MENTERI KEUANGAN

REPUBUK INDONESIA

 

 SALINAN


KEPUTUSAN MENTERI KEU ANGANREPUBLIK INDONESIA
NOMOR 334/KMK.0l/2000

TENTANG

PEDOMAN DAN TAT A CARA PEMERIKSAAN DI BIDANG
PENGURUSAN PIUTANG NEGARA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

 

Menimbang : a.

bahwa untuk melaksanakan Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 333/KMK.01/2000 tentang Pengurusan Piutang Negara, perlu diatur ketentuan mengenai Pemeriksaan dibidang pengurusan piutang negara, sehingga penagihan piutang negara yang belum dapat ditagih dapat dilakukan secara berdayaguna dan berhasilguna;

    b.

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Keputusan Menteri Keuangan tentang Pedoman dan Tata Cara Pemeriksaan Di Bidang Pengurusan Piutang Negara;
 

Mengingat : 1.

Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Staatsblad Tahun 1847 Nomor 23);

    2.

Undang-undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 156, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2104);

    3.

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209);

    4.

Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3472) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4790);

    5.

Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 1976 tentang Panitia Urusan Piutang Negara dan Badan Urusan Piutang Negara;

    6.

Keputusan Presiden Nomor 21 Tahun 1991 tentang Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara;

    7.

Keputusan Presiden Nomor 355/M Tahun 1999;

    8.

Keputusan Menteri Keuangan Nomor 940/KMK.01/1991 tetang Organisasi dan Tata Kerja Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara;

    9.

Keputusan Menteri Keuangan Nomor 376/KMK.09/1995 tentang Pemblokiran dan Penyitaan Harta Kekayaan Milik Penanggung Hutang/Penjamin Hutang yang tersimpan pada bank oleh Panitia Urusan Piutang Negara/Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara;

    10.

Keputusan Menteri Keuangan Nomor 381/KMK.09/1998 tentang Panitia Urusan Piutang Negara;

    11.

Keputusan Menteri Keuangan Nomor 333/KMK.01/2000 tentang Pengurusan Piutang Negara;
 

   

MEMUTUSKAN
 

Menetapkan :

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PEDOMAN DAN TATA CARA PEMERIKSAAN DI BIDANG PENGURUSAN PIUTANG NEGARA.
 

   


BAB I

PENGERTIAN

Pasal 1
 

   

Dalam Keputusan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan:

    1.

Pemeriksaan adalah serangkaian upaya yang dilakukan oleh Pemeriksa guna memperoleh inforrnasi tentang bukti atas diri,  kemampuan, harta kekayaan dari Penanggung Hutang/Penjamin Hutang atau pihak lain yang menurut undang-undang harus bertanggungjawab dan atau menemukan fisik barang jaminan dalam rangka penyelesaian Piutang Negara.

    2.

Pemeriksa adalah Pejabat Fungsional/Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara yang diangkat oleh Menteri Keuangan yang diberi tugas, wewenang dan tanggungjawab untuk melakukan Pemeriksaan.

    3.

Obyek Pemeriksaan adalah diri, harta kekayaan, kemampuan dan atau keberadaan dari Penanggung Hutang dan atau Penjamin Hutang serta fisik barang jaminan yang belum diketemukan.

    4.

Piutang Negara adalah sejumlah uang yang wajib dibayar kepada Negara atau Badan-badan yang baik secara langsung maupun tidak langsung dikuasai oleh Negara, berdasarkan suatu perjanjian, peraturan atau sebab apapun.

    5.

Kepala Badan adalah Kepala Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN).

    6.

Penanggung Hutang adalah badan atau orang termasuk penjamin perorangan yang berhutang menurut perjanjian, peraturan atau sebab apapun yang menimbulkan hutang kepada negara.

    7.

Penjamin Hutang adalah badan atau orang yang menjamin penyelesaian sebagian atau seluruh hutang Penanggung Hutang termasuk penjamin kebendaan.
 

   


BAB II

TUJUAN, OBYEK DAN SASARAN PEMERIKSAAN


Pasal 2
 

   

Tujuan Pemeriksaan adalah untuk menyelesaikan piutang negara dengan cara meneliti, mencari dan mengumpulkan bukti-bukti/dokumen dan informasi atas diri harta kekayaan, kemampuan dan atau keberadaan dari Penanggung Hutang dan atau Penjamin Hutang serta fisik barang jaminan yang belum diketemukan.
 

    Pasal 3
 
   

Yang menjadi Obyek Pemeriksaan adalah:

    a.

Penanggung Hutang yang terdiri dari :

      1.

Orang yang berkedudukan sebagai pihak yang berhutang dalam perikatan hutang (perjanjian kredit, kontrak) atau orang yang berdasarkan undang-undang atau sebab apapun mempunyai hutang kepada negara.

      2.

Badan Hukum termasuk yayasan, dalam hal ini diwakili: 

        a.

direksi/ anggota pengurus perusahaan; dan stall

        b.

para anggota dewan komisarisj dewan pengurus perusahaan;

        sesuai dengan akte pendirian badan hukum yang bersangkutan.
      3.

Salah seorang pesero dan atau pesero pengurus dari Badan Hukum dalam hal Penanggung Hutang adalah Firma (tanggung jawab renteng), Perseroan Komanditer atau Persekutuan Perdata.

    b.

Penjamin Hutang, dapat terdiri dari :

      1.

penjamin hutang pribadi (borgtocht atau personal guarantee);

      2.

penjamin atas pembayaran wesel (avalist);

      3.

badan hukum (corporate guarantee);

      4.

pemegang saham, dapat diminta pertanggungjawaban pribadi dalam hal:

        a.

pemegang saham secara langsung atau tidak langsung dengan itikad buruk memanfaatkan perseroan untuk kepentingan pribadi;

        b.

pemegang saham terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan dalam perseroan;

        c.

pemegang saham secara melawan hukum menggunakan kekayaan perseroan yang mengakibatkan kekayaan perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi hutang perseroan.

    c. Harta kekayaan lain miIik Penanggung Hutang dan atau Penjamin Hutang termasuk ahli waris, meliputi:
      1.

barang tidak bergerak antara lain: tanah, bangunan, kapal dengan isi kotor 20 m3 ke atas;

      2.

barang bergerak antara lain: kendaraan bermotor, furniture, peralatan elektronik;

      3.

surat berharga/ efekantara lain: surat pengakuan hutang, surat berharga komersial, Baham, obligasi, tanda bukti hutang, unit penyertaan kontrak investasi kolektif, kontrak berjangka atas efek dan setiap derivatif dari efek;

      4.

barang tidak berwujud antara lain: hak cipta, hak paten, hak merk perdagangan dan perniagaan;

      5.

uang/dana dan harta kekayaan yang tersimpan di Bank;

    d.

kemampuan Penanggung Hutang dan atau Penjamin Hutang termasuk ahli waris antara lain penghasilan dan atau usahanya;

    e.

keberadaan Penanggung Hutang dan atau Penjamin Hutang termasuk ahli waris;

    f.

fisik barang jaminan yang belum diketemukan.
 

    Pasal 4
 
   

Sasaran Pemeriksaan adalah diperolehnya kebenaran informasi atas obyek Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, sebagai bahan pengurusan Piutang Negara yang hasilnya berupa :

    a.

upaya pelunasan/pembayaran PiutangNegara, baik melalui tindakan eksekusi maupun non eksekusi;

    b.

penerbitan surat Piutang Negara yang Untuk Sementara Belum Dapat Ditagih ( PSBDT);

    c.

usulan Penghapusan Piutang Negara kepada Menteri Keuangan dan atau pejabat yang berwenang;

    d.

Paksa Badan (lijfsdwang) dan tindakan pencegahan ke luar negeri.
 

   


BAB III

SYARAT PEMERIKSAAN

Pasal 5
 

    (1)

Pemeriksaan dapat dilakukan setelah penyerahan Berkas Kasus Piutang Negara (BKPN) dari Penyerah Piutang kepada BUPLN dan atau setelah SP3N diterbitkan dan dapat dilakukan lebih dari satu kali atas suatu kasus piutang negara dengan memperhatikan faktor efisiensi dan efektifitas.

    (2)

Pemeriksaan dilakukan atas perintah kepala kantor pelayanan/kepala kantor. wilayah/Kepala Badan sesuai dengan kebutuhan, sifat, kondisi serta besaran suatu kasus piutang negara dengan memperhatikan faktor efisiensi dan efektivitas.

    (3)

Pemeriksaan dilakukan bilamana diperoleh laporan, pemberitahuan atau pengaduan dari pihak terkait atau pihak ketiga mengenai harta kekayaan, kemampuan/usaha serta keberadaan Penanggung Hutang dan atau Penjamin Hutang termasuk ahli waris.

    (4)

Pemeriksaan dilakukan terhadap kasus Piutang Negara dalam hal-hal sebagai berikut :

      a.

fisik barang jaminan belum diketemukan;

      b.

barang jaminan sudah habis namun berdasarkan informasi Penanggung Hutang dan atau Penjamin Hutang termasuk ahli waris masih mempunyai harta kekayaan lain yang dapat digunakan untuk menyelesaikan hutang;

      c.

penanggung Hutang dan atau Penjamin Hutang termasuk ahli waris tidak diketahui alamat/domisili atau menghilang;

      d.

memberikan pertimbangan mengenai usul penghapusan Piutang Negara;

      e.

pada saat akan diterbitkan Surat Perintah Penjualan Barang Sitaan (SPPBS) dalam rangka memastikan adanya barang jaminan dan atau harta kekayaan lain milik Penanggung Hutang/Penjamin Hutang baik jenis maupun jumlahnya;

      f.

piutang Negara yang akan diterbitkan PSBDT mempunyai nilai sekurang-kurangnya :

        1.

Rp. 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) untuk Piutang Negara Perbankan; atau

        2.

Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) untuk Piutang Negara Non Perbankan;

      g.

piutang Negara yang sudah diterbitkan PSBDT namun diperoleh informasi bahwa Penanggung Hutang dan atau Penjamin Hutang termasuk ahli waris mempunyai harta kekayaan/kemampuan yang dapat digunakan untuk menyelesaikan hutangnya.
 

   
BAB IV

PEMERIKSA


Pasal 6
 
   

Penunjukan dan pengangkatan pejabat/pegawai BUPLN sebagai Pemeriksa dilakukan oleh Kepala Badan atas nama Menteri Keuangan.
 

    Pasal 7
 
    (1)

Syarat-syarat Pemeriksa adalah:

      a.

pendidikan minimal S1 atau berpangkat/golongan minimal Penata Muda/IIIa;

      b. masa kerja minimal 2 (dua) tahun;
      c. telah lulus Diklat Pengurusan Piutang dan Lelang Negara (PPLN) dan Pemeriksaan.
    (2)

Bagi KP3N yang tidak memungkinkan syarat-syarat Pemeriksa di atas persyaratannya adalah sebagai berikut:

      a.

pendidikan minimal SMA atau sederajat diutamakan lulusan Diploma I dan III atau berpangkat/golongan minimal Pengatur/IIc;

      b.

masa Kerja minimal 5 tahun ;

      c.

telah lulus diklat PPLN dan Pemeriksaan.

    (3)

Sebelum melaksanakan tugas pemeriksa diambil sumpahnya terlebih dahulu oleh Kepala Badan atau pejabat yang ditunjuk atas nama Menteri Keuangan.
 

    Pasal 8
 
    (1)

Dalam melaksanakan tugas, Pemeriksa dilengkapi dengan:

      a.

surat tugas;

      b.

tanda pengenal;

      c.

alat-alat pendukung antara lain : kamera, alat perekam, alat ukur.

    (2)

Dalam melaksanakan Pemeriksaan, Pemeriksa wajib menjunjung tinggi hukum yang berlaku, bertingkah laku saran, hati-hati, tegas/lugas, cermat dan disiplin.
 

   

Pasal 9
 

    (1)

Pemeriksaan hanya dapat dilakukan oleh tim yang beranggotakan lebih dari satu orang dengan minimal satu orang anggotanya berkualifikasi sebagai Pemeriksa.

    (2)

Jumlah anggota tim pemeriksa ditetapkan oleh kepala kantor pelayanan/kepala kantor wilayah/Kepala Badan berdasarkan sifat, kondisi, besaran serta tingkat kesulitan/kompleksitas kasus Piutang Negara.

    (3)

Surat tugas tim pemeriksa diterbitkan oleh kepala kantor pelayanan/kepala kantor wilayah/Kepala Badan.

    (4)

Dalam hal pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) berhalangan, surat tugas tim pemeriksa diterbitkan oleh pejabat pengganti sementara yang ditunjuk.
 

   
BAB V

TUGAS DAN WEWENANG PEMERIKSA

Bagian Pertama
Tugas Pemeriksa

Pasal 10
 
   

Dalam melaksanakan tugasnya, Pemeriksa mempunyai tugas sebagai berikut :

    a.

meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan atau bukti-bukti/dokumen-dokumen sehubungan dengan adanya informasi atas diri, usaha, harta kekayaan, kemampuan dari Penanggung Hutang dan atau Penjamin Hutang termasuk ahli waris;

    b.

meminta informasi atau keterangan dari berbagai pihak atas keberadaan diri, usaha, harta kekayaan, kemampuan dari Penanggung Hutang dan atau Penjamin Hutang termasuk ahli waris;

    c.

melakukan wawancara dan atau konfirmasi dengan berbagai pihak yang berkaitan dengan obyek yang akan diperiksa.
 

   

Bagian Kedua
Wewenang Pemeriksa


Pasal 11
 

   

Dalam melaksanakan tugasnya, Pemeriksa mempunyai wewenang sebagai berikut:

    a.

memasuki tempat kediaman/rumah, kantor, pekarangan, tempat usaha/tempat kegiatan yang diduga/patut diduga milik Penanggung Hutang dan atau Penjamin Hutang termasuk ahli waris;

    b.

memotret, merekam dan atau mencatat barang atau apa saja yang diduga atau patut diduga sebagai bukti ada dan tidaknya usaha dan atau harta kekayaan lain milik Penanggung Hutang dan atau Penjamin Hutang termasuk ahli waris dengan memperhatikan prinsip efisiensi dan efektifitas;

    c.

memeriksa catatan dan pembukuan yang diduga atau patut diduga berasal dari usaha milik Penanggung Hutang dan atau Penjamin Hutang termasuk ahli waris serta dapat meminta turunan dokumen yang diperlukan dalam Pemeriksaan yang disahkan oleh pihak yang bersangkutan; 

    d.

melakukan tindakan-tindakan lain yang dianggap perlu dan dapat dipertanggungjawabkan demi kelancaran tugas pemeriksaan.
 

   
BAB VI

PERSIAPAN PEMERIKSAAN

Pasal 12
 
   

Sebelum Pemeriksaan Piutang Negara dilaksanakan, Pemeriksa melakukan langkah-langkah persiapan sebagai berikut:

    a.

dalam hal Pemeriksaan dilakukan oleh kantor pelayanan, Kepala Sub Seksi Penataan Barang Jaminan (PBJ)/Kepala Seksi PBJ, Kepala Sub Seksi Piutang Perbankan/Kepala Seksi Piutang Perbankan, Kepala Sub Seksi Piutang Non Perbankan/Kepala Seksi Piutang Non Perbankan mengumpulkan data dan informasi dari berbagai pihak baik melalui media cetak, media elektronik maupun sumber lain yang dapat dipercaya terhadap diri, usaha, harta kekayaan, kemampuan dari Penanggung Hutang dan atau Penjamin Hutang termasuk ahli waris;

    b.

apabila data dan informasi sebagaimana dimaksud dalam butir 1 telah diterima dan setelah diteliti kebenarannya dengan BKPN yang bersangkutan, maka Kepala Kantor Pelayanan menugaskan Kepala Sub Seksi PBJ/Kepala Seksi PBJ, untuk menunjuk Pemeriksa melakukan Pemeriksaan atas diri, usaha, harta kekayaan, kemampuan dari Penanggung Hutang dan atau Penjamin Hutang termasuk ahli waris dengan menggunakan forrnulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I;

    c.

kepala Sub Seksi PBJ/Kepala Seksi PBJ membuat konsep surat tugas disertai program pemeriksaan dan paling lambat dalam waktu 1 (satu) hari kerja menyampaikan kepada kepala kantor pelayanan untuk ditandatangani dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II dan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran III.
 

   

Pasal 13
 

    (1)

Dalam hal Pemeriksaan dilakukan kantor wilayah, kepala kantor wilayah setelah menerima informasi dan mengkonfirmasikan dengan kepala kantor pelayanan memerintahkan kepala bidang piutang negara untuk melakukan Pemeriksaan atas diri, usaha, harta kekayaan, kemampuan dari Penanggung Hutang dan atau Penjamin Hutang termasuk ahli waris dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran IV.

    (2)

Kepala Bidang Piutang Negara membuat konsep surat tugas disertai program pemeriksaan dan paling lambat dalam waktu 1 (satu) hari kerja menyampaikan kepada kepala kantor wilayah untuk ditandatangani dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran V dan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VI.
 

    Pasal 14
 
    (1)

Dalam hal Pemeriksaan dilakukan oleh kantor pusat, Kepala Badan setelah menerima informasi dan mengkonfirmasikan dengan kepala kantor wilayah dan atau kepala kantor pelayanan memerintahkan Kepala Biro Piutang Negara Perbankan (PNP)/Kepala Biro Piutang Negara Non Perbankan (PNNP) untuk melakukan Pemeriksaan atas diri, usaha, harta kekayaan, kemampuan dari Penanggung Hutang dan atau Penjamin Hutang termasuk ahli waris dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VII.

    (2)

Kepala Biro PNP/Kepala Biro PNNP membuat konsep surat tugas disertai program pemeriksaan dan paling lambat dalam waktu 1 (sam) hari kerja menyampaikan kepada Kepala Badan atau pejabat yang ditunjuk untuk ditandatangani dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VIII dan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran IX.
 

   

Pasal 15
 

    (1) Surat tugas pemeriksaan sekurang-kurangnya memuat:
      a.

penugasan kepala kantor pelayanan, kepala kantor wilayah atau Kepala Badan kepada Pemeriksa untuk melakukan Pemeriksaan ;

      b.

identitas Pemeriksa;

      c.

keputusan Menteri Keuangan mengenai pengangkatan yang bersangkutan sebagai Pemeriksa;

      d.

perintah untuk menyampaikan laporan tertulis setelah melakukan pemeriksaan kepada kepala kantor pelayanan, kepala kantor wilayah atau Kepala Badan.

    (2)

Program Pemeriksaan sekurang-kurangnya memuat :

      a.

identitas Penanggung Hutang dan atau Penjamin Hutang termasuk ahli waris;

      b.

sisa hutang;

      c.

sumber informasi;

      d.

program Kerja;

      e.

identitas petugas dan waktu yang diperlukan;

      f.

tanda tangan Kepala Sub Seksi PBJ/Kepala Seksi PBJ, Kepala Bidang Piutang Negara atau Kepala Biro PNP/Kepada Biro PNNP.

    (3)

Kepala kantor pelayanan, kepala kantor wilayah atau Kepala Badan menandatangani surat tugas dan paling lambat dalam waktu 3 (tiga) hari kerja menyampaikan kepada Kepala Sub Seksi PBJ/Kepala Seksi PBJ, Kabid Piutang Negara atau Kepala Biro PNP/Kepala Biro PNNP setelah diberi Nomor, tanggal, dan stempel.
 

    Pasal 16
 
    (1)

Dalam hal Pemeriksaan dilakukan oleh kantor pelayanan/kantor wilayah dan letak objek yang akan diperiksa berada di luar wilayah kerja kantor pelayanan/kantor wilayah yang menerbitkan surat tugas pemeriksaan, kepala kantor pelayanan/kepala kantor wilayah yang menerbitkan surat tugas pemeriksaan dapat meminta bantuan secara tertulis kepada kantor pelayanan/kantor wilayah di wilayah kerja tempat objek yang akan diperiksa berada dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran X atau formulir ditetapkan dalam Lampiran XI dan melampirkan program pemeriksaan.

    (2)

Apabila Pemeriksaan dilakukan oleh Pemeriksa dari kantor pelayanan/kantor wilayah yang menerbitkan surat tugas pemeriksaan, kantor pelayanan/kantor wilayah tersebut terlebih dahulu memberitahukan secara tertulis kepada kantor pelayanan/kantor wilayah di wilayah kerja tempat objek yang akan diperiksa itu berada.
 

   
BAB VII

PELAKSANAAN PEMERIKSAAN

Pasal 17
 
    (1)

Berdasarkan surat tugas pemeriksaan, Pemeriksa melaksanakan Pemeriksaan atas diri, usaha, harta kekayaan, kemampuan dari Penanggung Hutang dan atau Penjamin Hutang termasuk ahli waris sesuai dengan program pemeriksaan.

    (2)

Dalam melaksanakan Pemeriksaan, Pemeriksa harus:

      a.

memperlihatkan kartu tanda pengenal;

      b.

memperlihatkan surat tugas;

      c.

mernberitahukan tentang maksud dan tujuan Perneriksaan kepada Penanggung Hutang dan atau Penjamin Hutang termasuk ahli waris serta instansi yang dikunjungi. 

    (3)

Pemeriksa dalam melaksanakan Pemeriksaan, dapat meminta bantuan, mendayagunakan dan bekerja sama dengan:

      a.

penyerah piutang;

      b.

anggota PUPN;

      c.

Kepolisian Negara RI;

      d.

instansi lain yang ada hubungannya dengan objek yang akan diperiksa misalnya:

        1.

Pemda;

        2.

kelurahanjkecamatan;

        3.

RT/RW dan masyarakat sekitarnya;

        4.

kantor pertanahan kabupaten/kodya;

        5.

syahbandar/administrator pelabuhan;

        6.

kantor Depnaker/PT Jamsostek;

        7.

kantor Deperindag;

        8.

kantor pelayanan pajak.

    (4)

Untuk memastikan kebenaran informasi yang diperoleh, Pemeriksa dapat memasuki rumah/tempat kediaman, kantor, tempat usaha/tempat kegiatan yang diduga/patut diduga milik Penanggung Hutang dan atau Penjamin Hutang termasuk ahli waris, disaksikan minimal oleh dua orang saksi yang memenuhi persyaratan dengan sepengetahuan Penanggung Hutang dan atau Penjamin Hutang termasuk ahli waris yang bersangkutan.

    (5)

Dalam hal Pemeriksa akan memasuki rumah/ tempat kediaman, kantor, tempat usaha/tempat kegiatan yang diduga/patut diduga milik Penanggung Hutang dan atau Penjamin Hutarig termasuk ahli waris yang tidak menyetujui atau tidak berada di rumah, Pemeriksa didampingi oleh kepala desa, ketua RT/RW atau aparat Pemda setempat, dengan disaksikan minimal dua orang saksi yang memenuhi persyaratan.

    (6)

Dalam hal Pemeriksa bertemu dengan Penanggung Hutang dan atau Penjamin Hutang termasuk ahli waris maka dilakukan wawancara langsung kepada yang bersangkutan dengan menggunakan formulir-formulir sebagaimana ditetapkan dalam  Lampiran XII, XIII atau XIV.

    (7)

Dalam hal Penanggung Hutang dan atau Penjamin Hutang termasuk ahli waris tidak diketemukan atau berdasarkan hasil wawancara ternyata yang bersangkutan tidak mampu menyelesaikan hutang, maka harus dibuktikan dengan surat keterangan dari aparat Pemda setempat/instansi berwenang.
 

    Pasal 18
 
    (1)

Dalam hal Pemeriksaan dilakukan oleh kantor pelayanan, pemeriksa membuat dan menandatangani Berita Acara Pemeriksaan dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XV dalam rangkap 7 ( tujuh ), untuk keperluan :

      a.

Penanggung Hutang dan atau Penjamin Hutang termasuk ahli waris;

      b.

Sub Seksi Informasi dan Hukum/Seksi Informasi dan Hukum;

      c.

Sub Seksi Piutang Perbankan/Seksi Piutang Perbankan atau Sub Seksi Piutang Non Perbankan/Seksi Piutang Non Perbankan;

      d.

Sub Seksi PBJ/Seksi PBJ;

      e.

laporan hasil pemeriksaan;

      f.

penyerah piutang;

      g.

instansi lain yang terkait.

    (2)

Dalam hal Pemeriksaan dilakukan oleh kantor wilayah, Pemeriksa membuat dan menandatangani Berita Acara Pemeriksaan dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XVI dalam rangkap 7 (tujuh), untuk keperluan :

      a.

Penanggung Hutang dari atau Penjamin Hutang termasuk ahli waris;

      b.

Kepala Bidang Informasi dari Hukum; 

      c.

Kepala Bidang Piutang Negara;

      d.

kantor pelayanan yang bersangkutan; 

      e.

laporan hasil pemeriksaan;

      f.

penyerah piutang;

      g.

instansi lain yang terkait.

    (3)

Dalam hal Pemeriksaan dilakukan oleh kantor pusat, Pemeriksa membuat dari menandatangani Berita Acara Pemeriksaan dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XVII dalam rangkap 7 ( tujuh ), untuk keperluan :

      a.

Penanggung Hutang dari atau Penjamin Hutang termasuk ahli waris;

      b.

Kepala Biro PNP/Kepala Biro PNNP;

      c.

kepala kantor wilayah yang bersangkutan

      d.

kepala kantor pelayanan yang bersangkutan;

      e.

laporan hasil pemeriksaan;

      f.

penyerah piutang;

      g.

instansi lain yang terkait.
 

   


BAB VIII

LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN

Pasal 19
 

    (1)

Setelah selesai melakukan tugas, Pemeriksa membuat dan menandatangani laporan hasil pemeriksaan dengan melampirkan berita acara pemeriksaan dan menyampaikan kepada kepala kantor pelayanan atau kepala kantor wilayah atau Kepala Badan melalui Kepala Sub Seksi PBJ/Kepala Seksi PBJ atau Kepala Bidang Piutang Negara atau Kepala Biro PNP/Kepala Biro PNNP paling lambat dalam waktu 3 (tiga) hari kerja dengan menggunakan formulir-formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XVIII, XIX atau XX.
 

    (2)

Laporan hasil pemeriksaan sekurang-kurangnya memuat: 

      a.

identitas Pemeriksa;

      b.

nama Penanggung Hutang dan atau Penjamin Hutang termasuk ahli waris;

      c.

tanggal pemeriksaan;

      d.

pokok-pokok hasil pemeriksaan:

        1.

dasar pemeriksaan;

        2.

temuan/fakta;

        3.

analisis/kesimpulan;

      e. tanda tangan Pemeriksa.
    (3)

Dalam hal Pemeriksaan dilakukan oleh kantor pelayanan, laporan hasil pemeriksaan dibuat dalam rangkap 4 (empat), untuk keperluan:

      a.

kepala kantor pelayanan;

      b.

Kepala Sub Seksi Informasi dan Hukum/Kepala Seksi Informasi dan Hukum;

      c.

Kepala Sub Seksi Piutang Perbankan/Kepala Seksi Piutang Perbankan atau Kepala Sub Seksi Piutang Non Perbankan/Kepala Seksi Piutang Perbankan.

      d.

Kepala Sub Seksi PBJ/Kepala Seksi PBJ.

    (4)

Dalam hal Pemeriksaan dilakukan oleh kantor wilayah, laporan hasil pemeriksaan dibuat dalam rangkap 3 (tiga), untuk keperluan:

      a.

kepala kantor wilayah;

      b.

Kepala Bidang Piutang Negara;

      c.

kepala kantor pelayanan yang bersangkutan.

    (5)

Dalam hal Pemeriksaan dilakukan oleh kantor pusat, laporan hasil pemeriksaan dibuat dalam rangkap 4 (empat), untuk keperluan :

      a.

Kepala Badan;

      b.

Kepala Biro PNP/Kepala Biro PNNP;

      c.

kepala kantor wilayah yang bersangkutan;

      d.

kepala kantor pelayanan yang bersangkutan.
 

   

Pasal 20
 

    (1)

Dalam hal Pemeriksaan dilakukan atas permintaan kantor pelayanan/kantor wilayah lain, maka kantor pelayanan/kantor wilayah yang menerima permintaan bantuan Pemeriksaan, menyampaikan laporan hasil pemeriksaan kepada kantor pelayanan/kantor wilayah yang meminta bantuan, paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah tugas Pemeriksaan selesai dilaksanakan.

    (2)

Hasil Pemeriksaan sebagaimana tersebut dalam ayat (1) di atas disampaikan kepada kepala kantor pelayanan/kepala Kantor wilayah yang meminta bantuan dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XXI atau sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XXII.
 

   
BAB IX

KETENTUAN PENUTUP


Pasal 21
 
   

Pada saat Keputusan Mcnteri Keuangan ini mulai berlaku, maka segala ketentuan yang bertentangan dengan Keputusan Menteri Keuangan ini dinyatakan tidak berlaku.
 

   

Pasal 22
 

    Keputusan Menteri Keuangan ini mulai berlaku tiga bulan sejak tanggal ditetapkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Keputusan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

 

   




Salinan sesuai dengan aslinya
 

Kepala Biro Umum

 u.b.

Kepala Bagian Tata Usaha dan Departemen


 

Ttd.


 

Mustafa Husien, S.H.

NIP 060051103

 

Ditetapkan di Jakarta 

pada tanggal 18 Agustus 2000
 

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA


 

Ttd.


 

BAMBANG SUDIBYO