MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
SALINAN
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 199/PMK.08/2012
TENTANG
PENERBITAN DAN PENJUALAN SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA
DENGAN CARA BOOKBUILDING DI PASAR PERDANA DALAM NEGERI
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang |
: |
a. |
bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 18 dan Pasal 24 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara, telah ditetapkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.08/2008 tentang Penerbitan Dan Penjualan Surat Berharga Syariah Negara Dengan Cara Bookbuilding Di Pasar Perdana Dalam Negeri; |
|||
|
|
b. |
bahwa dalam perkembangannya telah ditetapkan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012, yang pengaturannya berimplikasi pula pada pengaturan mengenai pengadaan barang/jasa dalam rangka penerbitan dan penjualan Surat Berharga Syariah Negara dengan cara Bookbuilding di pasar perdana dalam negeri; |
|||
|
|
c. |
bahwa dalam rangka menyesuaikan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf b, perlu mengatur kembali penerbitan dan penjualan Surat Berharga Syariah Negara dengan cara Bookbuilding di pasar perdana dalam negeri; |
|||
|
|
d. |
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Penerbitan Dan Penjualan Surat Berharga Syariah Negara Dengan Cara Bookbuilding Di Pasar Perdana Dalam Negeri; |
|||
Mengingat |
: |
1. |
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4852); |
|||
|
|
2. |
Peraturan Presiden Nomor 56 Tahun 2008 tentang Perusahaan Penerbit Surat Berharga Syariah Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4887) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 73 Tahun 2012 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 168); |
|||
|
|
3. |
Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012; |
|||
|
|
MEMUTUSKAN: |
||||
Menetapkan |
: |
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENERBITAN DAN PENJUALAN SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA DENGAN CARA BOOKBUILDING DI PASAR PERDANA DALAM NEGERI. |
||||
|
|
BAB I |
||||
|
|
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: |
||||
|
|
1. |
Surat Berharga Syariah Negara selanjutnya disingkat SBSN, atau dapat disebut Sukuk Negara, adalah surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset SBSN, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing. |
|||
|
|
2. |
Perusahaan Penerbit SBSN adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara untuk melaksanakan kegiatan penerbitan SBSN. |
|||
|
|
3. |
Pihak adalah orang perseorangan atau warga negara Indonesia maupun warga negara asing, atau perusahaan, usaha bersama, asosiasi, atau kelompok yang terorganisasi, dimanapun bertempat tinggal atau berkedudukan baik di dalam maupun di luar negeri. |
|||
|
|
4. |
Bookbuilding adalah kegiatan penjualan SBSN kepada Pihak melalui Agen Penjual, dimana Agen Penjual mengumpulkan pemesanan pembelian dalam periode penawaran yang telah ditentukan. |
|||
|
|
5. |
Agen Penjual adalah Perusahaan Efek yang ditunjuk guna melaksanakan penjualan SBSN dengan cara Bookbuilding. |
|||
|
|
6. |
Pasar Perdana adalah kegiatan penawaran dan penjualan SBSN untuk pertama kali. |
|||
|
|
7. |
Pemesanan Pembelian adalah pengajuan pemesanan pembelian SBSN oleh investor kepada Agen Penjual dalam suatu periode waktu penawaran yang telah ditentukan dan diumumkan sebelumnya. |
|||
|
|
8. |
Memorandum Informasi adalah informasi tertulis mengenai penawaran SBSN yang disampaikan kepada Pihak. |
|||
|
|
9. |
Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia. |
|||
|
|
10. |
Akad adalah perjanjian tertulis yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. |
|||
|
|
11. |
Aset SBSN adalah objek pembiayaan SBSN dan/atau barang milik negara yang memiliki nilai ekonomis, berupa tanah dan/atau bangunan maupun selain tanah dan/atau bangunan, yang dalam rangka penerbitan SBSN dijadikan sebagai dasar penerbitan SBSN. |
|||
|
|
12. |
Perusahaan Efek adalah perusahaan efek sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, yang melakukan kegiatan usaha sebagai penjamin emisi efek. |
|||
|
|
13. |
Panitia Pengadaan adalah panitia atau kelompok kerja unit layanan pengadaaan yang dibentuk untuk melaksanakan seleksi calon Agen Penjual dan/atau calon konsultan hukum. |
|||
|
|
14. |
Imbalan adalah pembayaran yang dapat berupa sewa, bagi hasil atau margin, atau bentuk pembayaran lainnya sesuai dengan Akad penerbitan SBSN, yang diberikan kepada pemegang SBSN sampai dengan berakhirnya periode SBSN. |
|||
|
|
15. |
Hari Kerja adalah hari operasional sistem pembayaran yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia. |
|||
|
|
16. |
Setelmen adalah penyelesaian transaksi SBSN yang terdiri dari Setelmen dana dan Setelmen kepemilikan SBSN. |
|||
|
|
17. |
Harga Setelmen adalah nilai Setelmen yang harus dibayarkan oleh investor yang pemesanan pembeliannya telah mendapatkan penjatahan. |
|||
|
|
BAB II |
||||
|
|
(1) |
Penerbitan SBSN dapat dilakukan secara langsung oleh Pemerintah atau melalui Perusahaan Penerbit SBSN. |
|||
|
|
(2) |
Dalam hal penerbitan SBSN dilakukan secara langsung oleh Pemerintah, kegiatan persiapan dan pelaksanaan penerbitan SBSN dilaksanakan oleh unit kerja di lingkungan Kementerian Keuangan yang sesuai dengan tugas dan fungsinya menyelenggarakan pengelolaan SBSN. |
|||
|
|
(3) |
Dalam hal penerbitan SBSN dilakukan melalui Perusahaan Penerbit SBSN, kegiatan persiapan dan pelaksanaan penerbitan SBSN dibantu oleh unit kerja di lingkungan Kementerian Keuangan yang sesuai dengan tugas dan fungsinya menyelenggarakan pengelolaan SBSN. |
|||
|
|
(4) |
Dalam melaksanakan kegiatan penerbitan SBSN, unit kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) berkoordinasi dengan satuan kerja atau pihak lain yang terkait. |
|||
|
|
Pasal 3 |
||||
|
|
Penjualan SBSN dengan cara Bookbuilding dilakukan melalui Agen Penjual. |
||||
|
|
Pasal 4 |
||||
|
|
(1) |
Setiap Pihak dapat membeli SBSN di Pasar Perdana melalui Bookbuilding. |
|||
|
|
(2) |
Pembelian SBSN oleh Pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui Agen Penjual. |
|||
|
|
Pasal 5 |
||||
|
|
Tata cara Pemesanan Pembelian oleh Pihak dimuat dalam Memorandum Informasi. |
||||
|
|
Pasal 6 |
||||
|
|
Sebelum pelaksanaan penjualan SBSN, Direktur Jenderal Pengelolaan Utang untuk dan atas nama Menteri menetapkan: |
||||
|
|
a. |
target indikatif penerbitan SBSN; |
|||
|
|
b. |
struktur Akad SBSN; |
|||
|
|
c. |
tanggal penerbitan; |
|||
|
|
d. |
denominasi; |
|||
|
|
e. |
tanggal jatuh tempo; dan |
|||
|
|
f. |
objek pembiayaan SBSN dan/atau barang milik negara yang akan digunakan sebagai Aset SBSN. |
|||
|
|
BAB III |
||||
|
|
(1) |
Agen Penjual paling kurang memiliki kriteria sebagai berikut: |
|||
|
|
|
a. |
ijin usaha dari otoritas pasar modal Indonesia untuk melakukan kegiatan usaha sebagai penjamin emisi efek; |
||
|
|
|
b. |
pengalaman dalam penerbitan sukuk dalam mata uang rupiah dan/atau memiliki anggota tim yang mempunyai pengetahuan dan pengalaman dalam melakukan penjaminan pelaksana emisi sukuk; |
||
|
|
|
c. |
komitmen terhadap Pemerintah dalam pengembangan pasar SBSN; |
||
|
|
|
d. |
rencana kerja, strategi, dan metodologi penjualan SBSN; |
||
|
|
|
e. |
sistem informasi dan teknologi memadai untuk mendukung proses penerbitan SBSN; dan |
||
|
|
|
f. |
terdaftar sebagai Peserta Lelang SBSN. |
||
|
|
(2) |
Untuk dapat menjadi Agen Penjual, calon Agen Penjual harus: |
|||
|
|
|
a. |
menyampaikan proposal dan dokumen pendukung yang dipersyaratkan kepada Panitia Pengadaan; |
||
|
|
|
b. |
memenuhi kriteria dan persyaratan yang ditetapkan oleh Panitia Pengadaan; dan |
||
|
|
|
c. |
lulus seleksi yang dilaksanakan oleh Panitia Pengadaan. |
||
|
|
Pasal 8 |
||||
|
|
Agen Penjual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 mempunyai tugas antara lain: |
||||
|
|
a. |
mengumumkan rencana penjualan SBSN kepada calon investor; |
|||
|
|
b. |
melaksanakan penjualan SBSN; |
|||
|
|
c. |
melakukan fungsi penjaminan emisi dalam penjualan SBSN sesuai dengan yang diperjanjikan; |
|||
|
|
d. |
menyampaikan seluruh data penawaran penjualan SBSN, termasuk bookorder kepada Menteri c.q. Direktur Jenderal Pengelolaan Utang; dan |
|||
|
|
e. |
mengumumkan hasil ketetapan penjualan SBSN kepada Pihak yang Pemesanan Pembeliannya mendapatkan penjatahan. |
|||
|
|
Pasal 9 |
||||
|
|
(1) |
Agen Penjual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ditetapkan melalui proses seleksi oleh Panitia Pengadaan. |
|||
|
|
(2) |
Proses seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui tahapan sebagai berikut: |
|||
|
|
|
a. |
pengumuman; |
||
|
|
|
b. |
pendaftaran dan pengambilan dokumen pengadaan; |
||
|
|
|
c. |
pemberian penjelasan (aanwijzing); |
||
|
|
|
d. |
pemasukan dokumen penawaran; |
||
|
|
|
e. |
pembukaan dokumen penawaran; |
||
|
|
|
f. |
evaluasi dokumen penawaran; |
||
|
|
|
g. |
pemilihan peserta pengadaaan jasa Agen Penjual untuk mengikuti tahap klarifikasi teknis (beauty contest); |
||
|
|
|
h. |
klarifikasi teknis (beauty contest); |
||
|
|
|
i. |
pemeringkatan hasil klarifikasi teknis (beauty contest); |
||
|
|
|
j. |
negosiasi fee; |
||
|
|
|
k. |
penetapan pemenang; |
||
|
|
|
l. |
pengumuman pemenang; |
||
|
|
|
m. |
masa sanggah; dan |
||
|
|
|
n. |
sanggahan banding (apabila diperlukan). |
||
|
|
(3) |
Negosiasi fee sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf j dilakukan kepada sejumlah calon Agen Penjual yang menduduki peringkat teratas berdasarkan urutan hasil pelaksanaan klarifikasi teknis (beauty contest) dan dimulai dari urutan pertama. |
|||
|
|
(4) |
Dalam hal tidak terjadi kesepakatan dalam negosiasi fee dengan calon Agen Penjual sebagaimana dimaksud pada ayat (3), akan dilakukan negosiasi fee kepada calon Agen Penjual peringkat berikutnya sampai terjadi kesepakatan, dan seterusnya sampai dengan memenuhi jumlah Agen Penjual yang diperlukan. |
|||
|
|
Pasal 10 |
||||
|
|
(1) |
Penunjukan Agen Penjual didasarkan pada penetapan pemenang seleksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) huruf k. |
|||
|
|
(2) |
Penunjukan Agen Penjual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditindaklanjuti dengan perjanjian kerja. |
|||
|
|
(3) |
Penunjukan Agen Penjual dan penandatanganan perjanjian kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan oleh Pejabat Pembuat Komitmen. |
|||
|
|
Pasal 11 |
||||
|
|
(1) |
Dalam hal Pemerintah telah menunjuk agen penjual untuk penerbitan SBSN pada tahun anggaran berjalan maka agen penjual yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dapat ditunjuk sebagai Agen Penjual. |
|||
|
|
(2) |
Dalam rangka penunjukan Agen Penjual sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah mengirimkan request for proposal kepada seluruh agen penjual yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7. |
|||
|
|
(3) |
Pengiriman request for proposal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan agar agen penjual menyampaikan penawaran fee dan indikasi harga atau yield SBSN. |
|||
|
|
(4) |
Dalam rangka penunjukan Agen Penjual sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah memilih satu atau beberapa agen penjual yang menyampaikan penawaran fee dan indikasi harga atau yield SBSN terbaik. |
|||
|
|
Pasal 12 |
||||
|
|
Perjanjian kerja antara Pemerintah dengan Agen Penjual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) paling kurang memuat kewajiban Agen Penjual sebagai berikut: |
||||
|
|
a. |
melakukan penjualan SBSN dengan tata cara penjualan SBSN sebagaimana diatur dalam Memorandum Informasi dan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan; |
|||
|
|
b. |
melaporkan dan menyampaikan seluruh hasil penawaran dari calon pembeli SBSN, termasuk bookorder, kepada Menteri c.q. Direktur Jenderal Pengelolaan Utang; |
|||
|
|
c. |
memastikan pihak pembeli yang mendapatkan penjatahan memiliki kecukupan dana di bank dan/atau bank pembayar untuk pelaksanaan Setelmen dana ke rekening Pemerintah di Bank Indonesia; |
|||
|
|
d. |
menyetorkan seluruh dana hasil penjualan SBSN ke rekening kas negara; |
|||
|
|
e. |
mengembalikan dana pihak ketiga yang tidak mendapatkan penjatahan; dan |
|||
|
|
f. |
memastikan bahwa SBSN hasil penjatahan telah tercatat dalam rekening surat berharga pihak pembeli. |
|||
|
|
Pasal 13 |
||||
|
|
(1) |
Dalam rangka penerbitan dan penjualan SBSN di Pasar Perdana dalam negeri dengan cara Bookbuilding, dapat dilakukan penunjukan konsultan hukum. |
|||
|
|
(2) |
Penunjukan konsultan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui proses seleksi. |
|||
|
|
(3) |
Dalam hal Pemerintah telah menunjuk konsultan hukum untuk penerbitan SBSN pada tahun anggaran berjalan maka Pemerintah dapat menggunakan konsultan hukum yang telah ditunjuk untuk membantu penerbitan SBSN dengan cara Bookbuilding. |
|||
|
|
Pasal 14 |
||||
|
|
(1) |
Kriteria dan persyaratan calon konsultan hukum paling sedikit memiliki: |
|||
|
|
|
a. |
partner yang terdaftar sebagai profesi penunjang pasar modal pada otoritas di bidang pasar modal; |
||
|
|
|
b. |
pengalaman dalam penerbitan sukuk dalam mata uang rupiah dan/atau memiliki anggota tim yang mempunyai pengetahuan dan pengalaman dalam penyusunan dokumen hukum untuk penerbitan sukuk; dan |
||
|
|
|
c. |
komitmen terhadap Pemerintah dalam pengembangan pasar SBSN. |
||
|
|
(2) |
Untuk dapat menjadi konsultan hukum, calon konsultan hukum harus: |
|||
|
|
|
a. |
menyampaikan proposal dan dokumen pendukung yang dipersyaratkan kepada Panitia Pengadaan; |
||
|
|
|
b. |
memenuhi kriteria dan persyaratan yang ditetapkan oleh Panitia Pengadaan; dan |
||
|
|
|
c. |
lulus seleksi yang dilaksanakan oleh Panitia Pengadaan. |
||
|
|
Pasal 15 |
||||
|
|
(1) |
Konsultan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ditetapkan melalui proses seleksi oleh Panitia Pengadaan. |
|||
|
|
(2) |
Proses seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui tahapan sebagai berikut: |
|||
|
|
|
a. |
pengumuman; |
||
|
|
|
b. |
pendaftaran dan pengambilan dokumen pengadaan; |
||
|
|
|
c. |
pemberian penjelasan (aanwijzing); |
||
|
|
|
d. |
pemasukan dokumen penawaran; |
||
|
|
|
e. |
pembukaan dokumen penawaran; |
||
|
|
|
f. |
evaluasi dokumen penawaran; |
||
|
|
|
g. |
pemilihan peserta pengadaaan jasa konsultan hukum untuk mengikuti tahap klarifikasi teknis (beauty contest); |
||
|
|
|
h. |
masa sanggah terhadap hasil evaluasi dokumen penawaran; |
||
|
|
|
i. |
klarifikasi teknis (beauty contest); |
||
|
|
|
j. |
pemeringkatan hasil klarifikasi teknis (beauty contest); |
||
|
|
|
k. |
negosiasi fee; |
||
|
|
|
l. |
penetapan pemenang; |
||
|
|
|
m. |
pengumuman pemenang; |
||
|
|
|
n. |
masa sanggah; dan |
||
|
|
|
o. |
sanggahan banding (apabila diperlukan). |
||
|
|
(3) |
Calon konsultan hukum yang mendapatkan peringkat pertama dari hasil klarifikasi teknis (beauty contest), akan mendapatkan kesempatan pertama untuk melakukan negosiasi fee. |
|||
|
|
(4) |
Dalam hal tidak terjadi kesepakatan dalam negosiasi fee dengan calon konsultan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (3), akan dilakukan negosiasi fee kepada calon konsultan hukum peringkat berikutnya sampai terjadi kesepakatan. |
|||
|
|
Pasal 16 |
||||
|
|
(1) |
Penunjukan konsultan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 didasarkan pada penetapan pemenang seleksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) huruf l. |
|||
|
|
(2) |
Penunjukan konsultan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditindaklanjuti dengan perjanjian kerja. |
|||
|
|
(3) |
Penunjukan konsultan hukum dan penandatanganan perjanjian kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan oleh Pejabat Pembuat Komitmen. |
|||
|
|
BAB IV |
||||
|
|
(1) |
Direktur Jenderal Pengelolaan Utang untuk dan atas nama Menteri menetapkan hasil penjualan dan penjatahan SBSN, yang meliputi: |
|||
|
|
|
a. |
nilai nominal SBSN yang diterima; |
||
|
|
|
b. |
harga dan/atau yield; dan |
||
|
|
|
c. |
tingkat Imbalan dan/atau diskonto. |
||
|
|
(2) |
Direktur Jenderal Pengelolaan Utang untuk dan atas nama Menteri dapat menerima seluruh atau sebagian, atau menolak seluruh Pemesanan Pembelian SBSN yang masuk. |
|||
|
|
(3) |
Hasil penjualan dan penjatahan ditetapkan paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah akhir masa penawaran. |
|||
|
|
(4) |
Direktur Jenderal Pengelolaan Utang menyampaikan laporan penetapan hasil penjualan dan penjatahan SBSN kepada Menteri. |
|||
|
|
Pasal 18 |
||||
|
|
Agen Penjual mengumumkan ketetapan hasil penjualan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) kepada masing-masing Pihak yang menyampaikan Pemesanan Pembelian paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah penetapan hasil penjualan. |
||||
|
|
BAB V |
||||
|
|
Dokumen yang diperlukan dalam penerbitan dan penjualan SBSN dengan cara Bookbuilding paling kurang meliputi: |
||||
|
|
a. |
Memorandum Informasi; |
|||
|
|
b. |
ketentuan dan syarat (terms and conditions) SBSN; |
|||
|
|
c. |
dokumen transaksi Aset SBSN; dan |
|||
|
|
d. |
fatwa atau pernyataan kesesuaian SBSN dengan prinsip syariah. |
|||
|
|
Pasal 20 |
||||
|
|
(1) |
Dokumen transaksi Aset SBSN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf c disusun berdasarkan jenis Akad SBSN yang diterbitkan. |
|||
|
|
(2) |
Akad SBSN yang dapat digunakan dalam penerbitan SBSN antara lain akad Ijarah, akad Mudarabah, akad Musyarakah, akad Istishna’, akad yang berdasarkan kombinasi dari dua akad atau lebih, dan akad lainnya sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah. |
|||
|
|
Pasal 21 |
||||
|
|
Fatwa atau pernyataan kesesuaian SBSN dengan prinsip syariah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) huruf d, ditetapkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah. |
||||
|
|
Pasal 22 |
||||
|
|
Dalam hal SBSN diterbitkan melalui Perusahaan Penerbit SBSN, dokumen transaksi Aset SBSN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf c, ditandatangani oleh Direktur Jenderal Pengelolaan Utang dan dewan direktur Perusahaan Penerbit SBSN. |
||||
|
|
Pasal 23 |
||||
|
|
Memorandum Informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf a, paling kurang memuat: |
||||
|
|
a. |
tata cara Pemesanan Pembelian; |
|||
|
|
b. |
jenis Akad; |
|||
|
|
c. |
tanggal jatuh tempo, tanggal penjatahan dan tanggal Setelmen; |
|||
|
|
d. |
metode penetapan harga SBSN; |
|||
|
|
e. |
periode penjualan; |
|||
|
|
f. |
obyek pembiayaan SBSN dan/atau barang milik negara yang akan dijadikan sebagai Aset SBSN; dan |
|||
|
|
g. |
pokok-pokok ketentuan dan syarat (terms and conditions). |
|||
|
|
BAB VI |
||||
|
|
Setelmen SBSN dilakukan paling lambat 2 (dua) Hari Kerja setelah tanggal penetapan hasil penjualan SBSN (T + 2). |
||||
|
|
Pasal 25 |
||||
|
|
Perhitungan Harga Setelmen per unit SBSN yang diterbitkan dengan metode Bookbuilding dilakukan berdasarkan formula yang tercantum dalam Memorandum Informasi. |
||||
|
|
Pasal 26 |
||||
|
|
(1) |
Jangka waktu SBSN dinyatakan dalam jumlah hari sebenarnya (actual per actual) dan dihitung dari tanggal Setelmen sampai dengan tanggal jatuh tempo. |
|||
|
|
(2) |
Jumlah hari untuk perhitungan imbalan berjalan (accrued return) menggunakan basis jumlah hari sebenarnya (actual per actual). |
|||
|
|
Pasal 27 |
||||
|
|
Agen Penjual bertanggung jawab terhadap Setelmen seluruh Pemesanan Pembelian masing-masing Pihak yang Pemesanan Pembeliannya telah memperoleh penjatahan pada tanggal Setelmen. |
||||
|
|
Pasal 28 |
||||
|
|
(1) |
Pemesanan Pembelian yang dilakukan melalui Agen Penjual yang telah diterima oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2), dinyatakan batal seluruhnya dalam hal Agen Penjual tidak melunasi seluruh kewajibannya sampai dengan batas akhir tanggal Setelmen. |
|||
|
|
(2) |
Terhadap pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Agen Penjual dikenakan sanksi: |
|||
|
|
|
a. |
dilaporkan kepada otoritas di bidang pasar modal dan diumumkan kepada publik; dan |
||
|
|
|
b. |
tidak boleh menjadi agen penjual dalam penerbitan SBSN berikutnya selama 3 (tiga) kali berturut-turut. |
||
|
|
Pasal 29 |
||||
|
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai teknis pelaksanaan Setelmen SBSN mengikuti ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. |
||||
|
|
BAB VII |
||||
|
|
Segala biaya yang timbul dalam kegiatan penerbitan SBSN yang diterbitkan secara langsung oleh Pemerintah atau melalui Perusahaan Penerbit SBSN dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. |
||||
|
|
BAB VIII |
||||
|
|
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.08/2008 tentang Penerbitan Dan Penjualan Surat Berharga Syariah Negara Dengan Cara Bookbuilding Di Pasar Perdana Dalam Negeri, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. |
||||
|
|
Pasal 32 |
||||
|
|
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. |
||||
|
|
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. |
||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Ditetapkan di Jakarta |
|
|
|
|
|
|
pada tanggal 17 Desember 2012 |
|
|
|
|
|
|
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
ttd. |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
AGUS D.W. MARTOWARDOJO |
Diundangkan di Jakarta |
||||||
pada tanggal 17 Desember 2012 |
||||||
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, |
||||||
|
||||||
ttd. |
||||||
|
||||||
AMIR SYAMSUDIN |
||||||
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2012 NOMOR 1257 |