MENTERI KEUANGAN

REPUBLIK INDONESIA

SALINAN

PERATURAN MENTERI KEUANGAN


NOMOR 218/PMK.08/2008
 

TENTANG


PENERBITAN DAN PENJUALAN SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA RITEL
DI PASAR PERDANA DALAM NEGERI


MENTERI KEUANGAN,

 

Menimbang

:

a.

bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara, Menteri menyelenggarakan pengelolaan Surat Berharga Syariah Negara baik yang diterbitkan secara langsung oleh Pemerintah maupun melalui Perusahaan Penerbit Surat Berharga Syariah Negara;

 

 

b.

bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 24 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara, Menteri menetapkan ketentuan mengenai penerbitan dan penjualan Surat Berharga Syariah Negara;

 

 

c.

bahwa dalam rangka pengelolaan Surat Berharga Syariah Negara dapat dilakukan penerbitan dan penjualan Surat Berharga Syariah Negara dengan cara tanpa lelang;

 

 

d.

bahwa penerbitan dan penjualan Surat Berharga Syariah Negara tanpa lelang dapat dilaksanakan secara ritel;

 

 

e.

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c dan huruf d perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Penerbitan Dan Penjualan Surat Berharga Syariah Negara Ritel Di Pasar Perdana Dalam Negeri;

Mengingat

:

1.

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4852);

 

 

2.

Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2008 tentang Perusahaan Penerbit Surat Berharga Syariah Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4887);

3.

Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005;

 

 

4.

Keputusan Menteri Keuangan Nomor 215 Tahun 2008 tentang Penunjukan Bank Indonesia Sebagai Agen Penata Usaha, Agen Pembayar, Dan Agen Lelang Surat Berharga Syariah Negara Di Pasar Dalam Negeri;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan

:

PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENERBITAN DAN PENJUALAN SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA RITEL DI PASAR PERDANA DALAM NEGERI.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan:

1.

Surat Berharga Syariah Negara, yang selanjutnya disingkat SBSN, atau dapat disebut Sukuk Negara, adalah surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap Aset SBSN, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing.

2.

SBSN Ritel atau yang selanjutnya disebut Sukuk Negara Ritel adalah SBSN yang dijual kepada individu atau orang perseorangan Warga Negara Indonesia melalui Agen Penjual.

3.

Perusahaan Penerbit SBSN adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan ketentuan Undang-Undang tentang Surat Berharga Syariah Negara untuk melaksanakan kegiatan penerbitan SBSN.

4.

Pihak adalah individu atau orang perseorangan Warga Negara Indonesia yang akan membeli Sukuk Negara Ritel.

5.

Pasar Perdana adalah kegiatan penawaran dan penjualan Sukuk Negara Ritel untuk pertama kali.

6.

Agen Penjual adalah Bank dan/atau Perusahaan Efek yang ditunjuk untuk melaksanakan penjualan Sukuk Negara Ritel.

7.

Bank adalah Bank Umum Konvensional dan Bank Umum Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.

8.

Perusahaan Efek adalah perusahaan efek sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, yang melakukan kegiatan usaha sebagai Penjamin Emisi Efek.

9.

Panitia Seleksi adalah panitia yang dibentuk oleh Direktur Jenderal Pengelolaan Utang selaku Kuasa Pengguna Anggaran untuk melaksanakan seleksi calon Agen Penjual dan calon Konsultan Hukum.

10.

Memorandum Informasi adalah informasi tertulis mengenai penawaran Sukuk Negara Ritel kepada Pihak.

11.

Pemesanan Pembelian adalah pengajuan pemesanan pembelian Sukuk Negara Ritel oleh investor kepada Agen Penjual dalam suatu periode waktu penawaran yang telah ditentukan dan diumumkan sebelumnya.

12.

Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.

13.

Penjatahan adalah penetapan alokasi Sukuk Negara Ritel yang diperoleh setiap pemesan sesuai dengan hasil penjualan Sukuk Negara Ritel.

14.

Setelmen adalah penyelesaian transaksi Sukuk Negara Ritel yang terdiri dari Setelmen dana dan Setelmen kepemilikan Sukuk Negara Ritel.

15.

Konsultan Hukum adalah pihak yang ditunjuk untuk membantu penyusunan dokumen hukum dalam rangka penerbitan Sukuk Negara Ritel di Pasar Perdana dalam negeri.

16.

Aset SBSN adalah objek pembiayaan SBSN dan/ atau Barang Milik Negara yang memiliki nilai ekonomis, berupa tanah dan/ atau bangunan maupun selain tanah dan/ atau bangunan, yang dalam rangka penerbitan SBSN dijadikan sebagai dasar penerbitan SBSN.

17.

Akad adalah perjanjian tertulis yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

18.

Imbalan adalah pembayaran yang dapat berupa sewa, bagi hasil atau margin, atau bentuk pembayaran lainnya sesuai dengan Akad penerbitan Sukuk Negara Ritel, yang diberikan kepada pemegang Sukuk Negara Ritel sampai dengan berakhirnya periode Sukuk Negara Ritel.

19.

Hari Kerja adalah hari dimana operasional sistem pembayaran diselenggarakan oleh Bank Indonesia.

BAB II
PELAKSANAAN PENERBITAN DAN PENJUALAN

 Pasal 2

(1)

Penerbitan Sukuk Negara Ritel di Pasar Perdana dalam negeri dapat dilaksanakan:

a.

secara langsung oleh Pemerintah; atau

b.

melalui Perusahaan Penerbit SBSN.

(2)

Dalam hal penerbitan Sukuk Negara Ritel dilakukan dengan cara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, kegiatan persiapan dan pelaksanaan penerbitan Sukuk Negara Ritel dilaksanakan oleh satuan kerja di lingkungan Departemen Keuangan yang tugas pokok dan fungsinya menyelenggarakan pengelolaan SBSN.

(3)

Dalam hal penerbitan Sukuk Negara Ritel dilakukan dengan cara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, kegiatan persiapan dan pelaksanaan penerbitan Sukuk Negara Ritel dilaksanakan oleh Perusahaan Penerbit SBSN dengan dibantu oleh satuan kerja di lingkungan Departemen Keuangan yang tugas pokok dan fungsinya menyelenggarakan pengelolaan SBSN.

(4)

Dalam melaksanakan kegiatan penerbitan Sukuk Negara Ritel, satuan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) berkoordinasi dengan satuan kerja atau pihak lain yang terkait.

Pasal 3

Sukuk Negara Ritel dapat diterbitkan dalam bentuk yang dapat diperdagangkan atau tidak dapat diperdagangkan di pasar sekunder, baik dengan pembayaran nilai nominal secara penuh pada saat jatuh tempo (bullet payment) ataupun dengan cicilan (amortisasi).

Pasal 4

Setiap Pihak dapat membeli Sukuk Negara Ritel di Pasar Perdana dalam negeri.

Pasal 5

Penjualan Sukuk Negara Ritel di Pasar Perdana dalam negeri dilakukan melalui Agen Penjual.

BAB III
PERSYARATAN DAN PENUNJUKAN AGEN PENJUAL

Pasal 6

(1)

Direktur Jenderal Pengelolaan Utang selaku Kuasa Pengguna Anggaran menunjuk Agen Penjual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5.

(2)

Penunjukan Agen Penjual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditindaklanjuti dengan perjanjian kerja sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang pengadaan barang/jasa Pemerintah.

Pasal 7

(1)

Untuk dapat ditunjuk menjadi Agen Penjual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), calon Agen Penjual harus:

a.

menyampaikan proposal dan dokumen pendukung yang dipersyaratkan;

b.

memenuhi persyaratan dan kriteria yang ditetapkan; dan

c.

lulus seleksi yang dilaksanakan oleh Panitia Seleksi.

(2)

Persyaratan dan kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b paling kurang memiliki:

a.

anggota tim yang mempunyai pengetahuan dan pengalaman dalam melakukan penjualan produk keuangan syariah;

b.

komitmen terhadap Pemerintah dalam pengembangan pasar SBSN;

c.

rencana kerja, strategi dan metodologi penjualan Sukuk Negara Ritel; dan

d.

sistem informasi dan teknologi yang memadai untuk mendukung proses penerbitan Sukuk Negara Ritel.

Pasal 8

(1)

Penunjukan Agen Penjual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dilakukan melalui proses seleksi oleh Panitia Seleksi.

(2)

Penunjukkan Agen Penjual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui tahap-tahap sebagai berikut:

a.

penyampaian pengumuman;

b.

penerimaan dan penelitian dokumen proposal;

c.

penilaian proposal teknis;

d.

penentuan daftar pendek (short-listed) calon Agen Penjual;

e.

pelaksanaan presentasi (beauty contest);

f.

penilaian proposal finansial terhadap calon yang masuk dalam daftar peringkat hasil beauty contest;

g.

pemeringkatan calon Agen Penjual; dan

h.

penunjukan Agen Penjual.

Pasal 9

Perjanjian kerja antara Pemerintah dengan Agen Penjual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) memuat kewajiban Agen Penjual yang paling kurang meliputi:

a.

melakukan penjualan Sukuk Negara Ritel dengan tata cara penjualan Sukuk Negara Ritel sebagaimana diatur dalam Memorandum Informasi dan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku;

b.

melaporkan dan menyampaikan seluruh hasil penawaran dari calon pihak pembeli Sukuk Negara Ritel, termasuk daftar Pemesanan Pembelian, kepada Menteri c.q. Direktur Jenderal Pengelolaan Utang;

c.

memastikan pihak pembeli yang mendapatkan Penjatahan memiliki kecukupan dana di bank dan/ atau bank pembayar untuk pelaksanaan Setelmen dana ke rekening Pemerintah di Bank Indonesia;

d.

memastikan bahwa Sukuk Negara Ritel hasil Penjatahan telah tercatat dalam rekening Surat berharga pihak pembeli;

e.

mengembalikan semua dana calon pihak pembeli yang tidak mendapatkan Penjatahan dari Pemerintah ke rekening yang bersangkutan.

BAB IV
PERSYARATAN DAN PENUNJUKAN KONSULTAN HUKUM

Pasal 10

(1)

Untuk penerbitan Sukuk Negara Ritel di Pasar Perdana dalam negeri dapat ditunjuk Konsultan Hukum.

(2)

Direktur Jenderal Pengelolaan Utang selaku Kuasa Pengguna Anggaran menunjuk Konsultan Hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3)

Penunjukan Konsultan Hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditindaklanjuti dengan perjanjian kerja sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang pengadaan barang/jasa Pemerintah.

Pasal 11

(1)

Untuk dapat ditunjuk menjadi Konsultan Hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1), calon Konsultan Hukum harus:

a.

menyampaikan proposal dan dokumen pendukung yang dipersyaratkan;

b.

memenuhi persyaratan dan kriteria yang ditetapkan; dan

c.

lulus seleksi yang dilaksanakan oleh Panitia Seleksi.

(2)

Persyaratan dan kriteria calon Konsultan Hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, paling kurang memiliki:

a.

partner yang terdaftar sebagai profesi penunjang pasar modal pada otoritas di bidang pasar modal;

b.

pengalaman dalam penerbitan sukuk/ obligasi syariah dalam mata uang rupiah dan/ atau memiliki anggota tim yang mempunyai pengetahuan dan pengalaman dalam penyusunan dokumen hukum untuk penerbitan sukuk/ obligasi syariah; dan

c.

komitmen terhadap Pemerintah dalam pengembangan pasar SBSN.

Pasal 12

(1)

Penunjukan Konsultan Hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) dilakukan melalui proses seleksi oleh Panitia Seleksi.

(2)

Proses seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui tahap-tahap sebagai berikut:

a.

penyampaian pengumuman;

b.

penerimaan dan penelitian dokumen proposal;

c.

penilaian proposal teknis;

d.

penentuan daftar pendek (short-listed) calon Konsultan Hukum;

e.

pelaksanaan presentasi (beauty contest);

f.

penilaian proposal financial terhadap calon yang masuk dalam daftar peringkat hasil beauty contest;

g.

pemeringkatan calon Konsultan Hukum; dan

h.

penunjukan Konsultan Hukum.

BAB V
DOKUMEN DAN KETENTUAN PENJUALAN
SUKUK NEGARA RITEL

Pasal 13

Dokumen yang diperlukan dalam penerbitan dan penjualan Sukuk Negara Ritel paling kurang meliputi:

a.

dokumen transaksi Aset SBSN;

b.

perjanjian perwaliamanatan;

c.

ketentuan dan syarat (terms and conditions) Sukuk Negara Ritel;

d.

Memorandum Informasi; dan

e.

fatwa atau pernyataan kesesuaian Sukuk Negara Ritel dengan prinsip syariah.

Pasal 14

(1)

Dokumen transaksi Aset SBSN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf a, antara lain:

a.

perjanjian jual beli atau sewa menyewa Barang Milik Negara untuk digunakan sebagai Aset SBSN;

b.

perjanjian sewa menyewa Aset SBSN;

c.

perjanjian jual beli Aset SBSN, termasuk yang berupa objek pembiayaan Sukuk Negara Ritel; dan

d.

perjanjian penyertaan dalam rangka Akad Musyarakah (partnership).

(2)

Dokumen transaksi Aset SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disesuaikan dengan Akad SBSN yang diterbitkan, yang antara lain meliputi Akad Ijarah, Akad Istishna', Akad Musyarakah, Akad Mudarabah, atau Akad lain yang diperlukan dalam rangka memenuhi kesesuaian prinsip syariah.

Pasal 15

(1)

Dalam hal Sukuk Negara Ritel diterbitkan secara langsung oleh Pemerintah, dokumen transaksi Aset SBSN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf a, ditandatangani oleh Direktur Jenderal Pengelolaan Utang dan pihak yang ditunjuk sebagai Wali Amanat.

(2)

Penunjukkan Wali Amanat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan oleh Direktur Jenderal Pengelolaan Utang atas nama Menteri.

Pasal 16

Dalam hal Sukuk Negara Ritel diterbitkan melalui Perusahaan Penerbit SBSN, dokumen transaksi Aset SBSN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf a, ditandatangani oleh Direktur Jenderal Pengelolaan Utang dan dewan direktur Perusahan Penerbit SBSN.

Pasal 17

(1)

Perjanjian perwaliamanatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf b diperlukan hanya dalam hal:

a.

penerbitan Sukuk Negara Ritel dilakukan secara langsung oleh Pemerintah; atau

b.

Perusahaan Penerbit SBSN menunjuk pihak lain untuk membantu melaksanakan fungsi Wali Amanat.

(2)

Dalam hal Sukuk Negara Ritel diterbitkan secara langsung oleh Pemerintah, perjanjian perwaliamanatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf b ditandatangani oleh Direktur Jenderal Pengelolaan Utang dan pihak yang ditunjuk sebagai Wali Amanat.

(3)

Dalam hal Sukuk Negara Ritel diterbitkan melalui Perusahaan Penerbit SBSN dan ditunjuk pihak lain untuk membantu melaksanakan fungsi Wali Amanat, perjanjian perwaliamanatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf b ditandatangani oleh Direktur Jenderal Pengelolaan Utang, dewan direktur Perusahaan Penerbit SBSN dan pihak lain yang ditunjuk untuk membantu melaksanakan fungsi Wali Amanat.

Pasal 18

Memorandum Informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf d, paling kurang memuat antara lain:

a.

tata cara Pemesanan Pembelian;

b.

jenis Akad;

c.

periode penjualan, tanggal Penjatahan dan tanggal Setelmen;

d.

metode perhitungan harga Setelmen per unit SBSN;

e.

obyek pembiayaan Sukuk Negara Ritel dan/atau Barang Milik Negara yang akan dijadikan sebagai Aset SBSN;

f.

perdagangan Sukuk Negara Ritel di pasar sekunder; dan

g.

pokok-pokok ketentuan dan syarat (terms and conditions), termasuk tanggal penerbitan, tanggal jatuh tempo, nominal penerbitan, tingkat Imbalan, serta mekanisme pembayaran Imbalan dan nilai nominal.

Pasal 19

Fatwa atau pernyataan kesesuaian Sukuk Negara Ritel dengan prinsip syariah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf e, ditetapkan oleh Majelis Ulama Indonesia atau lembaga lain yang ditunjuk Pemerintah.

BAB VI
PENETAPAN HASIL PENJUALAN DAN PENJATAHAN

Pasal 20

(1)

Direktur Jenderal Pengelolaan Utang untuk dan atas nama Menteri menetapkan hasil penjualan dan Penjatahan Sukuk Negara Ritel.

(2)

Direktur Jenderal Pengelolaan Utang untuk dan atas nama Menteri dapat menerima seluruh atau sebagian, atau menolak seluruh Pemesanan Pembelian Sukuk Negara Ritel yang masuk.

(3)

Hasil penjualan dan Penjatahan ditetapkan paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah akhir masa penawaran.

Pasal 21

(1)

Hasil penjualan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) diumumkan kepada publik setelah penetapan hasil penjualan.

(2)

Pengumuman hasil penjualan Sukuk Negara Ritel kepada publik, paling kurang meliputi:

a.

nilai nominal;

b.

seri Sukuk Negara Ritel;

c.

tingkat Imbalan; dan

d.

tanggal jatuh tempo BAB VII

SETELMEN

Pasal 22

Setelmen Sukuk Negara Ritel dilakukan pada 2 (dua) Hari Kerja setelah penetapan hasil penjualan Sukuk Negara Ritel di Pasar Perdana dalam negeri (T + 2).

Pasal 23

Ketentuan lebih lanjut mengenai teknis pelaksanaan Setelmen mengikuti ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.

BAB VIII
BIAYA PENERBITAN

Pasal 24

Segala biaya yang timbul dalam kegiatan penjualan Sukuk Negara Ritel dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

BAB IX
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 25

Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 16 Desember 2008

MENTERI KEUANGAN

SRI MULYANI INDRAWATI