MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
SALINAN
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 81/PMK.07/2013
TENTANG
TATA CARA PENGELOLAAN DANA DARURAT
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang |
: |
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 15 Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2012 tentang Dana Darurat, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pengelolaan Dana Darurat; |
|||||
|
|||||||
Mengingat |
: |
Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2012 tentang Dana Darurat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5299); |
|||||
|
|||||||
MEMUTUSKAN: |
|||||||
|
|||||||
Menetapkan |
: |
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN DANA DARURAT. |
|||||
|
|||||||
BAB I |
|||||||
KETENTUAN UMUM |
|||||||
Pasal 1 |
|||||||
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: |
|||||||
1. |
Dana Darurat adalah dana yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang dialokasikan kepada daerah yang mengalami bencana nasional dan/atau peristiwa luar biasa. |
||||||
2. |
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan oleh faktor alam, faktor nonalam, dan/atau faktor manusia yang mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. |
||||||
3. |
Bencana Nasional dan/atau Peristiwa Luar Biasa adalah Bencana yang menimbulkan dampak yang luas sehingga mengganggu kegiatan perekonomian dan sosial. |
||||||
4. |
Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. |
||||||
5. |
Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan Daerah. |
||||||
6. |
Kepala Daerah adalah gubernur bagi daerah provinsi atau bupati bagi daerah kabupaten atau walikota bagi daerah kota. |
||||||
7. |
Menteri Keuangan yang selanjutnya disebut Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara dan sekaligus berfungsi sebagai Bendahara Umum Negara. |
||||||
8. |
Badan Nasional Penanggulangan Bencana yang selanjutnya disingkat BNPB adalah lembaga pemerintah nonkementerian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
||||||
9. |
Kementerian Negara yang selanjutnya disebut Kementerian adalah perangkat Pemerintah yang membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan. |
||||||
10. |
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. |
||||||
11. |
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah. |
||||||
12. |
Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat BA-BUN adalah bagian anggaran yang tidak dikelompokkan dalam bagian anggaran Kementerian Negara/Lembaga. |
||||||
|
|
13. |
Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat PA-BUN adalah Menteri Keuangan sebagai pejabat yang diberi tugas untuk melaksanakan fungsi Bendahara Umum Negara. |
||||
|
|
14. |
Pembantu Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara Pengelolaan Transfer ke Daerah yang selanjutnya disebut PPA-BUN Transfer adalah Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan bertanggung jawab atas pengelolaan anggaran Transfer ke Daerah. |
||||
|
|
15. |
Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara Pengelolaan Transfer ke Daerah atas Anggaran Dana Darurat yang selanjutnya disebut KPA-BUN DD adalah satuan kerja unit eselon II di lingkungan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan yang memperoleh penugasan dari PA-BUN/PPA-BUN Transfer untuk melaksanakan kewenangan dan tanggung jawab pengelolaan anggaran Dana Darurat. |
||||
|
|
16. |
Rekening Kas Umum Negara yang selanjutnya disingkat RKUN adalah rekening tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara untuk menampung seluruh penerimaan negara dan membayar seluruh pengeluaran negara pada bank sentral. |
||||
|
|
17. |
Rekening Kas Umum Daerah yang selanjutnya disingkat RKUD adalah rekening tempat penyimpanan uang daerah yang ditentukan oleh gubernur/bupati/walikota untuk menampung seluruh penerimaan daerah dan membayar seluruh pengeluaran daerah pada bank yang ditetapkan. |
||||
|
|
18. |
Rencana Dana Pengeluaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat RDP-BUN adalah rencana kerja dan anggaran BA-BUN yang memuat rincian kebutuhan dana baik yang berbentuk anggaran belanja maupun pembiayaan dalam rangka pemenuhan kewajiban Pemerintah dan transfer kepada daerah yang pengelolaannya dikuasakan oleh Presiden kepada Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara. |
||||
|
|
19. |
Daftar Hasil Penelaahan Rencana Dana Pengeluaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat DHP RDP-BUN adalah dokumen hasil penelahaan RDP-BUN yang memuat alokasi anggaran menurut program dan ditetapkan oleh Direktur Jenderal Anggaran atau pejabat lain yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Anggaran. |
||||
|
|
20. |
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat DIPA-BUN adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang digunakan sebagai acuan PA-BUN dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan sebagai pelaksanaan anggaran yang disusun oleh PPA-BUN. |
||||
|
|
21. |
Surat Keputusan Penetapan Rincian Transfer Dana Darurat yang selanjutnya disingkat SKP-RTDD adalah surat keputusan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban anggaran yang memuat rincian jumlah transfer Dana Darurat ke daerah dalam periode tertentu. |
||||
|
|
22. |
Pejabat Pembuat Komitmen yang selanjutnya disingkat PPK adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh PA-BUN/PPA-BUN untuk melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja negara. |
||||
|
|
23. |
Surat Permintaan Pembayaran yang selanjutnya disingkat SPP adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPK yang berisi permintaan pembayaran tagihan kepada negara. |
||||
|
|
24. |
Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat SPM adalah dokumen yang diterbitkan/digunakan oleh PPA BUN atau pejabat lain yang ditunjuk untuk mencairkan alokasi dana yang bersumber dari DIPA atau dokumen lain yang dipersamakan. |
||||
|
|
25. |
Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disingkat SP2D adalah surat perintah yang diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara selaku Kuasa Bendahara Umum Negara untuk pelaksanaan pengeluaran atas beban APBN berdasarkan SPM. |
||||
|
|
26. |
Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak yang selanjutnya disingkat SPTJM adalah surat pernyataan dari pengguna dana yang menyatakan bahwa pengguna dana bertanggung jawab secara formal dan material kepada PPA-BUN atas kegiatan yang dibiayai dengan dana tersebut. |
||||
|
|
27. |
Kerangka Acuan Kegiatan yang selanjutnya disingkat KAK adalah dokumen yang berisikan program dan kegiatan yang terencana. |
||||
|
|
28. |
Badan Usaha Milik Daerah yang selanjutnya disingkat BUMD adalah badan usaha yang didirikan oleh pemerintah daerah yang modalnya sebagian besar/seluruhnya adalah milik pemerintah daerah. |
||||
|
|||||||
Pasal 2 |
|||||||
(1) |
Pemerintah mengalokasikan Dana Darurat kepada Pemerintah Daerah yang mengalami Bencana Nasional dan/atau Peristiwa Luar Biasa dan tidak dapat ditanggulangi dengan APBD. |
||||||
(2) |
Dana Darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pendapatan daerah pada bagian Lain-Lain Pendapatan. |
||||||
(3) |
Dana Darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya digunakan untuk keperluan mendesak. |
||||||
|
|||||||
Pasal 3 |
|||||||
|
|
Dana Darurat dikelola secara tertib, taat pada ketentuan peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan aspek keadilan dan kepatutan. |
|||||
|
|||||||
BAB II |
|||||||
PENGANGGARAN |
|||||||
|
|||||||
Bagian Kesatu |
|||||||
Pengajuan Dana Darurat |
|||||||
Pasal 4 |
|||||||
|
|
(1) |
Kepala Daerah yang daerahnya mengalami Bencana Nasional dan/atau Peristiwa Luar Biasa mengajukan permintaan Dana Darurat kepada Menteri. |
||||
|
|
(2) |
Permintaan Dana Darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melampirkan paling kurang: |
||||
|
|
|
a. |
KAK rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana beserta rencana anggaran belanja dalam jangka waktu 1 (satu) tahun anggaran; dan |
|||
|
|
|
b. |
Peraturan Daerah mengenai APBD tahun anggaran berjalan. |
|||
|
|
(3) |
Permintaan Dana Darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan setiap tahun anggaran selama masih dalam tahap pascabencana. |
||||
|
|
(4) |
Dalam hal sebagian dan/atau seluruh Dana Darurat diteruskan kepada BUMD, KAK rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana beserta rencana anggaran belanja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a harus dilampiri dengan surat pernyataan Kepala Daerah bahwa Dana Darurat akan disalurkan sebagai hibah. |
||||
|
|||||||
Pasal 5 |
|||||||
|
|
Menteri menyampaikan salinan permintaan Dana Darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) kepada Kepala BNPB. |
|||||
|
|||||||
Bagian Kedua |
|||||||
Penilaian Usulan Dana Darurat |
|||||||
|
|||||||
Paragraf 1 |
|||||||
Kerangka Acuan Kegiatan |
|||||||
Pasal 6 |
|||||||
|
|
(1) |
Menteri bersama Kepala BNPB dan/atau menteri/pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian terkait melakukan verifikasi dan evaluasi terhadap permintaan Dana Darurat. |
||||
|
|
(2) |
Verifikasi dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut: |
||||
|
|
|
a. |
Kepala BNPB dan/atau menteri/pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian terkait melakukan verifikasi dan evaluasi dalam rangka penilaian atas KAK dan rencana anggaran belanja dari aspek kerusakan dan kerugian untuk penyusunan anggaran kebutuhan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana; dan |
|||
|
|
|
b. |
Menteri melakukan verifikasi dan evaluasi dalam rangka penilaian atas kelayakan dan kecukupan APBD. |
|||
|
|||||||
Paragraf 2 |
|||||||
Penilaian Kerangka Acuan Kegiatan |
|||||||
Pasal 7 |
|||||||
|
|
(1) |
Kepala BNPB bertindak sebagai koordinator dalam rangka penilaian atas KAK dan rencana anggaran belanja dari aspek kerusakan dan kerugian untuk penyusunan anggaran kebutuhan dan jangka waktu rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana bersama menteri/pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian terkait. |
||||
|
|
(2) |
Kepala BNPB dan menteri/pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian terkait bertanggung jawab atas hasil penilaian atas KAK dan rencana anggaran belanja. |
||||
|
|
(3) |
Kepala BNPB menyampaikan hasil penilaian atas KAK dan rencana anggaran belanja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Menteri sebagai salah satu dasar perhitungan besaran Dana Darurat. |
||||
|
|
(4) |
Penyampaian hasil penilaian atas KAK dan rencana anggaran belanja sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan paling lambat 15 (lima belas) hari kerja setelah diterimanya salinan permintaan Dana Darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5. |
||||
|
|||||||
Paragraf 3 |
|||||||
Penilaian atas Kelayakan dan Kecukupan |
|||||||
Pasal 8 |
|||||||
Penilaian atas kelayakan dan kecukupan APBD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf b dilakukan dengan cara menghitung selisih antara penerimaan umum APBD dengan pengeluaran umum APBD. |
|||||||
|
|||||||
Pasal 9 |
|||||||
(1) |
Penerimaan umum APBD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 merupakan penerimaan yang belum di earmark yang terdiri atas: |
||||||
|
|
|
a. |
Pendapatan Asli Daerah; |
|||
|
|
|
b. |
Dana Alokasi Umum; dan |
|||
|
|
|
c. |
Dana Bagi Hasil non-earmark. |
|||
|
|
(2) |
Pengeluaran umum APBD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 merupakan belanja yang bersifat wajib. |
||||
|
|
(3) |
Belanja yang bersifat wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan belanja pegawai dan belanja anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. |
||||
|
|||||||
Paragraf 4 |
|||||||
Besaran Dana Darurat |
|||||||
Pasal 10 |
|||||||
|
|
(1) |
Besaran Dana Darurat dihitung berdasarkan selisih antara hasil penilaian atas KAK dan rencana anggaran belanja dengan penilaian atas kelayakan dan kecukupan APBD. |
||||
|
|
(2) |
Dalam hal nilai hasil penilaian atas KAK dan rencana anggaran belanja lebih besar dari pada penilaian atas kelayakan dan kecukupan APBD, maka selisih tersebut merupakan kebutuhan Dana Darurat Pemerintah Daerah. |
||||
|
|
(3) |
Dalam hal nilai hasil penilaian atas KAK dan rencana anggaran belanja sama dengan atau lebih kecil dari pada penilaian atas kelayakan dan kecukupan APBD, maka Pemerintah Daerah tidak akan memperoleh alokasi Dana Darurat. |
||||
|
|
(4) |
Berdasarkan hasil perhitungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kementerian Keuangan dan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional bersama-sama menentukan indikasi awal kebutuhan Dana Darurat. |
||||
|
|
(5) |
Indikasi awal kebutuhan Dana Darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilaksanakan berdasarkan mekanisme APBN. |
||||
|
|
(6) |
Menteri menetapkan kebijakan besaran Dana Darurat pada Transfer ke Daerah bagian Transfer Lainnya. |
||||
|
|||||||
Bagian ketiga |
|||||||
Penetapan Alokasi |
|||||||
Pasal 11 |
|||||||
|
|
(1) |
Anggaran Dana Darurat ditetapkan dalam Undang-Undang mengenai APBN. |
||||
|
|
(2) |
Menteri menetapkan alokasi Dana Darurat per daerah. |
||||
|
|||||||
Bagian keempat |
|||||||
Penganggaran dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah |
|||||||
Pasal 12 |
|||||||
|
|
(1) |
Berdasarkan penetapan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2), Pemerintah Daerah menganggarkan penerimaan Dana Darurat pada Lain-Lain Pendapatan dalam APBD. |
||||
|
|
(2) |
Pemerintah Daerah menganggarkan penggunaan Dana Darurat sebagai belanja dalam APBD berdasarkan KAK dan rencana anggaran belanja. |
||||
|
|||||||
Bagian kelima |
|||||||
Penggunaan |
|||||||
Pasal 13 |
|||||||
|
|
(1) |
Dana Darurat digunakan untuk mendanai kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi pada tahap pascabencana yang menjadi kewenangan daerah dalam 1 (satu) tahun anggaran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
||||
|
|
(2) |
Dalam hal kegiatan yang didanai oleh Dana Darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak/belum dapat diselesaikan sampai akhir tahun anggaran yang bersangkutan, maka dapat dilanjutkan sampai dengan akhir bulan Februari tahun anggaran berikutnya. |
||||
|
|||||||
BAB III |
|||||||
PEJABAT PERBENDAHARAAN |
|||||||
Pasal 14 |
|||||||
|
|
(1) |
Menteri selaku PA-BUN mempunyai kewenangan atas pelaksanaan anggaran Dana Darurat. |
||||
|
|
(2) |
Untuk melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri menunjuk Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan sebagai PPA-BUN Transfer. |
||||
|
|||||||
Pasal 15 |
|||||||
|
|
PPA-BUN Transfer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) dalam melaksanakan kewenangannya memiliki tugas, fungsi, dan tanggung jawab: |
|||||
|
|
a. |
menyusun indikasi kebutuhan dana pengeluaran BUN untuk tahun anggaran yang direncanakan; |
||||
|
|
b. |
menyusun RDP-BUN berdasarkan pagu dana pengeluaran BUN yang ditetapkan oleh Menteri; |
||||
|
|
c. |
mengkoordinir dan memberikan bimbingan teknis kepada KPA-BUN DD yang berada di bawahnya dalam rangka penyusunan indikasi kebutuhan dana pengeluaran BUN, RDP-BUN, dan alokasi dana pengeluaran BUN; dan |
||||
|
|
d. |
menyusun laporan pertanggungjawaban pengelolaan anggaran yang berasal dari BA-BUN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
||||
|
|||||||
Pasal 16 |
|||||||
|
|
(1) |
PPA-BUN Transfer menyampaikan RDP-BUN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf (b) kepada Direktur Jenderal Anggaran. |
||||
|
|
(2) |
Dalam hal diperlukan, PPA-BUN Transfer dapat mengusulkan revisi RDP-BUN. |
||||
|
|
(3) |
Tata cara penyusunan dan pengesahan RDP-BUN dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
||||
|
|||||||
Pasal 17 |
|||||||
|
|
(1) |
Direktur Jenderal Anggaran menetapkan DHP RDP-BUN sebagai dasar PPA-BUN Transfer dalam menyusun DIPA-BUN. |
||||
|
|
(2) |
DIPA-BUN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh PPA-BUN Transfer kepada Direktur Jenderal Anggaran untuk mendapatkan pengesahan. |
||||
|
|
(3) |
Dalam hal diperlukan, PPA-BUN Transfer dapat mengusulkan revisi DIPA-BUN. |
||||
|
|
(4) |
Tata cara penyusunan, pengesahan, dan revisi DIPA-BUN dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
||||
|
|||||||
Pasal 18 |
|||||||
|
|
(1) |
PPA-BUN Transfer dapat melimpahkan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 kepada pejabat eselon II yang ditunjuk sebagai KPA-BUN DD. |
||||
|
|
(2) |
Penunjukan KPA-BUN DD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat ex-officio. |
||||
|
|
(3) |
Penetapan dan pergantian KPA-BUN DD tidak terikat periode tahun anggaran. |
||||
|
|
(4) |
Dalam hal terdapat kekosongan KPA-BUN DD, PPA-BUN Transfer menunjuk pejabat baru sebagai pelaksana tugas KPA-BUN DD. |
||||
|
|
(5) |
PPA-BUN Transfer memberikan kewenangan kepada KPA-BUN DD untuk menetapkan: |
||||
|
|
|
a. |
PPK; dan |
|||
|
|
|
b. |
Pejabat Penandatangan SPM. |
|||
|
|
(6) |
PPA-BUN Transfer bertanggung jawab secara formal dan material atas pelaksanaan penyaluran Dana Darurat. |
||||
|
|||||||
Pasal 19 |
|||||||
|
|
KPA-BUN DD memiliki tugas dan wewenang: |
|||||
|
|
a. |
menetapkan PPK untuk melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja negara; |
||||
|
|
b. |
menetapkan Pejabat Penandatangan SPM untuk melakukan pengujian tagihan dan penerbitan SPM atas beban anggaran negara; |
||||
|
|
c. |
memberikan supervisi dan konsultasi dalam pencairan dana; |
||||
|
|
d. |
mengawasi penatausahaan dokumen dan transaksi yang berkaitan dengan pelaksanaan anggaran; dan |
||||
|
|
e. |
menyusun laporan keuangan dan kinerja atas pelaksanaan anggaran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
||||
|
|||||||
Pasal 20 |
|||||||
|
|
(1) |
Penetapan PPK tidak terikat periode tahun anggaran. |
||||
|
|
(2) |
Dalam hal tidak terdapat perubahan pejabat yang ditetapkan sebagai PPK pada saat pergantian periode tahun anggaran, penetapan PPK tahun anggaran sebelumnya masih tetap berlaku. |
||||
|
|
(3) |
Dalam hal terdapat kekosongan jabatan PPK, KPA-BUN DD segera menunjuk pejabat baru sebagai pelaksana tugas PPK. |
||||
|
|
(4) |
Tugas, wewenang, dan tanggung jawab dari PPK dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
||||
|
|||||||
Pasal 21 |
|||||||
|
|
(1) |
Dalam rangka melaksanakan kewenangan pengujian tagihan dan perintah pembayaran atas beban anggaran negara, KPA-BUN DD menunjuk Pejabat Penandatangan SPM. |
||||
|
|
(2) |
Penetapan Pejabat Penandatangan SPM tidak terikat periode tahun anggaran. |
||||
|
|
(3) |
Dalam hal tidak terdapat perubahan pejabat yang ditetapkan sebagai Pejabat Penandatangan SPM pada saat penggantian periode tahun anggaran, penetapan Pejabat Penandatangan SPM tahun anggaran sebelumnya masih tetap berlaku. |
||||
|
|
(4) |
Dalam hal terdapat kekosongan Pejabat Penandatangan SPM, KPA-BUN DD segera menunjuk pejabat baru sebagai pelaksana tugas Pejabat Penandatangan SPM. |
||||
|
|
(5) |
Tugas, wewenang, dan tanggung jawab dari Pejabat Penandatangan SPM dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
||||
|
|||||||
Pasal 22 |
|||||||
|
|
(1) |
PPA-BUN Transfer dapat merangkap sebagai PPK atau Pejabat Penandatangan SPM. |
||||
|
|
(2) |
PPK dan Pejabat Penandatangan SPM tidak boleh saling merangkap. |
||||
|
|
(3) |
Tembusan surat keputusan penunjukan/pengangkatan KPA-BUN DD, PPK, Pejabat Penandatangan SPM, disampaikan ke Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara. |
||||
|
|
(4) |
Penyampaian surat keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disertai dengan specimen tanda tangan Pejabat Penandatangan SPM dan PPK. |
||||
|
|
(5) |
Tembusan surat keputusan penunjukan/pengangkatan PPK beserta specimen tanda tangan disampaikan kepada Pejabat Penandatangan SPM. |
||||
|
|||||||
BAB IV |
|||||||
TATA CARA PENYALURAN DAN PENCAIRAN |
|||||||
|
|||||||
Bagian Kesatu |
|||||||
Penyaluran |
|||||||
Pasal 23 |
|||||||
|
|
(1) |
Penyaluran Dana Darurat dilaksanakan dengan mekanisme transfer ke daerah melalui tata cara pemindahbukuan dari RKUN ke RKUD. |
||||
|
|
(2) |
Penyaluran Dana Darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam 3 (tiga) tahap, yaitu: |
||||
|
|
|
a. |
tahap I setelah Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan menerima Peraturan Daerah mengenai APBD tahun anggaran berjalan dari Kepala Daerah; |
|||
|
|
|
b. |
tahap II paling lambat 15 (lima belas) hari kerja setelah KPA-BUN DD menerima Laporan Pencapaian Kinerja tahap I tahun anggaran berjalan dari Kepala Daerah; dan |
|||
|
|
|
c. |
tahap III paling lambat 15 (lima belas) hari kerja setelah KPA-BUN DD menerima Laporan Pencapaian Kinerja tahap II tahun anggaran berjalan dari Kepala Daerah. |
|||
|
|
(3) |
Penyaluran Dana Darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan rincian sebagai berikut: |
||||
|
|
|
a. |
tahap I sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari pagu Dana Darurat; |
|||
|
|
|
b. |
tahap II sebesar 50% (lima puluh persen) dari pagu Dana Darurat setelah Laporan Pencapaian Kinerja tahap I mencapai minimal 80% (delapan puluh persen); dan |
|||
|
|
|
c. |
tahap III sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari pagu Dana Darurat setelah Laporan Pencapaian Kinerja tahap I ditambah dengan tahap II mencapai minimal 80% (delapan puluh persen). |
|||
|
|||||||
Pasal 24 |
|||||||
|
|
(1) |
Penyaluran Dana Darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 dilakukan berdasarkan Surat Permintaan Penyaluran Dana Darurat dari Kepala Daerah atau pejabat yang diberi kuasa kepada KPA-BUN DD. |
||||
|
|
(2) |
Surat Permintaan Penyaluran Dana Darurat tahap I dilengkapi dengan dokumen pendukung sebagai berikut: |
||||
|
|
|
a. |
SPTJM; |
|||
|
|
|
b. |
Dokumen Pelaksanaan Anggaran; dan |
|||
|
|
|
c. |
Dokumen Rencana Penggunaan Dana Darurat. |
|||
|
|
(3) |
Surat Permintaan Penyaluran Dana Darurat tahap II dan tahap III dilengkapi dengan dokumen pendukung sebagai berikut: |
||||
|
|
|
a. |
SPTJM; |
|||
|
|
|
b. |
Dokumen Pelaksanaan Anggaran; |
|||
|
|
|
c. |
Dokumen Rencana Penggunaan Dana Darurat. |
|||
|
|
|
d. |
Laporan Pencapaian Kinerja Dana Darurat yang telah diverifikasi oleh Kepala BNPB; dan |
|||
|
|
|
e. |
Laporan Realisasi Penyerapan Dana Darurat berdasarkan SP2D yang telah diterbitkan. |
|||
|
|
(4) |
Laporan Pencapaian Kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf (d) paling kurang memuat: |
||||
|
|
|
a. |
program/kegiatan; dan |
|||
|
|
|
b. |
rencana dan realisasi tingkat keluaran (output). |
|||
|
|
(5) |
Berdasarkan Surat Permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KPA-BUN DD menyalurkan Dana Darurat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
||||
|
|
(6) |
Format SPTJM sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf (a) tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
||||
|
|
(7) |
Format Laporan Realisasi Penyerapan Dana Darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf (e) tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
||||
|
|||||||
Pasal 25 |
|||||||
|
|
(1) |
Kepala Daerah atau pejabat yang diberi kuasa mengajukan permintaan verifikasi teknis program dan kegiatan kepada Kepala BNPB sebagai persyaratan penyaluran Dana Darurat tahap II dan tahap III. |
||||
|
|
(2) |
Dalam melakukan verifikasi teknis program dan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) BNPB berkoordinasi dengan kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian terkait. |
||||
|
|
(3) |
Kepala BNPB menyampaikan hasil verifikasi teknis program dan kegiatan kepada Kepala Daerah sebagai persyaratan penyaluran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (3) huruf d. |
||||
|
|
(4) |
Penyampaian hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan paling lambat 15 (lima belas) hari kerja setelah diterimanya pengajuan permintaan verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
||||
|
|
(5) |
Kepala BNPB dan menteri/pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian terkait bertanggung jawab penuh atas hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3). |
||||
|
|||||||
Pasal 26 |
|||||||
|
|
(1) |
Permintaan penyaluran tahap III sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (3) disampaikan oleh Kepala Daerah atau pejabat yang diberi kuasa kepada KPA-BUN DD paling lambat pada tanggal 30 September tahun anggaran berjalan. |
||||
|
|
(2) |
Dana Darurat yang belum disalurkan ke RKUD sampai dengan akhir tahun anggaran menjadi sisa anggaran lebih pada APBN dan tidak dapat dijadikan penambah pagu anggaran Dana Darurat tahun anggaran selanjutnya. |
||||
|
|
(3) |
KPA-BUN DD dan Kepala Daerah melakukan rekonsiliasi atas penyaluran Dana Darurat. |
||||
|
|
(4) |
Dalam hal terdapat sisa anggaran Dana Darurat pada kas daerah saat tahun anggaran berakhir, dapat digunakan untuk mendanai kegiatan Dana Darurat sampai dengan akhir bulan Februari tahun anggaran berikutnya. |
||||
|
|
(5) |
Kriteria kegiatan Dana Darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi: |
||||
|
|
|
a. |
kegiatan yang di dalamnya terdapat pekerjaan yang telah ada ikatan pejanjian kontrak pada tahun anggaran berkenaan; dan |
|||
|
|
|
b. |
keterlambatan penyelesaian pekerjaan diakibatkan oleh force major. |
|||
|
|
(6) |
Dalam hal sampai dengan akhir bulan Februari tahun anggaran berikutnya masih terdapat sisa anggaran Dana Darurat pada kas daerah, maka sisa anggaran tersebut diperhitungkan sebagai tambahan kecukupan APBD pada tahun anggaran berikutnya. |
||||
|
|||||||
Bagian Kedua |
|||||||
Pencairan |
|||||||
Pasal 27 |
|||||||
|
|
(1) |
Dalam rangka pelaksanaan penyaluran Dana Darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, PPK menyusun SKP-RTDD berdasarkan DIPA Dana Darurat. |
||||
|
|
(2) |
SKP-RTDD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh KPA-BUN DD. |
||||
|
|
(3) |
Berdasarkan SKP-RTDD, PPK membuat dan menerbitkan SPP untuk disampaikan kepada Pejabat Penandatangan SPM. |
||||
|
|
(4) |
SPP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilampiri: |
||||
|
|
|
a. |
SKP-RTDD; dan |
|||
|
|
|
b. |
Daftar nominatif penyaluran dan transfer Dana Darurat. |
|||
|
|||||||
Pasal 28 |
|||||||
|
|
(1) |
Berdasarkan SPP, Pejabat Penandatangan SPM melakukan pengujian atas permintaan pembayaran Dana Darurat. |
||||
|
|
(2) |
Pejabat Penandatangan SPM melakukan pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
||||
|
|
(3) |
Setelah dilakukan pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) permintaan pembayaran memenuhi persyaratan, Pejabat Penandatangan SPM membuat SPM. |
||||
|
|
(4) |
SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan ke Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara dengan dilampiri: |
||||
|
|
|
a. |
Daftar nominatif penyaluran Dana Darurat; dan |
|||
|
|
|
b. |
Arsip Data Komputer. |
|||
|
|
(5) |
Berdasarkan SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara menerbitkan SP2D. |
||||
|
|
(6) |
Penerbitan SP2D sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
||||
|
|||||||
Pasal 29 |
|||||||
|
|
(1) |
KPA-BUN DD mengirimkan Lembar Konfirmasi atas transfer Dana Darurat kepada Kepala Daerah setiap tahapan paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja setelah SP2D terbit. |
||||
|
|
(2) |
Kepala Daerah atau pejabat yang diberi kuasa menyampaikan Lembar Konfirmasi kepada KPA-BUN DD paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah Lembar Konfirmasi diterima. |
||||
|
|
(3) |
Lembar Konfirmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan bukti penerimaan bagi Pemerintah Daerah atas penyaluran Dana Darurat. |
||||
|
|
(4) |
Format Lembar Konfirmasi sebagaimana dimaksud ayat (1) tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
||||
|
|||||||
BAB V |
|||||||
PENATAUSAHAAN DAN PELAPORAN |
|||||||
Pasal 30 |
|||||||
|
|
(1) |
Pemerintah Daerah wajib melakukan penatausahaan atas penerimaan dan penggunaan Dana Darurat. |
||||
|
|
(2) |
Dalam rangka pertanggungjawaban penggunaan Dana Darurat, Pemerintah Daerah wajib menyampaikan Laporan Realisasi Penggunaan Dana Darurat kepada KPA-BUN DD paling lambat tanggal 28 Februari tahun anggaran berikutnya. |
||||
|
|
(3) |
Format Laporan Realisasi Penggunaan Dana Darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
||||
|
|||||||
Pasal 31 |
|||||||
|
|
(1) |
Pemerintah Daerah wajib menyampaikan Laporan Akhir Pencapaian Kinerja Dana Darurat kepada Kepala BNPB dan menteri/pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian terkait dengan tembusan kepada Menteri c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan paling lambat tanggal 28 Februari tahun anggaran berikutnya. |
||||
|
|
(2) |
Kepala BNPB dan menteri/pimpinan lembaga pemerintah non kementerian terkait melakukan verifikasi atas Laporan Akhir Pencapaian Kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
||||
|
|
(3) |
Kepala BNPB bertindak selaku koordinator dalam melakukan verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2). |
||||
|
|
(4) |
Hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Pemerintah Daerah sebagai persyaratan penyaluran tahap I tahun anggaran berikutnya. |
||||
|
|
(5) |
Kepala BNPB dan menteri/pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian terkait bertanggung jawab penuh atas hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2). |
||||
|
|||||||
BAB VI |
|||||||
PEMANTAUAN DAN EVALUASI |
|||||||
Pasal 32 |
|||||||
|
|
(1) |
Menteri, Kepala BNPB, dan menteri/pimpinan lembaga pemerintahan nonkementerian terkait melakukan pemantauan dan evaluasi atas penyaluran dan penggunaan Dana Darurat. |
||||
(2) |
Hasil pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai dasar kebijakan pengelolaan Dana Darurat pada tahun anggaran berikutnya. |
||||||
|
|||||||
BAB VII |
|||||||
KETENTUAN PENUTUP |
|||||||
Pasal 33 |
|||||||
|
|
Peraturan Menteri ini berlaku pada tanggal diundangkan. |
|||||
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan menempatkannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. |
|||||||
|
|||||||
Ditetapkan di Jakarta |
|||||||
pada tanggal 12 April 2013 |
|||||||
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, |
|||||||
ttd.
|
|||||||
AGUS D.W. MARTOWARDOJO |
|||||||
|
|||||||
Diundangkan di Jakarta |
|||||||
pada tanggal 12 April 2013 |
|||||||
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA |
|||||||
ttd.
|
|||||||
AMIR SYAMSUDIN |
|||||||
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2013 NOMOR 601 |