |
||
|
|
19. |
Ketentuan Pasal 62
diubah, sehingga keseluruhan Pasal 62 berbunyi sebagai berikut : "Pasal 62 |
|||
|
|
|
(1) |
Surplus dari hasil
kegiatan Bank Indonesia akan dibagi sebagai berikut : |
||
|
|
|
|
a. |
30% (tiga puluh
perseratus) untuk Cadangan Tujuan; |
|
|
|
|
|
b. |
sisanya dipupuk
sebagai Cadangan Umum sehingga jumlah modal dan Cadangan Umum menjadi 10% (sepuluh
perseratus) dari seluruh kewajiban moneter sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
ayat (2). |
|
|
|
|
(2) |
Dalam hal terjadi
risiko atas pelaksanaan tugas dan wewenang Bank Indonesia yang mengakibatkan modal
Bank Indonesia menjadi berkurang dari Rp.2.000.000.000.000,00 (dua triliun
rupiah), sebagian atau seluruh surplus tahun berjalan Bank Indonesia
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan untuk Cadangan Umum guna
menutup risiko dimaksud. |
||
|
|
|
(3) |
Dalam hal setelah
dilakukan upaya sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) jumlah modal Bank Indonesia masih kurang dari
Rp2.000.000.000.000,00 (dua triliun rupiah), Pemerintah wajib menutup kekurangan
tersebut yang dilaksanakan setelah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan
Rakyat. |
||
|
|
|
(4) |
Sisa surplus
setelah dikurangi pembagian sebagaimana diatur pada ayat (1) diserahkan
kepada Pemerintah." |
||
|
|
20. |
Di antara Pasal 77
dan Pasal 78 disisipkan 1 (satu) pasal baru menjadi Pasal 77 A yang berbunyi sebagai berikut: "Pasal 77A |
|||
|
|
|
Ketentuan mengenai
mata uang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2, Pasal 19, Pasal 20, Pasal 21, Pasal 22, dan Pasal 23 Undang‑undang
ini dinyatakan tetap berlaku hingga diatur lebih lanjut dengan undang‑undang
tersendiri. |
|||
|
|
Pasal II |
||||
|
|
1. |
Sepanjang Undang‑undang
sebagaimana dimaksud pada Pasal 11 ayat (5) belum ditetapkan maka pengaturan
hal‑hal sebagaimana dimaksud pada Pasal 11 ayat (5) tersebut dituangkan
dalam nota kesepakatan antara Pemerintah dan Bank Indonesia. |
|||
|
|
2. |
Nota kesepakatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh Pemerintah dan Bank
Indonesia selambat‑lambatnya akhir Februari 2004. |
|||
|
|
3. |
Selama
penyelesaian Bantuan Likuiditas Bank Indonesia belum berakhir, Cadangan
Tujuan ditetapkan sebesar 10% (sepuluh perseratus). |
|||
|
|
4. |
Sepanjang belum
ada peraturan perundang‑undangan yang mengatur bahwa surplus Bank
Indonesia dikenakan pajak penghasilan, maka berdasarkan Undang‑undang
ini surplus Bank Indonesia tidak dikenakan pajak penghasilan. |
|||
|
|
Pasal III Undang‑undang ini mulai
berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang
mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang‑undang ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. |
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 15
Januari 2004
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
MEGAWATI
SOEKARNOPUTRI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 15 Januari 2004
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK
INDONESIA,
BAMBANG KESOWO
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2004 NOMOR 7