Menimbang
|
:
|
a.
|
bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila
dan Undang-undang Dasar 1945, bertujuan mewujudkan tata kehidupan negara
dan bangsa yang adil dan sejahtera, aman, tenteram, dan tertib, serta menjamin
kedudukan hukum yang sama bagi warga masyarakat;
|
|
|
|
|
|
b.
|
bahwa untuk mencapai tujuan dimaksud, pembangunan nasional yang dilaksanakan
secara berkesinambungan dan berkelanjutan serta merata di seluruh tanah
air memerlukan biaya besar yang harus digali terutama dari sumber kemampuan
sendiri;
|
|
|
|
|
|
c.
|
bahwa dalam rangka kemandirian dimaksud, peran masyarakat dalam pemenuhan
kewajiban di bidang perpajakan perlu terus ditingkatkan dengan mendorong
kesadaran, pemahaman, dan penghayatan bahwa pajak adalah sumber utama pembiayaan
negara dan pembangunan nasional serta merupakan salah satu kewajiban kenegaraan
sehingga setiap anggota masyarakat wajib berperan aktif dalam melaksanakan
sendiri kewajiban perpajakannya;
|
|
|
|
|
|
d.
|
bahwa dalam pelaksanaan peraturan perundang-undangan perpajakan sering
terdapaty utang pajak yang tidak dilunasi oleh Wajib Pajak sebagaimana
mestinya sehingga memerlukan tindakan penagihan yang mempunyai kekuatan
hukum yang memaksa;
|
|
|
|
|
|
e.
|
bahwa Undang-undang Nomor 19 Tahun 1959 tentang Penagihan Pajak Negara
dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Tahun 1959 Nomor 63 dan Tambahan Lembaran
Negara Nomor 1850) tidak dapat sepenuhnya mendukung pelaksanaan Undang-undang
perpajakan yang berlaku sehubungan dengan adanya perkembangan sistem hukum
nasional dan kehidupan masyarakat yang dinamis sehingga diperlukan Undang-undang
penagihan pajak yang mampu memberi kepastian hukum dan keadilan serta dapat
mendorong peningkatan kesadaran dan kepatuhan masyarakat dalam mencapai
kewajiban perpajakan;
|
|
|
|
|
|
f.
|
bahwa berdasarkan pertimbangan dimaksud pada huruf a, huruf
b, huruf c, huruf d, dan huruf e, Undang-undang Nomor 19 Tahun 1959 tentang
Penagihan Pajak Negara Dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Tahun 1959 Nomor
63 dan Tambahan Lembaran Negara Nomor 1850) dipandang perlu diganti; |
|
|
|
Mengingat
|
:
|
1.
|
Pasal
5 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (1) Undang-undang Dasar 1945;
|
|
|
|
|
|
2.
|
Undang-undang
Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
(Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 49 dan Tambahan Lembaran Negara Nomor
3262), sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang
Nomor 9 Tahun 1994 (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 59 dan Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3566); |
|
|
|
|
|
Dengan Persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :
|
|
|
|
|
Menetapan
|
:
|
UNDANG-UNDANG TENTANG PENAGIHAN PAJAK DENGAN
SURAT PAKSA.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :
|
|
|
|
|
|
|
1.
|
Pajak adalah semua jenis pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat,
termasuk Bea Masuk dan Cukai, dan Pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah,
menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku;
|
|
|
|
|
|
2.
|
Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut peraturan
perundang-undangan perpajakan titentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan,
termasuk pungutan pajak atau pemotongan pajak tertentu;
|
|
|
|
|
|
3.
|
Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab
atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi
kewajiban Pajak menurut peraturan perundang-undangan perpajakan;
|
|
|
|
|
|
4.
|
Badan adalah suatu bentuk badan usaha yang meliputi perseroan terbatas,
perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau
Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, persekutuan, perkumpulan, firma,
kongsi, koperasi, yayasan atau organisasi yang sejenis, lembaga, dana pensiun,
bentuk usaha tetap, serta bentuk badan usaha lainnya;
|
|
|
|
|
|
5.
|
Pejabat adalah pejabat yang berwenang mengangkat dan memberhentikan
Jurusita Pajak, menerbitkan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus,
Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, Surat Pencabutan Sita,
Pengumuman Lelang, Pembatalan Lelang, Surat Perintah Penyanderaan dan surat
lain yang diperlukan untuk penagihan pajak sehubunga dengan Penanggung
Pajak tidak melunasi sebagian atau seluruh utang pajak menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
|
|
|
|
|
|
6.
|
Jurusita Pajak adalah pelaksana tindakan penagihan pajak yang meliputi
penagihan seketika dan sekaligus, pemberitahuan Surat Paksa, penyitaan
dan penyanderaan;
|
|
|
|
|
|
7.
|
Pengadilan Negari adalah Pengadilan Negreri yang daerah hukumnya meliputi
tempat tindakan penagihan pajak dilaksanakan;
|
|
|
|
|
|
8.
|
Utang Pajak adalah pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi administrasi
berupa bunga, denda atau kenaikan yang tercantum dalam surat ketetapan
pajak atau surat sejenisnya berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan;
|
|
|
|
|
|
9.
|
Penagihan seketika dan sekaligus adalah tindakan penagihan pajak yang
dilaksanakan oleh Jurusita Pajak kepada Penanggung Pajak tanpa menunggu
tanggal jatuh tempo pembayaran yang meliputi seluruh utang pajak dari semua
jenis pajak, masa pajak, dan tahun pajak;
|
|
|
|
|
|
10.
|
Surat Paksa adalah surat perintah membayar untuk pajak dan biaya penagihan
pajak;
|
|
|
|
|
|
11.
|
Biaya penagihan pajak adalah biaya pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah
Melakukan Penyitaan, Pengumuman Lelang, Pembatalan Lelang dan biaya lainnya
sehubungan dengan penagihan pajak.
|
|
|
|
|
|
12.
|
Penyitaan adalah tindakan Juru Sita Pajak untuk menguasai barang Penanggung
Pajak, guna dijadikan jaminan untuk melunasi utang pajak menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
|
|
|
|
|
|
13.
|
Objek sita adalah barang Penanggung Pajak yang dapat dijadidakan jaminan
utang pajak;
|
|
|
|
|
|
14.
|
Lelang adalah setiap penjualan barang di muka umum dengan cara penawaran
harga secara lisan dan atau tertulis melalui usaha pengumpulan peminat
atau calon pembeli;
|
|
|
|
|
|
15.
|
Kantor Lelang adalah kantor yang berwenang melaksanakan penjualan secara
lelang;
|
|
|
|
|
|
16.
|
Risalah Lelang adalah Berita Acara Pelaksanaan Lelang yang dibuat oleh
Pejabat Lelang atau kuasanya dalam bentuk yang ditentukan oleh peraturan
perundang-undangan lelang yang berlaku;
|
|
|
|
|
|
17.
|
Pencegahan adalah larangan yang bersifat sementara terhadap Penanggung
Pajak tertentu untuk keluar dari wilayah Negara Republik Indonesia berdasarkan
alasan tertentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
|
|
|
|
|
|
18.
|
Penyanderaan adalah pengekangan sementara waktu kebebasan Penanggung
Pajak dengan menempatkannya di tempat tertentu;
|
|
|
|
|
|
19.
|
Gugatan adalah upaya hukum terhadap pelaksanaan penagihan pajak dan
kepemilikan barang sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan
yang bersngkutan;
|
|
|
|
|
|
20.
|
Penagihan pajak adalah serangkaian tindakan agar Penanggung Pajak melunasi
utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan,
melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan Surat Paksa,
mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyenderaan,
menjual barang yang telah disita;
|
|
|
|
|
|
21.
|
Barang adalah tiap benda atau hak yang dapat dijadikan objek sita;
|
|
|
|
|
|
22.
|
Kepala Daerah adalah Gubernur Kepala daerah Tingkat I, Bupati atau
Walikota madya Kepala daerah Tingkat II;
|
|
|
|
|
|
23.
|
Pemerintah Daerah adalah pemerintah daerah yang wilayah hukumnya meliputi
tempat tindakan penagihan pajak dilaksanakan;
|
|
|
|
|
|
24.
|
Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.
|
|
|
|
|
|
BAB II
PEJABAT DAN JURUSITA PAJAK
Pasal 2
|
|
|
|
|
|
|
(1)
|
Menteri berwenang menunjuk Pejabat untuk penagihan pajak pusat.
|
|
|
|
|
|
(2)
|
Kepala Daerah berwenang menunjuk Pejabat untuk penagihan pajak daerah.
|
|
|
|
|
|
(3) |
Pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
berwenang : |
|
|
|
|
|
|
a. |
mengangkat dan memberhentikan Jurusita Pajak; |
|
|
|
|
|
b.
|
menerbitkan :
|
|
|
|
|
|
|
1)
|
Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus;
|
|
|
|
|
|
2)
|
Surat Paksa;
|
|
|
|
|
|
3)
|
Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan;
|
|
|
|
|
|
4)
|
Surat Perintah Penyanderaan;
|
|
|
|
|
|
5)
|
Surat Pencabutan Sita;
|
|
|
|
|
|
6)
|
Pengumuman Lelang;
|
|
|
|
|
|
7)
|
Pembatalan Lelang; dan
|
|
|
|
|
|
8)
|
surat lain yang diperlukan untuk pelaksanaan penagihan pajak.
|
|
|
|
Pasal 3
|
|
|
|
|
|
|
(1)
|
Jurusita Pajak diangkat dan diberhentikan oleh Pejabat.
|
|
|
|
|
|
(2)
|
Syarat-syarat, tata cara pengangkatan dan pemberhentian sebagai Jurusita
pajak ditetapkan oleh Menteri.
|
|
|
|
|
|
Pasal 4
Sebelum memangku jabatannya, Jurusita Pajak diambil sumpah atau janji
menurut agama atau kepercayaannya oleh Pejabat yang berbunyi sebagai berikut
:
"Saya bersumpah/berjanji dengan sungguh-sungguh bahwa saya, untuk
memangku jabatan saya ini, langsung atau tidak langsung, dengan menggunakan
nama atau cara apapun juga, tidak memberikan atau menjanjikan barang sesuatu
kepada siapapun juga".
"Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, untuk melakukan atau tidak
melakukan sesuatu dalam jabatan saya ini, tiada sekali-kali akan menerima
langsung atau tidak langsung dari siapapun juga sesuatu janji atau pemberian".
"Saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan setia kepada dan akan
mempertahankan serta mengamalkan Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara,
Undang-undang dasar 1945, dan segala Undang-undang serta peraturan lain
yang berlaku bagi Negara Republik Indonesia".
"Saya bersumpah/berjanji bahwa saya senantiasa akan menjelankan
jabatan saya ini dengan jujur, seksama dan dengan tidak membeda-bedakan
orang dalam melaksanakan kewajiban saya dan akan berlaku sebaik-baiknya
dan seadil-adilnya seperti layaknya bagi seorang Jurusita Pajak yang berbudi
baik dan jujur, menegakkan hukum dan keadilan".
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 5
|
|
|
|
|
|
|
(1)
|
Jurusita Pajak bertugas :
|
|
|
|
|
|
|
a.
|
melaksanakan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus;
|
|
|
|
|
|
b.
|
memberitahukan Surat Paksa;
|
|
|
|
|
|
c.
|
melaksanakan penyitaan atas barang Penanggung pajak berdasarkan Surat
Perintah Melaksanakan Penyitaan; dan
|
|
|
|
|
|
d.
|
melaksanakan penyanderaan berdasarkan Surat Perintah Penyanderaan. |
|
|
|
|
(2)
|
Jurusita Pajak dalam melaksanakan tugasnya, harus dilengkapi dengan
kartu tanda pengenal Jurusita Pajak dan harus diperlihatkan kepada Penanggung
Pajak.
|
|
|
|
|
|
(3)
|
Dalam melaksanakan tugasnya, Jurusita Pajak berwenang memasuki dan
memeriksa semua ruangan termasuk membuka lemari, laci, dan tempat lain
untuk menemukan obyek sita di tempat usaha dan melakukan penyitaan di tempat
kedudukan, atau di tempat tinggal Penanggung Pajak, atau di tempat lain
yang dapat diduga sebagai tempat penyimpanan obyek sita.
|
|
|
|
|
|
(4)
|
Dalam melaksanakan tugasnya, Jurusita Pajak dapat meminta bantuan Kepolisian,
Kejaksaan, Departemen Kehakiman, Pemerintah Daerah setempat, Badan Pertanahan
Nasional, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Pengadilan Negeri, Bank
atau pihak lain dalam rangka melaksanakan penagihan pajak.
|
|
|
|
|
|
(5)
|
Jurusita Pajak menjalankan tugas di wilayah kerja Pejabat yang mengangkatnya,
kecuali ditetapkan lain oleh Menteri atau Kepala Daerah.
|
|
|
|