MENTERI KEUANGAN

REPUBLIK INDONESIA

 PERATURAN MENTERI KEUANGAN

NOMOR 136/PMK.05/2005

 TENTANG

 KETENTUAN DAN TATA CARA PEMBERIAN

FASILITAS PEMBIAYAAN DARURAT

MENTERI KEUANGAN,

 

Menimbang

:

a.

bahwa sesuai dengan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004, pendanaan fasilitas pembiayaan darurat oleh Bank Indonesia menjadi beban Pemerintah; 

 

 

b.

bahwa sumber pendanaan untuk fasilitas pembiayaan darurat oleh Bank Indonesia yang menjadi beban Pemerintah berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara; 

 

 

c.

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Fasilitas Pembiayaan Darurat; 

Mengingat

:

1.

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3472) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3790); 

 

 

2.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3843) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4357); 

 

 

3.

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 110, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4236);

 

 

4.

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286); 

 

 

5.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); 

Memperhatikan

:

Nota Kesepakatan antara Menteri Keuangan dengan Gubernur Bank Indonesia tanggal 17 Maret 2004 mengenai ketentuan dan tata cara pengambilan  keputusan mengenai kesulitan keuangan bank yang berdampak sistemik, pemberian fasilitas pembiayaan darurat, dan sumber pendanaan yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara; 

 

 

MEMUTUSKAN: 

Menetapkan 

:

PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PEMBERIAN FASILITAS PEMBIAYAAN DARURAT. 

 

 

BAB I 

 

 

KETENTUAN UMUM 

 

 

Pasal 1 

 

 

Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan: 

 

 

1.

Bank adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998. 

 

 

2.

Bank Bermasalah adalah Bank yang mengalami kesulitan keuangan yang membahayakan kelangsungan usahanya. 

 

 

3.

Dampak sistemik adalah skala dan dimensi kesulitan yang ditimbulkan suatu Bank Bermasalah yang dapat menyebabkan kegagalan sejumlah bank lain, sehingga menyebabkan hilangnya kepercayaan terhadap sistem perbankan dan berpotensi mengakibatkan krisis yang membahayakan sistem keuangan. 

 

 

4.

Fasilitas Pembiayaan Darurat yang selanjutnya disebut FPD adalah fasilitas pembiayaan dari Bank Indonesia kepada Bank Bermasalah berdampak sistemik dan masih memenuhi tingkat solvabilitas yang ditetapkan Bank Indonesia, yang pemberiannya didasarkan pada keputusan bersama Menteri dan Gubernur Bank Indonesia dan pendanaannya menjadi beban Pemerintah. 

 

 

5.

Menteri adalah Menteri Keuangan. 

 

 

6.

Pemerintah adalah Pemerintah Pusat Negara Republik Indonesia.

 

 

7.

Surat Utang Negara yang selanjutnya disebut SUN adalah surat berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam mata uang rupiah yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia, sesuai dengan masa berlakunya. 

 

 

BAB II 

 

 

RAPAT MENTERI DAN GUBERNUR BANK INDONESIA 

 

 

Pasal 2 

 

 

(1)

Dalam rangka penanganan Bank Bermasalah, Menteri menyelenggarakan rapat berdasarkan permintaan Gubernur Bank Indonesia

 

 

(2)

Permintaan Gubernur Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan apabila Gubernur Bank Indonesia menengarai adanya Bank Bermasalah yang berdampak sistemik. 

 

 

(3)

Permintaan Gubernur Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan laporan Bank Indonesia mengenai kondisi Bank Bermasalah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan tindakan-tindakan yang telah dilakukan Bank Indonesia sesuai dengan kewenangannya. 

 

 

Pasal 3 

 

 

(1)

Rapat membahas permasalahan dan prospek keuangan Bank Bermasalah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) serta menetapkan langkah­-langkah yang diperlukan untuk mengatasinya. 

 

 

(2)

Rapat dihadiri oleh Menteri dan Gubernur Bank Indonesia

 

 

(3)

Dalam hal Menteri berhalangan hadir dalam rapat, Menteri dapat mendelegasikan tugas dan wewenangnya dalam rapat dimaksud kepada pejabat yang ditunjuk Menteri. 

 

 

(3)

Pendelegasian tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan sebelum diselenggarakan rapat berdasarkan penunjukan tertulis Menteri. 

 

 

BAB III

 

 

KETENTUAN DAN TATA CARA

PEMBERIAN FASILITAS PEMBIAYAAN DARURAT
KEPADA BANK BERMASALAH 

 

 

Pasal 4 

 

 

(1)

Dalam hal Menteri dan Gubernur Bank Indonesia berdasarkan rapat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) memutuskan Bank Bermasalah memiliki dampak sistemik dan masih memenuhi tingkat solvabilitas yang ditetapkan Bank Indonesia maka Bank Indonesia memberikan FPD kepada Bank Bermasalah dimaksud. 

 

 

(2)

Dalam hal Menteri dan Gubernur Bank Indonesia berdasarkan rapat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) memutuskan Bank Bermasalah memiliki dampak sistemik dan tidak memenuhi tingkat solvabilitas yang ditetapkan Bank Indonesia maka Menteri dan Gubernur Bank Indonesia menetapkan langkah-langkah yang diperlukan untuk mengatasinya. 

 

 

(3)

Dalam hal Menteri dan Gubernur Bank Indonesia berdasarkan rapat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) memutuskan Bank Bermasalah tidak berdampak sistemik maka tindak lanjut terhadap Bank Bermasalah dimaksud akan dilakukan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. 

 

 

(4)

Pemberian FPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibarengi dengan salah satu atau lebih tindakan berdasarkan kewenangan Bank Indonesia sebagaimana diatur dalam peraturan perundangan yang berlaku. 

 

 

Pasal 5 

 

 

FPD tidak diberikan kepada kantor cabang bank yang didirikan berdasarkan hukum asing dan berkantor pusat di luar negeri. 

 

 

Pasal 6 

 

 

(1)

Dalam rangka pemberian FPD, Menteri membuka rekening giro khusus di Bank Indonesia. 

 

 

(2)

Rekening giro khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya digunakan dalam rangka pemberian FPD. 

 

 

(3)

Menteri menerbitkan surat kuasa kepada Bank Indonesia untuk melakukan pendebetan terhadap rekening giro khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam rangka pemberian FPD. 

 

 

 

Pasal 7 

 

 

(1)

Bank penerima FPD wajib mengembalikan FPD apabila saldo giro Bank penerima FPD di Bank Indonesia melebihi Giro Wajib Minimum (GWM) pada setiap akhir hari selama jangka waktu FPD. 

 

 

(2)

Jumlah yang harus dikembalikan Bank penerima FPD adalah sebesar dana yang dikeluarkan Pemerintah berupa pokok pinjaman FPD ditambah bunga dan biaya-biaya yang timbul dalam pemberian FPD. 

 

 

(3)

Dalam hal pengembalian FPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara bertahap maka dana dari pengembalian tersebut pertama­tama digunakan untuk pengembalian bunga dan biaya-biaya yang timbul dalam pemberian FPD

 

 

Pasal 8 

 

 

Dalam hal Bank penerima FPD melakukan pembayaran atas pemberian FPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 maka pendebetan rekening giro Bank penerima FPD dan pengkreditan rekening giro khusus Pemerintah dilakukan oleh Bank Indonesia. 

 

 

Pasal 9 

 

 

Dalam hal Bank Penerima FPD tidak mampu membayar FPD pada saat jatuh tempo, Menteri berdasarkan permintaan Gubernur Bank Indonesia menyelenggarakan rapat guna menetapkan langkah-langkah yang diperlukan untuk mengatasinya. 

 

 

Pasal 10 

 

 

(1)

Sumber pendanaan FPD berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. 

 

 

(2)

Dalam hal Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dalam kondisi sulit, Menteri dapat menerbitkan SUN sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 

 

 

Pasal 11 

 

 

(1)

Pagu kebutuhan dan jangka waktu FPD ditetapkan bersama oleh Menteri dan Gubernur Bank Indonesia berdasarkan perkiraan jumlah kebutuhan FPD dari Bank Indonesia. 

 

 

(2)

Jangka waktu FPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama adalah 90 (sembilan puluh) hari kalender yang dapat diperpanjang 1(satu) kali untuk jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari kalender.  

 

 

(3)

Suku bunga FPD ditetapkan bersama oleh Menteri dan Gubernur Bank Indonesia yang nilainya sama dengan imbal hasil (yield) SUN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) ditambah dengan marjin tertentu. 

 

 

(4)

Imbal hasil (yield) SUN sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan berdasarkan quotasi harga pasar yang terjadi satu hari kerja sebelumnya yang diterbitkan oleh media penyedia informasi harga yang mendapatkan pengakuan otoritas pasar modal. 

 

 

(5)

Realisasi pemberian FPD adalah sebesar kebutuhan untuk memenuhi GWM sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 

 

 

Pasal 12 

 

 

(1)

Pemberian FPD dilakukan segera setelah ditandatanganinya perjanjian pemberian FPD. 

 

 

(2)

Perjanjian pemberian FPD dilakukan secara notariil dan ditandatangani oleh pemegang saham pengendali dan atau pengurus Bank penerima FPD dengan Gubernur Bank Indonesia, untuk dan atas nama Menteri. 

 

 

(3)

Menteri atau pejabat yang ditunjuk membuat surat kuasa kepada Gubernur Bank Indonesia untuk menandatangani perjanjian pemberian FPD dan pengikatan agunan FPD pada setiap perjanjian pemberian FPD. 

 

 

(4)

Menteri atau pejabat yang ditunjuk menandatangani perjanjian pemberian FPD sebagai pihak yang mengetahui dan menyetujui. 

 

 

(5)

Sebelum perjanjian FPD ditandatangani, pemegang saham pengendali dan atau pengurus Bank penerima FPD wajib menyerahkan: 

 

 

 

a.

asli bukti kepemilikan agunan; 

 

 

 

b.

jaminan hutang secara notariil berupa akta berisi daftar agunan yang akan diserahkan sebagai agunan FPD, yang akan diikuti dengan pemasangan Hak Tanggungan atau Surat Kuasa Memberikan Hak Tanggungan, perjanjian gadai, atau fidusia; dan 

 

 

 

c.

surat kesanggupan penyerahan personal guarantee dan atau corporate guarantee disertai dengan daftar asset diluar agunan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, 

 

 

 

kepada Bank Indonesia. 

 

 

(6)

Pada saat perjanjian FPD ditandatangani, pemegang saham pengendali dan atau pengurus Bank penerima FPD wajib menyerahkan personal guarantee dan atau corporate guarantee disertai dengan daftar asset sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf c. 

 

 

Pasal 13 

 

 

(1)

FPD yang diberikan kepada Bank Bermasalah harus didukung dengan agunan dan jaminan. 

 

 

(2)

Persyaratan agunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya memuat hal-hal sebagai berikut: 

 

 

 

a.

Agunan berupa aktiva bank yang tersedia dengan prioritas dari aktiva yang paling liquid dan berkualitas dan dapat ditambah dengan aktiva lainnya termasuk namun tidak terbatas pada aktiva pemegang saham pengendali bank dan atau saham yang telah tercatat dari pemegang saham pengendali bank sesuai dengan keputusan pemberian FPD; 

 

 

 

b.

Nilai agunan adalah sebesar nilai wajar yang penilaiannya dilakukan oleh penilai independen; 

 

 

 

c.

Nilai agunan sebagaimana dimaksud pada huruf b, akan ditetapkan dalam perjanjian tambahan FPD dilakukan secara notariil selambat-lambatnya I (satu) bulan setelah diterimanya hasil penilaian agunan dari penilai independen atau selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah realisasi pemberian FPD mana yang dianggap lebih terdahulu. 

 

 

(3)

Personal  guarantee   dan  atau   corporate guarantee  sebagaimana  dimaksud dalam Pasal 12 ayat (6) ditujukan untuk menutupi kekurangan agunan terhadap jumlah realisasi FPD. 

 

 

(4)

Pemegang saham pengendali dan atau pengurus Bank penerima FPD wajib menyerahkan bukti kepemilikan agunan kepada Bank Indonesia

 

 

(5)

Penatausahaan bukti kepemilikan agunan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan oleh Bank Indonesia

 

 

(6)

Pemegang saham pengendali dan atau pengurus Bank penerima FPD bertanggung jawab untuk memelihara agunan fisik yang diserahkan dalam rangka pemberian FPD. 

 

 

Pasal 14 

 

 

(1)

Menteri melakukan penunjukan penilai independen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) huruf b berdasarkan daftar nominasi penilai independen yang disampaikan Bank penerima FPD atau penilai independen yang disarankan oleh Menteri. 

 

 

(2)

Pelaksanaan tender dan penilaian dalam rangka penunjukan penilai independen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan oleh Departemen Keuangan berdasarkan term of reference yang disusun bersama oleh Departemen Keuangan dan Bank Indonesia

 

 

(3)

Menteri menetapkan hasil penilaian agunan yang dilakukan oleh penilai independen. 

 

 

(4)

Seluruh biaya yang timbul dalam rangka penilaian agunan menjadi beban Bank penerima FPD. 

 

 

Pasal 15 

 

 

(1)

Jumlah realisasi pemberian FPD termasuk   bunga  dan  biaya-biaya   yang timbul merupakan piutang negara kepada Bank penerima FPD dimaksud. 

 

 

(2)

Ketentuan dan tata cara yang berkaitan dengan penanganan piutang negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.  

 

 

Pasal 16

 

 

(1)

SUN yang diterbitkan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) adalah SUN yang dapat diperdagangkan. 

 

 

(2)

Dalam kondisi tertentu SUN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat ditetapkan Menteri untuk ditunda perdagangannya dalam jangka waktu tertentu berdasarkan rapat Menteri dan Gubernur Bank Indonesia. 

 

 

(3)

Kondisi tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah suatu kondisi apabila penjualan SUN oleh Bank Indonesia diperkirakan dapat mengakibatkan gangguan terhadap stabilitas pasar SUN dan program penerbitan SUN oleh Menteri. 

 

 

Pasal 17 

 

 

(1)

Proses pemberian FPD dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: 

 

 

 

a.

Rapat Menteri dan Gubernur Bank Indonesia untuk memutuskan pemberian FPD; 

 

 

 

b.

Penandatanganan perjanjian pemberian FPD termasuk melengkapi seluruh persyaratan-persyaratannya oleh pemegang saham pengendali dan pengurus Bank penerima FPD; 

 

 

 

c.

Penerbitan SUN oleh Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2); 

 

 

 

d.

Pemberian FPD oleh Bank Indonesia melalui rekening giro khusus Pemerintah yang dibuka di Bank Indonesia. 

 

 

(2)

Seluruh langkah-langkah dalam pemberian FPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada hari yang sama. 

 

 

(3)

Setiap unit terkait di lingkungan Departemen Keuangan wajib memenuhi langkah-langkah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) maupun waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2). 

 

 

Pasal 18 

 

 

(1)

Dalam hal jumlah realisasi pemberian FPD lebih rendah dari jumlah pagu FPD yang ditetapkan bersama oleh Menteri dan Gubernur Bank Indonesia, Bank Indonesia mengembalikan bunga atas selisih antara jumlah pagu pemberian dan jumlah realisasi FPD. 

 

 

(2)

Bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bunga SUN yang diterbitkan dalam rangka pemberian FPD. 

 

 

(3)

Pengembalian bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mengkredit rekening giro khusus Pemerintah di Bank Indonesia pada saat FPD telah dilunasi oleh Bank penerima FPD atau pada saat FPD jatuh waktu. 

 

 

Pasal 19 

 

 

(1)

Menteri melaporkan keputusan bersama Menteri dan Gubernur Bank Indonesia beserta alasan yang mendasari keputusan tersebut kepada Presiden selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sejak keputusan diambil. 

 

 

(2)

Menteri bersama-sama Gubernur Bank Indonesia menyampaikan dan menjelaskan keputusan bersama Menteri dan Gubernur Bank Indonesia kepada Dewan Perwakilan Rakyat selambat-lambatnya 1(satu) bulan sejak Menteri melaporkan keputusan tersebut kepada Presiden. 

 

 

(3)

Dalam hal Dewan Perwakilan Rakyat tidak dalam masa persidangan, Menteri bersama-sama Gubernur Bank Indonesia menyampaikan dan menjelaskan keputusan bersama Menteri dan Gubernur Bank Indonesia segera setelah masa persidangan dimulai. 

 

 

(4)

Dalam rangka pelaksanaan ketentuan pada ayat (1) dan ayat (2) tersebut di atas Menteri dapat diwakili pejabat yang ditunjuk. 

 

 

Pasal 20 

 

 

(1)

Menteri menyelenggarakan penatausahaan pemberian FPD. 

 

 

(2)

Menteri menunjuk Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan untuk menatausahakan pemberian FPD. 

 

 

(3)

Penatausahaan FPD meliputi dokumen-dokumen asli yang sekurang­kurangnya antara lain sebagai berikut: 

 

 

 

a.

Risalah rapat Menteri dan Gubernur Bank Indonesia; 

 

 

 

b.

Keputusan   bersama Menteri dan Gubernur Bank Indonesia tentang pemberian FPD; 

 

 

 

c.

Keputusan  bersama Menteri dan Gubernur Bank Indonesia  tentang pemberian FPD; 

 

 

 

d.

Perjanjian tambahan FPD; 

 

 

 

e.

Hasil penilaian agunan oleh penilai independen; 

 

 

 

f.

Laporan realisasi pemberian FPD dari Bank Indonesia; 

 

 

 

g.

Laporan setoran FPD yang sudah jatuh tempo dari Bank Indonesia. 

 

 

BAB IV 

 

 

PERTUKARAN INFORMASI 

 

 

Pasal 21 

 

 

Dalam rangka pemberian FPD, Departemen Keuangan dan Bank Indonesia dapat melakukan pertukaran informasi. 

 

 

BABV 

 

 

KETENTUAN PENUTUP 

 

 

Pasal 22 

 

 

Peraturan Menteri ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan sampai dengan berlakunya Undang-Undang tentang Jaring Pengaman Sektor Keuangan. 

 

 

Agar setiap orang mengetahuinya memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia

                                                                                                Ditetapkan di Jakarta 

                                                                                                pada tanggal 30 Desember 2005

                                                                                                MENTERI KEUANGAN

 

                                                                                    

                                                                                                                                SRI  MULYANI INDRAWAT