Menimbang
|
:
|
bahwa dalam rangka meningkatkan efektifitas fasilitas kepabeanan untuk
mendorong pembangunan dan pengembangan wilayah Kawasan Pengembangan Ekonomi
Terpadu dengan tetap memperhatikan penerimaan negara, dipandang perlu untuk
mengubah Keputusan Menteri Keuangan tentang Perlakukan Perpajakan dan Kepabeanan
untuk Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) dengan Keputusan Menteri;
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Mengingat
|
:
|
1.
|
Undang-undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan umum dan Tatacara
Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3262) sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Undang-undang Nomor 9 Tahun 1994 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor
59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3566);
|
|
|
|
|
|
2.
|
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3263) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor
10 Tahun 1994 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 60,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3567);
|
|
|
|
|
|
3.
|
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang
dan Jasa dan Pajak Penghasilan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3264) sebagaimana
telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1994 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3568);
|
|
|
|
|
|
4.
|
Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3612);
|
|
|
|
|
|
5.
|
Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1994 tentang Fasilitas Perpajakan
atas Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan atau di Daerah-daerah
Tertentu (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 63, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3574);
|
|
|
|
|
|
6.
|
Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 1994 tentang Pelaksanaan
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan
Pajak Penghasilan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Undang-undang Nomor 11 Tahun 1994 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1994 Nomor 79, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3581) sebagaimana telah diubah
terakhir denan Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1998 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 24, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3733);
|
|
|
|
|
|
7.
|
Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1996 tentang Tempat Penimbunan
Berikat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 50, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3638) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 43 Tahun 1997 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1997 Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3717);
|
|
|
|
|
|
8.
|
Keputusan Presiden Nomor 120 Tahun 1993 tentang Dewan Pengembangan
Kawasan Timur Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1998;
|
|
|
|
|
|
9.
|
Keputusan Presiden Nomor 89 Tahun 1996 tentang Kawasan Pengembangan
Ekonomi Terpadu sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor
9 Tahun 1998;
|
|
|
|
|
|
10.
|
Keputusan Presiden Nomor 355/M Tahun 1999;
|
|
|
|
|
|
11.
|
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 97/KMK.04/1998 tentang Perlakukan
Perpajakan dan Pembebasan Bea Masuk untuk Kawasan Pengembangan Ekonomi
Terpadu Biak sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan
Nomor 588/KMK.01/1998;
|
|
|
|
|
|
12.
|
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 35/KMK.04/1999 tentang Perlakukan
Perpajakan dan Pembebasan Bea Masuk untuk Kawasan Pengembangan Ekonomi
Terpadu Batulicin;
|
|
|
|
|
|
13.
|
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 36/KMK.04/1999 tentang Perlakukan
Perpajakan dan Pembebasan Bea Masuk untuk Kawasan Pengembangan Ekonomi
Terpadu Samarinda, Sanga-Sanga, Muara Jawa dan Balikpapan;
|
|
|
|
|
|
14.
|
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 37/KMK.04/1999 tentang Perlakukan
Perpajakan dan Pembebasan Bea Masuk untuk Kawasan Pengembangan Ekonomi
Terpadu Sanggau;
|
|
|
|
|
|
15.
|
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 38/KMK.04/1999 tentang Perlakukan
Perpajakan dan Pembebasan Bea Masuk untuk Kawasan Pengembangan Ekonomi
Terpadu Manado-Bitung;
|
|
|
|
|
|
16.
|
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 39/KMK.04/1999 tentang Perlakukan
Perpajakan dan Pembebasan Bea Masuk untuk Kawasan Pengembangan Ekonomi
Terpadu Mbay;
|
|
|
|
|
|
17.
|
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 40/KMK.04/1999 tentang Perlakukan
Perpajakan dan Pembebasan Bea Masuk untuk Kawasan Pengembangan Ekonomi
Terpadu Bateno, Natarbora, dan Viqueque;
|
|
|
|
|
|
18.
|
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 41/KMK.04/1999 tentang Perlakukan
Perpajakan dan Pembebasan Bea Masuk untuk Kawasan Pengembangan Ekonomi
Terpadu Buton. Kolaka, dan Kendari;
|
|
|
|
|
|
19.
|
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 42/KMK.04/1999 tentang Perlakukan
Perpajakan dan Pembebasan Bea Masuk untuk Kawasan Pengembangan Ekonomi
Terpadu Batui;
|
|
|
|
|
|
20.
|
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 43/KMK.04/1999 tentang Perlakukan
Perpajakan dan Pembebasan Bea Masuk untuk Kawasan Pengembangan Ekonomi
Terpadu Daerah Aliran Sungai Kahayan, Kapuas, dan Barito;
|
|
|
|
|
|
21.
|
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 44/KMK.04/1999 tentang Perlakukan
Perpajakan dan Pembebasan Bea Masuk untuk Kawasan Pengembangan Ekonomi
Terpadu Sabang;
|
|
|
|
|
|
22.
|
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 45/KMK.04/1999 tentang Perlakukan
Perpajakan dan Pembebasan Bea Masuk untuk Kawasan Pengembangan Ekonomi
Terpadu Seram;
|
|
|
|
|
|
23.
|
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 46/KMK.04/1999 tentang Perlakukan
Perpajakan dan Pembebasan Bea Masuk untuk Kawasan Pengembangan Ekonomi
Terpadu Bima;
|
|
|
|
|
|
24.
|
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 47/KMK.04/1999 tentang Perlakukan
Perpajakan dan Pembebasan Bea Masuk untuk Kawasan Pengembangan Ekonomi
Terpadu Pare-Pare;
|
|
|
|
|
|
25.
|
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 205/KMK.04/1999 tentang Perlakuan
Perpajakan dan Pembebasan Bea Masuk untuk Kawasan Pengembangan Ekonomi
Terpadu Pulau Natuna;
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
M E M U T U S K A N :
|
|
|
|
|
Menetapan
|
:
|
KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PERUBAHAN KEPUTUSAN MENTERI
KEUANGAN NOMOR: 97/KMK.04/1998, NOMOR: 35/KMK.04/1999, NOMOR: 36/KMK.04/1999,
NOMOR: 37/KMK.04/1999 NOMOR: 38/KMK.04/1999, NOMOR: 39/KMK.04/1999, NOMOR:
40/KMK.04/1999 NOMOR: 41/KMK.04/1999, NOMOR: 42/KMK.04/1999, NOMOR: 43/KMK.04/1999
NOMOR: 44/KMK.04/1999, NOMOR: 45/KMK.04/1999, NOMOR: 46/KMK.04/1999 NOMOR:
47/KMK.04/1999, DAN NOMOR: 205/KMK.04/1999 TENTANG PERLAKUKAN PERPAJAKAN
DAN KEPABEANAN UNTUK KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU.
Pasal I
Beberapa ketentuan dalam Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana tersebut
dibawah ini :
|
|
|
|
|
|
|
a.
|
Keputusan Menteri Keuangan Noor 97/KMK.04/1998 tentang Perlakukan Perpajakan
dan Pembebasan Bea Masuk Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu Biak jo Keputsan
Menteri Keuangan Nomor 588/KMK.01/1998;
|
|
|
|
|
|
b.
|
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 35/KMK.04/1999 tentang Perlakukan
Perpajakan dan Pembebasan Bea Masuk untuk Kawasan Pengembangan Ekonomi
Terpadu Batulicin;
|
|
|
|
|
|
c.
|
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 36/KMK.04/1999 tentang Perlakukan
Perpajakan dan Pembebasan Bea Masuk untuk Kawasan Pengembangan Ekonomi
Terpadu Samarinda, Sanga-Sanga, Muara Jawa dan Balikpapan;
|
|
|
|
|
|
d.
|
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 37/KMK.04/1999 tentang Perlakukan
Perpajakan dan Pembebasan Bea Masuk untuk Kawasan Pengembangan Ekonomi
Terpadu Sanggau;
|
|
|
|
|
|
e.
|
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 38/KMK.04/1999 tentang Perlakukan
Perpajakan dan Pembebasan Bea Masuk untuk Kawasan Pengembangan Ekonomi
Terpadu Manado-Bitung;
|
|
|
|
|
|
f.
|
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 39/KMK.04/1999 tentang Perlakukan
Perpajakan dan Pembebasan Bea Masuk untuk Kawasan Pengembangan Ekonomi
Terpadu Mbay;
|
|
|
|
|
|
g.
|
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 40/KMK.04/1999 tentang Perlakukan
Perpajakan dan Pembebasan Bea Masuk untuk Kawasan Pengembangan Ekonomi
Terpadu Bateno, Natarbora, dan Viqueque;
|
|
|
|
|
|
h.
|
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 41/KMK.04/1999 tentang Perlakukan
Perpajakan dan Pembebasan Bea Masuk untuk Kawasan Pengembangan Ekonomi
Terpadu Buton. Kolaka, dan Kendari;
|
|
|
|
|
|
i.
|
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 42/KMK.04/1999 tentang Perlakukan
Perpajakan dan Pembebasan Bea Masuk untuk Kawasan Pengembangan Ekonomi
Terpadu Batui;
|
|
|
|
|
|
j.
|
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 43/KMK.04/1999 tentang Perlakukan
Perpajakan dan Pembebasan Bea Masuk untuk Kawasan Pengembangan Ekonomi
Terpadu Daerah Aliran Sungai Kahayan, Kapuas, dan Barito;
|
|
|
|
|
|
k.
|
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 44/KMK.04/1999 tentang Perlakukan
Perpajakan dan Pembebasan Bea Masuk untuk Kawasan Pengembangan Ekonomi
Terpadu Sabang;
|
|
|
|
|
|
l.
|
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 45/KMK.04/1999 tentang Perlakukan
Perpajakan dan Pembebasan Bea Masuk untuk Kawasan Pengembangan Ekonomi
Terpadu Seram;
|
|
|
|
|
|
m.
|
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 46/KMK.04/1999 tentang Perlakukan
Perpajakan dan Pembebasan Bea Masuk untuk Kawasan Pengembangan Ekonomi
Terpadu Bima;
|
|
|
|
|
|
n.
|
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 47/KMK.04/1999 tentang Perlakukan
Perpajakan dan Pembebasan Bea Masuk untuk Kawasan Pengembangan Ekonomi
Terpadu Pare-Pare;
|
|
|
|
|
|
o.
|
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 205/KMK.04/1999 tentang Perlakuan
Perpajakan dan Pembebasan Bea Masuk untuk Kawasan Pengembangan Ekonomi
Terpadu Pulau Natuna;
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
diubah sebagai berikut :
|
|
|
|
|
|
|
1.
|
Mengubah Pasal 3 ayat (2) dan ayat (3), serta diantara ayat (2) dari
ayat (3) disisipkan 1 (satu) ayat yakni ayat (2a), sehingga menjadi berbunyi
sebagai berikut :
''Pasal 3
|
|
|
|
|
|
|
(2)
|
Pengusaha yang melakukan kegiatan usaha di dalam wilayah KAPET tetapi
di luar Kawasan Berikat diberikan keringan bea masuk yang meliputi :
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
a.
|
mesin yang terkait langsung dengan kegiatan industri/industri jasa
sehingga tarif akhir bea masuknya menjadi 5% (lima persen);
|
|
|
|
|
|
b.
|
dalam hal tarif bea masuk atas mesin sebagaimana dimaksud huruf a yang
tercantum dalam Buku Tarif Bea Masuk Indonesia (BTBMI) 5% (lima persen)
atau kurang, maka yang berlaku adalah tarif bea masuk dalam BTBMI.
|
|
|
|
|
(2a)
|
Atas impor suku cadang dan komponen dari mesin sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2), tidak diberikan keringan bea masuk.
|
|
|
|
|
|
(3)
|
Terhadap pengusaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) yang telah mendapat
keringanan bea masuk atas impor mesin dapat diberikan keringan bea masuk
atas impor barang dan bahan untuk keperluan 4 (empat) tahun sesuai kapasitas
terpasang, dengan jangka waktu pengimporan selama 4 (empat) tahun terhitung
sejak tanggal keputusan keringan bea masuk, yang meliputi :
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
a.
|
Barang dan bahan yang terkait langsung dengan kegiatan industri/industri
jasa sehingga tarig akhir bea masuknya menjadi 5% (lima persen).
|
|
|
|
|
|
b.
|
Dalam hal tarif bea masuk atas barang dan bahan sebagaimana dimaksud
hufuf a yang tercantum dalam BTBMI 5% (lima persen) atau kurang, maka yang
berlaku adalah tarif bea masuk dalam BTBMI''.
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
2.
|
Diantara Pasal 7 dan Pasal 8 disisipkan 1 (satu) Pasal yakni Pasal
7A yang berbunyi sebagai berikut :
''Pasal 7A
Perusahaan yang telah memperoleh fasilitas pembebasan Bea Masuk atas
impor mesin, barang dan bahan berdasarkan ketentuan lama dan belum merealisir
seluruh impornya dapat tetap menggunakan Keputusan pemberian fasilitas
pabean berdasarkan ketentuan lama hingga berakhirnya masa berlaku Keputusan
yang bersangkutan, dengan ketentuan tidak dapat diperpanjang dan atau diubah."
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal II
Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Keputusan
ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
|
|
|
|
|