PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 14 TAHUN 2005
TENTANG
TATA CARA PENGHAPUSAN PIUTANG NEGARA/DAERAH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang |
: |
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 37 ayat (5) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah; |
|||
Mengingat |
: |
1. |
Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; |
||
|
|
2. |
Undang-Undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 156, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2104; |
||
|
|
3. |
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286); |
||
|
|
4. |
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); |
||
MEMUTUSKAN : |
|||||
Menetapkan |
: |
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TATA CARA PENGHAPUSAN PIUTANG NEGARA/DAERAH. |
|||
|
|
BAB I
KETENTUAN UMUM |
|||
|
|
Dalam
Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan : |
|||
|
|
1. |
Piutang Negara adalah jumlah uang yang wajib dibayar kepada Pemerintah Pusat dan/atau hak Pemerintah Pusat yang dapat dinilai dengan uang sebagai akibat perjanjian atau akibat lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau akibat lainnya yang sah. |
||
|
|
2. |
Piutang Daerah adalah jumlah uang yang wajib dibayar kepada Pemerintah Daerah dan/atau hak Pemerintah Daerah yang dapat dinilai dengan uang sebagai akibat perjanjian atau akibat lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau akibat lainnya yang sah. |
||
|
|
3. |
Kementerian Negara/Lembaga adalah kementerian negara/ lembaga pemerintah non kementerian negara/lembaga negara yang merupakan perangkat Pemerintah Pusat. |
||
|
|
4. |
Menteri/Pimpinan Lembaga adalah pejabat yang bertanggung jawab atas pengelolaan keuangan kementerian negara/lembaga yang bersangkutan. |
||
|
|
5. |
Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. |
||
|
|
6. |
Pejabat Pengelola Keuangan Daerah adalah kepala badan/dinas/biro keuangan/bagian keuangan yang mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan APBD dan bertindak sebagai Bendahara Umum Daerah. |
||
|
|
7. |
Panitia Urusan Piutang Negara, yang untuk selanjutnya disebut PUPN, adalah Panitia yang bersifat interdepartemental dan bertugas mengurus Piutang Negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960. |
||
|
|
8. |
Penanggung Utang Kepada Negara/Daerah, yang untuk selanjutnya disebut Penanggung Utang adalah Badan atau orang yang berutang kepada Negara/Daerah menurut peraturan, perjanjian atau sebab apapun. |
||
9. |
PSBDT adalah Piutang Negara Sementara Belum Dapat Ditagih. |
||||
|
|
10. |
Perusahaan Negara adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki oleh Pemerintah Pusat. |
||
|
|
11. |
Perusahaan Daerah adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian modalnya
dimiliki oleh Pemerintah Daerah. |
||
Pasal 2 |
|||||
|
|
(1) |
Piutang Negara/Daerah dapat dihapuskan secara bersyarat atau mutlak dari pembukuan Pemerintah Pusat/Daerah, kecuali mengenai Piutang Negara/Daerah yang cara penyelesaiannya diatur tersendiri dalam Undang-Undang. |
||
|
|
(2) |
Penghapusan Secara Bersyarat dilakukan dengan menghapuskan Piutang Negara/Daerah dari pembukuan Pemerintah Pusat/ Daerah tanpa menghapuskan hak tagih Negara/Daerah. |
||
|
|
(3) |
Penghapusan Secara Mutlak dilakukan dengan menghapuskan hak tagih Negara/Daerah. |
||
Pasal 3 |
|||||
|
|
(1) |
Penghapusan Secara Bersyarat dan Penghapusan Secara Mutlak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, hanya dapat dilakukan setelah Piutang Negara/Daerah diurus secara optimal oleh PUPN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengurusan Piutang Negara. |
||
|
|
(2) |
Pengurusan Piutang Negara/Daerah dinyatakan telah optimal, dalam hal telah dinyatakan sebagai PSBDT oleh PUPN. |
||
|
|
(3) |
PSBDT
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ditetapkan dalam hal masih terdapat sisa
utang, namun : |
||
a. |
Penanggung Utang tidak mempunyai kemampuan untuk menyelesaikannya; dan |
||||
|
|
|
b. |
Barang
jaminan tidak ada, telah dicairkan, tidak lagi mempunyai nilai ekonomis,
atau bermasalah yang sulit diselesaikan. |
|
|
|
BAB II PENGHAPUSAN SECARA BERSYARAT Bagian Pertama Kewenangan
Pasal 4 |
|||
|
|
(1) |
Penghapusan Secara Bersyarat, sepanjang menyangkut Piutang Negara, ditetapkan oleh : |
||
|
|
|
a. |
Menteri Keuangan untuk jumlah sampai dengan Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah); |
|
|
|
|
b. |
Presiden untuk jumlah lebih dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) sampai dengan Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah); dan |
|
|
|
|
c. |
Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat untuk jumlah lebih dari Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah). |
|
|
|
(2) |
Dalam
hal Piutang Negara dalam satuan mata uang asing, nilai piutang yang
dihapuskan secara bersyarat adalah nilai yang setara dengan nilai
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan kurs tengah Bank Indonesia yang
berlaku pada 3 (tiga) hari sebelum tanggal surat pengajuan usul penghapusan
oleh Menteri/Pimpinan Lembaga. |
||
|
|
Pasal 5 |
|||
|
|
(1) |
Penghapusan Secara Bersyarat, sepanjang menyangkut Piutang Daerah ditetapkan oleh : |
||
|
|
|
a. |
Gubernur/Bupati/Walikota untuk jumlah sampai dengan Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); dan |
|
|
|
|
b. |
Gubernur/Bupati/Walikota dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah untuk jumlah lebih dari Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). |
|
|
|
(2) |
Dalam
hal Piutang Daerah dalam satuan mata uang asing, nilai piutang yang
dihapuskan secara bersyarat adalah nilai yang setara dengan nilai
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan kurs tengah Bank Indonesia yang
berlaku pada 3 (tiga) hari sebelum tanggal surat pengajuan usul penghapusan
oleh Pejabat Pengelola Keuangan Daerah. |
||
|
|
Bagian Kedua Pengajuan Usul Pasal 6 |
|||
|
|
(1) |
Piutang Negara yang akan dihapuskan secara bersyarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a, diusulkan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga yang berpiutang kepada Menteri Keuangan melalui Direktur Jenderal Piutang dan Lelang Negara. |
||
|
|
(2) |
Piutang
Negara yang akan dihapuskan secara bersyarat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 ayat (1) huruf b dan huruf c, diusulkan oleh Menteri/Pimpinan
Lembaga yang berpiutang kepada Presiden Republik Indonesia melalui Menteri
Keuangan. |
||
|
|
Pasal 7 |
|||
|
|
Piutang
Daerah yang akan dihapuskan secara bersyarat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 ayat (1), diusulkan oleh Pejabat Pengelola Keuangan Daerah yang
berpiutang kepada Gubernur/Walikota/Bupati setelah mendapat pertimbangan
dari Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara yang
wilayah kerjanya meliputi wilayah kerja Gubernur/Walikota/Bupati yang
bersangkutan. |
|||
|
|
Bagian Ketiga Persyaratan Pasal 8 |
|||
|
|
Penghapusan Secara Bersyarat atas Piutang Negara/Daerah dari pembukuan
dilaksanakan dengan ketentuan : |
|||
|
|
a. |
dalam hal piutang adalah berupa Tuntutan Ganti Rugi, setelah piutang ditetapkan sebagai PSBDT dan terbitnya rekomendasi penghapusan secara bersyarat dari Badan Pemeriksa Keuangan; atau |
||
|
|
b. |
dalam
hal piutang adalah selain piutang Tuntutan Ganti Rugi, setelah piutang
ditetapkan sebagai PSBDT. |
||
|
|
BAB III PENGHAPUSAN SECARA MUTLAK Bagian Pertama Kewenangan Pasal 9 |
|||
|
|
(1) |
Penghapusan Secara Mutlak, sepanjang menyangkut Piutang Negara, ditetapkan oleh : |
||
|
|
|
a. |
Menteri Keuangan untuk jumlah sampai dengan Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah); |
|
|
|
|
b. |
Presiden untuk jumlah lebih dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) sampai dengan Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah); dan |
|
|
|
|
c. |
Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat untuk jumlah lebih dari Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah). |
|
|
|
(2) |
Dalam
hal Piutang Negara dalam satuan mata uang asing, nilai piutang yang
dihapuskan secara mutlak adalah nilai yang setara dengan nilai sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dengan kurs tengah Bank Indonesia yang berlaku pada 3
(tiga) hari sebelum tanggal surat pengajuan usul penghapusan oleh Menteri/Pimpinan
Lembaga. |
||
|
|
Pasal 10 |
|||
|
|
(1) |
Penghapusan Secara Mutlak, sepanjang menyangkut Piutang Daerah, ditetapkan oleh : |
||
|
|
|
a. |
Gubernur/Bupati/Walikota untuk jumlah sampai dengan Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); dan |
|
|
|
|
b. |
Gubernur/Bupati/Walikota dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah untuk jumlah lebih dari Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). |
|
|
|
(2) |
Dalam
hal Piutang Daerah dalam satuan mata uang asing, nilai piutang yang
dihapuskan adalah nilai yang setara dengan nilai sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dengan kurs tengah Bank Indonesia yang berlaku pada 3 (tiga) hari
sebelum tanggal surat pengajuan usul penghapusan oleh Pejabat Pengelola
Keuangan Daerah. |
||
|
|
Bagian Kedua Pengajuan Usul Pasal 11 |
|||
|
|
(1) |
Piutang Negara yang akan dihapuskan secara mutlak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, diusulkan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga yang berpiutang kepada Menteri Keuangan melalui Direktur Jenderal Piutang dan Lelang Negara. |
||
|
|
(2) |
Piutang
Negara yang akan dihapuskan secara mutlak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
ayat (1) huruf b dan huruf c, diusulkan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga yang
berpiutang kepada Presiden Republik Indonesia melalui Menteri Keuangan. |
||
|
|
Pasal 12 |
|||
|
|
Piutang
Daerah yang akan dihapuskan secara mutlak sebagaimana dimaksud dalam Pasal
10 diusulkan Pejabat Pengelola Keuangan Daerah yang berpiutang kepada
Gubernur/Walikota/Bupati setelah mendapat pertimbangan dari Kantor Wilayah
Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara yang wilayah kerjanya meliputi
wilayah kerja Gubernur/Walikota/Bupati yang bersangkutan. |
|||
|
|
Bagian Ketiga Persyaratan Pasal 13 |
|||
Penghapusan Secara Mutlak atas Piutang Negara/Daerah dari pembukuan dilaksanakan dengan ketentuan : |
|||||
a. |
diajukan setelah lewat waktu 2 (dua) tahun sejak tanggal penetapan Penghapusan Secara Bersyarat piutang dimaksud; dan |
||||
b. |
Penanggung Utang tetap tidak mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan sisa
kewajibannya, yang dibuktikan dengan keterangan dari Aparat/Pejabat yang
berwenang. |
||||
BAB IV
PIUTANG NEGARA YANG BERSUMBER DARI PENERUSAN Bagian Pertama
Persyaratan |
|||||
Piutang
Negara yang bersumber dari penerusan Pinjaman Luar Negeri/Rekening Dana
Investasi/Rekening Pembangunan Daerah, dapat dilakukan penghapusan secara
bersyarat atau mutlak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2. |
|||||
Pasal 15 |
|||||
(1) |
Penghapusan Secara Bersyarat atas Piutang Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, dilaksanakan setelah terbitnya Surat Menteri Keuangan mengenai persetujuan pemberian program optimalisasi penyelesaian Piutang Negara kepada Penanggung Utang. |
||||
(2) |
Penghapusan Secara Mutlak atas Piutang Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, dilaksanakan : |
||||
a. |
setelah lewat waktu 2 (dua) tahun sejak tanggal penetapan Penghapusan Secara Bersyarat piutang dimaksud; dan |
||||
b. |
setelah
Penanggung Utang menyelesaikan program optimalisasi penyelesaian Piutang
Negara sebagaimana yang ditetapkan dalam Surat Menteri Keuangan mengenai
persetujuan pemberian program optimalisasi penyelesaian Piutang Negara
kepada Penanggung Utang. |
||||
Bagian Kedua Optimalisasi Penyelesaian Piutang Negara Pasal 16 |
|||||
(1) |
Dalam hal Piutang Negara yang berasal dari penerusan Pinjaman Luar Negeri/Rekening Dana Investasi/Rekening Pembangunan Daerah akan dilakukan penghapusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, Menteri Keuangan terlebih dahulu melakukan upaya optimalisasi tingkat penyelesaian Piutang Negara dimaksud. |
||||
(2) |
Upaya optimalisasi Piutang Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan terhadap penanggung utang yang: |
||||
a. |
kegiatan usahanya melaksanakan pelayanan umum di sektor yang berhubungan dengan kebutuhan dasar masyarakat; |
||||
b. |
melaksanakan pelayanan yang mempunyai keterkaitan dengan kepentingan Daerah; dan |
||||
c. |
mengalami kesulitan keuangan di dalam memenuhi kewajiban pinjaman sehingga mempengaruhi kelangsungan usahanya. |
||||
(3) |
Optimalisasi tingkat penyelesaian Piutang Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan cara restrukturisasi utang, antara lain : |
||||
a. |
penjadwalan kembali pembayaran utang pokok, bunga, denda, dan/atau ongkos-ongkos lainnya; |
||||
b. |
perubahan persyaratan utang; dan/atau |
||||
c. |
penghapusan. |
||||
(4) |
Penetapan penanggung utang yang telah memenuhi syarat sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) untuk diberikan restrukturisasi utang sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), ditetapkan oleh Menteri Keuangan. |
||||
Pasal 17 |
|||||
(1) |
Dalam rangka upaya optimalisasi Piutang Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, Penanggung Utang wajib menyampaikan permohonan penyelesaian utang kepada Menteri Keuangan melalui Direktur Jenderal Perbendaharaan dengan dilampiri rencana usaha sebagai dasar dalam rangka optimalisasi tingkat penyelesaian Piutang Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (3) dan/atau Penghapusan Secara Bersyarat atau Penghapusan Secara Mutlak. |
||||
(2) |
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara optimalisasi penyelesaian Piutang
Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (3), ditetapkan dengan
Peraturan Menteri Keuangan. |
||||
Pasal 18 |
|||||
Dalam
hal Penanggung Utang atas Piutang Negara yang bersumber dari penerusan
Pinjaman Luar Negeri/Rekening Dana Investasi/Rekening Pembangunan Daerah
selain Penanggung Utang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2), tata
cara optimalisasi penyelesaian Piutang Negara dimaksud diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Menteri Keuangan. |
|||||
BAB V PENGHAPUSAN PIUTANG PERUSAHAAN NEGARA/DAERAH
Pasal 19 |
|||||
Penghapusan Secara Bersyarat dan Penghapusan Secara Mutlak atas piutang
Perusahaan Negara/Daerah dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. |
|||||
Pasal 20 |
|||||
Tata
cara Penghapusan Secara Bersyarat dan Penghapusan Secara Mutlak atas piutang
Perusahaan Negara/Daerah yang pengurusan piutangnya diserahkan kepada PUPN,
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan. |
|||||
BAB VI
PENUTUP |
|||||
Tata
cara pengajuan usul, penelitian, dan penetapan penghapusan Piutang Negara/Daerah,
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan. |
|||||
Pasal 22 |
|||||
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. |
|||||
Agar
setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah
ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. |
|||||
Ditetapkan di Jakarta |
|||||
pada tanggal 21 Maret 2005 |
|||||
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, |
|||||
ttd |
|||||
Dr. H.
SUSILO BAMBANG YUDHOYONO |
|||||
Diundangkan di Jakarta |
|||||
pada tanggal 21 Maret 2005 |
|||||
MENTERI
HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA, |
|||||
ttd |
|||||
Dr.
HAMID AWALUDIN |
|||||
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2005 NOMOR 31 |