MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN MENTERI KEUANGAN
NOMOR 118/PMK.07/2005
TENTANG
BALAI LELANG
MENTERI KEUANGAN,
Menimbang |
: |
a. |
bahwa dalam upaya meningkatkan pelayanan penyelenggaran lelang melalui Balai Lelang, dipandang perlu untuk melakukan penyempurnaan terhadap ketentuan mengenai Balai Lelang sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 306/KMK.01/2002; |
|||
|
|
b. |
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Balai Lelang; |
|||
Mengingat |
: |
1. |
Undang-Undang Lelang (Vendu Reglement, Ordonantie 28 Februari 1908 Staatsblad 1908:189 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Staatsblad 1941:3); |
|||
|
|
2. |
||||
|
|
3. |
Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2003 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku Pada Departemen Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 95, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4313); |
|||
|
|
4. |
Keputusan Presiden Nomor 84 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Di Lingkungan Departemen Keuangan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 37 Tahun 2004; |
|||
|
|
5. |
Keputusan Presiden Nomor 187/M Tahun 2004; |
|||
|
|
6. |
Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia; |
|||
|
|
7. |
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 445/KMK.01/2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara dan Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negara sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 425/KMK.01/2002; |
|||
|
|
8. |
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 371/KMK.01/2002 tentang Pelimpahan Wewenang Kepada Pejabat Eselon I di Lingkungan Departemen Keuangan untuk dan atas Nama Menteri Keuangan Menandatangani Surat dan atau Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 469/KMK.06/2003; |
|||
|
|
9. |
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 302/KMK.01/2004 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Keuangan sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 426/KMK.01/2004; |
|||
|
|
MEMUTUSKAN: |
||||
Menetapkan |
: |
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG BALAI LELANG. |
||||
|
|
BAB I |
||||
|
|
Pasal 1 |
||||
|
|
Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan: |
||||
|
|
1. |
Direktorat Jenderal adalah Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara (DJPLN). |
|||
|
|
2. |
Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Piutang dan Lelang Negara. |
|||
|
|
3. |
Kantor Wilayah adalah Kantor Wilayah DJPLN . |
|||
|
|
4. |
Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negara (KP2LN) adalah instansi vertikal DJPLN. |
|||
|
|
5. |
Barang milik negara adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan Belanja Negara atau berasal dari perolehan lainnya yang sah. |
|||
|
|
6. |
Barang milik daerah adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan Belanja Daerah atau berasal dari perolehan lainnya yang sah. |
|||
|
|
7. |
Barang yang dikuasai negara adalah barang milik pihak ketiga yang dikuasai negara termasuk barang temuan atau sitaan berdasarkan putusan/ketetapan instansi/lembaga yang berwenang baik ditingkat pusat maupun daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan. |
|||
|
|
8. |
Lelang Eksekusi adalah lelang untuk melaksanakan putusan/penetapan pengadilan atau dokumen-dokumen lain yang dipersamakan dengan itu yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dalam rangka membantu penegakan hukum. |
|||
|
|
9. |
Lelang Non Eksekusi Wajib adalah lelang atas barang milik negara/daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang–Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara atau barang milik Badan Usaha Milik Negara/Daerah (BUMN/D) yang oleh peraturan perundang-undangan diwajibkan dijual melalui lelang termasuk kayu dan hasil hutan lainnya dari tangan pertama. |
|||
|
|
10. |
Lelang Non Eksekusi Sukarela adalah lelang atas barang milik swasta perorangan atau badan hukum/usaha yang dilelang secara sukarela. |
|||
|
|
11. |
Pejabat Lelang Kelas I adalah pegawai Direktorat Jenderal yang diberi wewenang oleh Menteri Keuangan untuk melaksanakan penjualan barang secara lelang. |
|||
|
|
12. |
Pejabat Lelang Kelas II adalah orang yang khusus diberi wewenang oleh Menteri Keuangan untuk melaksanakan penjualan barang secara lelang atas permohonan Balai Lelang selaku kuasa dari Pemilik Barang yang berkedudukan di Kantor Pejabat Lelang Kelas II. |
|||
|
|
13. |
Penjual adalah perorangan atau badan hukum/usaha yang berdasarkan peraturan perundang-undangan atau perjanjian berwenang untuk menjual barang secara Lelang. |
|||
|
|
14. |
Pemilik Barang adalah perorangan atau badan hukum/usaha yang memiliki hak kepemilikan atas suatu barang yang dilelang. |
|||
|
|
15. |
Pembeli/Pemenang Lelang adalah orang atau badan hukum/usaha yang mengajukan penawaran tertinggi yang mencapai atau melampaui nilai limit yang disahkan sebagai pemenang lelang oleh Pejabat Lelang. |
|||
|
|
16. |
Pemandu Lelang (Afslager) adalah orang yang membantu Pejabat Lelang untuk menawarkan dan menjelaskan barang dalam suatu pelaksanaan lelang. |
|||
|
|
17. |
Uang Jaminan Penawaran Lelang adalah uang yang disetor terlebih dahulu sebelum pelaksanaan lelang sebagai syarat sahnya menjadi peserta lelang. |
|||
|
|
18. |
Pengumuman Lelang adalah pemberitahuan kepada masyarakat tentang akan adanya Lelang dengan maksud untuk menghimpun peminat lelang dan pemberitahuan kepada pihak ketiga yang berkepentingan. |
|||
|
|
19. |
Nilai Limit adalah nilai minimal barang yang dilelang dan ditetapkan oleh Penjual/Pemilik Barang untuk dicapai dalam suatu pelelangan. |
|||
|
|
20. |
Harga Lelang adalah harga penawaran tertinggi yang harus dibayar oleh pembeli. |
|||
|
|
21. |
Hasil Bersih Lelang adalah uang hasil pelaksanaan lelang yang harus disetor oleh Balai Lelang kepada pemilik barang. |
|||
|
|
22. |
Bea Lelang adalah pungutan negara atas pelaksanaan lelang yang merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak berdasarkan Peraturan Perundangan. |
|||
|
|
23. |
Perurugi adalah insentif dari bagian bea lelang yang diberikan kepada Pejabat Lelang Kelas II dan Superintenden (Direktur Jenderal dan Kepala Kantor Wilayah) dalam rangka pelaksanaan lelang. |
|||
|
|
24. |
Risalah Lelang adalah berita acara pelaksanaan lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang yang merupakan akta otentik dan mempunyai kekuatan pembuktian sempurna bagi para pihak. |
|||
|
|
25. |
Denda adalah kewajiban Balai Lelang untuk membayar sejumlah uang tertentu kepada negara karena pelanggaran terhadap ketentuan penyetoran Bea Lelang. |
|||
|
|
BAB II |
||||
|
|
Pasal 2 |
||||
|
|
Balai Lelang merupakan Perseroan Terbatas (PT) yang didirikan oleh swasta nasional, patungan swasta nasional dengan swasta asing, atau patungan BUMN/D dengan swasta nasional/asing yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan usaha Balai Lelang. |
||||
|
|
Pasal 3 |
||||
|
|
Izin Operasional Balai Lelang diberikan dan dicabut oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri Keuangan dengan menggunakan format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I Peraturan Menteri Keuangan ini. |
||||
|
|
Pasal 4 |
||||
|
|
(1) |
Permohonan Izin Operasional Balai Lelang diajukan oleh Direksi secara tertulis kepada Direktur Jenderal di atas kertas bermaterai cukup dengan menggunakan format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II Peraturan Menteri Keuangan ini. |
|||
|
|
(2) |
Permohonan Izin Operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan dokumen persyaratan sebagai berikut : |
|||
|
|
|
a. |
Akta Pendirian PT Balai Lelang, yang dibuat di hadapan Notaris dan telah disahkan oleh instansi yang berwenang; |
||
|
|
|
b. |
bukti modal disetor sekurang-kurangnya 1 (satu) Miliar Rupiah; |
||
|
|
|
c. |
proposal pendirian Balai Lelang, yang memuat antara lain : |
||
|
|
|
|
1) |
ruang lingkup kegiatan Balai Lelang; |
|
|
|
|
|
2) |
struktur organisasi berikut personil, termasuk tenaga penilai, tenaga hukum apabila tenaga penilai dan tenaga hukum bekerja sebagai karyawan Balai Lelang yang bersangkutan; dan |
|
|
|
|
|
3) |
rencana kegiatan lelang selama 1 (satu) tahun; |
|
|
|
|
d. |
neraca awal Balai Lelang yang bersangkutan; |
||
|
|
|
e. |
sertifikat atau surat tanda bukti kepemilikan atau surat perjanjian sewa dengan jangka waktu sewa minimal 2 (dua) tahun dan foto sebagai data pendukung tersedianya fasilitas : |
||
|
|
|
|
1) |
kantor dengan luas sekurang-kurangnya 100 m2; |
|
|
|
|
|
2) |
gudang/tempat penyimpanan barang dengan luas sekurang-kurangnya 200 m2; |
|
|
|
|
f |
fotokopi identitas para pemegang saham dan direksi Balai Lelang dengan menunjukkan aslinya; |
||
|
|
|
g. |
fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Balai Lelang, para pemegang saham dan direksi dengan menunjukkan aslinya; |
||
|
|
|
h. |
Surat Pernyataan dari para pemegang saham dan direksi Balai Lelang bahwa yang bersangkutan tidak memiliki kredit macet di bank pemerintah/swasta dan tidak termasuk dalam Daftar Orang Tercela (DOT) dengan menggunakan format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran III Peraturan Menteri Keuangan ini; |
||
|
|
|
i. |
Surat Keterangan Domisili kantor Balai Lelang dari kelurahan setempat dan telah memiliki Surat Izin Tempat Usaha (SITU) yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang; |
||
j. |
rekening koran atas nama PT. Balai Lelang yang bersangkutan; |
|||||
k. |
bukti tersedianya tenaga penilai berupa: |
|||||
|
|
|
|
1) |
izin penilai dari Menteri Keuangan atau sertifikat pendidikan penilai dalam hal di tempat kedudukan Balai Lelang yang bersangkutan tidak tersedia tenaga penilai yang mempunyai izin Penilai dari Menteri Keuangan; |
|
2) |
kartu anggota organisasi profesi penilai; |
|||||
3) |
surat keterangan pengalaman kerja; dan |
|||||
|
|
|
|
4) |
surat perjanjian kerja, apabila tenaga penilai yang bersangkutan berasal dari luar Balai Lelang; |
|
|
|
|
l. |
bukti tersedianya tenaga hukum berupa ijazah pendidikan di bidang hukum dan surat perjanjian kerja apabila tenaga hukum yang bersangkutan berasal dari luar Balai Lelang; dan |
||
|
|
|
m |
Nota Kesepakatan (Memorandum Of Understanding) antara Balai Lelang dengan Pejabat Lelang Kelas II dalam hal di wilayah kedudukan Balai Lelang terdapat Pejabat Lelang Kelas II. |
||
|
|
(3) |
Izin Operasional Balai Lelang diberikan setelah persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terpenuhi dan telah dilakukan peninjauan lapangan. |
|||
Pasal 5 |
||||||
|
|
(1) |
Balai Lelang yang akan pindah alamat/tempat kedudukan wajib memberitahukan secara tertulis kepada Kepala Kantor Wilayah di tempat yang lama dan yang baru dengan tembusan kepada Direktur Jenderal, paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah kepindahan dengan dilengkapi : |
|||
|
|
|
a. |
risalah rapat direksi atau akta notaris tentang perubahan alamat Balai Lelang; |
||
|
|
|
b. |
surat keterangan penerimaan laporan Akta Perubahan Anggaran Dasar dari Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia; |
||
|
|
|
c. |
surat pernyataan tersedianya fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf e; |
||
|
|
|
d. |
fotokopi NPWP Balai Lelang, para pemegang saham, direksi Balai Lelang sesuai alamat terbaru dengan menunjukkan aslinya; dan |
||
|
|
|
e. |
Surat Keterangan Domisili kantor Balai Lelang dari kelurahan setempat dan telah memiliki SITU yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang. |
||
|
|
(2) |
Setelah Balai Lelang pindah alamat Kepala Kantor Wilayah di tempat yang baru melakukan peninjauan lapangan. |
|||
|
|
(3) |
Peninjauan lapangan dilakukan untuk mengetahui fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf e. |
|||
Pasal 6 |
||||||
|
|
(1) |
Balai Lelang yang akan membuka kantor perwakilan wajib memberitahukan secara tertulis kepada Direktur Jenderal dengan tembusan Kepala Kantor Wilayah tempat kedudukan Balai Lelang dan/atau Kepala Kantor Wilayah tempat kantor perwakilan Balai Lelang. |
|||
|
|
(2) |
Kantor perwakilan Balai Lelang bukan merupakan Badan Hukum tersendiri dan pelaksanaan kegiatan kantor perwakilan menjadi tanggung jawab Balai Lelang. |
|||
Pasal 7 |
||||||
|
|
(1) |
Balai Lelang yang akan melakukan perubahan pemegang saham/direksi, wajib meminta izin tertulis kepada Direktur Jenderal dengan tembusan Kepala Kantor Wilayah tempat kedudukan Balai Lelang dengan dilampiri : |
|||
|
|
|
a. |
fotokopi identitas calon pemegang saham/direksi yang baru dengan menunjukkan aslinya; |
||
|
|
|
b. |
fotokopi NPWP calon pemegang saham/direksi yang baru dengan menunjukkan aslinya; |
||
|
|
|
c. |
Surat Pernyataan dari para pemegang saham/direksi yang baru bahwa yang bersangkutan tidak memiliki kredit macet di bank pemerintah/swasta dan tidak termasuk dalam Daftar Orang Tercela (DOT) menggunakan format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran III Peraturan Menteri Keuangan ini. |
||
|
|
(2) |
Izin perubahan pemegang saham diberikan setelah persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terpenuhi dengan menggunakan format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran IV Peraturan Menteri Keuangan ini. |
|||
|
|
(3) |
Balai Lelang yang telah memperoleh izin perubahan pemegang saham paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah pengesahan perubahan pemegang saham wajib memberitahukan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan Kepala Kantor Wilayah tempat kedudukan Balai Lelang, dengan dilampiri: |
|||
|
|
|
a. |
Akta pernyataan keputusan rapat yang dibuat dihadapan notaris tentang perubahan pemegang saham Balai Lelang; |
||
|
|
|
b. |
surat keterangan atau pengesahan dari Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia tentang perubahan pemegang saham Balai Lelang; dan |
||
|
|
|
c. |
fotokopi NPWP Balai Lelang dan para pemegang saham dengan menunjukkan aslinya. |
||
Pasal 8 |
||||||
|
|
Balai Lelang yang telah mengakuisisi Balai Lelang lain, wajib memberitahukan secara tertulis kepada Kepala Kantor Wilayah tempat kedudukan Balai Lelang dengan tembusan Direktur Jenderal paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak akuisisi dengan dilampiri dokumen : |
||||
|
|
a. |
akta pernyataan keputusan rapat yang dibuat dihadapan notaris tentang akuisisi Balai Lelang; dan |
|||
|
|
b. |
surat keterangan atau pengesahan dari Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia tentang akuisisi Balai Lelang. |
|||
Pasal 9 |
||||||
|
|
Dalam hal penggabungan Balai Lelang disertai dengan perubahan nama Balai Lelang (merger), berlaku ketentuan sebagaimana pengajuan permohonan untuk memperoleh izin operasional Balai Lelang. |
||||
|
|
BAB III KEGIATAN USAHA |
||||
Pasal 10 |
||||||
(1) |
Dalam melaksanakan kegiatan usaha Balai Lelang mempunyai wilayah kerja meliputi seluruh Indonesia. |
|||||
(2) |
Kegiatan usaha Balai Lelang meliputi Jasa Pralelang, Jasa Pelaksanaan Lelang dengan Pejabat Lelang Kelas II, dan Jasa Pascalelang terhadap jenis lelang : |
|||||
a. |
Lelang Non Eksekusi Sukarela; |
|||||
b. |
Lelang aset BUMN/D berbentuk Persero; dan |
|||||
c. |
Lelang aset milik bank dalam likuidasi berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1999 tentang Pencabutan Izin Usaha, Pembubaran dan Likuidasi Bank. |
|||||
(3) |
Kegiatan usaha oleh Balai Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan melalui media elektronik. |
|||||
(4) |
Dalam hal di tempat pelaksanaan lelang tidak terdapat Pejabat Lelang Kelas II, lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan oleh Pejabat Lelang Kelas I. |
|||||
Pasal 11 |
||||||
Balai Lelang dapat memberikan Jasa Pralelang dan/atau Jasa Pascalelang untuk lelang yang diselenggarakan oleh KP2LN meliputi jenis lelang : |
||||||
a. |
Non Eksekusi Wajib; dan |
|||||
b. |
Eksekusi, termasuk lelang atas barang yang dikuasai negara. |
|||||
Pasal 12 |
||||||
(1) |
Jasa Pralelang oleh Balai Lelang meliputi: |
|||||
a. |
meneliti kelengkapan dokumen persyaratan lelang dan dokumen barang yang akan dilelang; |
|||||
b. |
melakukan analisis yuridis terhadap dokumen persyaratan lelang dan dokumen barang yang akan dilelang; |
|||||
c. |
menerima, mengumpulkan, memilah, memberikan label, dan menyimpan barang yang akan dilelang; |
|||||
d. |
menguji kualitas dan menilai harga barang; |
|||||
e. |
meningkatkan kualitas barang yang akan dilelang; |
|||||
f. |
mengatur asuransi barang yang akan dilelang; dan/atau |
|||||
g. |
memasarkan barang dengan cara-cara efektif, terarah serta menarik baik dengan pengumuman, brosur, katalog maupun cara pemasaran lainnya. |
|||||
(2) |
Pemberian Jasa Pralelang oleh Balai Lelang didasarkan pada perjanjian dengan penjual/pemilik barang yang sekurang-kurangnya memuat : |
|||||
a. |
besaran imbalan jasa dari penjual/pemilik barang kepada Balai Lelang; |
|||||
b. |
cara pembayaran imbalan jasa; |
|||||
c. |
pembagian uang jaminan wanprestasi; dan |
|||||
d. |
jangka waktu penyetoran Hasil Bersih Lelang dari Balai Lelang kepada pemilik barang, khusus untuk lelang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2). |
|||||
(3) |
Balai Lelang dalam melaksanakan kegiatan pralelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mematuhi peraturan perundangan-undangan di bidang lelang. |
|||||
Pasal 13 |
||||||
(1) |
Balai Lelang dalam menyelenggarakan Jasa Pelaksanaan Lelang wajib mengadakan perikatan perdata dengan Pejabat Lelang Kelas II mengenai pelaksanaan lelang dan honorarium Pejabat Lelang Kelas II. |
|||||
(2) |
Honorarium sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebankan kepada Balai Lelang. |
|||||
Pasal 14 |
||||||
(1) |
Jasa Pascalelang oleh Balai Lelang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dan Pasal 11 meliputi : |
|||||
a. |
pengaturan sumber pembiayaan untuk memenuhi pembayaran Harga Lelang; |
|||||
b. |
pengaturan pengiriman barang; dan/atau |
|||||
c. |
pengurusan balik nama barang yang dibeli atas nama Pembeli. |
|||||
(2) |
Dalam memberikan Jasa Pascalelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Balai Lelang memungut imbalan jasa kepada Pembeli sesuai dengan kesepakatan antara Pembeli dengan Balai Lelang. |
|||||
Pasal 15 |
||||||
(1) |
Balai Lelang dalam waktu 1 (satu) tahun harus melaksanakan lelang sekurang-kurangnya 2 (dua) kali. |
|||||
(2) | Tidak termasuk pelaksanaan lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah: | |||||
a. | lelang yang tidak ada peminat; | |||||
b. | lelang atas barang milik Balai Lelang sendiri; dan | |||||
c. | lelang atas barang milik pemegang saham, direksi atau pegawai Balai Lelang yang bersangkutan. | |||||
Pasal 16 |
||||||
(1) | Dalam pelaksanaan lelang, Pejabat Lelang dapat dibantu oleh Pemandu Lelang. | |||||
(2) | Penggunaan Pemandu Lelang oleh Balai Lelang, harus berdasarkan persetujuan tertulis dari Kepala KP2LN atau Pejabat Lelang Kelas II yang permohonannya diajukan paling lambat 3 (tiga) hari kerja sebelum pelaksanaan lelang. | |||||
BAB IV PELAKSANAAN LELANG Bagian Pertama Permohonan Lelang |
||||||
Pasal 17 |
||||||
(1) | Balai lelang mengajukan permohonan atas pelaksanaan lelang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) secara tertulis kepada Pejabat Lelang Kelas II disertai dengan dokumen persyaratan lelang yang bersifat umum dan khusus. | |||||
(2) | Dalam hal di suatu wilayah jabatan Pejabat Lelang tidak ada Pejabat Lelang Kelas II, Balai Lelang mengajukan permohonan lelang secara tertulis kepada Kepala KP2LN setempat. | |||||
(3) | Dokumen persyaratan lelang yang bersifat umum meliputi: | |||||
a. | salinan/fotokopi Surat Keputusan Penunjukan Penjual atau Perjanjian/Surat Kuasa penunjukan Balai Lelang sebagai pihak penjual; | |||||
b. | syarat lelang dari pemilik barang (apabila ada); dan | |||||
c. | daftar barang yang akan dilelang. | |||||
(4) | Dokumen persyaratan lelang yang bersifat khusus untuk : | |||||
a. | Lelang sukarela, meliputi: | |||||
1) | surat pernyataan dari pemilik barang bahwa barang tidak dalam sengketa; dan | |||||
2) | asli dan fotokopi bukti kepemilikan hak (kecuali untuk barang bergerak yang tidak memerlukan bukti kepemilikan hak). | |||||
b. | Lelang aset BUMN (Persero), meliputi: | |||||
1) | salinan/fotokopi Surat Keputusan Persetujuan Penghapusan Barang dari Menteri Keuangan/Dewan Komisaris/Rapat Umum Pemegang Saham; | |||||
2) | salinan/fotokopi Surat Keputusan Penghapusan dari Direksi; | |||||
3) | salinan/fotokopi Surat Keputusan tentang Panitia Lelang; dan | |||||
4) | asli dan fotokopi bukti kepemilikan/hak. | |||||
c. | Lelang aset milik bank dalam likuidasi, meliputi: | |||||
1) | Salinan atau fotokopi akta notaris Risalah Rapat Umum Pemegang Saham perihal susunan anggota tim likuidasi; | |||||
2) | Surat kuasa dari Rapat Umum Pemegang Saham kepada ketua tim likuidasi untuk mewakili tim likuidasi sebagai penjual; dan | |||||
3) | asli dan fotokopi bukti kepemilikan/hak. | |||||
(5) | Fotokopi dokumen persyaratan lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) harus dilegalisir sesuai dengan aslinya. | |||||
Bagian Kedua Uang Jaminan Penawaran Lelang |
||||||
Pasal 18 |
||||||
(1) | Setiap peserta lelang wajib menyetor Uang Jaminan Penawaran Lelang kecuali lelang non eksekusi sukarela barang bergerak yang penjual lelangnya tidak mensyaratkan Uang Jaminan Penawaran Lelang. | |||||
(2) | Uang Jaminan Penawaran Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima efektif ke rekening Balai Lelang paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum pelaksanaan lelang. | |||||
(3) | Besaran Uang Jaminan Lelang ditentukan oleh Penjual paling sedikit 20 % (dua puluh persen) dan paling banyak 50 % (lima puluh persen) dari perkiraan Nilai Limit. | |||||
(4) | Besaran Uang Jaminan Lelang ditetapkan sesuai kehendak Penjual, dalam hal tidak ada Nilai Limit. | |||||
Pasal 19 |
||||||
(1) | Dalam hal peserta lelang tidak ditunjuk sebagai pembeli, Uang Jaminan Penawaran Lelang akan dikembalikan seluruhnya tanpa potongan. | |||||
(2) | Pengembalian Uang Jaminan Penawaran Lelang paling lambat 1 (satu) hari kerja sejak diterimanya dokumen permintaan pengembalian uang jaminan secara lengkap dari peserta lelang berupa : | |||||
a. | bukti setor Uang Jaminan Penawaran Lelang; dan | |||||
b. | fotokopi identitas penyetor/peserta lelang dan pengambil Uang Jaminan Penawaran Lelang apabila pengambilan Uang Jaminan Penawaran Lelang menggunakan surat kuasa. | |||||
Pasal 20 |
||||||
Uang Jaminan Penawaran Lelang dari peserta lelang yang ditunjuk sebagai pembeli, akan diperhitungkan dengan pelunasan. | ||||||
Bagian Ketiga Pengumuman Lelang |
||||||
Pasal 21 |
||||||
Pengumuman lelang untuk pelaksanaan lelang yang diselenggarakan oleh Balai Lelang dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang lelang. | ||||||
Bagian Keempat Nilai Limit |
||||||
Pasal 22 |
||||||
(1) | Setiap pelaksanaan lelang yang diselenggarakan oleh Balai Lelang harus ada Nilai Limit, kecuali untuk lelang barang bergerak yang dilaksanakan di dalam Kawasan Berikat/Gudang Berikat (Bonded Zone/Bonded Warehouse) dan pemilik barang tidak mensyaratkan Nilai Limit. | |||||
(2) | Nilai Limit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan oleh pemilik barang secara tertulis untuk masing-masing barang atau paket barang. | |||||
(3) | Nilai Limit sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sedapat mungkin diumumkan kepada peserta lelang sebelum pelaksanaan lelang atau diserahkan kepada Pejabat Lelang dalam amplop tertutup paling lambat pada saat akan dimulainya pelaksanaan lelang. | |||||
|
|
Bagian Kelima |
||||
Pasal 23 |
||||||
Pembayaran dan penyetoran Harga Lelang dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. | ||||||
Pasal 24 |
||||||
Pembeli wajib melunasi pembayaran Harga Lelang sesuai dengan ketentuan yang berlaku. | ||||||
Pasal 25 |
||||||
(1) | Penyetoran Bea Lelang dan Pajak Penghasilan (PPh) atas Pengalihan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan ke Kas Negara oleh Balai Lelang paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah Harga Lelang dibayar oleh pembeli. | |||||
(2) | Penyetoran Hasil Bersih Lelang oleh Balai Lelang kepada pemilik barang sesuai dengan perjanjian yang dibuat antara Balai Lelang dengan pemilik barang. | |||||
Bagian Keenam Risalah Lelang |
||||||
Pasal 26 |
||||||
(1) | Setiap pelaksanaan lelang dibuat Risalah Lelang oleh Pejabat Lelang sesuai peraturan perundang-undangan. | |||||
(2) | Salinan dan Kutipan Risalah Lelang hanya dapat diserahkan oleh KP2LN/Pejabat Lelang Kelas II kepada Balai Lelang setelah menyerahkan : | |||||
a. | salinan kuitansi, bukti transfer dan atau rekening koran pelunasan Harga Lelang dari pembeli; | |||||
b. | salinan bukti penyetoran Bea Lelang ke Kas Negara; | |||||
c. | fotokopi penyetoran PPh atas Pengalihan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan ke Kas Negara dengan menunjukkan aslinya dalam hal lelang tanah atau tanah dan bangunan yang dikenakan PPh atas Pengalihan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan; | |||||
d. | fotokopi penyetoran PPh Pasal 21 atas perurugi ke Kas Negara dengan menunjukkan aslinya; dan | |||||
e. | salinan bukti penyetoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan atau Bangunan (BPHTB) ke Kas Negara. | |||||
BAB V |
||||||
HAK, KEWAJIBAN, DAN TANGGUNG JAWAB |
||||||
Pasal 27 |
||||||
Dalam melakukan kegiatan usahanya, Balai Lelang berhak: | ||||||
a. | mengadakan perjanjian dengan pemilik barang untuk melaksanakan Jasa Pralelang; | |||||
b. | mengadakan perjanjian perdata dengan Pejabat Lelang Kelas II untuk melaksanakan Jasa Pelaksanaan Lelang, atau dalam hal di tempat pelaksanaan lelang tidak terdapat Pejabat Lelang Kelas II mengajukan permohonan lelang kepada KP2LN setempat; | |||||
c. | mengadakan perjanjian dengan pembeli barang untuk melaksanakan Jasa Pascalelang; | |||||
d. | menerima Salinan dan Kutipan Risalah Lelang dari Pejabat Lelang Kelas II/KP2LN; | |||||
e. | mengusulkan Pemandu Lelang. | |||||
Pasal 28 |
||||||
Dalam melakukan kegiatan usahanya, Balai Lelang wajib : | ||||||
a. | menyerahkan bukti pembayaran Uang Jaminan Penawaran Lelang oleh Peserta Lelang sesuai dengan ketentuan kepada Pejabat Lelang Kelas II atau Pejabat Lelang Kelas I. | |||||
b. | mengembalikan Uang Jaminan Penawaran Lelang seluruhnya tanpa potongan kepada peserta lelang yang tidak ditunjuk sebagai pembeli; | |||||
c. | menyetorkan Bea Lelang ke Kas Negara dalam waktu 1 (satu) hari kerja setelah Harga Lelang dibayar oleh pembeli; | |||||
d. | menyetorkan Uang Jaminan Penawaran Lelang dari Pembeli yang wanprestasi kepada yang berhak; | |||||
e. | menyetorkan perurugi kepada Pejabat Lelang Kelas II setelah dipotong PPh Pasal 21 oleh Balai Lelang; | |||||
f. | menyetorkan PPh atas Pengalihan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan yang terhutang dari pemilik barang dan PPh Pasal 21 (atas Perurugi) ke Kas Negara dalam waktu 1 (satu) hari kerja setelah Harga Lelang diterima dari pembeli, dalam hal yang dilelang adalah tanah atau tanah dan bangunan; | |||||
g. | meminta bukti setor BPHTB dari Pembeli Lelang sesuai ketentuan yang berlaku, dalam hal yang dilelang adalah tanah atau tanah dan bangunan; | |||||
h. | menyerahkan bukti pelunasan Harga Lelang berupa kuitansi, bukti setor/transfer dan atau rekening Koran pelunasan Harga Lelang, bukti setor Bea Lelang dan PPh atas Pengalihan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan kepada Pejabat Lelang pada saat meminta Kutipan dan Salinan Risalah Lelang; | |||||
i. | menyerahkan Hasil Bersih Lelang kepada pemilik barang sesuai dengan perjanjian; | |||||
j. | menyerahkan barang, dokumen kepemilikan obyek lelang, kuitansi pembayaran lelang dan Kutipan Risalah Lelang kepada Pembeli Lelang setelah kewajiban Pembeli dipenuhi; | |||||
k. | melaksanakan administrasi perkantoran dan laporan; dan | |||||
l. | mematuhi peraturan perundang-undangan di bidang lelang. | |||||
Pasal 29 |
||||||
Dalam melakukan kegiatan usahanya, Balai Lelang bertanggung jawab terhadap: |
||||||
a. | gugatan perdata dan/atau tuntutan pidana yang timbul akibat tidak dipenuhinya ketentuan yang terkait dengan pelaksanaan lelang; | |||||
b. | keabsahan barang dan dokumen persyaratan lelang; dan | |||||
c. | administrasi dan pelaksanaan lelang. | |||||
BAB VI |
||||||
ADMINISTRASI PERKANTORAN DAN PELAPORAN |
||||||
Pasal 30 |
||||||
Balai Lelang dalam melaksanakan administrasi perkantoran wajib mempunyai : |
||||||
a. | Buku Register Permintaan Lelang dengan menggunakan format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran V Peraturan Menteri Keuangan ini; | |||||
b. | Buku kegiatan Pralelang dengan menggunakan format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VI Peraturan Menteri Keuangan ini; | |||||
c. | Buku Penerimaan dan Penyerahan barang dengan menggunakan format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VII Peraturan Menteri Keuangan ini; dan | |||||
d. | Buku Penerimaan dan Penyetoran Harga Lelang dengan menggunakan format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VIII Peraturan Menteri Keuangan ini. | |||||
Pasal 31 |
||||||
(1) |
Balai Lelang wajib menyampaikan : |
|||||
a. | Laporan Realisasi Pelaksanaan Lelang Triwulanan dengan menggunakan format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran IX Peraturan Menteri Keuangan ini. | |||||
b. | Laporan Kas/Bank Triwulanan dengan menggunakan format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran X Peraturan Menteri Keuangan ini dilampiri bukti-bukti antara lain fotokopi Buku Kas Harian dan fotokopi Rekening Koran; dan | |||||
c. | Laporan Kegiatan Tahunan dengan menggunakan format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XI Peraturan Menteri Keuangan ini. | |||||
(2) | Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Kepala Kantor Wilayah setempat dengan tembusan Direktur Jenderal c.q. Direktur Lelang Negara paling lambat pada tanggal 10 (sepuluh) sesudah bulan laporan, kecuali Laporan Kegiatan Tahunan disampaikan paling lambat tanggal 10 bulan Januari. | |||||
BAB VII |
||||||
LARANGAN DAN SANKSI |
||||||
Pasal 32 |
||||||
Dalam melakukan kegiatan usaha, Balai Lelang dilarang: | ||||||
a. | menjual selain dengan cara lelang terhadap barang yang dikuasakan kepadanya untuk dijual secara lelang; | |||||
b. | menyelenggarakan lelang tidak di hadapan Pejabat Lelang; | |||||
c. | menyelenggarakan lelang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dengan melalui Pejabat Lelang Kelas II; | |||||
d. | memungut biaya apapun dari Pembeli dan Penjual di luar ketentuan peraturan perundang-undangan; | |||||
e. | melakukan kegiatan usaha diluar izin yang diberikan, antara lain: melakukan tindakan penagihan piutang (debt collector), bertindak selaku pengacara, menjadi kuasa sebagai Penjual dari Pemegang Hak Tanggungan; dan/atau | |||||
f. | membeli sendiri baik langsung maupun tidak langsung barang yang dikuasakan kepadanya untuk dijual secara lelang. | |||||
Pasal 33 |
||||||
(1) | Balai Lelang yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan yang berlaku dikenakan sanksi berupa Surat Peringatan, Surat Peringatan Terakhir, Denda, atau Pencabutan Izin Operasional. | |||||
(2) | Pengenaan sanksi berupa Surat Peringatan, Surat Peringatan Terakhir dan Denda dilakukan oleh Kepala Kantor Wilayah tempat kedudukan Balai Lelang. | |||||
(3) | Pengenaan sanksi berupa Pencabutan Izin Operasional dilakukan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri. | |||||
(4) | Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mengurangi kemungkinan gugatan perdata dan atau tuntutan pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan. | |||||
Pasal 34 |
||||||
(1) | Balai Lelang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf c dikenakan denda sebesar 2% perbulan dari jumlah yang terlambat dibayar.Pasal 34 | |||||
(2) | Pembayaran denda dihitung sejak jatuh tempo penyetoran Bea Lelang ke Kas Negara paling lama 24 (dua puluh empat) bulan. | |||||
(3) | Untuk menghitung pengenaan denda, bagian dari bulan dihitung menjadi 1 (satu) bulan penuh. | |||||
(4) | Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disetorkan ke Kas Negara oleh Balai Lelang sebagai penerimaan negara Mata Anggaran Penerimaan (MAP) Bea Lelang dan dilaporkan kepada Kepala Kantor Wilayah tempat kedudukan Balai Lelang dan/atau Kepala Kantor Wilayah tempat pelaksanaan lelang serta Direktur Jenderal. | |||||
Pasal 35 |
||||||
Balai Lelang diberikan Surat Peringatan dalam hal melakukan pelanggaran, sebagai berikut: | ||||||
a. | tidak memberitahukan secara tertulis mengenai kepindahan alamat; | |||||
b. | tidak memenuhi fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf e pada saat pindah alamat. | |||||
c. | tidak meminta izin atau memberitahukan perubahan pemegang saham atau penggabungan dengan Balai Lelang lain; | |||||
d. | tidak memberitahukan secara tertulis telah mengakuisisi Balai Lelang lain; | |||||
e. | tidak memberitahukan secara tertulis pembukaan kantor perwakilan; | |||||
f. | tidak menyerahkan Hasil Bersih Lelang kepada pemilik barang sesuai dengan perjanjian; | |||||
g. | terlambat atau tidak menyetorkan Bea Lelang ke Kas Negara; | |||||
h. | tidak menyerahkan barang, dokumen kepemilikan obyek lelang, kuitansi pembayaran lelang dan Kutipan Risalah Lelang kepada Pembeli Lelang setelah kewajiban Pembeli dipenuhi; | |||||
i. | tidak melaksanakan administrasi perkantoran dan terlambat atau tidak menyampaikan laporan; | |||||
j. | tidak menyetorkan denda atas keterlambatan penyetoran Bea Lelang. | |||||
Pasal 36 |
||||||
(1) | Terhadap Balai Lelang yang tidak mengindahkan Surat Peringatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja sejak tanggal Surat Peringatan, diberikan Surat Peringatan Terakhir oleh Kepala Kantor Wilayah tempat kedudukan Balai Lelang. | |||||
(2) | Dalam hal Balai Lelang tetap tidak mengindahkan Surat Peringatan Terakhir dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja, Kepala Kantor Wilayah mengajukan usul pencabutan Izin Operasional Balai Lelang kepada Direktur Jenderal c.q. Direktur Lelang Negara. | |||||
Pasal 37 |
||||||
(1) | Terhadap usul pencabutan Izin Operasional Balai Lelang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2), Direktur Lelang Negara melakukan konfirmasi dan klarifikasi kepada Balai Lelang yang bersangkutan. | |||||
(2) | Pencabutan Izin Operasional Balai Lelang dilakukan paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak usul pencabutan dari Kepala Kantor Wilayah diterima dengan menerbitkan Keputusan Direktur Jenderal. | |||||
Pasal 38 |
||||||
Izin operasional Balai Lelang dapat dicabut, tanpa didahului dengan Surat Peringatan dan Surat Peringatan Terakhir dalam hal : |
||||||
a. | setelah izin operasional diberikan ternyata diperoleh keterangan/data yang tidak benar atau palsu; | |||||
b. | menjual barang yang diserahkan kepadanya selain dengan cara lelang; | |||||
c. | melaksanakan lelang tidak dihadapan Pejabat Lelang; | |||||
d. | melaksanakan lelang Non Eksekusi Wajib dan Lelang Eksekusi, termasuk lelang atas barang yang dikuasai negara; | |||||
e. | melakukan kegiatan usaha di luar izin yang diberikan; | |||||
f. | membeli sendiri baik langsung maupun tidak langsung barang yang dilelang; dan/atau | |||||
g. | dalam waktu 1 (satu) tahun tidak melaksanakan lelang sekurang-kurangnya 2 (dua) kali. | |||||
Pasal 39 |
||||||
Pencabutan Izin Operasional Balai Lelang bersifat final dan tidak dapat diberikan Izin Operasional Balai Lelang yang baru kepada pemegang saham, direksi Balai Lelang yang pernah dicabut izin operasionalnya. |
||||||
BAB VIII |
||||||
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN |
||||||
Pasal 40 |
||||||
(1) | Pembinaan dan pengawasan Balai Lelang dilakukan oleh Direktur Jenderal. | |||||
(2) | Pengawasan Balai Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didelegasikan kepada Kepala Kantor Wilayah. | |||||
Pasal 41 |
||||||
(1) | Pembinaan terhadap Balai Lelang antara lain meliputi pembinaan teknis dan administrasi lelang. | |||||
(2) | Pengawasan terhadap Balai Lelang antara lain meliputi evaluasi atas laporan-laporan Balai Lelang maupun laporan atau pengaduan dari sumber-sumber lainnya. | |||||
(3) | Pengawasan Balai Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan secara langsung antara lain dengan melakukan pemeriksaan catatan/administrasi perkantoran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 dan atau secara tidak langsung antara lain dengan melakukan verifikasi dan evaluasi terhadap laporan-laporan Balai Lelang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31. | |||||
Pasal 42 |
||||||
(1) | Pengawasan Balai Lelang secara langsung oleh Kepala Kantor Wilayah tempat kedudukan Balai Lelang dilakukan sekurang-kurangnya setiap 1 (satu) tahun sekali. | |||||
(2) | Kepala Kantor Wilayah tempat kedudukan Balai Lelang dapat menunjuk pejabat/pegawai atau membentuk Tim Pengawas yang beranggotakan pejabat/pegawai Kantor Wilayah setempat. | |||||
Pasal 43 |
||||||
(1) | Balai Lelang wajib memperlihatkan buku, catatan, dokumen atau memberikan keterangan yang diperlukan oleh Tim Pengawas. | |||||
(2) | Berdasarkan Laporan Tim Pengawas, Kepala Kantor Wilayah wajib menyampaikan hasil laporan pengawasan kepada Direktur Jenderal. | |||||
BAB IX KETENTUAN PERALIHAN |
||||||
Pasal 44 |
||||||
Balai Lelang yang telah memperoleh Izin Operasional sebelum berlakunya Peraturan Menteri Keuangan ini dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sejak diberlakukannya Peraturan Menteri Keuangan ini, wajib memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan ini. |
||||||
Pasal 45 |
||||||
Pada saat Peraturan Menteri Keuangan ini berlaku permohonan Izin Operasional Balai Lelang yang masih dalam proses penyelesaian tetap diproses sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang lama. |
||||||
Pasal 46 |
||||||
Dengan berlakunya Peraturan Menteri Keuangan ini izin operasional Balai Lelang yang telah diterbitkan dinyatakan tetap berlaku. | ||||||
BAB X |
||||||
KETENTUAN PENUTUP |
||||||
Pasal 47 |
||||||
Pada saat Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku : | ||||||
a. | Keputusan Menteri Keuangan Nomor 306/KMK.01/2002 tentang Balai Lelang; dan | |||||
b. | Keputusan Direktur Jenderal Piutang dan Lelang Negara Nomor 37/PL/2002 tentang Petunjuk Teknis Balai Lelang, | |||||
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. | ||||||
Pasal 48 |
||||||
Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku sejak
tanggal ditetapkan. |
||||||
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengumuman Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia. |
||||||
Ditetapkan di Jakarta | ||||||
Pada tanggal 30 November 2005 | ||||||
MENTERI KEUANGAN, | ||||||
JUSUF ANWAR |