MENTERI KEUANGAN

REPUBLIK INDONESIA

SALINAN

PERATURAN MENTERI KEUANGAN
NOMOR 17/PMK.05/2007
 

TENTANG


PENYELESAIAN PIUTANG NEGARA YANG BERSUMBER DARI NASKAH PERJANJIAN
PENERUSAN PINJAMAN DAN PERJANJIAN PINJAMAN REKENING DANA INVESTASI
PADA BADAN USAHA MILIK NEGARA/PERSEROAN TERBATAS

MENTERI KEUANGAN,

 

Menimbang

:

a.

bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 18 Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2005, diperlukan suatu pengaturan mengenai Penyelesaian Piutang Negara pada Badan Usaha Milik Negara dan Perseroan Terbatas yang bersumber dari Naskah Perjanjian Penerusan Pinjaman dan Perjanjian Pinjaman Rekening Dana Investasi;

 

 

b.

bahwa untuk melakukan optimalisasi perlu ditempuh langkah-langkah restrukturisasi utang Badan Usaha Milik Negara melalui penjadualan kembali, perubahan persyaratan dan penghapusan;

 

 

c.

bahwa dalam Pasal 2 ayat (1) dan (2) Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada Badan Usaha Milik Negara, salah satu sumber penyertaan modal negara yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara adalah piutang negara pada Badan Usaha Milik Negara;

 

 

d.

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, b, dan c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Penyelesaian Piutang Negara yang Bersumber dari Naskah Perjanjian Penerusan Pinjaman dan Perjanjian Pinjaman Rekening Dana Investasi pada Badan Usaha Milik Negara dan Perseroan Terbatas;

Mengingat

:

1.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3587);

 

 

2.

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);

 

 

3.

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4297);

 

 

4.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);

5.

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400);

6.

Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4488) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4652);

7.

Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada Badan Usaha Milik Negara;

8.

Keputusan Menteri Keuangan Nomor 259/KMK.017/1993 tentang Penerusan Pinjaman, Tingkat Bunga dan Jasa Penatausahaan Penerusan Pinjaman dalam rangka Bantuan Luar Negeri;

9.

Keputusan Menteri Keuangan Nomor 346/KMK.017/2000 tentang Pengelolaan Rekening Dana Investasi (RDI);

10.

Keputusan Menteri Keuangan Nomor 466/KMK.01/2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Keuangan;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan

:

PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENYELESAIAN PIUTANG NEGARA YANG BERSUMBER DARI NASKAH PERJANJIAN PENERUSAN PINJAMAN DAN PERJANJIAN PINJAMAN REKENING DANA INVESTASI PADA BADAN USAHA MILIK NEGARA/PERSEROAN TERBATAS.

BAB I


KETENTUAN UMUM


Pasal 1
 

Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan:

1.

Piutang Negara adalah jumlah uang yang wajib dibayar kepada Pemerintah Pusat dan/atau hak Pemerintah Pusat yang dapat dinilai dengan uang sebagai akibat perjanjian atau akibat lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau akibat lainnya yang sah.

2.

Naskah Perjanjian Penerusan Pinjaman yang selanjutnya disebut NPPP adalah naskah perjanjian untuk penerusan pinjaman luar negeri kepada Badan Usaha Milik Negara/Perseroan Terbatas.

3.

Perjanjian Pinjaman Rekening Dana Investasi yang selanjutnya disebut Perjanjian Pinjaman RDI adalah perjanjian pinjaman yang dananya bersumber dari Rekening Dana Investasi kepada Badan Usaha Milik Negara/Perseroan Terbatas.

4.

Badan Usaha Milik Negara yang selanjutnya disebut BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.

5.

Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas serta peraturan pelaksanaannya.

6.

Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.

7.

Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Perbendaharaan Departemen Keuangan.

Pasal 2

Penyelesaian Piutang Negara yang diatur dalam Peraturan ini meliputi Piutang Negara pada BUMN/Perseroan Terbatas yang bersumber dari NPPP dan/atau Perjanjian Pinjaman RDI.

Pasal 3

Penyelesaian Piutang Negara merupakan upaya meringankan beban pembayaran kewajiban BUMN/Perseroan Terbatas dalam rangka penyehatan BUMN/Perseroan Terbatas dengan meminimalkan berkurangnya penerimaan negara.

BAB II
PERSYARATAN DAN TATA CARA
Pasal 4
 

BUMN/Perseroan Terbatas yang dapat memperoleh penyelesaian Piutang Negara adalah BUMN/Perseroan Terbatas yang:

1.

mengalami kesulitan pembayaran pokok, bunga/biaya administrasi, biaya komitmen, denda, dan/atau biaya lainnya;

2.

masih memiliki prospek usaha yang baik;

3.

mampu memenuhi kewajiban setelah penyelesaian Piutang Negara.

Pasal 5

Penyelesaian Piutang Negara wajib dianalisis berdasarkan prospek usaha BUMN/Perseroan Terbatas dan kemampuan membayar sesuai proyeksi arus kas.

Pasal 6

(1)

Penyelesaian Piutang Negara pada BUMN/Perseroan Terbatas yang bersumber dari NPPP dan Perjanjian Pinjaman RDI, dilakukan dengan cara sebagai berikut:

a.

penjadualan kembali;

b.

perubahan persyaratan;

c.

Penyertaan Modal Negara;

d.

penghapusan.

(2)

Penyelesaian Piutang Negara pada BUMN/Perseroan Terbatas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan dengan lebih dari satu cara.

Pasal 7

Penjadualan kembali sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 ayat (1) huruf a adalah perubahan jangka waktu pinjaman yang mengakibatkan perubahan terhadap besarnya pembayaran atas utang pokok, bunga/biaya administrasi, biaya komitmen, denda, dan biaya lainnya yang telah ditetapkan dalam perjanjian.

Pasal 8

(1)

Perubahan persyaratan sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 ayat (1) huruf b adalah perubahan sebagian atau seluruh persyaratan pinjaman yang tertuang dalam NPPP atau Perjanjian Pinjaman RDI.

(2)

Perubahan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di atas tidak termasuk perubahan jangka waktu pinjaman.

Pasal 9

(1)

Penyertaan Modal Negara sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 ayat (1) huruf c adalah pemisahan kekayaan negara dari perubahan status utang BUMN/Perseroan Terbatas yang berasal dari NPPP dan Perjanjian Pinjaman RDI untuk dijadikan sebagai modal BUMN/Perseroan Terbatas.

(2)

Penyertaan Modal Negara dapat dilakukan apabila penyelesaian Piutang Negara secara nyata-nyata tidak mampu diselesaikan dengan cara penjadualan kembali dan/atau perubahan persyaratan.

(3)

Ketidakmampuan penyelesaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dibuktikan dengan analisis yang meliputi aspek keuangan, aspek operasional, dan aspek administratif.

(4)

Pelaksanaan penyelesaian Piutang Negara melalui cara Penyertaan Modal Negara dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Penyertaan Modal Negara.

Pasal 10

(1)

Penghapusan sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 ayat (1) huruf d adalah penghapusan sebagian atau seluruh Piutang Negara pada BUMN/Perseroan Terbatas.

(2)

Penghapusan dapat dilakukan apabila penyelesaian Piutang Negara secara nyata-nyata tidak mampu diselesaikan hanya melalui cara penjadualan kembali, perubahan persyaratan, dan/atau Penyertaan Modal Negara.

(3)

Ketidakmampuan penyelesaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dibuktikan dengan analisis yang meliputi aspek keuangan, aspek operasional, dan aspek administratif.

(4)

Pelaksanaan penyelesaian Piutang Negara melalui cara penghapusan dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai penghapusan Piutang Negara.

BAB III

KOMITE PENYELESAIAN PIUTANG NEGARA YANG BERSUMBER DARI NASKAH PERJANJIAN PENERUSAN PINJAMAN DAN PERJANJIAN PINJAMAN RDI PADA BUMN/PERSEROAN TERBATAS

Pasal 11

Menteri membentuk Komite Penyelesaian Piutang Negara yang Bersumber dari NPPP dan Perjanjian Pinjaman RDI pada BUMN/Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut Komite merupakan wadah koordinasi untuk menganalisis, mengevaluasi, dan merekomendasikan cara penyelesaian Piutang Negara.

Pasal 12

(1)

Komite terdiri atas Komite Kebijakan dan Komite Teknis.

(2)

Komite terdiri dari unsur Kementerian Negara/Lembaga, sekurang-kurangnya terdiri dari unsur Departemen Keuangan dan Kementerian Negara BUMN.

Pasal 13

(1)

Komite Teknis bertanggung jawab kepada Komite Kebijakan.

(2)

Komite Kebijakan bertanggung jawab kepada Menteri.

Pasal 14

(1)

Komite Teknis dapat meminta BUMN/Perseroan Terbatas menunjuk konsultan keuangan independen untuk melaksanakan due diligence.

(2)

Segala biaya yang diperlukan bagi pelaksanaan due diligence dibebankan kepada BUMN/Perseroan Terbatas kecuali ditentukan lain oleh Menteri.

Pasal 15

(1)

Komite Teknis menyampaikan rekomendasi penyelesaian Piutang Negara kepada Komite Kebijakan.

(2)

Dalam hal Komite Kebijakan menyetujui rekomendasi Komite Teknis, Komite Kebijakan menyampaikan rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Menteri.

(3)

Dalam hal Komite Kebijakan tidak menyetujui rekomendasi Komite Teknis, Komite Kebijakan mengembalikan rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Komite Teknis untuk dianalisis dan dievaluasi kembali.

BAB IV
KEWENANGAN PENETAPAN
 

Pasal 16

Kewenangan penetapan penjadualan kembali dan perubahan persyaratan dilakukan oleh Menteri.

Pasal 17

Kewenangan penetapan Penyertaan Modal Negara dilakukan oleh Presiden dengan Peraturan Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 18

Kewenangan penetapan penghapusan dilakukan oleh:

1.

Menteri untuk jumlah sampai dengan Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah);

2.

Presiden untuk jumlah lebih dan Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) sampai dengan Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah);

3.

Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk jumlah lebih dari Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).

BAB V
PERUBAHAN PERJANJIAN
 

Pasal 19

Dalam hal cara penyelesaian Piutang Negara yang disetujui adalah penjadualan kembali dan/atau perubahan persyaratan, maka akan ditindaklanjuti dengan perubahan NPPP dan/atau perubahan Perjanjian Pinjaman RDI antara Direktur/Direktur Utama BUMN/Perseroan Terbatas dan Menteri atau pejabat yang diberi kuasa oleh Menteri.

BAB VI
PELAPORAN

Pasal 20

(1)

BUMN/Perseroan Terbatas wajib menyampaikan dokumen sebagai berikut:

a.

Laporan keuangan yang telah diaudit;

b.

Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) dan Laporan pelaksanaan Rencana Perbaikan dan Kinerja Perusahaan (RPKP) yang telah memperoleh pengesahan dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) untuk BUMN Persero dan Perseroan Terbatas serta Rapat Pembahasan Bersama (RPB) untuk BUMN Perusahaan Umum.

(2)

Laporan perkembangan dan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib disampaikan kepada Menteri c.q. Direktur Jenderal dengan ketentuan sebagai berikut:

a.

Laporan keuangan wajib disampaikan selambat-lambatnya 30 hari kalender setelah tanggal laporan hasil audit diterbitkan;

b.

RKAP dan laporan pelaksanaan RPKP wajib disampaikan selambat-lambatnya 30 hari kalender setelah tanggal pengesahannya.

BAB VII
EVALUASI DAN PEMANTAUAN
Pasal 21

(1)

Direktur Jenderal atau pejabat yang ditunjuk dapat melakukan evaluasi dan pemantauan dari aspek keuangan, aspek operasional, dan aspek administrasi atas pelaksanaan penyelesaian Piutang Negara selama jangka waktu penyelesaian.

(2)

Dalam hal asumsi-asumsi pada RPKP tidak tercapai dan mempengaruhi arus kas sehingga menyebabkan BUMN/Perseroan Terbatas tidak dapat membayar utang sekurang-kurangnya 2 (dua) kali jatuh tempo secara berturut-turut, maka RPKP BUMN/Perseroan Terbatas dapat diubah dan disahkan oleh RUPS/RPB.

(3)

Perubahan asumsi RPKP sebagaimana disebut pada ayat (2), sebanyak-banyaknya dilakukan 2 (dua) kali dalam satu tahun buku.

BAB VIII

SANKSI

Pasal 22

(1)

Dalam hal BUMN/Perseroan Terbatas melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada Pasal 20 ayat (2), terhitung setelah tanggal yang ditetapkan untuk masing-masing dokumen sampai tanggal pengiriman dokumen yang dibuktikan dengan stempel pos atau tanggal jasa pengantaran dokumen, berturut-turut diberikan peringatan pertama, kedua, dan ketiga yang masing-masing selama 30 (tiga puluh) hari kalender.

(2)

Dalam hal BUMN/Perseroan Terbatas tidak memenuhi kewajiban penyampaian dokumen 10 (sepuluh) hari setelah peringatan yang ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (1), BUMN/Perseroan Terbatas dikenakan denda sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

(3)

Dalam hal setelah dikenakan sanksi denda sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah), BUMN/Perseroan Terbatas tetap tidak dapat melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2), maka perjanjian penyelesaian Piutang Negara secara otomatis dinyatakan tidak berlaku dan penyelesaian Piutang Negara dilaksanakan sesuai NPPP dan/atau Perjanjian Pinjaman RDI sebelum adanya perubahan NPPP dan/atau perubahan Perjanjian Pinjaman RDI.

(4)

Ketentuan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), (2), dan (3) akan dituangkan dalam perubahan NPPP dan/atau perubahan Perjanjian Pinjaman RDI.

Pasal 23

Dalam hal BUMN/Perseroan Terbatas yang telah memperoleh penyelesaian Piutang Negara tidak melakukan pembayaran sekurang-kurangnya 2 (dua) kali jatuh tempo secara berturut-turut, maka perjanjian penyelesaian Piutang Negara secara otomatis tidak berlaku dan penyelesaian pembayaran Piutang Negara dilaksanakan sesuai NPPP dan/atau Perjanjian Pinjaman RDI sebelum adanya perubahan NPPP dan/atau perubahan Perjanjian Pinjaman RDI.

BAB IX
KETENTUAN LAIN-LAIN
 

Pasal 24

Petunjuk teknis yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan ini diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal.

BAB X

KETENTUAN PENUTUP
 

Pasal 25
 

Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 19 Februari 2007

MENTERI KEUANGAN

 

 

SRI MULYANI INDRAWATI