Menimbang | : | bahwa dengan telah ditetapkannya Keputusan Presiden No.13 Tahun 1995
tentang Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan Atas Barang Mewah, dan Pajak Penghasilan Dalam Rangka Pelaksanaan
Proyek Pemerintah Yang Dibiayai Dengan Dana Pinjaman Luar Negeri, dipandang
perlu diatur pelaksanaan lebih lanjut Keppres dimaksud dengan Keputusan
Menteri Keuangan; |
Mengingat | : | 1. | Indische Tariefwet (Staatsblad 1873 Nomor 35) sebagaimana telah diubah
dan ditambah; |
2. | Rechten Ordonnantie (Staatsblad Tahun 1931 Nomor 471) sebagaimana telah
diubah dan ditambah; |
3. |
Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara
Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah diubah
dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1994 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1994 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3566); |
4. |
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor Nomor 3263) sebagaimana telah diubah dengan
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1991 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1991 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3459) dan
terakhir diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3567); |
5. | Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang
Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3264) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun
1994 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 61, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3568); |
6. |
Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1969 tentang Pembebanan Atas Impor
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1969 Nomor 7) sebagaimana telah
diubah dan ditambah terakhir dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1988
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1988 Nomor 50, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3384); |
7. | Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1994 tentang Penghitungan Penghasilan
Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan Dalam Tahun Berjalan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3579); |
8. | Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 1994 tentang Pelaksanaan Undang-undang
Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak
Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang
Nomor 11 Tahun 1994 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 79,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3581); |
9. | Keputusan Presiden Nomor 56 Tahun 1988 tentang Penunjukan Badan-Badan
Tertentu dan Bendaharawan Untuk Memungut dan Menyetor Pajak Pertambahan
Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah; |
10. | Keputusan Presiden Nomor 96/M/1993 Tahun 1993 tentang Pembentukan
Kabinet Pembangunan VI. |
11. | Keputusan Presiden No. 15 Tahun 1994 tentang Pemeriksaan Pabean atas
Barang Yang Diimpor dalam Rangka Proyek Pemerintah yang Dibiayai
dengan Bantuan Luar Negeri; |
12. | Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1994 tentang Pedoman Pelaksanaan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara; |
13. | Keputusan Presiden No. 13 Tahun 1995 tentang Bea Masuk, Bea Masuk
Tambahan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah,
dan Pajak Penghasilan Dalam Rangka Pelaksanaan Proyek Pemerintah Yang
Dibiayai Dengan Dana Pinjaman Luar Negeri; |
14. | Keputusan Menteri Keuangan Nomor
599/KMK.04/1994 tanggal 21
Desember 1994 tentang Penunjukan Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22, Sifat
Dan Besarnya Pungutan serta Tata Cara Penyetoran dan Pelaporannya. |
Mencabut | : | 1. | Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
402/KMK.04/1985
tanggal 24 April 1985 tentang Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai Yang
Terhutang Oleh Kontraktor Sehubungan Dengan Pelaksanaan Proyek Pembangunan
Milik Pemerintah Yang Dibiayai Dengan Dana Pinjaman Luar Negeri atau Hibah. |
2. | Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
620/KMK.04/1986
tanggal 18 Juli 1986 tentang Pelaksanaan Keputusan Presiden Nomor 29 Tahun
1986 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan Yang Terhutang Sehubungan Dengan
Pelaksanaan Proyek Pembangunan Milik Pemerintah Yang Dibiayai Dengan Dana
Pinjaman Atau Hibah Luar Negeri. |
3. | Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
678/KMK.01/1985
tanggal 26 Juli 1985 tentang Tata Laksana Impor Barang-barang Dalam Rangka
Pelaksanaan Proyek Pembangunan Milik Pemerintah Yang Dibiayai Dengan Dana
Bantuan/Pinjaman Luar Negeri. |
4. | Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
848/KMK.01/1987
tanggal 23 Desember 1987 tentang Tatacara Pemberian Fasilitas Bea Masuk dan
Perpajakan Bagi Barang, Bahan, dan Peralatan Konstruksi Asal Impor Yang
Dipergunakan Untuk Memenuhi Kebutuhan Pelaksanaan Proyek Pemerintah Yang
Dibiayai Dengan Dana Pinjaman Luar Negeri. |
Menetapkan | : | KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PELAKSANAAN
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1995 TENTANG BEA MASUK,
BEA MASUK TAMBAHAN, PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG
MEWAH, DAN PAJAK PENGHASILAN DALAM RANGKA PELAKSANAAN PROYEK PEMERINTAH YANG
DIBIAYAI DENGAN DANA PINJAMAN LUAR NEGERI. |
Dalam keputusan ini yang di maksud dengan : |
(1) | Proyek Pemerintah adalah proyek-proyek yang tercantum dalam Daftar Isian
Proyek (DIP) atau dokumen yanag dipersamakan dengan DIP. |
(2) | Pinjaman Luar Negeri adalah setiap penerimaan negara baik dalam bentuk
devisa dan atau devisa yang dirupiahkan maupun dalam bentuk barang dan atau
dalam bentuk jasa yang diperoleh dari pemberi pinjaman luar negeri yang harus
dibayar kembali dengan persyaratan tertentu. Termasuk dalam pengertian
Pinjaman Luar Negeri adalah Hibah Luar Negeri yaitu setiap penerimaan negara
baik dalam bentuk devisa dan atau devisa yang dirupiahkan maupun dalam bentuk
barang dan atau dalam bentuk jasa termasuk tenaga ahli dan pelatihan yang
diperoleh dari pemberi hibah luar negeri yang tidak perlu dibayar kembali. |
(3) | Impor barang adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam daerah Pabean
yang dilakukan dalam rangka pelaksanaan proyek Pemerintah yang dibiayai
dengan dana pinjaman luar negeri. |
(4) | Penyerahan barang dan/atau jasa adalah penyerahan Barang Kena Pajak
dan/atau Jasa Kena Pajak kepada Pemerintah yang dilakukan oleh kontraktor,
supplier, konsultan, dan tenaga ahli yang mengerjakan proyek Pemerintah yang
dibiayai dengan dana pinjaman luar negeri. |
(5) | Dokumen yang dipersamakan dengan DIP adalah dokumen rencana anggaran
tahunan dari suatu kegiatan yang ditampung dalam Anggaran Bagian Pembiayaan
Perhitungan Pembangunan yang disyahkan oleh Departemen Keuangan dan Bappenas. |
(6) | Perjanjian Penerusan Pinjaman atau Subsidiary Loan Agreement (PPP atau
SLA) adalah dokumen perjanjian penerusan pinjaman antara Pemerintah RI cq.
Departemen Keuangan dengan BUMN/BUMD/PEMDA sehubungan dengan proyek yang
dilaksanakan oleh BUMN/BUMD/PEMDA dan dibiayai dengan dana pinjaman luar
negeri yang diteruspinjamkan (two step loan). |
Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan yang tertuang atas impor barang
serta Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah
(PPnBM) yang terutang atas impor barang dan/atau penyerahan barang dan/atau
jasa sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 dalam rangka pelaksanaan proyek
Pemerintah yang seluruh atau sebagian dananya dibiayai dengan pinjaman luar
negeri ditetapkan sebagai berikut: |
(a) | Dalam hal proyek Pemerintah yang pembiayaannya dilaksanakan oleh
Departemen, Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, atau Lembaga Pemerintah Non
Departemen dan seluruh dananya dibiayai dengan pinjaman luar negeri sepanjang
ditampung dalam DIP atau dokumen yang dipersamakan dengan DIP diberikan
pembebasan Bea Masuk dan Bea Masuk Tambahan,serta tidak dipungut PPN dan PPnBM. |
(b) | Dalam hal proyek Pemerintah yang pembiayaannya dilaksanakan oleh
Departemen, Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Lembaga Pemerintah Non
Departemen, atau PEMDA dan sebagian dananya dibiayai dengan pinjaman luar
negeri sepanjang ditampung dalam DIP atau dokumen yang dipersamakan dengan
DIP, diberikan pembebasan Bea Masuk dan Bea Masuk Tambahan serta tidak
dipungut PPN dan PPnBM hanya atas bagian dari proyek Pemerintah yang dananya
dibiayai dengan pinjaman luar negeri tersebut. |
(c) | Dalam hal proyek Pemerintah yang pembiayaannya dilaksanakan oleh
BUMN/BUMD/PEMDA dan seluruh atau sebagian dananya dibiayai dengan Pinjaman
Luar Negeri yang diteruspinjamkan (Subsidiary Loan Agreement/SLA), tetap
ditagih Bea Masuk dan Bea Masuk Tambahan serta dipungut PPN dan PPnBM dan
dibayar dari dana yang disediakan oleh BUMN/BUMD/PEMDA yang melaksanakan
proyek Pemerintah tersebut. |
Pajak Penghasilan terutang yang dikenakan, dipungut atau dipotong
sehubungan dengan proyek Pemerintah yang dananya dibiayai seluruhnya atau
sebagian dengan pinjaman luar negeri yang dikontraknya ditandatangani sejak
tanggal 1 April 1995, dibayar oleh importir, kontraktor, supplier konsultan,
dan tenaga ahli yang bersangkutan sesuai dengan Undang-undang Nomor 7
Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994. |
(1) | Pada saat mengajukan permintaan pembayaran kepada Kantor
Bayar, Bendaharawan bersangkutan wajib melampirkan bukti pembayaran PPN dan
PPnBM sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 huruf (c) serta PPh terutang
sebagaimana dimaksud Pasal 3 pada Surat Permintaan Pembayaran (SPP)
berkenaan. |
(2) | PPh yang dimaksud pada ayat (1) untuk Wajib Pajak Dalam
Negeri dan Bentuk Usaha Tetap adalah PPh Pasal 25 : |
a. | sebesar 1,5% dari jumlah yang diterimanya untuk transaksi penyerahan
barang dan jasa konstruksi/pemborong bangunan. |
b. | sebesar 6% dari jumlah yang diterimanya untuk transaksi jasa teknik,
jasa manajemen, jasa konsultan, jasa perancang bangunan, jasa perancang
interior, jasa perancang pertamanan, jasa tenaga ahli orang pribadi. |
(3) | PPh yang dimaksud pada ayat (2) huruf b untuk Wajib Pajak Luar Negeri
adalah PPh Pasal 26 sebesar 20% dari nilai transaksi. |
(4) | Dalam hal rekanan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berstatus sebagai
penduduk negara yang ada Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda dengan
Republik Indonesia, maka perlakuan perpajakannya tunduk pada ketentuan
Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda negara yang bersangkutan. |
(5) | Setiap perubahan besarnya tarif PPh Pasal 25 dimaksud dalam ayat (2)
huruf b mengacu pada Keputusan Direktur Jenderal Pajak yang mengatur tentang
tarif tersebut. |
(1) | Dalam kontrak pelaksanaan proyek Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 huruf (a) dan (b) selain memuat asal dana pinjaman, tanggal dan
nomor Naskah Pinjaman Luar Negeri (NPLN), juga supaya dicantumkan bahwa atas
kontrak tersebut diberikan pembebasan Bea Masuk dan Bea Masuk Tambahan dan
tidak dipungut PPN dan PPnBM (sebagian atau seluruhnya) sesuai dengan DIP
atau dokumen yang dipersamakan dengan DIP yang berkenaan. |
(2) | Dalam kontrak pelaksanaan proyek Pemerintah yang dibiayai dengan dana
PPP/SLA sebagaimana dimaksud Pasal 2 huruf (c), selain memuat asal dana
pinjaman dan nomor Naskah Pinjaman Luar Negeri (NPLN), tanggal dan nomor
PPP/SLA, juga harus memuat pernyataan kewajiban menyetor BM, BMT serta PPN
dan PPnBM. |
(3) | Daftar barang yang akan diimpor (materlist) dibuat sesuai dengan kontrak
oleh Pemimpin Proyek dan disyahkan oleh Pejabat Eselon I yang membawahi
proyek bersangkutan. |
(4) | 1 (satu) eksemplar kontrak sebagaimana dimaksud ayat (1) beserta
Materlist sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) disampaikan oleh Pimpro kepada
Menteri Keuangan cq. Direktur Jenderal Bea dan Cukai. |
(5) | 1 (satu) eksemplar kontrak dimaksud pada ayat (1) harus disampaikan
kepada Kantor Pelayanan Pajak setempat dimana kontraktor, supplier,
konsultan, dan tenaga ahli terdaftar sebagai Wajib Pajak. Apabila belum
memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak, maka kontrak tersebut disampaikan kepada
Kantor Pelayanan Pajak Badan dan Orang Asing. |
(1) | Dengan pembebasan Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan serta tidak dipungut PPN
dan PPnBM atas impor barang (sebagian atau seluruhnya) sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 huruf (a) dan (b), importir, kontraktor, supplier, konsultan,
dan tenaga ahli tidak perlu membuat Surat Setoran Bea Cukai untuk Bea Masuk
dan Bea Masuk Tambahan dan Surat Setoran Pajak untuk PPN dan PPnBM. |
(2) | Dengan tidak dipungutnya PPN dan PPnBM atas penyerahan barang dan jasa
(sebagian atau seluruhnya) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf (a) dan
(b), kontraktor, supplier, konsultan, dan tenaga ahli tidak membuat Surat
Setoran Pajak untuk PPN dan PPnBM. |
(3) | Kontraktor, supplier, konsultan, dan tenaga ahli yang melakukan
penyerahan barang dan/atau jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (4)
wajib membuat Faktur Pajak. |
(1) | Atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak di dalam negeri
oleh kontraktor, supplier, konsultan, dan tenaga ahli sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 tetap dikenakan PPN dan PPnBM oleh Pengusaha Kena Pajak yang
menyerahkan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak tersebut. |
(2) | PPN yang telah dibayar oleh kontraktor, supplier, konsultan, dan tenaga
ahli sehubungan dengan perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Pajak Masukan yang dapat
dikreditkan dengan Pajak Keluaran. |
(1) | Bea Masuk dan Bea Masuk Tambahan yang terutang atas impor barang, serta
PPN dan PPnBM yang terutang atas impor barang dan/atau penyerahan barang
dan/atau jasa, atas sisa nilai kontrak pelaksanaan proyek Pemerintah dibiayai
dengan dana pinjaman luar negeri yang tidak diteruspinjamkan kepada
BUMN/BUMD/PEMDA yang ditandatangai sebelum tanggal 1 April 1995 tetap
ditanggung Pemerintah, dalam pelaksanaannya dibebaskan/tidak dipungut hingga
berakhirnya masa kontrak berkenaan. |
(2) | Pajak Penghasilan yang terutang atas sisa nilai kontrak pelaksanaan
proyek Pemerintah dibiayai dengan dana pinjaman luar negeri yang tidak
diteruspinjamkan kepada BUMN/BUMD/PEMDA yang ditandatangani sebelum
tanggal 1 April 1995 tetap ditanggung Pemerintah, dalam pelaksanaannya
tidak dipungut/tidak disetor hingga berakhirnya masa kontrak berkenaan. |
(3) | Bea Masuk dan Bea Masuk Tambahan yang terutang atas impor barang, serta
PPN dan PPnBM yang terutang atas impor barang dan/atau penyerahan barang
dan/atau jasa, serta Pajak Penghasilan yang terutang atas sisa nilai kontrak
pelaksanaan proyek Pemerintah dibiayai dengan dana pinjaman luar negeri yang
diteruspinjamkan kepada BUMN/BUMD/PEMDA dan kontraknya ditandatangani sebelum
tanggal 1 April 1995 dan tercantum dalam DIP atau dokumen yang dipersamakan
dengan DIP, yang semula telah ditanggung oleh Pemerintah, tetap ditanggung
Pemerintah, dalam pelaksanaannya dibebaskan/tidak dipungut hingga
berakhirnya masa kontrak berkenaan. |
(4) | Dalam pelaksanaan ketentuan ayat (1) dan (3), jumlah BM, BMT serta PPN
dan PPnBM atas sisa nilai kontrak dimaksud agar dihapuskan dari unsur biaya
dengan cara addendum kontrak. |
Pelaksanaan Keputusan Menteri Keuangan ini diatur lebih lanjut oleh
Direktur Jenderal Anggaran, Direktur Jenderal Pajak, dan Direktur Jenderal
Bea dan Cukai, baik secara bersama maupun sendiri-sendiri. |
Keputusan Menteri Keuangan ini mulai berlaku sejak tanggal 1 April 1995. |
Ditetapkan di: JAKARTA |