UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 15 TAHUN
2004
TENTANG
PEMERIKSAAN
PENGELOLAAN DAN TANGGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA
DENGAN RAHMAT
TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK
Menimbang |
: |
a. |
bahwa untuk mendukung keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan
negara, keuangan negara wajib dikelola secara tertib, taat pada peraturan
perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung
jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan; |
|
|
b. |
bahwa untuk mewujudkan pengelolaan keuangan negara sebagaimana
dimaksud pada huruf a, perlu dilakukan pemeriksaan berdasarkan standar
pemeriksaan oleh Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri; |
|
|
c. |
bahwa berdasarkan
pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu dibentuk
Undang-undang tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan
Negara; |
Mengingat |
: |
1. |
|
|
|
2. |
Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4286); |
|
|
3. |
Undang-undang
Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4355); |
|
|
Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK MEMUTUSKAN: |
|
Menetapkan |
: |
UNDANG-UNDANG TENTANG PEMERIKSAAN
PENGELOLAAN DAN TANGGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang
dimaksud dengan: |
|
|
|
1. |
Pemeriksaan adalah proses
identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi yang dilakukan secara independen,
obyektif, dan profesional berdasarkan standar pemeriksaan, untuk menilai
kebenaran, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan informasi mengenai
pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. |
|
|
2. |
Badan Pemeriksa Keuangan,
yang selanjutnya disebut BPK, adalah Badan Pemeriksa Keuangan sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. |
|
|
3. |
Pemeriksa adalah orang yang
melaksanakan tugas pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara
untuk dan atas nama BPK. |
|
|
4. |
Pejabat yang diperiksa
dan/atau yang bertanggung jawab, yang selanjutnya disebut pejabat, adalah
satu orang atau lebih yang diserahi tugas untuk mengelola keuangan negara. |
|
|
5. |
Lembaga perwakilan adalah
DPR, DPD, DPRD Provinsi dan/atau DPRD Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. |
|
|
6. |
Pengelolaan Keuangan Negara adalah
keseluruhan kegiatan pejabat pengelola keuangan negara sesuai dengan
kedudukan dan kewenangannya, yang meliputi perencanaan, pelaksanaan,
pengawasan, dan pertanggungjawaban. |
|
|
7. |
Tanggung Jawab Keuangan Negara
adalah kewajiban Pemerintah untuk melaksanakan pengelolaan keuangan negara
secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis,
efektif, dan transparan, dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. |
|
|
8. |
Standar pemeriksaan adalah
patokan untuk melakukan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan
negara yang meliputi standar umum, standar pelaksanaan pemeriksaan, dan
standar pelaporan yang wajib dipedomani oleh BPK dan/atau pemeriksa. |
|
|
9. |
Laporan Keuangan adalah
bentuk pertanggungjawaban sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 30, Pasal 31,
dan Pasal 32 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Pasal
55 ayat (2) dan ayat (3), serta Pasal 56 ayat (3) Undang-undang Nomor 1 Tahun
2004 tentang Perbendaharaan Negara. |
|
|
10. |
Dokumen adalah data,
catatan, dan/atau keterangan yang berkaitan dengan pengelolaan dan tanggung jawab
keuangan negara, baik tertulis di atas kertas atau sarana lain, maupun
terekam dalam bentuk/corak apapun. |
|
|
11. |
Opini adalah pernyataan
profesional sebagai kesimpulan pemeriksa mengenai tingkat kewajaran informasi
yang disajikan dalam laporan keuangan. |
|
|
12. |
Rekomendasi adalah saran
dari pemeriksa berdasarkan hasil pemeriksaannya, yang ditujukan kepada orang
dan/atau badan yang berwenang untuk melakukan tindakan dan/atau perbaikan. |
|
|
BAB II LINGKUP PEMERIKSAAN Pasal 2 |
|
|
|
(1) |
Pemeriksaan keuangan negara
meliputi pemeriksaan atas pengelolaan keuangan Negara dan pemeriksaan atas
tanggung jawab keuangan negara. |
|
|
(2) |
BPK melaksanakan pemeriksaan
atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. |
|
|
Pasal 3 |
|
|
|
(1) |
Pemeriksaan pengelolaan dan
tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan oleh BPK meliputi seluruh unsur
keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Undang-undang Nomor 17
Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. |
|
|
(2) |
Dalam hal pemeriksaan
dilaksanakan oleh akuntan publik berdasarkan ketentuan undangundang, laporan
hasil pemeriksaan tersebut wajib disampaikan kepada BPK dan dipublikasikan. |
|
|
Pasal 4 |
|
|
|
(1) |
Pemeriksaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 terdiri atas pemeriksaan keuangan, pemeriksaan
kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu. |
|
|
(2) |
Pemeriksaan Keuangan adalah pemeriksaan
atas laporan keuangan. |
|
|
(3) |
Pemeriksaan Kinerja adalah
pemeriksaan atas pengelolaan keuangan negara yang terdiri atas pemeriksaan
aspek ekonomi dan efisiensi serta pemeriksaan aspek efektivitas. |
|
|
(4) |
Pemeriksaan dengan tujuan
tertentu adalah pemeriksaan yang tidak termasuk dalam pemeriksaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3). |
|
|
Pasal 5 |
|
|
|
(1) |
Pemeriksaan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 dilaksanakan berdasarkan standar pemeriksaan. |
|
|
(2) |
Standar pemeriksaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun oleh BPK, setelah berkonsultasi
dengan Pemerintah. |
|
|
BAB III PELAKSANAAN PEMERIKSAAN Pasal 6 Penentuan obyek pemeriksaan,
perencanaan dan pelaksanaan pemeriksaan, penentuan waktu dan metode
pemeriksaan, serta penyusunan dan penyajian laporan pemeriksaan dilakukan
secara bebas dan mandiri oleh BPK. Pasal 7 |
|
|
|
(1) |
Dalam merencanakan tugas pemeriksaan,
BPK memperhatikan permintaan, saran, dan pendapat lembaga perwakilan. |
|
|
(2) |
Dalam rangka membahas
permintaan, saran, dan pendapat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), BPK atau
lembaga perwakilan dapat mengadakan pertemuan konsultasi. |
|
|
Pasal 8 Dalam merencanakan tugas
pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1), BPK dapat
mempertimbangkan informasi dari pemerintah, bank sentral, dan masyarakat. Pasal 9 |
|
|
|
(1) |
Dalam menyelenggarakan pemeriksaan
pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara, BPK dapat memanfaatkan hasil
pemeriksaan aparat pengawasan intern pemerintah. |
|
|
(2) |
Untuk keperluan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), laporan hasil pemeriksaan intern pemerintah wajib disampaikan
kepada BPK. |
|
|
(3) |
Dalam melaksanakan tugas
pemeriksaan, BPK dapat menggunakan pemeriksa dan/atau tenaga ahli dari luar BPK
yang bekerja untuk dan atas nama BPK. |
|
|
Pasal 10 Dalam pelaksanaan tugas
pemeriksaan, pemeriksa dapat: |
|
|
|
a. |
meminta dokumen yang wajib
disampaikan oleh pejabat atau pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan
pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara; |
|
|
b. |
mengakses semua data yang
disimpan di berbagai media, aset, lokasi, dan segala jenis barang atau
dokumen dalam penguasaan atau kendali dari entitas yang menjadi obyek
pemeriksaan atau entitas lain yang dipandang perlu dalam pelaksanaan tugas
pemeriksaannya; |
|
|
c. |
melakukan penyegelan tempat
penyimpanan uang, barang, dan dokumen pengelolaan keuangan negara; |
|
|
d. |
meminta keterangan kepada
seseorang; |
|
|
e. |
memotret, merekam dan/atau
mengambil sampel sebagai alat bantu pemeriksaan. |
|
|
Pasal 11 Dalam rangka meminta
keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf d, BPK dapat melakukan pemanggilan kepada
seseorang. Pasal 12 Dalam rangka pemeriksaan
keuangan dan/atau kinerja, pemeriksa melakukan pengujian dan penilaian atas
pelaksanaan sistem pengendalian intern pemerintah. Pasal 13 Pemeriksa dapat melaksanakan
pemeriksaan investigatif guna mengungkap adanya indikasi kerugian
negara/daerah dan/atau unsur pidana. Pasal 14 |
|
|
|
(1) |
Apabila dalam pemeriksaan ditemukan
unsur pidana, BPK segera melaporkan hal tersebut kepada instansi yang
berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
|
|
(2) |
Tata cara penyampaian
laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur bersama oleh BPK dan Pemerintah. |
|
|
BAB IV HASIL PEMERIKSAAN DAN TINDAK
LANJUT Pasal 15 |
|
|
|
(1) |
Pemeriksa menyusun laporan
hasil pemeriksaan setelah pemeriksaan selesai dilakukan. |
|
|
(2) |
Dalam hal diperlukan, pemeriksa
dapat menyusun laporan interim pemeriksaan. |
|
|
Pasal 16 |
|
|
|
(1) |
Laporan hasil pemeriksaan
atas laporan keuangan pemerintah memuat opini. |
|
|
(2) |
Laporan hasil pemeriksaan atas
kinerja memuat temuan, kesimpulan, dan rekomendasi. |
|
|
(3) |
Laporan hasil pemeriksaan
dengan tujuan tertentu memuat kesimpulan. |
|
|
(4) |
Tanggapan pejabat pemerintah
yang bertanggung jawab atas temuan, kesimpulan, dan rekomendasi pemeriksa,
dimuat atau dilampirkan pada laporan hasil pemeriksaan. |
|
|
Pasal 17 |
|
|
|
(1) |
Laporan hasil pemeriksaan
atas laporan keuangan pemerintah pusat disampaikan oleh BPK kepada DPR dan DPD selambat-lambatnya 2
(dua) bulan setelah menerima laporan keuangan dari pemerintah pusat. |
|
|
(2) |
Laporan hasil pemeriksaan
atas laporan keuangan pemerintah daerah disampaikan oleh BPK kepada DPRD selambat-lambatnya
2 (dua) bulan setelah menerima laporan keuangan dari pemerintah daerah. |
|
|
(3) |
Laporan hasil pemeriksaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disampaikan pula kepada Presiden/gubernur/
bupati/ walikota sesuai dengan kewenangannya. |
|
|
(4) |
Laporan hasil pemeriksaan
kinerja disampaikan kepada DPR/DPD/ DPRD sesuai dengan kewenangannya. |
|
|
(5) |
Laporan hasil pemeriksaan
dengan tujuan tertentu disampaikan kepada DPR/DPD/DPRD sesuai dengan
kewenangannya. |
|
|
(6) |
Laporan hasil pemeriksaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) disampaikan pula kepada
Presiden/gubernur/ bupati/ walikota sesuai dengan kewenangannya. |
|
|
(7) |
Tata cara penyampaian
laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat
(3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) diatur bersama oleh BPK dan lembaga
perwakilan sesuai dengan kewenangannya. |
|
|
Pasal 18 |
|
|
|
(1) |
Ikhtisar hasil pemeriksaan
semester disampaikan kepada lembaga perwakilan selambatlambatnya 3 (tiga)
bulan sesudah berakhirnya semester yang bersangkutan. |
|
|
(2) |
Ikhtisar hasil pemeriksaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan pula kepada
Presiden/gubernur/bupati/walikota selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sesudah
berakhirnya semester yang bersangkutan. |
|
|
Pasal 19 |
|
|
|
(1) |
Laporan hasil pemeriksaan
yang telah disampaikan kepada lembaga perwakilan, dinyatakan terbuka untuk umum. |
|
|
(2) |
Laporan hasil pemeriksaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak termasuk laporan yang memuat rahasia
negara yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. |
|
|
Pasal 20 |
|
|
|
(1) |
Pejabat wajib menindaklanjuti
rekomendasi dalam laporan hasil pemeriksaan. |
|
|
(2) |
Pejabat wajib memberikan
jawaban atau penjelasan kepada BPK tentang tindak lanjut atas rekomendasi
dalam laporan hasil pemeriksaan. |
|
|
(3) |
Jawaban atau penjelasan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada BPK selambat-lambatnya 60 (enam
puluh) hari setelah laporan hasil pemeriksaan diterima. |
|
|
(4) |
BPK memantau pelaksanaan
tindak lanjut hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
|
|
(5) |
Pejabat yang diketahui tidak
melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikenai
sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di
bidang kepegawaian. |
|
|
(6) |
BPK memberitahukan hasil pemantauan
tindak lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (4) kepada lembaga perwakilan
dalam hasil pemeriksaan semester. |
|
|
Pasal 21 |
|
|
|
(1) |
Lembaga perwakilan
menindaklanjuti hasil pemeriksaan BPK dengan melakukan pembahasan sesuai dengan
kewenangannya. |
|
|
(2) |
DPR/DPRD meminta penjelasan
kepada BPK dalam rangka menindaklanjuti hasil pemeriksaan. |
|
|
(3) |
DPR/DPRD dapat meminta BPK
untuk melakukan pemeriksaan lanjutan. |
|
|
(4) |
DPR/DPRD dapat meminta Pemerintah
untuk melakukan tindak lanjut hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan/atau ayat (3). |
|
|
BAB V PENGENAAN GANTI KERUGIAN NEGARA Pasal 22 |
|
|
|
(1) |
BPK menerbitkan surat keputusan
penetapan batas waktu pertanggungjawaban bendahara atas kekurangan kas/barang
yang terjadi, setelah mengetahui ada kekurangan kas/barang dalam persediaan
yang merugikan keuangan negara/daerah. |
|
|
(2) |
Bendahara dapat mengajukan
keberatan atau pembelaan diri kepada BPK dalam waktu 14 (empat belas) hari
kerja setelah menerima surat keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
|
|
(3) |
Apabila bendahara tidak
mengajukan keberatan atau pembelaan dirinya ditolak, BPK menetapkan surat keputusan
pembebanan penggantian kerugian negara/daerah kepada bendahara bersangkutan. |
|
|
(4) |
Tata cara penyelesaian ganti
kerugian negara/daerah terhadap bendahara ditetapkan oleh BPK setelah
berkonsultasi dengan pemerintah. |
|
|
(5) |
Tata cara penyelesaian ganti
kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berlaku pula bagi pengelola
perusahaan umum dan perusahaan perseroan yang seluruh atau paling sedikit 51%
(lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia, sepanjang
tidak diatur dalam undang-undang tersendiri. |
|
|
Pasal 23 |
|
|
|
(1) |
Menteri/pimpinan
lembaga/gubernur/bupati/walikota/direksi perusahaan negara dan badanbadan lain
yang mengelola keuangan negara melaporkan penyelesaian kerugian negara/daerah
kepada BPK selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari setelah diketahui
terjadinya kerugian negara/daerah dimaksud. |
|
|
(2) |
BPK memantau penyelesaian pengenaan
ganti kerugian negara/daerah terhadap pegawai negeri bukan bendahara dan/atau
pejabat lain pada kementerian negara/lembaga/pemerintah daerah. |
|
|
BAB VI KETENTUAN PIDANA Pasal 24 |
|
|
|
(1) |
Setiap orang yang dengan sengaja
tidak menjalankan kewajiban menyerahkan dokumen dan/atau menolak memberikan
keterangan yang diperlukan untuk kepentingan kelancaran pemeriksaan
pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 10 dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam)
bulan dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). |
|
|
(2) |
Setiap orang yang dengan
sengaja mencegah, menghalangi, dan/atau menggagalkan pelaksanaan pemeriksaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10 dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu)
tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima
ratus juta rupiah). |
|
|
(3) |
Setiap orang yang menolak
pemanggilan yang dilakukan oleh BPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 tanpa
menyampaikan alasan penolakan secara tertulis dipidana dengan pidana penjara
paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). |
|
|
(4) |
Setiap orang yang dengan
sengaja memalsukan atau membuat palsu dokumen yang diserahkan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). |
|
|
Pasal 25 |
|
|
|
(1) |
Setiap pemeriksa yang dengan
sengaja mempergunakan dokumen yang diperoleh dalam pelaksanaan tugas
pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 melampaui batas kewenangannya,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). |
|
|
(2) |
Setiap pemeriksa yang
menyalahgunakan kewenangannya sehubungan dengan kedudukan dan/atau tugas pemeriksaan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dipidana dengan pidana penjara
sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau
denda setinggi-tingginya Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). |
|
|
Pasal 26 |
|
|
|
(1) |
Setiap pemeriksa yang dengan
sengaja tidak melaporkan temuan pemeriksaan yang mengandung unsur pidana yang
diperolehnya pada waktu melakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 dan Pasal 14 dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun
6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah). |
|
|
(2) |
Setiap orang yang tidak
memenuhi kewajiban untuk menindaklanjuti rekomendasi yang disampaikan dalam laporan
hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dipidana dengan pidana
penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling
banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). |
|
|
BAB VII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 27 |
|
|
|
(1) |
Ketentuan mengenai
pemeriksaan atas laporan keuangan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang
ini dilaksanakan mulai sejak pemeriksaan atas laporan keuangan Tahun Anggaran
2006. |
|
|
(2) |
Penyelesaian ganti kerugian negara/daerah
yang sedang dilakukan oleh BPK dan/atau Pemerintah pada saat Undang-undang
ini mulai berlaku, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang ada sebelum berlakunya Undang-undang ini. |
|
|
(3) |
Tata cara penyelesaian ganti
kerugian negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (4) dan ayat (5)
ditetapkan selambat-lambatnya 1 (satu) tahun setelah berlakunya Undang-undang
ini. |
|
|
BAB VIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 28 |
|
|
|
Pada saat Undang-undang ini
berlaku, Instructie en Verdere Bepalingen voor de Algemene Rekenkamer atau
IAR (Staatsblad 1898 Nomor 9 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Staatsblad
1933 Nomor 320) dinyatakan tidak berlaku. |
|
|
|
Pasal 29 |
|
|
|
Undang-undang ini mulai
berlaku sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang
mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. |
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 19 Juli 2004
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 19 Juli 2004
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK
INDONESIA,
BAMBANG KESOWO
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK
INDONESIA TAHUN 2004 NOMOR 66